AL-HIKMAH SEBAGAI IMPLEMENTASI KEILMUAN



Punceling Pass - Rancabali. Ahad, 16 September 2018 sekitar pukul 05.00-06.00 WIB Al-Ustadz H. Muhammad Nurdin dipimpin oleh Al-Ustadz Agus telah menyampaikan kuliah shubuh di tengah-tengah perhelatan Persada VII Pemuda Persis Kabupaten Bandung.

Ketika muqaddimah, ayat yang Al-Ustadz kutip adalah QS Al-Baqarah ayat 269 sebagai berikut.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

Ilmu itu ada yang dlaruri, ada yang ‘amali. Hampir setiap ilmu yang datang dari Rasulullah saw adalah bersifat ‘amali.

Ilmu yang sering kita minta adalah ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang diamalkan, maka tidak bermanfaat ilmu yang tanpa amalan.

Apalagi hari ini akses ilmu sangat mudah, tetapi yang menjadi pertanyaan bagaimana tingkat pengamalan kita. Jika KH Muhammad Romli mengungkapkan perlu 3 hari hingga satu pekan saat meneliti  derajat hadis, maka hari ini generasi milenial mampu menentukan derajat hadis hanya dengan 3 menit, tetapi yang menjadi pertanyaan: Siapakah yang meneliti 3 menit itu? Dan bagaimana tingkat pengamalannya. Jangan sampai banyak mengkaji derajat hadis tahajjud, namun tahajjudnya tidak. Jangan sampai banyak mengkaji derajat hadis shaum sunat, namun shaum sunatnya malas.

Ilmu yang mudah didapat itu biasanya sulit dalam pengamalan. Pemuda mana hari ini yang tidak tahu dalil shalat berjama’ah di masjid, tetapi kita menyaksikan banyak Pemuda yang tidak shalat berjama’ah di masjid.

Al-Hikmah dalam ayat QS Al-Baqarah 269 tersebut selain diartikan ilmu yang bermanfaat, juga diartikan dengan al-khasyah (rasas takut) . Allah Ta’ala menegaskan bahwa orang yang takut adalah ulama. Artinya ulama di sini identik bukan hanya berilmu tetapi adanya rasa takut, jadi orang yang berilmu dan bisa mengamalakan ilmu adalah orang yang diberi al-hikmah.

Terdapat sebuah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai berikut.
لاَحَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عّلّى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Artinya: Tidak ada hasad kecuali kepada dua orang,yang pertama; kepada seseorang yang telah diberi harta kekayaan oleh Allah dan ia habiskan dijalan yang benar, yang kedua; kepada seseorang yang telah diberi hikmah (ilmu) oleh Allah dan ia memutuskan perkara dengannya serta mengajarkannya. [HR.Muttafaq alaih].

Laa hasada illaa fisnatain; artinya Pertama, kita boleh “kabita” merasa ingin meniru kepada orang yang faham al-Qur’an dan mengamalkannya; lantas apa gunanya ingin seperti orang yang berilmu tetepi amalnya tidak menggambarkan ilmunya?.

Kedua, kita ingin seperti orang kaya yang mendistribusikan harta di jalan Allah, bukan ingin seperti yang kaya bukan karena kayanya.

Demikian diantara yang disampaikan Al-Ustadz yang merupakan Ketua Bidgar Dakwah PD Persis Kabupaten Bandung Masa Jihad 2017-2021.

by Tim Publikasi Persada PC Pemuda Persis Pangalengan (Raka Ahsan Fauzi dan Ridwan Firdaus).

Editor by Bidang Pendidikan PC Pemuda Persis Pangalengan.

@ Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.

Photo by Persis Photography.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama