IBADAH JUM'AH YANG AFDHALIYYAH

Ibadah Jum’at itu adanya dinyatakan oleh Asy-Syaari’ (Sang Pembuat Syari’at), yaitu Allah Ta’ala. Dengan demikian ibadah Jum’at adalah ibadah yang masyru’ (disyari’atkan), yang hukumnya wajib. Allah Ta’ala berfirman,

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Qs al-Jumu’ah/ 62: 9)

Al-Hafidz Ibnu Katsir tentang ayat di atas diantaranya menafsirkan sebagai berikut:
إِنَّمَا سُمِّيَتْ الْجُمُعَة جُمْعَة لِأَنَّهَا مُشْتَقَّة مِنْ الْجَمْع فَإِنَّ أَهْل الْإِسْلَام يَجْتَمِعُونَ فِيهِ فِي كُلّ أُسْبُوع مَرَّة بِالْمَعَابِدِ الْكِبَار وَفِيهِ كَمُلَ جَمِيع الْخَلَائِق فَإِنَّهُ الْيَوْم السَّادِس مِنْ السِّتَّة الَّتِي خَلَقَ اللَّه فِيهَا السَّمَاوَات وَالْأَرْض وَفِيهِ خُلِقَ آدَم وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّة وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَفِيهِ تَقُوم السَّاعَة وَفِيهِ سَاعَة لَا يُوَافِقهَا عَبْد مُؤْمِن يَسْأَل فِيهَا اللَّه خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ كَمَا ثَبَتَتْ بِذَلِكَ الْأَحَادِيث الصِّحَاح .
Tiada lain disebut hari itu Jum’at sebagai Jum’ah, karena ia merupakan pecahan dari lafadz al-Jam’u; yang sungguh para pemeluk agama Islam mereka berkumpul pada hari itu dalam setiap pekannya satu kali menuju tempat-tempat ibadah yang luas (masjid). Padanya lah kesempurnaan berkumpulnya berbagai makhluk. Sungguh ia hari keenam dari enam hari yang Allah telah menciptakan pada hari itu berbagai langit dan bumi. Pada hari itu pula diciptakan Adam as. Pada hari itu pula Adam dimasukkan ke surga. Pada hari ia dikeluarkan. Pada hari itu pula akan terjadinya kiamat. Dan Pada hari itu pula adalah waktu yang tidaklah berkesuaian seorang hamba beriman yang padanya ia meminta kepada Allah suatu kebaikan kecuali Allah akan memberikannya kepadanya; sebagaimana telah dijelaskan berbagai hal tersebut pada beberapa hadis yang shahih. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim: Qs al-Jumu’ah ayat 9)

Ayat di atas berlaku umum, tetapi keumumannya dikecualikan oleh sabda Rasulullah saw. dalam hadis berikut.

عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً : عَبْدٌ مَمْلُوكٌ ، أَوِ امْرَأَةٌ ، أَوْ صَبِيٌّ ، أَوْ مَرِيضٌ.
Dari Thariq ibn Syihab ra. dari Nabi saw. beliau bersabda, “Jum’at itu hak yang wajib atas setiap muslim dalam jama’ah kecuali empat, hamba sahaya, perempuan, anak kecil, atau yang sakit.” (HR Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, no 1067)

Imam Abu Zakariyya Yahya ibn Syarof An-Nawawi ad-Dimasyqa (631-676 H) Rahimahullah, pada kitab Riyaadlush Shaalihiin dalam Bab Bayaan Katsrati Turuuq al Khaiir (Bab Penjelasan tentang Banyaknya Jalan Kebaikan) telah memasukkan satu hadis tentang “Ibadah Jum’ah yang Afdhaliyyah”. Hadis tersebut bernomor urut 128 berdasarkan Kitab Riyaadlush Shaalihiin cetakan Daarus Salaam (Kairo-Mesir, tahun 2013 M/ 1434 H cetakan ke-13). Adapun hadis yang dimaksud adalah sebagai berikut:

(128)- الثاني عشر : عَنْهُ (أَبِيْ هُرَيْرَةَ) ، قَالَ : قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ ، ثُمَّ أَتَى الجُمعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْن الجُمُعَةِ وَزِيادَةُ ثَلاثَةِ أيَّامٍ ، وَمَنْ مَسَّ الحَصَا فَقَدْ لَغَا )) رواه مسلم .
128. Keduabelas: Darinya (Abu Hurairah r.a.), katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang berwudhu' lalu memperbaguskan wudhu'nya kemudian mendatangi shalat Jum'at, lalu istima’ (mendengarkan – khutbah) serta berdiam diri (tidak ngobrol), maka diampunilah untuk antara Jum'at itu dengan Jum'at yang berikutnya dan ditambah pula dengan tiga hari lagi. Barangsiapa yang memegang (mempermainmainkan) batu kerikil (ketika khutbah berlangsung) maka sungguh ia telah sia-sia (ibadah Jum’atnya)." (Riwayat Muslim).

Takhrij al-Hadits
1.     Muslim, Shahih Muslim: Kitab al-Jumu’ah: Bab Fadhli Man Istama’a wa Anshata fii al-Khutbati, II: 588: 857
2.    Abu Dawud, Sunan Abu Dawud: Kitab ash-Shalah: Bab Fadhli al-Jumu’ah, I: 342: 1050
3.    At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi: Kitab ath-Thaharah ‘an Rasulillah saw: Bab Maa jaa-a fii fadhli al-ghusli yaumal jumu’ah:, I: 505: 496
4.   Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah: Kitab Iqamat ash-Shalah: Bab Maa Jaa-a fii Rukhshati fii dzaalika, II: 190: 1090 (Al-Maktabah asy-Syamilah)

Syarah al-Hadits
(من توضأ فأحسن الوضوء) بإسباغه والإتيان بآدابه وسننه (ثم أتى الجمعة) أي: إلى المسجد لصلاتها
Sabda Nabi saw. (Barangsiapa yang berwudhu' lalu memperbaguskan wudhu'nya) -yakni- dengan meng-isbagh (menyempurnakan) dan memperhatikan berbagai adab dan sunnahnya. (kemudian mendatangi shalat Jum'at) -yakni- ke masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at.

(فاستمع) الخطبة (وأنصت) عن الكلام المباح (غفر له) صغائر (ما بينه وبين الجمعة الماضية)
Sabda Nabi saw. (lalu istima’) -yakni- terhadap khutbah. (serta berdiam diri) -yakni- dari perkataan yang (asalnya) dibolehkan. (maka diampunilah baginya) -yakni- dosa-dosa kecil. (untuk antara Jum'at itu dengan Jum'at yang berikutnya).

قال بعض أصحابنا: والمراد بما بينهما من صلاة الجمعة وخطبتها إلى مثل ذلك الوقت من الجمعة الثانية فيكون سبعة أيام بلا زيادة ولا نقص (و) يضم إليها (زيادة) عليها ذنوب (ثلاثة أيام) فتكفر ذنوب عشرة أيام.
Sebagian sahabat kami (Syaikh Muhamma Ibnu ‘Allaan) berpendapat: Yang dimaksud dengan “(diampunilah baginya) antara keduanya” dari shalat Jum’at dan khutbahnya hingga waktu yang sama dari Jum’at yang kedua; maka jadilah tujuh hari dengan tanpa tambahan dan pengurangan. (dan) -yakni- menjumlahkan kepadanya (ditambah) -yakni- yang padanya ia berbuat dosa-dosa; (dengan tiga hari) -yakni- maka dihapuslah dosa-dosanya yang sepuluh hari.

قال العلماء: معنى المغفرة له ما بين الجمعتين وثلاثة أيام أن الحسنة بعشر أمثالها، وصار يوم الجمعة الذي فعل فيه هذه الأفعال الجميلة في معنى الحسنة التي تجعل بعشر أمثالها
Para Ulama berpendapat: Makna maghfirah, ampunan baginya antara dua Jum’at dan tiga hari adalah bahwasanya satu kebaikan sebanding dengan sepuluh yang semisalnya; jadilah hari Jum’at yang ia berbuat pada hari itu perbuatan-perbuatan yang indah (amal shalih) dalam makna sebuah kebaikan yang dipandang sebanding dengan sepuluh kebaikan yang semisalnya.

(ومن مسّ الحصى) وفي معناه سائر العبث في حال الخطبة (فقد لغا) ففي الحديث، إشارة إلى الحثّ على إقبال القلب والجوارح على الخطبة، والمراد من اللغو الباطل المذموم المردود.
Sabda Nabi saw. (Barangsiapa yang memegang -mempermainmainkan- batu kerikil) -yakni- maknanya ialah seluruh perbuatan main-main, senda gurau saat pelaksanaan khutbah. (maka sungguh ia telah sia-sia -ibadah Jum’atnya-), maka dalam hadis ini terdapat isyarat pada anjuran untuk menghadapkan, memfokuskan hati dan anggota badan terhadap khutbah. Adapun yang dimaksud dengan sesuatu yang sia-sia itu adalah sesuatu yang batil yang tercela yang tertolak. (Syaikh Muhammad Ibnu ‘Allaan Ash-Shiddiqi, Daliilul Faalihiin syarh Riyadhus Shalihin, I: 313)

Agar lebih tergambar tentang “Ibadah Jum’ah yang Afdhaliyyah”, penulis pandang perlu mengutip pemaparan para ulama Dewan Hisbah Pimpinan Pusat Persatuan Islam dalam Risalah Shalat-nya tentang Bab IV Ibadah Jum’at sebagai berikut:

Ibadah Jum’ah adalah ibadah yang terikat ketat dengan ketentuan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hal ini wajib dihormati dan ditaati dengan ketawadhuan dan keikhlasan yang sungguh-sungguh. Sehingga makna dan hikmah ibadah Jum’at dapat diraih.

Persiapan Sebelum Jum’at. [1] Wajib bagi setiap muslim mandi dengan meratakan air ke seluruh tubuh lebih dahulu; disunatkan pula memakai wangi-wangian sekedarnya. [2] Disunnatkan mengenakan pakaian terbaik yang dimiliki atau pakaian terpantas dan paling bersih. [3] Bersegera pergi shalat Jum’at dengan tenang, pergi lebih awal tentu lebih baik untuk menyongsong pahala yang lebih utama.

Hal-hal yang dilakukan sebelum khutbah. [1] Dilarang menempati barisan (shaf) belakang selama shaf di depan masih terdapat yang kosong, sehingga tidak terjadi sibak-menyibak bahu dan atau melangkahi bahu. Hal ini dilarang oleh Rasulullah saw. [2] Meluruskan shaf dan pundak. Isilah tempat-tempat di depan yang kosong, agar syaithan tidak dapat masuk (untuk) menggoda di antara jama’ah. [3] Melakukan shalat Tahiyyatu al-Masjid. Bagi yang datang terlambat, dibolehkan melakukan shalat ini walaupun imam sedang berkhutbah. Tetapi bagi yang duduk di luar masjid shalat ini tidak disyari’atkan. [4] Dibolehkan shalat Syukru al-Wudlu dua raka’at, bagi yang telah dan baru saja berwudlu. [5] Shalat Intizhar dua raka’at-dua raka’at. Shalat ini dikerjakan berulang-ulang, dan jika imam telah mulai berkhutbah tidak dibenarkan memulainya lagi.

Adab selama imam berkhutbah. [1] Ma’mum hendaklah duduk dengan tidak bertegak lutut (Sunda: nagkeup tuur), menengarkan, dan menyimak khutbah dengan sungguh-sungguh. [2] Ma’mum dilarang berbicara walaupun sepatah kata, karena hal ini akan menyia-nyiakan pahala Jum’at.

Pelaksanaan  shalat  Jum’at.  [1]  Dimulai  dengan  khutbah  setelah  masuk  waktu  Zhuhur,  khatib  /  imam  naik mimbar sambil memberi salam kepada jama’ah, kemudian duduk untuk mendengarkan adzan. Selesai adzan, khatib/ imam memulai khutbahnya yang berisi (a) hamdalat, (b) Syahadat / do’a, dan (c) wasiat / materi khutbah. [2] Khutbah dilakukan dua kali, diselingi duduk sejenak sebelum do’a. [3] Setelah khatib / imam selesai melaksanakan khutbah, kemudian turun ke tempat imam untuk segera mengimami shalat Jum’at. Shalat Jum’at dilaksanakan dengan berjama’ah dua raka’at dan bacaan imam dijaharkan.
Setelah shalat Jum’at. [1] Setelah dzikir (istighfar, tasbih, dan takbir) dan do’a kemudian melaksanakan Rawatib ba’diyyat Jum’at, baik dua raka’at atau empat raka’at. [2] Meninggalkan tempat dengan tidak melangkahi daerah sujud (sutrah) orang yang sedang shalat.

Perhatian: Sebelum imam berada di atas mimbar, dilarang mengadakan ceramah-ceramah atau pengumuman-pengumuman, demikian pula mengumandangkan pengajian al-Qur’an sehingga mengganggu orang yang sedang shalat.

Dalil-dalil
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ (مُسْلِمٍ) الْغُسْلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَلْبَسُ مِنْ صَالِحِ ثِيَابِهِ ، وَإِنْ كَانَ لَهُ طِيبٌ مَسَّ مِنْهُ.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Wajib bagi setiap yang telah ihtilam (muslim) mandi pada hari Jum’at dan memakai pakaian yang pantas, dan jika mempunyai wangi-wangian hendaklah memakainya.” (HR Ahmad, Musnad Ahmad, 3: 65 no 11643)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ.
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang mandi pada hari Jum’at seperti mandi janabat kemudian ia pergi (ke masjid), maka seolah-olah ia qurban dengan seekor unta. Siapa yang pergi pada waktu (menempati shaf) yang kedua, maka seolah-olah ia qurban dengan seekor sapi, siapa yang pergi waktu yang ketiga, maka seolah-olah ia qurban dengan seekor kambing, siapa yang pergi pada waktu yang keempat, maka seolah-olah ia qurban dengan seekor ayam. Dan siapa yang pergi pada waktu yang kelima, maka seolah-olah ia qurban dengan sebutir telur. Maka apabila imam keluar (naik mimbar), para malaikat hadir mendengarkan peringatan (khutbah).(HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari 1: 301 no 841, dll)

عَنْ الْأَرْقَمِ بْنِ أَبِي الْأَرْقَمِ الْمَخْزُومِيِّ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ (إِنَّ) الَّذِي يَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيُفَرِّقُ بَيْنَ الِاثْنَيْنِ بَعْدَ خُرُوجِ الْإِمَامِ كَالْجَارِّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ.
Dari Al-Arqam bin Abil Arqam al-Makhzumi, bahwa Nabi saw. bersabda, “(Sungguh) orang yang melangkahi pundak orang (lain) pada waktu Jum’at, dan menyibak antara dua orang setelah imam keluar (naik mimbar), seolah-olah dia menarik ususnya di neraka.(HR Ahmad, Musnad Ahmad 3: 417, dll)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : رُصُّوا صُفُوفَكُمْ ، وَقَارِبُوا بَيْنَهَا ، وَحَاذُوا بِالأَعْنَاقِ ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خِلَلِ الصَّفِّ كَأَنَّهَا الْحَذَفُ.
Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi saw. bersabda, “Rapatkanlah shaf-shaf kalian, berdekatanlah dengan yang lain. Dan ratakanlah pundak-pundak kalian. Demi diri Muhammad yang ada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku melihat syaithan-syaithan masuk dari sela-sela shaf seolah-olah mereka itu kambing kecil yang hitam.(HR Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Khuzaimah, 3: 22 no 1545, dll)

عَنْ جَابِرٍ قَالَ دَخَلَ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَقَالَ أَصَلَّيْتَ قَالَ لَا قَالَ قُمْ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ.
Dari Jabir ra., ia berkata: Sesungguhnya seorang laki-laki masuk pada waktu Jum’at ketika Rasulullah saw. sedang berkhutbah. Maka beliau bersabda, “Apakah engkau sudah shalat?” ia menjawab, “Belum.Maka beliau bersabda, “Hendaklah engkau shalat dua raka’at.(HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari 1: 315 889, dll)

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ.
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang berwudlu seperti wudluku ini kemudian shalat dua raka’at dengan khusyu’, pastilah akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.(HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, 1: 71 no 158, dll)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنِ اغْتَسَلَ (يَوْمَ الجُمُعَةِ) ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ
مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّىَ مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى وَفَضْلَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ».
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda, “Siapa yang mandi (Jum’at) kemudian menghadiri ibadah Jum’at, lalu shalat semampunya kemudian diam sehingga imam selesai dari khutbahnya, lalu shalat bersamanya (berjama’ah), maka akan diampuni (dosanya) antara Jum’at itu dan Jum’at yang lain dan ditambah tiga hari.(HR Muslim, Shahih Muslim, 2: 587 no 857)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَقَفَتْ الْمَلَائِكَةُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ . . .
فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ طَوَوْا صُحُفَهُمْ وَيَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ.
Dari Abu Hurairah ra. ia berkata: Nabi saw. bersabda: “Apabila hari Jum’at tiba, malaikat berdiri di pintu masjid. Mereka mencatat seorang demi seorang . . . Apabila imam keluar (naik mimbar), mereka menutupkan catatan-catatan mereka dan mendengarkan peringatan (khutbah).(HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, 1: 314 no 887, dll)

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ.
Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Apabila kamu berkata kepada sahabatmu pada waktu Jum’at ‘Diam’, padahal imam sedang khutbah, maka telah sia-sia Jum’atmu.(HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari 1: 316 no 892, dll)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا ».
Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu shalat Jum’at shalatlah setelahnya empat raka’at.(HR Muslim, Shahih Muslim 2: 600 no 831, dll)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . . . وَكَانَ لَا يُصَلِّي بَعْدَ الْجُمُعَةِ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ.
Dari ‘Abdullah ibn ‘Umar ra. bahwa Rasulullah saw. . . . tidak shalat setelah Jum’at sehingga ia berpaling lalu ia shalat dua raka’at. (HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, 1: 317 no 895)

عَنْ أَبِيْ جُهَيْمٍ (عَبْدِ اللهِ بْنِ الحَارِثِ) قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ أَبُو النَّضْرِ لَا أَدْرِي أَقَالَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَوْ شَهْرًا أَوْ سَنَةً.
Dari Abu Juhaim (‘Abdullah ibn Al-Harits) ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Kalaulah orang yang lewat di hadapan yang sedang shalat itu tahu akan keburukan (dosa)nya, pastilah ia diam (tidak lewat) selama empat puluh itu lebih baik daripada lewat di hadapan orang yang sedang shalat.Abu Nadlr berkata, “Aku tidak tahu yang dimaksud empat puluh itu; apakah empat puluh hari, empat puluh bulan, atau empat puluh tahun.(HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, 1: 191 no 488, dll)

Apabila seseorang “ketinggalan” mendapat satu raka’at dari shalat Jum’at, kemudian ia menambahkannya satu raka’at lagi, maka ia telah mendapatkan shalat Jum’at itu, artinya tidak usah mengulang dan melakukan shalat apapun. Tetapi perlu diingat, apabila hal itu bukan dilakukan dengan sengaja, hanya untuk mengikuti shalatnya saja. Apalagi hanya mengikuti raka’at yang kedua saja. Jika demikian, ibadah Jum’at tidak sah; berarti belum melakukan shalat Jum’at.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ.
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang dapat menyusul satu raka’at dari shalat maka ia telah dapat menyusul shalat itu.(HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, 1: 211 no 555, dll)

Yang dimaksud dengan “dapat menyusul shalat itu” adalah bila imam telah selesai salam, ia berdiri melanjutkan untuk menambah kekurangannya (HR Abu Dawud).

Bagi orang yang masbuq, bagaimanapun keadaan imamnya -selama belum salam- wajib mengikutinya. Misalnya, jika imamnya sedang tahiyyat, ia harus mengikuti tahiyyat itu. Tetapi tetap harus dimulai dengan takbirat al-ihram; tidak sah jika yang masbuq itu tidak takbirat al-ihram lebih dahulu. Rasulullah saw. bersabda:

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغْ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ.
“Bila engkau telah berdiri untuk shalat, hendaklah menyempurnakan wudlu, kemudian menghadap qiblat dan bertakbirlah.(HR Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, 5: 2307 no 5897, dll)

Hadits di atas menyatakan bahwa Nabi saw. tidak membedakan apakah ia masbuq ataukah tidak. (Dewan Hisbah PP Persis, Risalah Shalat, hlm 141-146)

Tentu dalam melaksanakan ibadah Jum’at kita menginginkan pahala yang maksimal dan bukan hanya sekedar menuntaskan kewajibannya saja tanpa memperhatikan afdhaliyyah (yang paling utama) dari kaifiyat ibadah tersebut; maka tidaklah pantas seorang muslim sebelum adzan Jum’at berkumandang ia malah berdiam diri di luar masjid sambil ngobrol, merokok, senda gurau, main-main, ataupun hanya sekedar duduk-duduk saja.

Perlu pula menjadi perhatian tentang pengkondisian badan dan hati agar mendukung kekhusyuan beribadah Jum’at; diantaranya dengan cara mematikan hp saat hendak masuk masjid, jika lelah dan ada waktu untuk tidur siang beberapa menit sebelum berangkat ibadah Jum’at agar tidak mengantuk, dan lain sebagainya.

Kondisi masjid pun perlu diperhatikan agar ibadah Jum’at semakin khusyu, yakni dengan memperhatikan kebersihan tempat sujud dan sekitarnya; karena sajadah yang bau busuk akan menyebabkan kekhusyuan sujud sedikit terganggu.


by Bidang Pendidikan.

@ Bidang Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.

Edisi selanjutnya, In Syaa Allah, akan membahas tentang “ANTARA WUDLU DAN DOSA”; Kajian selengkapnya akan dibahas pada hari Sabtu, 05 Mei 2018 di Masjid Nurul Huda Cipanas Desa Margamukti setelah shalat ‘Isya berjama’ah. In Syaa Allah, Aamiin.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama