Punceling Pass -
Rancabali. Ahad, 16 September 2018 sekitar pukul 11.00-12.00 Al-Ustadz KH. Zae
Nandang hadir sebagai pemateri dalam acara Tabligh Akbar Persada VII Pemuda
Persis Kabupaten Bandung.
Pada muqaddimahnya,
Al-Ustadz membacakan terlebih dahulu ayat berikut.
وَأَنْ أَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً وَلا تَكُونَنَّ
مِنَ الْمُشْرِكِينَ
dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu
kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang
yang musyrik. (QS Yunus [10]: 105)
Selanjutnya, Al-Ustadz
menyodorkan sebuah hadis yang berbunyi:
عَنْ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ
dari [Abu Bakrah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Sesungguhnya waktu telah berputar sebagaimana mestinya, . . . . (Al-Bukhari,
Shahih Al-Bukhari, no. 4294)
Sejak dulu hingga sekarang, zaman akan senantiasa
berputar sebagaimana mestinya. Keberputaran zaman tersebut tidak akan lepas dari khairun
(kebaikan) dan syarrun (kejelekan) yang senantiasa menyertainya.
Apakah kita termasuk golongan khair ataukah syarr?. Terkadang, hari ini
antara khair dan syarr itu tidak jelas pembatasnya. Antara al-haq
dan al-bathil tidak terlihat perbedaannya. Sekarang muncul fenomena-fenomena
“seperti benar”. Contoh kasus tentang fenomena Islam Nusantara, “seperti benar.”
Persis (Persatuan
Islam) dalam menghadapi berbagai fenomena hari ini perlu memperkuat beberapa sikap.
Pertama, Istiqomah. Lurus dan jangan berbelok. Persatuan Islam perlu
menjaga “rasa” Persis-nya. Dakwah bukan masalah berani atau takut, tetapi
karena kewajiban.
Istiqomah artinya lurus, tidak
berbelok. Imam Al-Maraghi menjelaskan:
كلمة جامعة لكل ما يتعلق بالعلم والعمل والأخلاق الفاضلة.
Sebuah kalimat yang
mencakup bagi setiap yang berhubungan dengan ilmu, amal, dan akhlak yang mulia. Artinya tidak akan
ada istiqomah tanpa ilmu, tetapi tidak setiap yang berilmu itu bisa istiqomah.
Ilmu yang mendukung
untuk istiqomah adalah ilmu yang kuat, yakni ilmu dari Allah (Al-Qur’an dan
As-Sunnah).
Kedua, Tsabat (teguh, kokoh, kuat).
Wajib bagi pemegang ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah memiliki sifat ini. Rasulullah
Saw. pun digambarkan:
وَلَوْ لا أَنْ ثَبَّتْناكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ
شَيْئاً قَلِيلاً
Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu
hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, (QS Al-Isra [17]: 74)
Sekarang telah terjadi pergeseran al-khair dari QS
Ali Imran kepada al-khair pada QS Al-‘Adiyat.
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3]: 104)
وَإِنَّهُ
لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ
dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada
harta. (QS Al-‘Adiyat: 8)
al-Khair dalam
QS Ali Imran maksudnya ialaha Al-Qur’an dan As-Sunnah [Rujuk Tafsir Ibnu Katsir] . Artinya mengajak
kepada keduanya. Adapun al-khair pada QS Al-‘Adiyat adalah harta, uang,
materi. Nah, hari ini dakwah sudah banyak yang bergeser [niat, ukuran, dan
perilakunya] dari QS Ali Imran kepada QS Al-‘Adiyat.
Sebagaimana kisah ahli ilmu yang hendak menebang pohon
yang dipakai kemusyrikan.
Saat niatnya telah belok dari keikhlasan, mengharap materi, maka ia pun kalah.
Rasulullah Saw. pernah digoda dengan berbagai penawaran
agar ia berbelok akidah.
?Keterangan tambahan: Hadisnya
diantaranya sebagai berikut. ‘Utbah bin
Rabi’ah berkata,
يَا
ابْنَ أَخِي ، إنْ كُنْت إنّمَا تُرِيدُ بِمَا جِئْتَ بِهِ مِنْ هَذَا الْأَمْرِ
مَالًا جَمَعْنَا لَك مِنْ أَمْوَالِنَا حَتّى تَكُونَ أَكْثَرَنَا مَالًا ،
وَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ بِهِ شَرَفًا سَوّدْنَاك عَلَيْنَا ، حَتّى لَا نَقْطَعَ
أَمْرًا دُونَك ، وَإِنْ كُنْت تُرِيدُ بِهِ مُلْكًا مَلّكْنَاك عَلَيْنَا ؛
وَإِنْ كَانَ هَذَا الّذِي يَأْتِيك رِئْيًا تَرَاهُ لَا تَسْتَطِيعُ رَدّهُ عَنْ
نَفْسِك ، طَلَبْنَا لَك الطّبّ ، وَبَذَلْنَا فِيهِ غَلَبَ التّابِعُ عَلَى
الرّجُلِ حَتّى يُدَاوَى مِنْهُ أَوْ كَمَا قَالَ لَهُ . حَتّى إذَا فَرَغَ
عُتْبَةُ
“Wahai keponakanku! Jika yang Engkau inginkan dari
dakwahmu ini adalah harta, maka akan kami kumpulkan harta-harta yang kami
miliki untukmu sehingga Engkau menjadi orang yang paling banyak hartanya di
antara kami. Jika yang Engkau inginkan adalah kemuliaan, maka akan kami
serahkan kemuliaan itu untukmu, sehingga kami tidak bisa memutuskan suatu
perkara tanpa dirimu. Jika yang Engkau inginkan adalah menjadi Raja,
maka akan kami angkat Engkau menjadi Raja atas kami. Apabila Engkau
terkena jin yang dapat Engkau lihat namun Engkau tidak dapat menolaknya dari
dirimu, maka akan kami carikan pengobatan untukmu. Kami akan mengerahkan
seluruh kemampuan kami untuk mengobatimu, karena seseorang terkadang dikalahkan
oleh jin yang mengikutinya sampai dia diobati darinya”. Atau
sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Utbah, sampai dia menyelesaikan perkataannya. Setelah
‘Utbah selesai berbicara, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam kemudian membacakan surat Fushshilat, dan ketika sampai ke ayat
as-sajdah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersujud.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ
سَمِعْتَ يَا أَبَا الْوَلِيدِ مَا سَمِعْتَ فَأَنْت وَذَاكَ
“Wahai Abul Walid! Sungguh Engkau telah mendengar apa
yang telah kau dengar. Maka terserah padamu.” Diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam di
dalam As-Sirah, 1/292 dari Ibnu Ishaq.
Kiat-kiat agar bersikap tsabat itu Pertama,
Berdo’a. Kedua, Jangan jauh dari membaca [memahami] Al-Qur’an. Menurut
Ahli Tafsir, hilangnya kekuatan diri dari penjajahan adalah ketika jauh dari
Al-Qur’an, maka akan kehilangan daulah, karena ghirah itu datang dari memahami
Al-Qur’an. Contoh kasus seperti mengapa dalam shalat ada aturan sutrah [batasan
orang yang shalat], ini mengajarkan bahwa setiap orang memiliki daerah
kekuasaan.
Ketiga, agar
Tsabat itu Jangan lepas dari riungan orang-orang yang mengkaji Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Sebuah perumpamaan dalam Kitab Subulus Salam syarh
Bulughul Maram digambarkan bahwa domba yang senantiasa bergabung dengan
domba lain maka tidak akan mudah diterkam binatang buas. Namun berbeda dengan
domba yang menyendiri, ia pun akan mati dimakan serigala.
Semua penyebar ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah harus
bersikap intiwa (siap berdakwah ke luar selama sesuai kaidah) bukan inbisath
(terlalu bebas, terlalu terbuka).
Keempat, agar Tsabat itu
Apabila ada masalah, segera selesaikan dengan baik bersama pihak-pihak yang
berkepentingan.
Demikian diantara
yang dipaparkan Al-Ustadz KH. Zae Nandang pada Tabligh Akbar tersebut. Wallaahu
A’lam.
by Tim Publikasi Persada
PC Pemuda Persis Pangalengan (Raka Ahsan Fauzi dan Ridwan Firdaus).
Editor by Bidang
Pendidikan PC Pemuda Persis Pangalengan.
@ Kominfo PC Pemuda
Persis Pangalengan.
Sumber Photo: Persis Photography via Akun FB Pemuda Persis
Kabupaten Bandung.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan