SHALAT DAN RASA KANTUK



Dienul Islam memiliki banyak kemudahan, atau agama Islam disebut mudah dibanding dengan agama-agama sebelumnya. Sebab, Allah telah menghilangkan beban atas umat ini yang dulu dipikulkan atas umat-umat sebelumnya. Sebagai contoh, taubat umat-umat terdahulu adalah dengan mengorbankan jiwa, sedangkan taubat umat ini cukup dengan menghentikan perbuatan, bertekad tidak mengulangi disertai penyesalan.”

Imam Abu Zakariyya Yahya ibn Syarof An-Nawawi ad-Dimasyqa (631-676 H) Rahimahullah, pada kitab Riyaadlush Shaalihiin dalam Bab fii al-Iqtishaad fii al-‘Ibaadah (Bab Berlaku Sedang [Tidak Berlebihan] dalam Beribadah) telah menulis sebelas hadis, dua diantaranya yang penulis beri judul makalah ini SHALAT DAN RASA KANTUK adalah sebagai berikut:

Hadis Pertama [Riyadlus Shalihin],
146 - وعن أنس - رضي الله عنه - قَالَ: دَخَلَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - المَسْجِدَ فَإِذَا حَبْلٌ مَمْدُودٌ بَيْنَ السَّارِيَتَيْنِ، فَقَالَ: «مَا هَذَا الحَبْلُ؟» قالُوا: هَذَا حَبْلٌ لِزَيْنَبَ، فَإِذَا فَتَرَتْ تَعَلَّقَتْ بِهِ. فَقَالَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم: «حُلُّوهُ، لِيُصلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ فَإِذَا فَتَرَ فَلْيَرْقُدْ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
146. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. masuk ke dalam masjid, tiba-tiba tampak di situ ada seutas tali yang memanjang antara dua tiang. Beliau s.a.w. bertanya: "Tali apakah ini?" Orang-orang menjawab: "Ini adalah kepunyaan Zainab, jikalau ia sudah lelah (shalat), ia menggantung di situ." Nabi s.a.w. lalu bersabda: "Lepaskan sajalah. Baiklah seseorang itu melakukan shalat di waktu ia sedang bersemangat, maka jikalau ia telah merasa malas, baiklah ia tidur saja." (Muttafaq 'alaih)

Takhrij Al-Hadits
1.       Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari: Kitab at-Tahajjud: Bab Maa Yukrohu min at-Tasydiidi fii al-‘Ibaadah (Apa-apa yang dibenci dari keterlaluan di dalam beribadah), Jilid I [I-IV], hlm. 248, hadis no. 1150.
2.       Muslim, Shahih Muslim: Kitab Masjid-masjid dan Tempat-tempat Shalat: Bab Orang yang ngantuk saat shalat atau tidak lagi bisa memahami bacaan Al-Qur'an atau dzikir agar ia tidur atau duduk dahulu hingga kantuk itu hilang darinya, Jilid I, hlm. 315, kitab hadis belum bernomor.

Syarah Al-Hadits
Diantara ulama pensyarah hadis, مُحَمَّدٌ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ عَلَّانِ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ البَكْرِي الصِّدِّيْقِي الشَّافِعِي pada kitabnya, دَلِيْلُ الفَالِحِيْنَ لِطُرُقِ رِيَاضِ الصَّالِحِيْنَ jilid I halaman 333 (Kairo: Dar el-Hadith, 1998 M/ 1419 H. Cet ke-1) diantaranya menjelaskan:
(هذَا حَبْلٌ لِزَيْنَبَ) قَالَ الحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ العَسْقَلَانِيْ: جَزَمَ كَثِيْرٌ مِنَ الشَّارِحِيْنَ تَبَعاً لِلْخَطِيْبِ فِيْ «مُبْهَمَاتِهِ» أَنَّهَا بِنْتُ جَحْشٍ وَلَمْ أَرَ ذَالِكَ فِيْ شَيْءٍ مِنَ الطُّرُقِ صَريِحْاً.
(ini adalah -tali- kepunyaan Zainab), Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalaniy berkata: Kebanyakan para ulama pensyarah menetapkan dengan mengikuti (ketetapan) Imam Al-Khatib (Al-Baghdadiy) pada kitab “Al-Mubhamaat”nya bahwa perempuan itu adalah (Zainab) binti Jahsyin. Saya (Al-Hafidz) pun tidak menemukan sedikit pun tentang hal itu melalui sanad-sanad yang sharih, jelas.
(فَإِذَا فَتَرَتْ) أَيْ: كَسَلَتْ عَنِ القِيَامِ فِيْ الصَّلَاةِ، وَوَقَعَ فِيْ مُسْلِمٍ: كَسَلَتْ أَوْ فَتَرَتْ بِالشَّكِّ
(jikalau ia sudah lelah) yakni: malas dari berdiri di dalam shalat. Pada riwayat Muslim disebutkan: Malas atau lemas, lesu dengan (disertai) keraguan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah yang dikutip dalam sebuah kitab berjudul, اَلْخُلَاصَةُ فِيْ بَيَانِ رَأْيِ شَيْخِ الإِسْلَامِ ابْنِ تَيْمِيَّةِ رَحِمَهُ اللهُ بِالرَّافِضَةِ jilid I halaman 105 (Al-Maktabah Al-Syamilah), beliau berkata:
إنَّ دِينَ اللَّهِ وَسَطٌ بَيْنَ الْغَالِي فِيهِ ، وَالْجَافِي عَنْهُ . وَاَللَّهُ تَعَالَى مَا أَمَرَ عِبَادَهُ بِأَمْرِ إلَّا اعْتَرَضَ الشَّيْطَانُ فِيهِ بِأَمْرَيْنِ لَا يُبَالِي بِأَيِّهِمَا ظَفِرَ: إمَّا إفْرَاطٌ فِيهِ وَإِمَّا تَفْرِيطٌ فِيهِ .
Sesungguhnya Agama Allah berada menengahi antara sikap berlebihan dan sikap kaku (jumud). Serta Allah Ta’ala tidaklah memerintah hamba-hamba-Nya dengan suatu perintah kecuali setan merintangi (menghalangi, mencegah) dalam (pelaksanaan)nya dengan dua perkara yang tidak akan usang yang mana pun dari dua cara ini ia mengalahkan. [1]adakalanya melampaui batas pada urusan itu, dan [2]adakalanya pemborosan.

                Adapun menurut فَيْصَلُ بْنُ عَبْدِ العَزِيْزِ بْنِ فَيْصَلِ ابْنِ حَمْدِ الْمُبَارَكِ الحريملي النَّجْدِيْ (المتوفى: 1376هـ) dalam kitabnya تَطْرِيْزُ رِيَاضِ الصَّالِحِيْنَ jilid I halaman 116 (Al-Maktabah Al-Syamilah) menjelaskan:
فِيْ هذَ الحَدِيْثِ: اَلْحَثُّ عَلَى الاِقْتِصَادِ فِيْ العِبَادَةِ، وَالنَّهْيُ عَنِ التَّعَمُّقِ فِيْهَا، وَالْأَمْرُ بِالإِقْبَالِ عَلَيْهَا بِنَشَاطٍ، وَجَوَازُ تَنَفُّلِ النِّسَاءِ فِي الْمَسْجِدِ إِذَا أَمِنَتْ الفِتْنَةَ.
Kandungan hadis ini: Anjuran untuk tidak berlebih-lebihan (sederhana) dalam ibadah, larangan dari terlalu mendalam pada ibadah, perintah untuk seimbang dalam melaksanakannya dengan rajin, dan bolehnya perempuan ibadah sunat di masjid jika dia aman dari fitnah.

            Lebih rinci lagi, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalaniy berkata:
وَفِيْهِ الحَثُّ عَلَى الاِقْتِصَادِ فِي العِبَادَةِ، وَالنَّهْيُ عَنِ التَّعَمُّقِ فِيْهَا، وَالْأَمْرُ بِالإِقْبَالِ عَلَيْهَا بِنَشَاطٍ. وَفِيْهِ إِزَالَةُ الْمُنْكَرِ بِاليَدِ وَاللِّسَانِ. وَجَوَازُ تَنَفُّلِ النِّسَاءِ فِيْ الْمَسْجِدِ. وَاسْتَدَلَّ بِهِ عَلَى كَرَاهَةِ التَّعَلَّقِ فِيْ الحَبْلِ فِيْ الصَّلَاةِ،
(Kandungan) pada hadis ini: Anjuran untuk tidak berlebih-lebihan (sederhana) dalam ibadah, larangan dari terlalu mendalam pada ibadah, perintah untuk seimbang dalam melaksanakannya dengan rajin. Hadis ini juga mengandung (perintah) untuk menyingkirkan (menjauhkan, menghapus, memindahkan) kemungkaran dengan tangan (kekuasaan) dan lisan. Dan bolehnya perempuan ibadah sunat di masjid. Dan dapat menjadi dalil dengannya atas dibencinya bersandar pada tali di dalam shalat. (Fath al-Baari syarh Shahih Al-Bukhari, Jilid I (I-III): hlm. 769; Yordan: Bait al-Afkar ad-Dauliyyah)

            Imam Al-Bukhari menyimpan hadis ini dalam kitab Shahih-nya pada Kitab at-Tahajjud Bab Maa Yukrohu min at-Tasydiidi fii al-‘Ibaadah (Apa-apa yang dibenci dari keterlaluan di dalam beribadah). (Shahih Al-Bukhari versi Matnu Masykul Al-Bukhari bi Haatsiyati As-Sindi, Jilid I [I-IV], hlm. 248, hadis no. 1150. Beirut-Libanon: Dar al-Fikr, 2006) bersama satu hadis lainnya tentang seorang wanita Bani Asad.

Sedangkan Imam Muslim menyimpan hadis ini dalam Shahih-nya pada كِتَابُ المَسَاجِدِ وَمَوَاضِعِ الصَّلَاةِ  (Masjid-masjid dan Tempat-tempat Shalat) بَاب أَمْرِ مَنْ نَعَسَ فِي صَلَاتِهِ أَوْ اسْتَعْجَمَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ أَوْ الذِّكْرُ بِأَنْ يَرْقُدَ أَوْ يَقْعُدَ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ ذَلِكَ (Bab Orang yang ngantuk saat shalat atau tidak lagi bisa memahami bacaan Al-Qur'an atau dzikir agar ia tidur atau duduk dahulu hingga kantuk itu hilang darinya) . (Shahih Muslim, Jilid I, hlm. 315, hadis tanpa nomor. Semarang: Toha Putra, tt.) Selain hadis tersebut, Imam Muslim pun memasukkan beberapa 4 hadis lainnya pada bab yang sama, yaitu:

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّ الْحَوْلَاءَ بِنْتَ تُوَيْتِ بْنِ حَبِيبِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى مَرَّتْ بِهَا وَعِنْدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ هَذِهِ الْحَوْلَاءُ بِنْتُ تُوَيْتٍ وَزَعَمُوا أَنَّهَا لَا تَنَامُ اللَّيْلَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَنَامُ اللَّيْلَ خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَسْأَمُ اللَّهُ حَتَّى تَسْأَمُوا
Dari Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah mengabarkan kepadanya (Urwah bin Zubair) bahwa Al Haula'a binti Tuwait bin Habib bin Asad bin Abdul 'Uzza melewatinya, sementara di sisinya ada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Aisyah pun berkata; Saya berkata, "Wanita ini adalah Al Haula' binti Tuwait, orang-orang menganggap bahwa ia tidak pernah tidur malam." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Benarkan ia tidak tidur malam? Hendaklah kalian beramal sesuai dengan kemampuan kalian, karena demi Allah, Allah tidak akan bosan hingga kalian sendiri yang bosan."

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعِنْدِي امْرَأَةٌ فَقَالَ مَنْ هَذِهِ فَقُلْتُ امْرَأَةٌ لَا تَنَامُ تُصَلِّي قَالَ عَلَيْكُمْ مِنْ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَوَاللَّهِ لَا يَمَلُّ اللَّهُ حَتَّى تَمَلُّوا وَكَانَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيْهِ مَا دَاوَمَ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ أَنَّهَا امْرَأَةٌ مِنْ بَنِي أَسَدٍ
Dari Aisyah ia berkata; "Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke dalam rumahku, yang saat itu saya bersama dengan seorang wanita. Maka beliau pun bertanya: 'Siapa wanita ini?' Saya menjawab, 'Ia adalah seorang wanita yang tidak pernah tidur karena selalu menunaikan shalat sepanjang malam.' Maka beliau bersabda: 'Beribadahlah kalian sesuai dengan kemampuan kalian. Demi Allah, Dia tidak akan pernah bosan hingga kalian sendiri yang bosan. Dan amalan agama yang paling dicintai olehNya adalah yang dikerjakan dengan kontinyu oleh pelakunya.'" Dalam hadits Usamah bahwa wanita itu berasal dari Bani Asad.

                Hadis tentang wanita Bani Asad di atas dicatat juga oleh Al-Bukhari pada Bab Maa Yukrohu min at-Tasydiidi fii al-‘Ibaadah, dengan sedikit perbedaan lafadz, hadis ini ‘menemani’ satu hadis lain pada bab yang sama.

                Selanjutnya Imam Muslim memasukkan hadis keempat pada بَاب أَمْرِ مَنْ نَعَسَ فِي صَلَاتِهِ أَوْ اسْتَعْجَمَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ أَوْ الذِّكْرُ بِأَنْ يَرْقُدَ أَوْ يَقْعُدَ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ ذَلِكَ tersebut berupa hadis yang pada kitab Riyadhus Shalihin bernomor 147 sebagaimana dibahas di makalah ini. Adapun hadis terakhir riwayat Muslim pada bab tersebut adalah sebagai berikut:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنْ اللَّيْلِ فَاسْتَعْجَمَ الْقُرْآنُ عَلَى لِسَانِهِ فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُولُ فَلْيَضْطَجِعْ
Dari Abu Hurairah dari Muhammad Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Ia pun menyebutkan hadits di antaranya adalah; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila salah seorang diantara kalian mengerjakan shalat malam kemudian tidak mampu membaca Al Qur'an (karena ngantuk), sehingga tidak mengerti apa yang ia baca maka hendaknya ia tidur dahulu."
           
Hadis Kedua [Riyadlus Shalihin],
147 - وعن عائشة رضي الله عنها: أنَّ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّومُ، فإِنَّ أحَدَكُم إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لا يَدْرِي لَعَلَّهُ يَذْهَبُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
147. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau seseorang dari engkau semua mengantuk dan ia sedang shalat, maka baiklah ia tidur (dulu), sehingga hilanglah kantuk tidurnya. Sebab sesungguhnya seseorang dari engkau semua itu jikalau shalat sedang ia mengantuk, maka ia tidak tahu, barangkali ia memulai memohonkan pengampunan, tetapi ia lalu mencaci maki dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih)

Takhrij Al-Hadits
1.       Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari: Kitab al-Wudlu: Bab al-Wudlu min an-Naum (Wudlu karena mengantuk), Jilid I [I-IV]: hlm. 60: hadis no. 212.
2.       Muslim, Shahih Muslim: Kitab Masjid-masjid dan Tempat-tempat Shalat: Bab Orang yang ngantuk saat shalat atau tidak lagi bisa memahami bacaan Al-Qur'an atau dzikir agar ia tidur atau duduk dahulu hingga kantuk itu hilang darinya, Jilid I, hlm. 315, kitab hadis belum bernomor.

Syarah Al-Hadits
Mengantuk yang harus dibatalkan saat terasa ketika shalat adalah kantuk yang sebagai berikut:
والنعاس: مقدمة النوم، وعلامته سماع كلام الحاضرين وإن لم يفهم معناه
An-Nu’aas (kantuk) adalah pembukaan tidur, tanda-tandanya adalah ia mendengar terhadap ucapan orang-orang yang hadir (di sekelilingnya), namun dia tidak memahami maknanya. (Muhammad ibn ‘Allaan Ash-Shiddiqiy Asy-Syafi’i Al-Asy’ariy Al-Makkiy, Daliilul Faalihiin syarh Riyaadlus Shaalihiin, I: 333)

                Demikian dijelaskan pula oleh Syaikh ‘Irfan Al-‘Asysyaa Hassuunah diantaranya sebagai berikut:
إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي، أي إذا غلب عليه النوم، واستعجم عليه الكلام، وهو يصلي.
"Jikalau seseorang dari engkau semua mengantuk dan ia sedang shalat”, yakni apabila rasa kantuk mengalahkannya, dan ucapan menjadi tidak jelas baginya, padahal ia sedang shalat.
فَلْيَرْقُدْ، وفي رواية للنسائي بلفظ: فلينصرف، والمراد به التسليم من الصلاة.
Fal yarqud (maka baiklah ia tidur -dulu-), dalam riwayat An-Nasai dengan lafadz: fal yansharif (maka hendaklah ia berpaling), maksudnya ia menyudahi shalatnya. (‘Abd al-Qaadir ‘Irfaan ibn Saliim Al-‘Asysyaa Hassuunah ad-Dimasyqiy, Raudlatul Muttaqin syarh Riyadlus Shalihin, I: 189. Beirut: Dar el-Fikr, 2006 M/ 1437 H)
            Adapun tentang sabda Nabi, tetapi ia lalu mencaci maki dirinya sendiri”, penyusun Raudlatul Muttaqin menjelaskan diantaranya sebagai berikut:
ويحتمل ان يكون علة النهي خشية ان يوافق ساعة الاجابة.
Memungkinkan jika keadaan illat (sebab, alasan) dari larangan (shalat sambil mengantuk itu) karena takut jika bertepatan dengan waktu diijabahnya (do’a). ( ‘Irfaan ibn Saliim ad-Dimasyqiy, Raudlatul Muttaqin, I: 189)

Muhammad ibn Shaalih Al-Utsaimin menjelaskan hadis di atas diantaranya sebagai berikut:
إِذَا صَلَّى وَهُوَ نَاعِسٌ لا يَدْرِي لَعَلَّهُ يَذْهَبُ يَسْتَغْفِرُ فَيَسُبُّ نَفْسَهُ، بدل أن يقول اللهم اغفر لي ذنبي أو ما أذنبت يذهب يسب نفسه بهذا الذنب الذي أراد أن يستغفر الله منه وكذلك ربما أراد أن يسأل الله الجنة فيسأله النار وربما أراد أن يسأل الهداية فيسأل ربه الضلالة وهكذا ولهذا أمره النبي صلى الله عليه وسلم أن يرقد.
Jikalau shalat sedang ia mengantuk, maka ia tidak tahu, barangkali ia memulai memohonkan pengampunan, tetapi ia lalu mencaci maki dirinya sendiri, mengganti do’a, Ya Allah ampunilah dosaku, atau apa-apa yang aku berdosa, tetapi ia lalu mencaci maki dirinya sendiri dengan dosa itu yang ia bermaksud untuk memohon ampunan kepada Allah darinya. Demikian pula bisa jadi ia bermaksud untuk meminta kepada Allah syurga, maka ia (malah) meminta kepada-Nya neraka. Dan bisa saja ia bermaksud untuk meminta al-hidayah (petunjuk), maka ia (malah) meminta kepada Rabb-nya adl-dlolalah (kesesatan). Dan seterusnya. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk tidur (dahulu).
ومن حكم ذلك أن الإنسان لنفسه عليه حق فإذا أجبر نفسه على فعل العبادة مع المشقة فإنه يكون قد ظلم نفسه فأنت يا أخي لا تفرط فتقصر ولا تفرط فتزيد .
            Dan diantara hikmahnya (hadis) tersebut, bahwa manusia itu bagi dirinya adalah memiliki hak (yang harus dipenuhi), maka ketika manusia itu memaksakan dirinya dalam melaksanakan ibadah dibarengi al-masyaqqah (kesulitan), maka sesungguhnya keadaannya benar-benar telah dzalim kepada dirinya sendiri. Maka engkau, wahai saudaraku! Janganlah engkau melampaui batas hingga bermalas-malasan dan jangan (pula) melampaui batas hingga menambah-nambahkan. (Syaikh Al-‘Utsaimin, Syarh Riyadlush Shalihin, I: 166)

            Syaikh Faishal An-Najdiy mengungkapkan sebagai berikut:
فِيْ هذَا الحَدِيْثِ: أَمَرَ النَّاعِسَ فِيْ الصَّلَاةِ أَنْ يَنْصَرِفَ مِنْهَا، يَعْنِيْ: بَعْدَمَا يَتِمُهَا خَفِيْفَةً.
Kandungan Hadis ini: Perintah kepada orang yang mengantuk di dalam shalat untuk berpaling dari shalatnya, yakni setelah apa (yang menjadi) keletihan (melaksanakan) shalat itu meringan. (Faishal ibn ‘Abd al-‘Aziz an-Najdiy, Tatriz Riyadlus Shalihin, I: 117 -al Syamilah-)

            Imam Al-Bukhari pada kitab Shahih-nya selain memasukkan hadis di atas, beliau juga mencatat satu hadis yang lainnya, yaitu:
عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَنَمْ حَتَّى يَعْلَمَ مَا يَقْرَأُ
dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jika salah seorang dari kalian mengantuk saat shalat, hendaklah tidur (dahulu) hingga ia mengetahui apa yang ia baca." Wallahu A’lam.

by Bidang Pendidikan PC Pemuda Persis Pangalengan.

@ Kominfo Pendidikan PC Pemuda Persis Pangalengan.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama