وقال الأعمش عن أبي وائل: استخلف علِيّ عبد الله بن عباس
على الموسم، فخطب الناس، فقرأ في خطبته سورة البقرة، وفي رواية: سورة النور،
ففسرها تفسيرًا لو سمعته الروم والترك والديلم لأسلموا.
Al-A’masyi meriwayatkan dari Abu Wail, bahwa Khalifah Ali
ra. mengangkat Abdullah ibn Abbas sebagai pejabat di musim haji, lalu
Ibnu Abbas berkhutbah kepada para jama’ah haji. Dalam khutbahnya ia
membaca surat Al-Baqarah, tetapi menurut riwayat lain adalah surat An-Nur; lalu
dia menafsirkannya dengan penafsiran yang seandainya terdengar oleh orang-orang
Romawi, Turki, dan Dailam, niscaya mereka semuanya masuk Islam.
ولهذا غالب ما يرويه إسماعيل بن عبد الرحمن السدي الكبير في
تفسيره، عن هذين الرجلين: عبد الله بن مسعود وابن عباس، ولكن في بعض الأحيان ينقل
عنهم ما يحكونه من أقاويل أهل الكتاب، التي أباحها رسول الله صلى الله عليه وسلم
حيث قال: "بَلِّغوا عني ولو آية، وحَدِّثوا عن بني إسرائيل ولا حَرَج، ومن
كذب عَلَىَّ متعمدًا فليتبوأ مقعده من النار" رواه البخاري (صحيح البخاري
برقم 3461) عن عبد
الله بن عمرو؛ ولهذا كان عبد الله بن عمرو يوم اليرموك قد أصاب زاملتين من كتب أهل
الكتاب، فكان يحدث منهما بما فهمه من هذا الحديث من الإذن في ذلك.
Karena itu, kebanyakan riwayat yang dikemukakan oleh
Ismail ibn Abdur Rahman As-Sadiyyul Kabir di dalam kitab Tafsir-nya
bersumber dari kedua orang tersebut, yakni Abdullah ibn Mas’ud ra. dan
Ibnu Abbas. Tetapi adakalanya As-Sadiyul Kabir menukil dari para sahabat hal
yang mereka ceritakan dari kisah-kisah ahli kitab yang diperbolehkan oleh
Rasulullah saw., seperti yang diungkapkan Nabi saw.: “Sampaikanlah
dariku, sekalipun hanya satu ayat. Dan berceritalah kalian dari kaum Bani
Israil, tidak ada dosa (bagi kalian). Barang siapa berdusta terhadapku
dengan sengaja, hendaklah ia bersiap-siap mengambil tempat duduknya di neraka.”
(Riyawat Al-Bukhari melalui Abdullah ibn ‘Amr). Oleh karena
itu, Abdullah ibn ‘Amr pernah mendapat dua buah kitab dari kalangan kaum ahli
kitab sebagai hasil ghanimah dalam perang Yarmuk, dan dia sering
bercerita dari kedua kitab tersebut berdalilkan izin (yang dia pahami) dari
hadis tersebut.
ولكن هذه الأحاديث الإسرائيلية تذكر للاستشهاد، لا
للاعتضاد، فإنها على ثلاثة أقسام:
Akan tetapi, kisah Israiliyat ini diceritakan
hanya untuk kesaksian (li al-isytisyhad) saja, bukan untuk dijadikan
sandaran penguat hukum (li al-I’tidlad). Kisah Israiliyah terdiri
atas tiga bagian:
أحدها: ما علمنا صحته مما بأيدينا مما يشهد له
بالصدق، فذاك صحيح.
Pertama, apa
yang kita ketahui keshahihannya melalui kitab yang ada di tangan kita
(Al-Qur’an), mengingat di dalam Al-Qur’an dipersaksikan bahwa hal itu benar.
Maka kelompok ini dikatakan shahih.
والثاني: ما علمنا كذبه بما عندنا مما يخالفه.
Kedua, apa
yang kita ketahui kedustaannya melalui apa yang ada di tangan kita
karena bertentangan dengannya.
والثالث: ما هو مسكوت عنه لا من هذا القبيل ولا من هذا
القبيل، فلا نؤمن به ولا نكذبه، وتجوز حكايته لما تقدم، وغالب ذلك مما لا فائدة
فيه تعود إلى أمر ديني؛
Ketiga, apa
yang tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an. Dengan kata lain, bukan
termasuk kelompok pertama, bukan pula termasuk kelompok kedua. Terhadap
kelompok ini kita tidak usah percaya, tidak usah pula mendustakannya; tetapi
boleh diceritakan karena alas an yang disebutkan di atas tadi. Hanya,
kelompok ini kebanyakan tidak memberikan faidah yang bersangkutan dengan
masalah agama.
ولهذا يختلف علماء أهل الكتاب في هذا كثيرًا، ويأتي عن
المفسرين خلاف بسبب ذلك، كما يذكرون في مثل هذا أسماء أصحاب الكهف، ولون كلبهم،
وعدّتهم، وعصا موسى من أي الشجر كانت؟ وأسماء الطيور التي أحياها الله لإبراهيم،
وتعيين البعض الذي ضرب به القتيل من البقرة، ونوع الشجرة التي كلَّم الله منها
موسى، إلى غير ذلك مما أبهمه الله تعالى في القرآن، مما لا فائدة في تعيينه تعود
على المكلفين في دينهم ولا دنياهم.
Karena itu, ulama ahli kitab banyak berselisih pendapat
mengenai masalah yang termasuk kelompok ketiga ini, dan disebutkan bahwa adanya
perselisihan pendapat dari kalangan ahli tafsir disebabkan oleh hal tersebut.
Sebagaimana mengenai apa yang mereka ketengahkan dalam masalah yang
menyangkut nama-nama Ashabul Kahfi, warna anjing mereka, bilangan
mereka, tongkat Nabi Musa terbuat dari pohon apa?, nama-nama burung yang
dihidupkan oleh Allah untuk Nabi Ibrahim; sebagian dari mereka ada yang
menentukan jenis sapi betina yang digunakan untuk memukul si terbunuh (agar
hidup kembali, di zaman Nabi Musa), jenis pohon yang digunakan oleh Allah untuk
berfirman kepada Nabi Musa, serta masalah-masalah lain yang tidak disebutkan
dengan jelas di dalam Al-Qur’an karena tidak ada faidah dalam menentukan
penyebutannya yang berkaitan dengan orang-orang mukallaf dalam urusan
agama dan keduniawian mereka.
ولكن نَقْلُ الخلاف عنهم في ذلك جائز، كما قال تعالى:
{سَيَقُولُونَ ثَلاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ
كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ
قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلا قَلِيلٌ فَلا تُمَارِ
فِيهِمْ إِلا مِرَاءً ظَاهِرًا وَلا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا}
Akan tetapi, menukil adanya perselisihan pendapat dari
mereka hukumnya boleh, seperti yang diterangkan di dalam firman Allah Ta’ala:
{Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang
yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: "(jumlah
mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya", sebagai terkaan
terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: "(jumlah
mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya." Katakanlah:
"Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui
(bilangan) mereka kecuali sedikit." Karena itu janganlah kamu (Muhammad)
bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu
menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka}.
Qs al-Kahfi/ 18: 22.
فقد اشتملت هذه الآية الكريمة على الأدب في هذا المقام
وتعليم ما ينبغي في مثل هذا، فإنه تعالى أخبر عنهم بثلاثة أقوال، ضعف القولين
الأولين وسكت عن الثالث، فدل على صحته إذ لو كان باطلا لرده كما ردهما،
Sungguh ayat yang mulia ini mengandung etika dalam
menanggapi masalam seperti ini dan mengajarkan kepada kita sikap yang sebaiknya
dilakukan dalam menghadapi yang semisalnya. Allah Ta’ala menceritakan
pendapat-pendapat mereka yang terdiri atas tiga pendapat; kedua pendapat
pertama dianggap lemah, tetapi Dia tidak menanggapi pendapat yang ketiga. Maka
hal ini menunjukkan bahwa pendapat yang ketiga ini benar, sebab seandainya
batil, niscaya Allah menyangkalnya, sebagaimana Dia menolak kedua pendapat
(sebelumnya).
ثم أرشد على أن الاطلاع على عدتهم لا طائل تحته، فقال في
مثل هذا: { قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ }
Kemudian Allah memberikan petunjuk bahwa tidak ada
faidahnya mengetahui bilangan mereka (pemuda-pemuda yang tinggal di gua
tersebut). Untuk menanggapi masalah seperti ini Allah berfirman: {Katakanlah:
"Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka}
فإنه ما يعلم بذلك إلا قليل من الناس، ممن أطلعه الله عليه؛
فلهذا قال: { فَلا تُمَارِ فِيهِمْ إِلا مِرَاءً ظَاهِرًا } أي: لا تجهد نفسك فيما
لا طائل تحته، ولا تسألهم عن ذلك فإنهم لا يعلمون من ذلك إلا رجم الغيب. فهذا أحسن
ما يكون في حكاية الخلاف: أن تستوعب الأقوال في ذلك المقام، وأن تنبه على الصحيح
منها وتبطل الباطل، وتذكر فائدة الخلاف وثمرته؛ لئلا يطول النزاع والخلاف فيما لا
فائدة تحته، فتشتغل به عن الأهم فالأهم.
Sesungguhnya tidak ada yang mengetahui hal tersebut
kecuali hanya sedikit, yaitu hanya orang-orang yang diperlihatkan oleh
Allah hal tersebut.
Oleh karena itu
Allah berfirman: {Karena
itu janganlah kamu
(Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali
pertengkaran lahir saja}
yakni, janganlah kamu menyusahkan dirimu untuk hal-hal yang tidak ada
faidahnya; jangan pula kamu menanyakan kepada mereka masalah tersebut, karena
sesungguhnya mereka tidak mengetahui hal itu melainkan hanya terkaan terhadap
barang yang ghaib (tidak teralami). Hal ini merupakan metode yang paling
baik untuk mengisahkan masalah yang diperselisihkan: yaitu hendaknya kita
bersikap menampung pendapat-pendapat dalam masalah yang dimaksud, tetapi hendaknya
pula bersikap jeli dalam menilai (pendapat) yang shahih dari
pendapat-pendapat itu dan (tegas dalam) membatilkan pendapat yang batil, dan
memperingatkan akibat dari perselisihan; agar tidak berpanjang-panjang dalam
perselisihan yang padanya tidak ada faidah sehingga menyibukkan dengannya dari
hal lain yang lebih penting.
فأما من حكى خلافًا في مسألة ولم يستوعب أقوال الناس فيها
فهو ناقص، إذ قد يكون الصواب في الذي تركه.
Adapun orang yang menceritakan suatu masalah yang
diperselisihkan tanpa menampung semua pendapat pihak yang bersangkutan di
dalamnya, maka (informasi yang dikemukakannya) itu kurang lengkap, mengingat
adakalanya pendapat yang benar berada pada pihak yang ia
meninggalkannya (tidak
disebutkan).
أو يحكي الخلاف ويطلقه ولا ينبه على الصحيح من الأقوال، فهو
ناقص أيضًا. فإن صحح غير الصحيح عامدا فقد تعمد الكذب، أو جاهلا فقد أخطأ،
Atau dia menceritakan suatu perselisihan secara apa
adanya tanpa menggaris bawahi pendapat yang benar dari beberapa pendapat itu,
maka ini pun kurang pula. Jika dia membenarkan pendapat yang keliru
dengan sengaja, maka sungguh dia telah dengan sengala melakukan kedustaan. Atau
jika tidak dia bodoh (tidak mengerti), maka sungguh dia telah keliru.
وكذلك من نصب الخلاف فيما لا فائدة تحته، أو حكى أقوالا
متعددة لفظًا ويرجع حاصلها إلى قول أو قولين معنى، فقد ضيع الزمان، وتكثر بما ليس
بصحيح، فهو كلابس ثوبي زور، والله الموفق للصواب.
Demikian pula halnya orang yang melibatkan dirinya dalam
suatu perselisihan tentang masalah yang tiada faidah, atau dia menceritakan
pendapat-pendapat secara teks, padahal kesimpulan dari semua pendapat tersebut
(dapat diringkas) kepada satu atau dua pendapat, maka sungguh ia telah
menyia-nyiakan waktu, dan memperbanyak hal-hal yang tidak benar. Maka
dia seperti berpakaian dengan baju kebohongan. Hanya kepada Allah jualah
memohon taufik ke jalan yang benar. (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-'Adzim, I: 12-13. Beirut-Libanon: Dar el-Fikr, 2011)
by Bidang Pendidikan PC Pemuda Persis
Pangalengan.
@ Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan