TAFSIR PARA TABI'IN MENURUT IBNU KATSIR [5]



فصل: إذا لم تجد التفسير في القرآن ولا في السنة ولا وجدته عن الصحابة، فقد رجع كثير من الأئمة في ذلك إلى أقوال التابعين، كمجاهد بن جَبْر فإنه كان آية في التفسير،
Fashal: Jika kita tidak menemukan tafsir di dalam Al-Qur’an, tidak pula di dalam sunnah serta tidak ditemukan pula dari kalangan para sahabat, maka sungguh kebanyakan dari para imam dalam hal tersebut mereka merujuk kepada pendapat para tabi’in, seperti Mujahid ibn Jabr; karena sungguh ia seorang pentolan dalam tafsir.

كما قال محمد بن إسحاق: حدثنا أبان بن صالح، عن مجاهد، قال: عَرضْتُ المصحف على ابن عباس ثلاث عرضات، من فاتحته إلى خاتمته، أوقفه عند كل آية منه، وأسأله عنها.
Sebagaimana Muhammad bin Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aban ibn Shalih, dari Mujahid, ia berkata: “Aku pernah memaparkan mushaf (Al-Qur’an) kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga kali bacaan, mulai dari pembukaan hingga khatam. Aku menghetikan bacaanku pada tiap-tiap ayat dari Al-Qur’an, lalu bertanya kepadanya mengenai penafsirannya.”

وقال ابن جرير: أنبأنا أبو كُرَيْب، أنبأنا طَلْق بن غنام، عن عثمان المكي، عن ابن أبي مُلَيْكَة قال: رأيت مجاهدًا سأل ابن عباس عن تفسير القرآن، ومعه ألواحه، قال: فيقول له ابن عباس: اكتب، حتى سأله عن التفسير كله. ولهذا كان سفيان الثوري يقول: إذا جاءك التفسير عن مجاهد فحسبك به.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah bercerita kepada kami Abu Kuraib, telah menjelaskan kepada kami Thalq ibn Ghanam, dari ‘Utsman al-Makki, dari Ibnu Abi Mulaikah ia berkata, “Aku pernah melihat Mujahid bertanya kepada Ibnu Abbas mengenai tafsir Al-Qur’an, sedangkan Mujahid memegang mushafnya, Ibnu Abi Mulaikah berkata: “Lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya: ‘Tulislah!’, hingga Mujahid menanyakan kepadanya tentang tafsir secara keseluruhan.” Karena itu, Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Apabila datang kepadamu suatu tafsiran dari Mujahid, hal itu sudah cukup bagimu.”

و كسعيد  بن  جُبَيْر،  و عِكْرِمة  مولى  ابن  عباس، وعطاء بن أبي رباح، والحسن البصري، ومسروق ابن الأجدع، وسعيد بن المسيب، وأبي العالية، والربيع بن أنس، وقتادة، والضحاك بن مُزاحم، وغيرهم من التابعين وتابعيهم ومن بعدهم، فتذكر أقوالهم في الآية فيقع في عباراتهم تباين في الألفاظ، يحسبها من لا علم عنده اختلافًا فيحكيها أقوالا وليس كذلك، فإن منهم من يعبّر عن الشيء بلازمه أو بنظيره، ومنهم من ينص على الشيء بعينه، والكل بمعنى واحد في كثير من الأماكن، فليتفطن اللبيب لذلك، والله الهادي.
Dan (yang dapat dijadikan rujukan lagi ialah) seperti Sa’id ibn Jubair, ‘Ikrimah maula Ibnu Abbas, ‘Atha ibn Abi Rabah, Al-Hasan Al-Bashri, Masruq ibn Al-Ajda’, Sa’id ibn Al-Musayyab, Abu Al-‘Aliyah, Ar-Rabi’ ibn Anas, Qatadah, Adl-Dlahak ibn Muzahim, dan lain-lainnya dari kalangan para tabi’in dan para pengikut setelah mereka. Manakala kita menyebut penyebut pendapat-pendapat mereka dalam suatu ayat, maka tampak (sekilas) dalam ungkapan mereka perbedaan (tubaayinu fi al-alfaadz), yang oleh orang yang tidak mengerti akan diduga sebagai suatu perselisihan, maka dia menceritakannya dalam berbagai pendapat. Padahal bukanlah demikian. Karena sesungguhnya di antara mereka ada yang mengungkapkan dari sesuatu menurut kelazimannya atau persamaannya. Dan diantara mereka ada yang me-nash-kan atas sesuatu menurut apa adanya. Dan secara keseluruhan (sebenarnya mereka) satu makna (yang sama) pada kebanyakan dari beberapa kasus, mangka hendaklah orang yang berakal cerdas memperhatikan terhadap hal tersebut. Dan Allah-lah yang memberi petunjuk.

وقال شعبة بن الحجاج وغيره: أقوال التابعين في الفروع ليست حجة فكيف تكون حجة في التفسير؟ يعني: أنها لا تكون حجة على غيرهم ممن خالفهم، وهذا صحيح،
Syu’bah ibn Al-Hajjaj dan lainnya berkata: Pendapat-pendapat tabi’in dalam masalah furu’ (cabang) bukan merupakan suatu hujjah, maka bagaimana pendapat mereka dalam tafsir dapat dijadikan hujjah? Yakni: Pendapat mereka tidak dapat dijadikan hujjah terhadap selain mereka yang berpendapat berbeda, dan inilah (pendapat) yang benar.

أما إذا أجمعوا على الشيء فلا يرتاب في كونه حجة، فإن اختلفوا فلا يكون بعضهم حجة على بعض، ولا على من بعدهم، ويرجع في ذلك إلى لغة القرآن أو السنة أو عموم لغة العرب، أو أقوال الصحابة في ذلك.
Adapun apabila mereka sepakat atas sesuatu hal, maka tidak diragukan itu merupakan suatu hujjah. Jika mereka berselisih pendapat, maka pendapat sebagian dari mereka tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atas yang lainnya, tidak pula atas orang-orang sesudahnya. Dan dikembalikan dalam hal itu kepada bahasa Al-Qur’an atau As-Sunnah atau keumuman bahasa Arab, atau perkataan-perkataan para sahabat(Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-'Adzim, I: 13. Beirut-Libanon: Dar el-Fikr, 2011)



by Bidang Pendidikan PC Pemuda Persis Pangalengan.

@ Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama