BAGAIMANA MENYIKAPI MUSIBAH, PEKA SESAMA PEDULI BENCANA PALU DAN SEKITARNYA; TABLIGH AKBAR

Masjid Besar Pangalengan – Kabupaten Bandung. Sekitar pukul 15.00 s/d 17.30 WIB, Al-Ustadz H. Eka Permana Habibillah yang merupakan Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Persatuan Islam hadir di hadapan ratusan mustami’ dalam acara Tabligh Akbar dan Galang Dana Peka Sesama Korban Bencana Donggala, Palu, dan Sekitar Wilayah Sulteng serta Sulbar.
Setiap kata yang kita ungkapkan akan mempengaruhi terhadap kesimpulan dan sikap kita seterusnya, demikan Al-Ustadz memulai kajiannya. Selanjutnya menurut beliau, sebab setiap kata yang diungkapkan itu akan mengikat terhadap kesimpulan-kesimpulan berikutnya untuk kemudian menyikapi masalah-masalah yang diungkapkan.
Artinya, jika suatu kata yang kita ungkapkan dari awal sudah salah dalam memahaminya, bukan hanya akan salah dalam menyimpulkan masalah, namun juga akan salah dalam menyikapi masalah. Terdapat konsekwensi logis pada setiap kata yang diucapkan. Jika berbicara “A”, maka akan ada konsekwensi “B, C, D, dan seterusnya”.
Itulah mengapa jika seorang anak benar dalam menempatkan kata, maka orangtua tidak usah banyak kata dalam memerintah. Contohnya, jika seorang ibu menyuruh anaknya makan, maka tidak akan banyak kata yang dilontarkan, karena kata “makan”, tidak akan menggambarkan WC ataupun kamar tidur, kata “makan” terikat dengan kesimpulan lain, yakni piring, nasi, dapur, dan yang terkait lainnya. Inilah contoh mudah saat kata difahamkan dengan benar.
Bayangkan jika umat Islam salah dalam memahami dan menempatkan bahasa. Salah dalam memahami kata syukur, kurang tepat dalam menempatkan kata sabar, tidak tepat dalam menempatkan kata musibah.
Kata musibah berasal dari bentuk isim fa’il (kata benda yang menunjukkan yang mengerjakan), pecahannya diantaranya adalah lafadz ashooba, yushiibu, ishoobatan, mushiibatun. Mushiibatun artinya “yang menimpa”. (Secara bahasa), jika mushiibatun atau mushibah diartikan “yang menimpa”, apakah yang menimpa itu yang baik? Ataukah yang buruk? Karena kebanyakan orang mengartikan mushibah itu berkonotasi jelek. Seperti dagang tidak laku, anak bodoh, suami berbuat serong, dan lain sebagainya. Itulah mengapa jarang orang yang mengatakan bahwa ia terkena musibah karena suaminya sholeh, musibah karena anak rajin tahajjud.
Mushibah adalah lafadz yang bersifat umum, terkadang baik dan terkadang buruk. Itulah mengapa Al-Qur’an mengungkapkan:
وَبَلَوْناهُمْ بِالْحَسَناتِ وَالسَّيِّئاتِ
...Dan Kami coba mereka dengan (nikmat, musibah) yang baik-baik (hasanah) dan (bencana, musibah) yang buruk-buruk (sayyiah). . .(QS Al-A’raf/ 7: 168)
Jadi musibah itu ada dua, ada musibah hasanah dan ada musibah sayyiah. Al-Ustadz kemudian bertanya kepada mustami’ tentang arti hasanah. Kebanyakan mustami’ menjawab bahwa hasanah berarti “baik”, lalu Al-Ustadz mempertanyakan, bagaimana dengan al-Khair? Al-Birru? Al-Ma’ruf? Itu semua pun artinya “baik”, apakah sama konotasinya “baik” dari semua lafadz tersebut? Tentu berbeda-beda. Ini sebagai suatu contoh, kata Al-Ustadz, betapa miskinnya Bahasa Indonesia dalam menerjemahkan Bahasa lain, karena memang Bahasa Indonesia merupakan Bahasa serapan dari Bahasa-bahasa lain. Dalam hal ini, menjadi aneh dan bahaya ketika terdapat sekelompok umat Islam yang memiliki gagasan hendak meniadakan tulisan Arab di dalam Al-Qur’an dan hanya mencantumkan tarjamahnya saja dengan alas an sulitnya mempelajari Bahasa Arab, maka jika itu sampai dilakukan, maka bagaimana nanti kita akan menyelami setiap ayat dan lafadz dalam Al-Qur’an karena Bahasa Indonesia tidak akan mampu mewakili kedalaman makna Bahasa Arab sebagai Bahasa Al-Qur’an secara mendalam dan benar-benar menyeluruh. Tujuan kelompok ini seperti yang diungkapkan oleh sahabat ‘Ali ibn Abi Thalib Radliyallahu ‘anhu,
كَلِمَةُ الحَقِّ أُرِيْدَ بِهِ البَاطِل
“Sebuah kalimat (pernyataan) yang haq (benar), namun maksudnya batil (salah).
Bahasa Indonesia itu jangankan menerjemahkan Bahasa Arab, menerjemahkan Bahasa Sunda saja sangat sulit. Contoh, dalam Bahasa Sunda ada ungkapan “clom giriwil” yang popular di kalangan tukang memancing. “Clom” adalah suara pancingan saat masuk air, “giriwil” adalah saat pancingan baru dimasukkan ke dalam air sudah langsung mendapatkan ikan hingga pancingan itu pun langsung ditarik; maka kalimat “clom giriwil” diartikan “mudah didapat”, adalah arti pinjaman, dan tidak bisa diartikan secara kosakata satu persatu, karena akan terlalu Panjang lebar.
Itulah mengapa menjadi penting memiliki kamus itu yang mengartikan Bahasa Arab dengan Bahasa Arab, Bahasa Inggris dengan Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dengan Bahasa Indonesia. Karena terkadang suatu kata perlu dijelaskan padanan kata atau sinonim kata tersebut sehingga dapat dimengerti maksudnya.
Bahasa sunda, “engké” artinya “nanti”, namun jika kata berubah menjadi “diengké-engké”, tidak lantas kita artikan “dinanti-nanti”, karena kalimat “diengké-engké” maknanya adalah “ditunda-tunda”. Sedangkan makna “dinanti-nanti” dalam Bahasa Indonesia bermakna “ditunggu-tunggu”. Sekarang kalimat “ditunda” dalam Bahasa Sunda, maka menjadi bermakna “disimpan” dalam Bahasa Indonesia. Apalagi menerjemahkan Bahasa Indonesia kepada Bahasa Arab dan sebaliknya, itu lebih sulit lagi.
Pada QS. Al-A’raf/ 7: 168 sebagaimana disebutkan, bahwa Allah Ta’ala akan menimpakan musibah hasanah dan musibah sayyiah. Apakah hasanah itu? Hasanah adalah:
مَا تَشْتَهِيْ بِهَا النَّفْسُ
“Segala sesuatu yang sesuai dengan kehendak (keinginan)”.
Hasanah itu disebut baik saat sesuai dengan keinginan manusia. Saat Allah Ta’ala menurunkan musibah hasanah, yakni musibah yang sesuai dengan keinginan manusia, terlepas dari bagus atau jelek musibah itu. Seperti kemarau, apakah ini musibah baik atau musibah buruk? Jawabannya bahwa bisa menjadi musibah baik dan bisa pula menjadi musibah buruk, karena bagi tukang es cendol umpamanya, kemarau menjadi musibah baik disebabkan dagangannya akan laku, sedangkan bagi petani bahwa kemarau itu musibah buruk disebabkan pertaniannya akan mengalami kekeringan.
Musibah gempa, baik atau buruk? Bagi yang rumahnya rusak, gempa itu buruk, namun bagi tukang penjual bahan bangunan bisa jadi musibah gempa itu baik karena barang-barang dagangannya akan laku keras.

Dalam ayat lain dikatakan,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan (asy-syarru) dan kebaikan (al-khayr)” (QS Al-Anbiya/ 21: 35)
al-Khayr itu kebaikan yang konotasi kepada manfaat. Itulah mengapa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ.
“Sebaik-baik manusia adalah yang mereka paling bermanfaat bagi manusia lainnya.(HR As-Suyuti, Al-Jaami’ ash-Shagiir; Al-Munaawiy, Faidlul Qadiir)
Jadi Allah Ta’ala menurunkan musibah itu terkadang sesuatu yang mendatangkan manfaat dan terkadang sesuatu yang memberikan madlarat. Timbul pertanyaan, yang diberi sakit itu orang yang maksiat ataukah orang yang taat? Jawabannya adalah kedua-duanya, maka musibah itu tidak ada kaitan dengan laknat Allah atau rahmat Allah kepada kita. Jadi saat kita sakit, bukan berarti Allah sedang benci kepada kita. Saat kita sehat, bukan berarti pula Allah Ta’ala sedang ridla kepada kita. Nanti jika demikian pemahamannya, akan banyak orang shalih yang protes, mengapa ia shalat rajin namun sakit-sakitan, sedangkan orang lain yang tidak pernah shalat tapi badannya selalu sehat; atau seseorang yang zakat namun dagangnya rugi, tetapi orang lain yang pelit dari zakat tapi hartanya melimpah.
Bahkan dalam QS Al-Fajr, Allah Ta’ala menyindir sebagai berikut:
فَأَمَّا الْإِنْسانُ إِذا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (15) وَأَمَّا إِذا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهانَنِ (16)
15. Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku." 16. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku".

Maka kemudian Allah Ta’ala menjawab anggapan tersebut pada ayat selanjutnya:
كَلاَّ بَلْ لا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ (17) وَلا تَحَاضُّونَ عَلى طَعامِ الْمِسْكِينِ (18) وَتَأْكُلُونَ التُّراثَ أَكْلاً لَمًّا (19) وَتُحِبُّونَ الْمالَ حُبًّا جَمًّا (20)
17. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim. 18. dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, 19. dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil), 20. dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.
Lantas apa tujuan Allah Ta’ala menimpakan musibah hasanah ataupun musibah sayyiah? Jawabannya adalah sebagai fitnatan (ujian). Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً [الأنبياء 21/ 35]
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan (asy-syarru) dan kebaikan (al-khayr), sebagai fitnatan -cobaan- (yang sebenar-benarnya).(QS Al-Anbiya/ 21: 35)

Fitnatan dalam Bahasa Arab artinya gangguan, ujian, adzab. Adapun fitnah dalam Bahasa Indonesia artinya adalah menuduh. Itulah mengapa ayat Al-Qur’an, alfitnatu asyaddu minal qatli, tidak bisa dikaitkan dengan makna menuduh lebih jahat daripada pembunuhan. Karena maksud ayat itu adalah, “mengadakan gangguan (dari ibadah) itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan.”
Allah Ta’ala menurunkan musibah hasanah dan musibah sayyiah adalah bernilai sama, yakni sebagai ujian. Seperti di sebuah sekolah, butir-butir soal ujian itu bukan sekedar ujian bagi siswa yang nakal, namun juga ujian bagi siswa yang baik. Maksudnya, bahwa kata “ujian” itu bersifat netral dan kepada siapa pun ujian itu pasti akan datang, yakni kepada orang shaleh ataupun kepada orang yang ahli maksiat.

Artinya, baik ataupun buruk, jika seseorang itu sedang diuji, maka yang datang kepadanya adalah ujian. Seperti kata “iman”, hukumnya iman itu haram atau wajib? Maka jawabannya haram dan wajibnya iman itu tergantung kepada siapa objeknya. Jika kepada Allah Ta’ala, kita wajib iman. Adapun kepada thagut (sesembahan selain Allah), maka kita haram iman.

Ini semua menunjukkan betapa pentingnya menempatkan Bahasa sesuai maknanya, ini pun menjadi pelajaran bagi kita ketika menentukan bid’ah kepada amalan muslim lain, maka perlu dijelaskan tentang pengertian bid’ah dan aspek bid’ah yang tengah dikerjakan.

Adanya laknat dan rahmat dari Allah Ta’ala bukan pada ujian yang tengah dihadapi, namun pada bagaimana sikap kita menghadapi ujian tersebut. Apakah ujian yang ditimpakan akan berbuah laknat, atau bisa jadi berbuah rahmat. Ketika diberi musibah hasanah,
أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ [سورة النمل: الآيات 40]
apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). (QS An-Naml/ 27: 40)

ketika diberi musibah sayyiah, أَأَصْبِرُ أَمْ أَقْنَطُ apakah bersabar ataukah berputus asa. Kesuksesan seseorang menghadapi musibah itu bukan ketika musibah itu menimpa, tapi kesuksesan itu ditentukan saat bagaimana kita menyikapi ujian itu. Saat sehat itu apakah untung atau rugi? Jawabannya adalah akan untung jika syukur, dan akan rugi jika kufur.

Ditimpa gempa itu untung ataukah rugi? Maka jawabannya ditimpa gempa akan menjadi untung jika dengan gempa itu lantas meningkatkan keimanan, dan akan menjadi rugi ditimpa gempa jika dengan gempa itu lantas menambahkan kekufuran.

Gempa di Palu dan sekitarnya akan menjadi keuntungan jika dengan gempa itu kita dapat meningkatkan syukur dan akan menjadi kerugian jika dengannya kita malah kufur. Bersyukurlah kepada Allah diantaranya dengan membantu saudara kita di Palu dan sekitarnya yang tengah diterjang gempa.

Lebih baik sehat bersyukur ataukah sakit bersabar? Jawabannya adalah kedua-duanya baik. Itulah mengapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.
“Perkara orang mu'min mengagumkan, sesungguhnya semua perihalnya baik (khayr, memberikan manfaat) dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mu'min, bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik (khayr) baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik (khayr) baginya.(HR Muslim dari sahabat Suhaib Radliyallahu ‘anhu, Shahih Muslim; Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman; Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban; Ath-Thabari, Al-Mu’jam Al-Ausath)

Jadi, bukan (hanya) musibah yang harus kita pikirkan, tetapi juga SIKAP kepada musibah yang tengah menimpa tersebut. Apakah hendak dijadikan moment untuk meningkatkan keimanan, atau malah menambah kekufuran. Itulah mengapa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan bahwa seorang mu’min itu jika ditimpa musibah hasanah menjadi baik (khayr), dan saat ditimpa musibah sayyiah pun menjadi baik (khayr), karena dia mengerti mengapa Allah Ta’ala menurunkan musibah tersebut.

Berbeda dengan orang munafik, diberi kehidupan yang sempit ia susah, dan diberi kehidupan yang lapang pun ia tetap susah. Seperti seekor unta yang diikat dan dilepaskan oleh pemiliknya, apakah unta itu tahu alasan mengapa ia diikat? Tentu tidak. Begitu pula seekor sapi yang banyak ada di daerah Pangalengan. Hewan-hewan itu tidak akan tahu alasan mengapa ia diikat. Artinya manusia yang tidak mengerti maksud Allah Ta’ala menurunkan musibah itu bagaikan seekor sapi, diberi sakit tidak menambah sabar, diberi sehat tidak menambah syukur. Itulah manusia yang bagaikan sapi. Kenapa? Karena ia tidak mampu menyikapi musibah hasanah dan musibah sayyiah yang menimpa dirinya.

Selanjutnya, syukur dan sabar yang manakah yang akan menimbulkan al-khayr? Karena ada beberapa orang yang mengadakan tumbal ke laut, ia katakan sedang syukuran. Ada yang mengadakan hajatan, ia katakan syukuran. Yakni syukur yang dimaksud oleh Allah Ta’ala adalah:

إِسْتِعْمَالُ مَا وَهَبَ اللهُ لَهُ فِيْمَا يَرْضَاهُ
“Menggunakan apa-apa yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya pada apa-apa yang Allah ridla (sesuai dengan kehendak Allah Ta’ala) kepadanya.

Artinya, semakin besar ketaatan kita kepada Allah, maka semakin besar pula syukur kita kepadanya; maka syukur dan sabar itu simple-nya adalah ibadah, yakni orang yang syukur itu adalah orang yang senantiasa istiqomah dalam ibadah walaupun hidup senang. Adapun orang yang sabar itu adalah orang yang senantiasa istiqomah dalam ibadah walaupun hidup susah.

Al-Ustadz kemudian amanat kepada mustami’, wujudkan rasa syukur kita dengan cara membantu saudara-saudara kita yang tengah ditimpa musibah.

Demikian diantara yang telah disampaikan Al-Ustadz dengan beberapa hal yang diringkas seperlunya. Wallahu A’lam.
Sebelum acara Tabligh Akbar digelar, sekitar pukul 09.00 s/d 10.00 WIB, Panitia mengadakan penggalangan dana dengan mengedarkan kotak amal yang ditujukan kepada penduduk Pasar Pangalengan dan sekitarnya. Penyebaran dipimpin oleh Ketua Pelaksana (Bapak Undang Nurdin) bersama Bidgar Sosial dan Ekonomi (Bapak H. Asep Mulyana & Bapak Doni Gunawan), Bidgar Dakwah (Ustadz Rahmat Susanto & Ust. Cucu Rohendi)  dan beberapa anggota Persis lainnya dengan menggerakkan para anggota dan simpatisan PC Pemuda Persis Pangalengan yang berjumlah sekitar 20 orang ketika itu yang ikut dalam penyebaran kotak amal, termasuk sang ketua (Al-Ustadz Rofiki Nugraha). Selanjutnya kotak amal tersebut disebarkan kembali saat acara Tabligh Akbar berlangsung, berikut rincian laporannya:
1.       Rp. 1.934.000 infaq dari masyarakat Pasar Pangalengan dan sekitarnya
2.       Rp. 6.615.600 infaq dari kotak amal acara Tabligh Akbar
3.      Rp. 1.100.000 infaq dari Madrasah Ibtidaiyah Persatuan Islam 259 Firdaus Pangalengan.
Total infaq yang diterima Panitia adalah Rp. 9.649.600 (Sembilan Juta Enam Ratus Empat Puluh Sembilan Ribu Enam Ratus Rupiah).

*Revisi (Jum'at, 26 Oktober 2018), Alhamdulillah donasi bertambah berupa nominal infaq dari Toko Nugraha Plastik sebesar Rp. 350.500; maka Total Infaq yang terima Panitia adalah Rp. 10.000.100. (Sepuluh Juta Seratus Rupiah).

Donasi akan dititipkan melalui Unit PZU PD Persis Kabupaten Bandung.

Selain nominal uang, terdapat pula bantuan lain berupa 7 dus mie instan dan 3 karung besar pakaian layak pakai dari Jama'ah Masjid Al-Azhar Puncakmulya - Pangalengan.

Atas pencapaian ini, Panitia yang merupakan gabungan Pimpinan PC Persis Pangalengan Bidgar Dakwah dan Bidgar Sosial beserta seluruh otonom (Persistri, Pemuda, dan Pemudi) menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Pangalengan dan sekitarnya yang telah berinfak dan mensukseskan acara Tabligh Akbar dan Galang Dana ini, teriring do'a, Jazaakumullaahu khairan katsiiraa, Semoga Allah membalas dengan yang lebih baik dan lebih banyak di dunia dan akhirat. Panitia pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyelenggaraan acara ini.
Acara Tabligh Akbar yang dipimpin oleh Al-Ustadz Rofiki Nugraha (Ketua PC Pemuda Persis Pangalengan) tersebut menghadirkan pula Kang Agus Sumpena (Agus G-Hel) dari unsur Sigab (Siaga Bencana) PP Persis (Persatuan Islam) yang telah menggambarkan kondisi real di Lombok dan Palu serta daerah lain yang terkena bencana melalui narasi beliau yang mengalami langsung menjadi relawan di sana ditambah video yang beliau suguhkan live via facebook halaman Sigab Persis Pusat beserta video hasil kerja Tim Pemuda Persis Pangalengan. Selain itu, Kang Agus membagikan secarik kertas dan sebuah pensil kepada seluruh mustami’ yang hadir untuk kemudian menuliskan dua jawaban atas pertanyaan dua pertanyaan, pertama, bagaimana jika bencana yang menimpa Palu terjadi di Pangalengan? Kedua, apa yang anda akan lakukan untuk membantu saudara kita di Palu dan sekitarnya?. Tentu saja trik Kang Agus ini, sedikit banyak mengingatkan mustami’ akan pentingnya berinfak.
Hadir pula Al-Ustadz Usep Mulyana (Wakil Ketua PC Persis Pangalengan) dalam sambutan atas nama PC Persis Pangalengan yang mengajak ikhwatu iman untuk peduli dan peka terhadap sesama.
Selain itu, perwakilan DKM Masjid Besar Pangalengan pun menyambut baik atas terselenggaranya acara tersebut dan mempersilahkan hingga tuntasnya acara ini, karena menurut beliau bahwa Masjid Besar Pangalengan adalah masjid milik seluruh umat Islam.
Bapak Kapolsek Pangalengan pun ikut memberikan sambutan dan menyampaikan ucapan selamat dan ikut bergembira atas terselenggaranya acara tersebut. Beliau hadir dalam rangka mewakili Camat Kecamatan Pangalengan.
Pangalengan, 21 Oktober 2018.

by Tim Liputan (Raka Ahsan, Ridwan Firdaus, Ahmad Ibrahim, dkk.).

Editor by Bidang Pendidikan PC Pemuda Persis Pangalengan.

@ Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.

3 Komentar

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama