Punceling Pass -
Rancabali. Jum’at, 14 September 2018 sekitar pukul 20.00 hingga 22.00 WIB telah
dilaksanakan Seminar pertama Persada VII Pemuda Persis Kabupaten Bandung dengan
menghadirkan pemateri Al-Ustadz Jeje Zaenudin dan Al-Ustadz Amin Muchtar.
Acara dipimpin oleh
moderator Al-Ustadz Ibrahim Nasrul Haq Al-Fahmi yang mempersilahkan terlebih
dahulu kepada Al-Ustadz Jeje untuk memaparkan materinya.
Ust. Jeje yang lahir
di Tasikmalaya, 18 Juni 1969 telah memaparkan berbagi ilmu yang luar biasa
bermanfaat. Diantaranya sebagai berikut.
Al-Ustadz mengawali
pembicaraannya dengan mengutip QS Al-Mujadalah ayat 11. Selanjutnya menurut
Al-Ustadz, saat melacak genealogi keilmuan Persatuan Islam tentunya antara guru
dan murid kendatipun mirip namun tidak akan ada dua manusia yang sama, tentu
ada kelebihan dan kekurangannya, dan tidaklah mesti seorang murid sama persis
dengan gurunya.
Al-Ustadz menjelaskan
genealogi yang bersifat umum. Geneo artinya asal usul keturunan. Logos artinya ilmu. Keduanya
dari bahasa Latin. Artinya ilmu yang mempelajari asal usul keturunan. Dalam tradisi
Arab, tradisi ilmu sangat memperhatikan ansab atau nasab, bahwa
setiap ilmu perlu jelas sanadnya. Berbeda dengan tradisi keilmuan di Barat
yang tidak terlalu mempersoalkan sanad ilmiah.
Tradisi darah tentang
gen dipakai juga dalam keilmuan. Lantas tentang Persis, darimana kita melacak
gen awal keilmuan Persis, maka yang paling mudah adalah menghitungnya sejak
berdirinya Persis; kemudian dikerucutkan dari orang pertama yang paling
berpengaruh di Persis adalah Tuan Hassan atau A. Hassan.
Kemudian jika
ditelaah, siapakah yang paling mempengaruhi keilmuan A. Hassan. Menurut Prof.
Dadan Wildan Anas, ini sulit. Seperti jika diteliti, diantara guru A. Hassan
adalah Muhammad Thoyyib guru pertamanya di Singapura, Syaikh Ibrahim, dan Sayyid Al-Musawwi dari
India. Begitu pula A. Hassan belajar ke pamannya sendiri, Ustadz Abdul Latief
dan ikut menetap di Surabaya.
A. Hassan tertarik belajar
ke KH. Faqih Usman dan diajak belajar ke KH. Wahab Hasbullah (salah satu
pendiri Nahdlatul Ulama). Secara rentan waktu, “seharusnya” guru-guru inilah
yang paling berpengaruh pada pemikiran A. Hassan. Lebih dari 13 tahun Beliau
belajar di Singapura.
Namun kenyataannya, A.
Hassan lebih dipengaruhi oleh pemikiran pembaharu KH. Faqih Usman di Surabaya. Apalagi
saat ia menyaksikan perdebatan di kediaman KH. Wahhab Hasbullah, maka semakin
jelaslah keberpihakan A. Hassan kepada KH. Faqih Usman.
Lebih-lebih saat A.
Hassan bertemu dengan para pendiri Persis saat belajar tenun di Bandung, KH. Zamzam
dan KH. Muhammad Yunus. Semakin mengkristallah pemahaman pembaharuan A. Hassan.
Jadi, artinya kita
tidak menemukan gen ilmu A. Hassan baik pengakuannya pribadi atau dari orang
lain, kita belum menemukan jejak. Artinya perlu ada penelitian lanjutan.
A. Hassan oleh
keluarga seolah akan dicetak untuk menjadi pengusaha, mengikuti pamannya
bernama Abdul Latief ke Surabaya untuk berbisnis. Tetapi justru di luar
rutinitas itu, bakat luar biasa A. Hassan muncul dari diskusi dengan beberapa
tokoh tersebut di atas. Hal lain karena kecerdasan A. Hassan dan kemampuannya
dalam berbagai bahasa (Tamim, Inggris, Arab, Melayu), sehingg akses ilmu menjadi
mudah. A. Hassan pernah menjadi guru, pun pernah menjadi wartawan dan tim redaktur
majalah “Utusan Melayu”, maka mulailah A. Hassan bergumul dengan berbagai
perkembangan pemikiran Islam dunia.
Saat akan melacak genealogi
pemikiran seseorang. Metode apa yang akan digunakan. Pertama, apakah
dengan pendekatan doktrinal, bahwa setiap orang yang belajar Al-Qur’an dan
As-Sunnah dengan baik pasti akan menjadi pembaharu untuk pemurnian, karena
terkait dengan inti ajaran Islam, walau tidak berguru pada seorang pembaharu. Kedua,
pendekatan sejarah, tentang situasi dan kondisi yang dihadapi, karena saat
itu A. Hassan hidup di masa banyak diperbincangkan tentang pembaharuan Islam.
Saat A. Hassan hidup
sering dibahas tentang “Mengapa umat Islam mengalami kemunduran?”, Limaadza
taakharal muslimuuna wa taqaddamul aakharuunahum.
Terakumulasilah dari
aspek doktrik dan sejarah tersebut langkah menyusun sebuah konsep pembaharuan
Islam. Lantas teori apa yang bisa membedah pemikiran A. Hassan. Teori challengis
and respons, artinya apa yang dilakukan A. Hassan adalah respon atas
situasi saat beliau hidup. Ini mesti menjadi catatan bagi para kader Persis,
bahwa bergerak di Jam’iyyah mesti juga memperhatikan tantangan saat itu. Tidak harus
sama persis antara gerakan A. Hassan dengan kita sebagai pelanjutnya.
Kita lihat, kader-kader
A. Hassan yang banyak itu ternyata berbeda-beda dalam menyerap ilmu gurunya. Artinya,
ilmunya sama dari guru yang sama, namun mereka berbeda dalam merespon ilmu-ilmu
tersebut. KH. Abdul Qadir Hassan merespon ilmu dari Tuan Hassan dengan melanjutkan
Pesantren Persis di Bangil.
KH. Isa Anshary
sebagai murid A. Hassan di Bandung diantaranya merespon ilmu A. Hassan selain
dengan gerakan Jam’iyyah, juga dengan gerakan politik. Juga dengan gerakan anti
PKI dengan Front Anti Komunis-nya, dan lain sebagainya.
KH. E. Abdurrahman
murid A. Hassan yang relatif lebih luas. Berupaya mengokohkan Jam’iyyah dengan
mengeluarkan fatwa dan mengebangkan Pesantren Persis di Pajagalan Bandung. Dan murid-murid
A. Hassan lainnya dengan respon yang berbeda-beda.
Muhammad Natsir juga
sebagai murid A. Hassan menerjemahkan ilmu dari guru dengan gerakan-gerakan politik
(siyasah) dan Beliau adalah seorang konseptor. Sangat menonjol dalam
fiqih siyasah dibandingkan murid A. Hassan lainnya.
1948 berdirinya
Masyumi, saat itu Muhammad Natsir sebagai tokoh Persis mampu menjadi ketuanya
yang membawahi berbagai tokoh NU dan Muhammadiyyah.
Ini semua
menggambarkan bahwa, semua murid A. Hassan akan sangat dipengaruhi olehnya. Tentu
muridnya murid-murid A. Hassan pun akan terlihat pengaruhnya dari A. Hassan.
Demikian diantara
yang disampaikan oleh Al-Ustadz Jeje Zaenudin yang beliau merupakan anggota
Dewan Hisbah hingga sekarang (2018).
Selanjutnya, moderator
mempersilah pemateri kedua yaitu Al-Ustadz Amin Saefullah Muchtar untuk menyampaikan
materinya. Simak liputannya pada edisi kedua tulisan ini. In Syaa-a Alloh.
Wallohu A’lam bish-showab.
by Tim Publikasi Persada PC Pemuda Persis
Pangalengan (Raka Ahsan Fauzi dan Ridwan Firdaus).
@ Kominfo PC Pemuda Persis
Pangalengan.
Photo by Persis Photography.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan