TAWADLU


Punceling Pass - Rancabali. Sabtu, 15 September 2018 sekitar pukul 05.00 hingga 06.00 WIB pada suhu 20 derajat celcius. Menurut Al-Ustadz H. Eka Permana Habibillah (Ketua Umum PP. Pemuda Persis) membahas tawadlu itu sulit, sebagaimana pembahasan iman, dan sifat hati lainnya; karena tawadlu termasuk sesuatu yang abstrak. Namun kita dapat menemukan sifat tawadlu dalam diri kita ataupun orang lain dari ciri-cirinya. Namun tetap saja ciri-ciri itu tidak bersifat qoth’i, yakni hanya bersifat dzonni.


Apabila dianalogikan, kita menemukan kotoran ayam di tenda; Apakah dipastikan ada seekor ayam telah masuk ke tenda? Belum tentu, tapi kita bisa pastikan bahwa kotoran ayam itu ada. Mungkin ayamnya yang masuk, atau kotorannya saja yang terbawa masuk.


Oleh karena sulit mendeteksi bagaimana menentukan seseorang itu tawadlu atau tidak, maka yang Al-Ustadz bahas adalah ciri-ciri orang tawadlu.

Langkah pertama mengetahui ciri-ciri tawadlu adalah mengetahui hakikat hidup, diantaranya bahwa setiap orang mesti sadar manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Berarti seseorang harus mampu mendeteksi kelebihan dan kekurangan dirinya oleh diri sendiri dan orang lain. Ketika seseorang sadar memiliki kekurangan yang harus diisi oleh orang lain, maka ia akan tawadlu. Pun ketika seseorang sadar bahwa tidak setiap kelebihan dirinya dibutuhkan oleh orang lain, maka ia pun akan tawadlu.


Umpamanya, manakah yang lebih baik antara yang kaya dan yang miskin? Jawabannya adalah tidak ada yang lebih baik. Manakah yang lebih baik antara ketua dan anggota? Jawabannya adalah tidak ada yang lebih baik; karena setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan.


Ketika seseorang merasa lebih baik dari orang lain, maka ia akan mengkerdilkan kelebihan orang lain, padahal bisa jadi kelebihan orang lain yang kecil itu sangat berpengaruh pada suatu hal. Artinya manusia harus saling menghargai. Hidup itu adalah simbiosis mutualisme. Hidup itu adalah saling memanfaatkan, maka yang jadi masalah adalah ridla-kah saat saling dimanfaatkan? Maka tawadlu menjadi kunci saat saling memanfaatkan agar saling menghargai bukan saling melemahkan; akanlah terbentuk jalinan yang saling menguatkan.


Tawadlu pada akhirnya akan menjadi perekat dalam jihad berjam’iyyah. Tawadlu dari saling ridla memanfaatkan akan menimbulkan senang dalam mengorbankan sesuatu untuk orang yang menurutnya tawadlu, karena yang berkorban itu telah mendapatkan manfaat dan kesenangan dari orang tawadlu itu yang telah menghargai dan mengakui akan kelebihan orang yang berkorban kepadanya.


by Tim Publikasi Persada PC Pemuda Persis Pangalengan (Raka Ahsan Fauzi, Ridwan Firdaus). 

Photo by Persis Photography. 

@ Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama