Imam Abu Zakariyya Yahya ibn Syarof
An-Nawawi ad-Dimasyqa (631-676 H) Rahimahullah, pada kitab Riyaadlush
Shaalihiin dalam Bab fii al-Iqtishaad fii al-‘Ibaadah (Bab Berlaku
Sedang [Tidak Berlebihan] dalam Beribadah) telah menulis sebelas hadis, dua diantaranya yang penulis beri judul dalam makalah ini FA
A’THI KULLA DZII HAQQIN HAQQOHU adalah sebagai berikut:
Hadis Pertama [Riyadlush Shalihin],
(149)- وعن أبي جُحَيْفَة وَهْب بنِ عبد اللهِ
- رضي الله عنه - ، قَالَ : آخَى النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - بَيْنَ سَلْمَانَ
وَأَبي الدَّرْداءِ، فَزارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرداءِ فَرَأى أُمَّ الدَّرداءِ مُتَبَذِّلَةً،
فَقَالَ : مَا شَأنُكِ ؟ قَالَتْ : أخُوكَ أَبُو الدَّردَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ في
الدُّنْيَا ، فَجاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ فَصَنَعَ لَهُ طَعَاماً ، فَقَالَ لَهُ : كُلْ
فَإِنِّي صَائِمٌ ، قَالَ : مَا أنا بِآكِلٍ حَتَّى تَأكُلَ فأكل ، فَلَمَّا كَانَ
اللَّيلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّردَاءِ يَقُومُ فَقَالَ لَهُ : نَمْ ، فنام ، ثُمَّ ذَهَبَ
يَقُومُ فَقَالَ لَهُ : نَمْ . فَلَمَّا كَانَ من آخِر اللَّيلِ قَالَ سَلْمَانُ :
قُم الآن ، فَصَلَّيَا جَمِيعاً فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ : إنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ
حَقّاً ، وَإِنَّ لِنَفْسِكَ عَلَيكَ حَقّاً ، وَلأَهْلِكَ عَلَيكَ حَقّاً ، فَأعْطِ
كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ ، فَأَتَى النَّبيَّ - صلى الله عليه وسلم - فَذَكَرَ ذلِكَ
لَهُ فَقَالَ النَّبيُّ - صلى الله عليه وسلم - : (( صَدَقَ سَلْمَانُ )) رواه البخاري.
149. Dari Abu Juhaifah yaitu Wahab
bin Abdullah r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mempersaudarakan antara Salman
dan Abuddarda'." Salman pada suatu ketika berziarah ke Abuddarda', ia
melihat Ummud Darda' mengenakan pakaian yang serba kusut, Salman bertanya
padanya: "Mengapa saudari berkeadaan sedemikian ini?" Wanita
itu menjawab: "Saudaramu yaitu Abuddarda' itu sudah tidak ada hajatnya
lagi pada keduniaan." Abuddarda' lalu
datang, kemudian ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abuddarda'
berkata kepada Salman: "Makanlah, karena saya sedang shaum."
Salman menjawab: "Saya tidak akan suka makan, sehingga engkaupun suka
pula makan." Abuddarda' lalu makan. Setelah malam tiba, Abuddarda'
mulai bangun. Salman berkata kepadanya: "Tidurlah!" Ia tidur
lagi. Tidak lama kemudian bangun lagi dan Salman berkata pula: "Tidurlah!"
Kemudian setelah tiba Akhir malam, Salman lalu berkata pada Abuddarda': "Bangunlah
sekarang!" Keduanya terus shalat. Selanjutnya Salman lalu berkata: "Sesungguhnya
untuk Rabbmu itu ada hak atas dirimu, untuk dirimu sendiri juga ada hak atasmu,
untuk keluargamu pun ada hak atasmu. FA A'THI KULLA DZII HAQQIN HAQQOHU (Maka berikanlah kepada setiap yang berhak itu
akan haknya masing-masing)." Abuddarda' kemudian mendatangi Nabi s.a.w.
kemudian menyebutkan peristiwa semalam itu, lalu Nabi s.a.w. bersabda: "Salman
benar." (Riwayat Al-Bukhari)
Takhrij Al-Hadits
1.
Bukhari, Shahih Al-Bukhari: Kitab
ash-Shaum: Bab Man Aqsama ‘ala Akhi-hi li Yufthiro fii ath-Tathowwu’i
(Barangsiapa yang bersumpah agar saudaranya mau berbuka dalam shaum sunat), I:
410: 1968; Kitab al-Adab: Bab Shun’i ath-tha’am wa at-takallufi li adl-dlayf
(Memasak dan berusaha membuat jamuan bagi tamu), IV: 82: 6139. (Beirut: Dar el-Fikr, 2006)
2.
At-Tirmidzi,
Sunan At-Tirmidzi: Kitab al-Fitan, IV: 185: 2421. (Beirut: Dar
el-Fikr, 2009)
3.
Ibnu
Hibban¸ Shahih Ibnu Hibban, 2: 320.
4.
Al-Baihaqi,
As-Sunan Al-Kubra, 4: 276. (Tahqiq Sunan At-Tirmidzi, Beirut: Dar el-Fikr,
2009; Raudlatul Muttaqin syarh Riyadl ash-Shalihin, I: 191, Beirut: Dar
el-Fikr, 2006)
Syarah Al-Hadits
قَوْلُهُ: "لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِيْ الدُّنْيَا"
فِيْ رِوَايَةِ الدَّارُ قُطْنِيِّ مِنْ وَجْهٍ آخَرٍ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَوْنٍ
"فِيْ نِسَاءِ الدُّنْيَا" وَزَادَ فِيْهِ ابْنُ خُزَيْمَةَ عَنْ يُوْسُفَ
بْنِ مُوْسَى عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَوْنٍ "يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ".
Perkataannya
[Ummu Darda], “sudah tidak ada hajat (keinginan)nya lagi pada keduniaan”, pada riwayat
Ad-Daruquthny melalui jalur lain dari Ja’far ibn ‘Aun, (lafadznya:) “… kepada
istri di dunia”. Pada riwayat Ibnu Khuzaimah ada tambahan dari jalur Yusuf
ibn Musa, dari Ja’far ibn ‘Aun, “(Abu Darda) itu dia shaum di siang harinya
dan shalat di malam harinya.” (Al-‘Asqalany, Fath al-Baari, I
[I-III]: 1095; Beirut: Dar el-Fikr, 2006)
قَوْلُهُ:
"فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ" أَيْ فِيْ أَوَّلِهِ. وَفِيْ رِوَايَةِ ابْنِ
خُزَيْمَةَ وَغَيْرِهِ: "ثُمَّ بَاتَ عِنْدَهُ".
Perkataannya
[Abu Juhaifah], “Setelah malam tiba”, yakni di awal malam itu. Pada riwayat
Ibnu Khuzaimah dan yang lainnya, “kemudian Salman tidur di sampingnya Abu
Darda.” (Fath al-Baari, I [I-III]: 1096)
قَوْلُهُ:
"يَقُوْمُ فَقَالَ نَمْ" ... زَادَ ابْنُ سَعْدٍ مِنْ وَجْهٍ آخَرٍ مُرْسَلٌ
"فَقَالَ لَهُ أَبُوْ الدَّرْدَاءِ أَتَمْنَعُنِيْ أَنْ أَصُوْمَ لِرَبِّيْ وَأُصَلِّيْ
لِرَبِّيْ".
Ungkapan,
“Abuddarda' mulai bangun. Salman berkata kepadanya: "Tidurlah!’.”
. . . Ibn Sa’ad melalui jalur lain yang mursal menambahkan, “maka
Abu Darda berkata kepadanya: ‘Apakah engkau hendak menghalangiku dari shaum dan
shalatku kepada Rabbku?’.” (Al-‘Asqalany, Fath al-Baari, I
[I-III]: 1096; Beirut: Dar el-Fikr, 2006)
قَوْلُهُ:
"فَلَمَّا كَانَ فِيْ آخِرِ اللَّيْلِ" أَيْ عِنْدَ السَّحُرِ،
Ungkapannya
[Abu Juhaifah], “Kemudian setelah tiba Akhir malam”, yakni ketika waktu
sahur. (Fath al-Baari, I: 1096)
قَوْلُهُ:
"وَلِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا" زَادَ التِّرْمِذِيُّ وَابْنُ خُزَيْمَةَ:
"وَلِضَيْفِكَ عَلَيْكَ حَقًّا" زَادَ الدَّارُ قُطْنِيُّ "فَصُمْ
وَأَفْطِرْ، وَصَلِّ وَنَمْ، وَائْتِ أَهْلَكَ".
Perkataannya
[Salman]: “untuk keluargamu pun ada hak atasmu”, At-Tirmidzi dan Ibnu
Khuzaimah menambahkan (pada riwayatnya): “untuk tamumu pun ada hak atasmu.”
Riwayat Ad-Daruquthny menambahkan, “maka shaum dan berbukalah, shalat
dan tidurlah, serta datangilah istrimu!.” (Fath al-Baari, I: 1096)
قَوْلُهُ:
"فَأَتَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم" فِيْ رِوَايَةِ التِّرْمِذِيِّ
"فَأَتَيَا" باِلتَّثْنِيَّةِ.
Ungkapannya
[Salman], “Maka ia (Abu Darda) mendatangi Nabi saw.” Pada riwayat At-Tirmidzi:
“maka mereka berdua mendatangi (Nabi Saw)”, dengan ungkapan tatsniyyah
(menunjukkan dua orang). (Fath al-Baari, I: 1096)
(فَقَالَ
النَّبِيُّ : صَدَقَ سَلْمَانُ) ... وَزَادَ فِيْ آخِرِهَا فَقَالَ النَّبِيُّ : «عُوَيْمِرُ.
سَلْمَانُ أَفْقَهُ مِنْكَ»
(maka
Nabi saw bersabda, “Salman benar!”) . . . ada tambahan pada akhir
riwayatnya (Ath-Thabrani), maka Nabi saw pun bersabda, “’Uwaimir!,
Salman lebih faqih daripada engkau!.” (Dalil
al-Falihin syarh Riyadl ash-Shalihin, I: 336)
قَالَ
الحَافِظُ ابْنُ حَجَرٍ بَعْدَ أَنْ ذَكَرَ مَا شَرَحْنَا بِهِ الحَدِيْثَ مُلَخَّصاً:
وَفِيْ الحَدِيْثِ مِنَ الفَوَائِدِ مَشْرُوْعِيَّةُ اَلْمُؤَاخَاةِ فِي اللهِ، وَزِيَارَةُ الإِخْوَانِ فِيْهِ وَالْمَبِيْتُ
عِنْدَهُمْ، وَجَوَازُ مُخَاطَبَةِ الأَجْنَبِيَّةِ لِلْحَاجَةِ، وَالنَّصْحُ لِلْمُسْلِمِ
وَتَنْبِيْهُ مِنْ غَفْلٍ، وَفِيْهِ فَضْلُ قِيَامِ آخِرِ اللَّيْلِ، وَفِيْهِ جَوَازُ
النَّهْيِ عَنِ الْمُسْتَحَبَّاتِ إِذَا خَشِيَ أَنَّ ذَالِكَ يَفْضِيْ إِلَى السّآمَةِ
وَالْمِلَلِ وَتَفْوِيْتُ الْحُقُوْقِ الْمَطْلُوْبَةِ الوَاجِبَةِ أَوِ الْمَنْدُوْبَةِ
الرَّاجِحُ فِعْلَهَا عَلَى فِعْلِ الْمُسْتَحَبِّ الْمَذْكُوْرِ. وَالوَعِيْدُ
الوَارِدُ فِيْمَنْ نَهَى مُصَلِّياً عَنِ الصَّلَاةِ مَخْصُوْصٌ بِمَنْ نَهَاهُ ظُلْماً
وَعُدْوَاناً، وَفِيْهِ كَرَاهِيَةُ الْحَمْلِ عَلَى النَّفْسِ فِيْ العِبَادَةِ،
وَفِيْهِ جَوَازُ الفِطْرِ مِنْ صَوْمِ التَّطَوُّعِ.
Al-Hafidz
Ibnu Hajar berkata setelah menyebutkan hadis yang kami (Ibn ‘Allaan Ash-Shiddiqy)
telah men-syarahi hadis tersebut secara ringkas. Pada hadis ini
terkandung faidah-faidah, [1] Disyari’atkannya menjalin persaudaraan karena
Allah (dalam beribadah kepada Allah). [2] Berkunjung kepada para saudara (sesama muslim) dan bermalam bersama mereka. [3] Bolehnya berbincang-bincang dengan al-Ajnabiyyah
(bukan mahrom) untuk suatu keperluan. [4] Nasihat dan peringatan bagi seorang
muslim agar menjauh dari sifat malas. [5] Padanya (menunjukkan) pula tentang
keutamaan qiyamul lail pada akhir malam. [6] Padanya (menunjukkan) pula bolehnya
membatasi diri dari hal-hal yang disenangi jika seseorang takut jika hal-hal tersebut
mengakibatkan terasa menjadi beban dan kejenuhan, serta memenuhi berbagai hak
yang menuntut kewajiban ataupun yang mandub (sunat), adalah lebih kuat (untuk
dituntaskan) pekerjaannya atas pekerjaan yang disenangi tersebut. [7] Peringatan selanjutnya (yaitu) tentang orang yang melarang seseorang dari
shalatnya ini adalah khusus bagi siapa yang melarangnya itu karena sebab adanya
kedzaliman dan permusuhan. [8] Pada hadis itu juga (menjelaskan) dibencinya
membebani diri di dalam beribadah. Dan [9] Padanya (menjelaskan) bolehnya
berbuka (sebelum waktunya) dari shaum tathowwu’ (sunat). (Dalil al-Falihin
syarh Riyadl ash-Shalihin, I: 336; Beirut: Dar el-Hadith, 1998)
Pada Kitab Fath al-Baari syarh
Shahih Al-Bukhari (I-III) cetakan Beirut: Bait al-Afkar, 2000; hadis di
atas oleh Pentahqiq diarahkan keterkaitannya dalam tempat lain pada
Kitab Shahih Al-Bukhari sebagai berikut:
1)
Hadis
pada Kitab al-Adab:
Bab Shun’i ath-tha’am wa at-takallufi li adl-dlayf (Memasak dan berusaha membuat
jamuan bagi tamu), IV: 82: 6139. (Beirut:
Dar el-Fikr, 2006) Redaksi hadis relatif sama.
2)
Potongan
hadis di atas oleh Al-Bukhari dijadikan pernyataan penguat judul bab, yakni
pada Bab Man naa-ma awwala al-laili wa ahyaa aakhiro-hu (orang yang tidur pada awal malam dan menghidupkan akhir
malamnya)
وَقَالَ سَلْمَانُ لِأَبِي الدَّرْدَاءِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا نَمْ فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ قُمْ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ سَلْمَانُ
… dan Salman berkata kepada Abu Darda ra., “Tidurlah!”
Kemudian setelah tiba Akhir malam, Salman lalu berkata (pada Abuddarda'): "Bangunlah
sekarang!" Nabi saw. bersabda, “Salman benar.”
Adapun hadis pada bab tersebut yang
menggambarkan pembenaran atas nasihat Salman kepada Abu Darda adalah sebuah
hadis tentang tahajjud-nya Nabi saw.
sebagai berikut:
عَنْ الْأَسْوَدِ قَالَ سَأَلْتُ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِاللَّيْلِ قَالَتْ كَانَ يَنَامُ أَوَّلَهُ
وَيَقُومُ آخِرَهُ فَيُصَلِّي ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى فِرَاشِهِ فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ
وَثَبَ فَإِنْ كَانَ بِهِ حَاجَةٌ اغْتَسَلَ وَإِلَّا تَوَضَّأَ وَخَرَجَ
dari Al
Aswad berkata; "Aku bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha
tentang cara Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat malam".
'Aisyah radliallahu 'anha menjawab: "Beliau tidur di awal malam dan
bangun untuk shalat di akhir malam dan shalat, lalu beliau kembali ke tempat
tidurnya. Bila mu'adzin sudah mengumandangkan adzan, maka Beliau bersegera. Bila
saat itu Beliau punya hajat (kepada isterinya), maka Beliau mandi. Bila tidak,
maka Beliau hanya berwudhu' lalu keluar untuk shalat". (Fath al-Baari, I [I-III]: 767)
3)
Diperbandingkan
dengan sebuah hadis pada Kitab Ash-Shaum: Bab Haqq al-Ahli fii ash-Shaum (Hak
keluarga dalam hal shaum), sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي
أَسْرُدُ الصَّوْمَ وَأُصَلِّي اللَّيْلَ فَإِمَّا أَرْسَلَ إِلَيَّ وَإِمَّا
لَقِيتُهُ فَقَالَ أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ وَلَا تُفْطِرُ وَتُصَلِّي
فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ فَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَظًّا وَإِنَّ
لِنَفْسِكَ وَأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَظًّا قَالَ إِنِّي لَأَقْوَى لِذَلِكَ قَالَ
فَصُمْ صِيَامَ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام قَالَ وَكَيْفَ قَالَ كَانَ يَصُومُ
يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا وَلَا يَفِرُّ إِذَا لَاقَى قَالَ مَنْ لِي بِهَذِهِ
يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ عَطَاءٌ لَا أَدْرِي كَيْفَ ذَكَرَ صِيَامَ الْأَبَدِ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا صَامَ مَنْ صَامَ
الْأَبَدَ مَرَّتَيْنِ
Dari 'Abdullah bin 'Amr radliallahu
'anhuma (berkata); Telah sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
berita tentang aku bahwa aku akan terus shaum dan shalat malam. Aku tak ingat
lagi, apakah kemudian beliau mengutus utusan atau aku menemui beliau, dan
Beliau berkata: "Apakah benar kabar bahwa kamu akan shaum tidak akan
berbuka dan shalat malam (tanpa tidur)? Shaum dan berbukalah, shalat dan juga
tidurlah. Karena bagi matamu ada bagian hak atasmu dan bagi dirimu dan
keluargamu ada bagian hak atasmu". 'Abdullah bin 'Amru radliallahu
'anhuma berkata: "Sungguh aku lebih kuat dari (amal amal) itu".
Beliau berkata: "Kalau begitu shaumlah dengan shaumnya Nabi Daud
Alaihissalam". Dia bertanya: "Bagaimana caranya".
Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Nabi Daud
'Alaihissalam shaum sehari dan berbuka sehari sehingga dia tidak akan kabur
ketika berjumpa dengan musuh". Dia berkata: "Lalu Siapa
teladan bagi diriku dalam masalah shaum sepanjang jaman ini wahai Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam Allah? 'Atho' berkata: "Aku tidak tahu
bagaimana dia menyebutkan shaum abadi (sepanjang hidup), karena Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak dianggap puasa bagi siapa
yang puasa abadi". Beliau mengucapkannya dua kali. (Fath al-Baari, I [I-III]: 1100)
4)
Diperbandingkan
dengan Kitab Manaaqib Al-Anshor: Bab Manaaqib Al-Anshor (Kedudukan/ Sifat
Terpuji kaum Anshor) yang padanya ada tiga hadis, diantaranya:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
يَقُولُ قَالَتْ الْأَنْصَارُ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَأَعْطَى قُرَيْشًا
وَاللَّهِ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْعَجَبُ إِنَّ سُيُوفَنَا تَقْطُرُ مِنْ دِمَاءِ
قُرَيْشٍ وَغَنَائِمُنَا تُرَدُّ عَلَيْهِمْ فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَعَا الْأَنْصَارَ قَالَ فَقَالَ مَا الَّذِي
بَلَغَنِي عَنْكُمْ وَكَانُوا لَا يَكْذِبُونَ فَقَالُوا هُوَ الَّذِي بَلَغَكَ
قَالَ أَوَلَا تَرْضَوْنَ أَنْ يَرْجِعَ النَّاسُ بِالْغَنَائِمِ إِلَى
بُيُوتِهِمْ وَتَرْجِعُونَ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَى بُيُوتِكُمْ لَوْ سَلَكَتْ الْأَنْصَارُ وَادِيًا أَوْ شِعْبًا لَسَلَكْتُ
وَادِيَ الْأَنْصَارِ أَوْ شِعْبَهُمْ
Dari Anas
radliallahu 'anhu berkata; Orang-orang Anshar berkata pada hari penaklukan kota
Makkah; "Beliau (shallallahu 'alaihi wasallam) memberikan harta
rampasan perang (ghanimah) kepada kaum Quraisy. Demi Allah, ini adalah perkara
yang mengherankan, karena pedang-pedang kitalah yang telah menumpahkan darah
orang-orang Quraisy akan tetapi ghanimah dikembalikan kepada mereka".
Kemudian perkataan ini sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka
beliau memanggil kaum Anshar. Perawi (Anas) berkata; Maka beliau bersabda: "Apa
benar berita yang telah sampai kepadaku tentang kalian?". Mereka adalah
orang yang tidak berbohong. Mereka menjawab; "Benarlah berita yang
telah sampai kepada tuan". Beliau berkata lagi: "Apakah kalian
tidak ridla jika orang-orang kembali ke rumah-rumah mereka dengan membawa
pulang ghanimah sedangkan kalian kembali ke rumah-rumah kalian dengan membawa
pulang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?. Seandainya kaum Anshar
melewati lembah atau celah di bebukitan pasti aku akan melewati lembah yang
ditempuh kaum Anshar atau celah di bebukitan". (Fath al-Baari, II [I-III]: 1695)
Abu Darda ra. adalah diantara kaum Anshor yang
dipuji oleh Nabi saw.
أَبُوْ الدَّرْدَاءِ الأَنْصَارِي وَاسْمُهُ
عُوَيْمِرُ تَقَدَّمَ وَقِيْلَ اسْمُهُ عَامِرٌ وَعُوَيْمِرُ لَقَبٌ
Abu Darda Al-Anshory Radliyallahu
‘anhu, nama (asli)nya adalah ‘Uwaimir [sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya
-pada kitab Al Ishobah fii Tamyiiz Ash-Shohaabah-]; Dikatakan pula (oleh
para ulama lain) bahwa namanya adalah ‘Aamir, adapun ‘Uwaimir adalah laqob (julukan).
(Al-‘Asqalaniy, Al-Ishobah, 7: 121) Jadi,
nama aslinya adalah ‘Aamir, julukan (laqob)nya adalah ‘Uwaimir, dan kun-yah
(gelar)nya adalah Abu Darda Al-Anshory.
5)
Diperbandingkan
dengan Kitab An-Nikah: Bab wa li zauji-ka ‘alaika haqqun (dan bagi istrimu pun memiliki hak
atas dirimu) yang
menyuguhkan hadis seperti point 3). (Fath al-Baari, II [I-III]: 2313)
6)
Diperbandingkan
dengan Kitab Al-Adab, Bab:
a) Az-Ziyaaarah wa man zaaro qouman fa
tho’ima ‘inda-hum (Berkunjung, dan orang yang berkunjung kepada suatu kaum
kemudian makan bersama mereka), hadisnya
sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَارَ أَهْلَ
بَيْتٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فَطَعِمَ عِنْدَهُمْ طَعَامًا فَلَمَّا أَرَادَ أَنْ
يَخْرُجَ أَمَرَ بِمَكَانٍ مِنْ الْبَيْتِ فَنُضِحَ لَهُ عَلَى بِسَاطٍ فَصَلَّى
عَلَيْهِ وَدَعَا لَهُمْ
dari Anas bin Malik radliallahu
'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengunjungi rumah
milik orang Anshar, lalu beliau makan bersama mereka, ketika beliau hendak
keluar, beliau diminta supaya tetap tinggal di rumah tersebut, lalu beliau
memercikkan air di atas tikar setelah itu beliau shalat dan mengajak mereka
shalat (berjama'ah)." (Fath al-Baari, III [I-III]: 2672)
b) Al-Ikhoo-i wa al-Hilf (Persaudaraan
dan sumpah), padanya ada 2 hadis, satu diantaranya:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ لَمَّا قَدِمَ
عَلَيْنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَآخَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
dari Anas dia berkata; Abdurrahman [ibn
‘Auf] datang kepada kami, lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
mempersaudarakan antara dia dengan Sa'd bin Ar Rabi'. Lalu Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Adakanlah walimah walau dengan seekor
domba." (Fath al-Baari, III [I-III]: 2673)
c) Qaul adl-Dlayf li Shahibihi: Laa
aakulu hattaa ta-kulu (Perkataan tamu kepada pribumi: ‘Aku tidak akan makan
sehingga engkau makan’), hadis yang
terdapat padanya adalah sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي
بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا جَاءَ أَبُو بَكْرٍ بِضَيْفٍ لَهُ أَوْ
بِأَضْيَافٍ لَهُ فَأَمْسَى عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَلَمَّا جَاءَ قَالَتْ لَهُ أُمِّي احْتَبَسْتَ عَنْ ضَيْفِكَ أَوْ عَنْ أَضْيَافِكَ
اللَّيْلَةَ قَالَ مَا عَشَّيْتِهِمْ فَقَالَتْ عَرَضْنَا عَلَيْهِ أَوْ
عَلَيْهِمْ فَأَبَوْا أَوْ فَأَبَى فَغَضِبَ أَبُو بَكْرٍ فَسَبَّ وَجَدَّعَ
وَحَلَفَ لَا يَطْعَمُهُ فَاخْتَبَأْتُ أَنَا فَقَالَ يَا غُنْثَرُ فَحَلَفَتْ
الْمَرْأَةُ لَا تَطْعَمُهُ حَتَّى يَطْعَمَهُ فَحَلَفَ الضَّيْفُ أَوْ الْأَضْيَافُ
أَنْ لَا يَطْعَمَهُ أَوْ يَطْعَمُوهُ حَتَّى يَطْعَمَهُ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ
كَأَنَّ هَذِهِ مِنْ الشَّيْطَانِ فَدَعَا بِالطَّعَامِ فَأَكَلَ وَأَكَلُوا
فَجَعَلُوا لَا يَرْفَعُونَ لُقْمَةً إِلَّا رَبَا مِنْ أَسْفَلِهَا أَكْثَرُ
مِنْهَا فَقَالَ يَا أُخْتَ بَنِي فِرَاسٍ مَا هَذَا فَقَالَتْ وَقُرَّةِ عَيْنِي
إِنَّهَا الْآنَ لَأَكْثَرُ قَبْلَ أَنْ نَأْكُلَ فَأَكَلُوا وَبَعَثَ بِهَا إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَنَّهُ أَكَلَ مِنْهَا
Dari Abdurrahman bin Abu Bakr
radliallahu 'anhu berkata; "Abu Bakr kedatangan tamu atau kedatangan para tamu,
sementara dia bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam hingga larut malam,
ketika dia kembali pulang, ibuku berkata kepadanya; "Apa yang
menghalangimu tidak menemui tamumu atau para tamumu semalam?" dia
berkata; "Apakah kamu telah menjamu mereka?" ibuku menjawab; "Aku
telah berusaha menjamunya atau menjamu mereka, namun mereka tetap menolaknya
atau dia menolaknya." Abu Bakr pun marah, mencela dan mencaci serta
bersumpah untuk tidak memberinya makan." Lalu aku pergi dan bersembunyi,
dia berkata; "Wahai Ghuntsar!" maka isterinya pun bersumpah
untuk tidak memakannya begitu juga dengan tamu atau para tamu yang bersumpah
untuk tidak memakannya." Maka Abu Bakr berkata; "Seakan-akan hal
ini dari syetan." Abu Bakr pun meminta diambilkan makanan, lalu dia
memakannya dan mereka juga ikut menyantapnya, anehnya tidaklah mereka mengambil
sesuap (makanan) melainkan dari bawah makanan tersebut bertambah semakin
banyak, maka Abu Bakr berkata; "Wahai saudari Bani Firas, ada apa
dengan ini?" isterinya menjawab; "Sungguh menjadi kesejukan
pada hatiku, bahwa makanan tersebut sekarang lebih banyak sebelum kita
memakannya." Maka para tamu pun ikut menyantapnya dan sebagiannya di
kirimkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dan Abdurrahman menyebutkan
bahwa beliau juga ikut memakannya." (Fath
al-Bari,III:2687)
Hadis Kedua [Riyadlush Shalihin],
(151)- وعن أبي رِبعِي حنظلة بنِ الربيعِ
الأُسَيِّدِيِّ الكاتب أحدِ كتّاب رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ :
لَقِيَنِي أَبُو بَكر - رضي الله عنه - ، فَقَالَ : كَيْفَ أنْتَ يَا حنْظَلَةُ ؟
قُلْتُ : نَافَقَ حَنْظَلَةُ ! قَالَ : سُبْحَانَ الله مَا تَقُولُ ؟! قُلْتُ :
نَكُونُ عِنْدَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - يُذَكِّرُنَا بالجَنَّةِ
وَالنَّارِ كأنَّا رَأيَ عَيْنٍ فإِذَا خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِ رَسُول الله - صلى
الله عليه وسلم - عَافَسْنَا الأَزْواجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ نَسينَا
كَثِيراً ، قَالَ أَبُو بكر - رضي الله عنه - : فَوَالله إنَّا لَنَلْقَى مِثْلَ
هَذَا ، فانْطَلَقْتُ أَنَا وأبُو بَكْر حَتَّى دَخَلْنَا عَلَى رَسُول الله - صلى
الله عليه وسلم - . فقُلْتُ : نَافَقَ حَنْظَلَةُ يَا رَسُول اللهِ ! فَقَالَ
رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - : ((وَمَا ذَاكَ؟)) قُلْتُ : يَا رَسُول اللهِ
، نَكُونُ عِنْدَكَ تُذَكِّرُنَا بِالنَّارِ والجَنَّةِ كأنَّا رَأيَ العَيْن فإِذَا
خَرَجْنَا مِنْ عِنْدِكَ عَافَسْنَا الأَزْواجَ وَالأَوْلاَدَ وَالضَّيْعَاتِ
نَسينَا كَثِيراً . فَقَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - : (( وَالَّذِي
نَفْسي بِيَدِهِ ، لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونونَ عِنْدِي ، وَفي الذِّكْر ،
لصَافَحَتْكُمُ الملائِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفي طُرُقِكُمْ ، لَكِنْ يَا
حَنْظَلَةُ سَاعَةً وسَاعَةً )) ثَلاَثَ مَرَات . رواه مسلم .
151.
Dari Abu Rib'i yaitu Hanzhalah bin Arrabi' al-Usayyidi al-Katib, salah seorang diantara
jurutulisnya Rasulullah s.a.w. katanya: "Abu Bakar bertemu denganku, lalu
ia berkata: ‘Bagaimanakah keadaanmu hai Hanzhalah’." Saya menjawab:
"Hanzhalah takut pada dirinya sendiri kalau sampai menjadi seorang
munafik." Abu Bakar berkata lagi: "Subhanallah, apakah yang
kau ucapkan itu?" Saya menjawab: "Semula kita berada di sisi
Rasulullah s.a.w. Beliau mengingat-ingatkan kepada kita perihal syurga dan
neraka, seolah-olah keduanya itu benar-benar dapat dilihat. Tetapi setelah kita
keluar dari sisi Rasulullah s.a.w., kita masih juga bermain-main dengan isteri-isteri,
anak-anak dan mengurus berbagai harta, sehingga dengan demikian, banyak yang
kita lupakan." Abu Bakar lalu berkata: "Demi Allah,
sesungguhnya kami sendiripun pernah mengalami seperti yang kau alami itu."
Selanjutnya saya dan Abu Bakar berangkat bersama sampai masuk ke tempat Rasulullah
s.a.w. lalu saya berkata: "Hanzhalah takut pada dirinya sendiri kalau
sampai menjadi seorang munafik, ya Rasulullah." Rasulullah s.a.w. lalu
bertanya: "Mengapa demikian?" Saya menjawab: "Ya
Rasulullah kita semula ada di sisi Tuan dan Tuan mengingat-ingatkan kepada kita
perihal neraka dan syurga seolah-olah keduanya itu dapat dilihat oleh mata.
Tetapi setelah kita keluar dari sisi Tuan, kitapun masih juga bermain-main dengan
isteri-isteri, anak-anak serta mengurus pula berbagai harta, sehingga karena
itu, banyak yang kita lupakan tentang keduanya tadi." Setelah itu
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Zat yang jiwaku ada didalam genggaman
kekuasaanNya, jikalau engkau semua tetap sebagaimana hal keadaanmu di sisiku
dan juga senantiasa berzikir, niscayalah malaikat-malaikat itu menjabat
tanganmu semua, baik ketika engkau ada di hamparanmu, juga ketika ada di
jalananmu. Tetapi, hai Hanzhalah, sesaat dan sesaat." Ini disabdakan
beliau s.a.w. tiga kali. (Riwayat Muslim)
Takhrij Al-Hadits
1.
Muslim,
Shahih Muslim, no 2750.
2.
Ibnu
Majah, Sunan Ibnu Majah, no 4239. (Raudlatul Muttaqin, I: 194,
Beirut: Dar el-Fikr, 2006)
3.
At-Tirmidzi,
Sunan At-Tirmidzi: Kitab Shifat al-Qiyamah, IV: 230-231: 2522. (Beirut:
Dar el-Fikr, 2009)
Syarah Al-Hadits
(فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ : وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ تَدُوْمُوْنَ عَلَى مَا تَكُوْنُوْنَ
عَلَيْهِ عِنْدِيْ) مِنَ الْمُرَاقَبَةِ وَالتَّفْكِيْرِ فِيْ الْمَآلِ وَالإِقْبَالِ
عَلَى اللهِ تَعَالَى
(maka
Rasulullah bersabda, “Demi Zat yang jiwaku ada didalam genggaman
kekuasaanNya, jikalau engkau semua tetap sebagaimana hal keadaanmu di sisiku”)
-yaitu- dalam hal muroqobah (senantiasa merasa diawasi) dan tafkir (mempertimbangkan)
harta (aspek halal-haramnya), dan menerima atas (segala ketentuan) Allah Ta’ala.
(وَلكِنْ
يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً) أَيْ لِأَدَاءِ العُبُوْدِيَّةِ
(Tetapi,
hai Hanzhalah, sesaat) yakni [sesaat] untuk menunaikan -kewajiban-kewajiban-
‘ubudiyyah (yang bersifat ta’abbudi, -praktik-praktik ibadah-),
(وَسَاعَةً)
لِلْقِيَامِ بِمَا يَحْتَاجُهُ الإِنْسَانُ
(dan
sesaat) untuk menunaikan apa-apa yang dibutuhkan manusia.
Ungkapan
Nabi Saw, “Saa’atan wa saa’atan” tentu maknanya pula kembali kepada
sabda Nabi Saw sebelumnya, yakni: jikalau engkau semua tetap sebagaimana
hal keadaanmu di sisiku, artinya adanya upaya untuk senantiasa mudaawamah
(terus menerus) dan muroqobah (merasa diawasi) dalam beramal,
sebagaimana sabda Nabi saw:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ خُذُوا مِنْ الْأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لَا
يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ
وَإِنْ قَلَّ
“Wahai sekalian manusia, beramallah sesuai dengan
kesanggupan kalian karena sesungguhnya Allah tidak akan bosan hingga kalian
sendiri yang merasa bosan, dan sesungguhnya amalan-amalan yang paling dicintai
Allah adalah amalan yang rutin dilakukan walaupun sedikit.” [Shahiih Al-Bukhaariy no. 5862]
قَالَهُ
(ثَلَاثُ مَرَّاتٍ) وَكَرَّرَهُ لِلتَّأْكِيْدِ وَدَفْعِ مَا وَقَعَ فِيْ نَفْسِهِ
أَنَّ ذَالِكَ مِنَ النِّفَاقِ.
Nabi
saw menyebutkannya (tiga kali), mengulanginya untuk mempertegas
dan suatu penolakan atas apa yang terlintas pada diri sahabat Handzhalah bahwa
hal tersebut (saa’atan wa saa’atan) adalah bagian dari kemunafikan. (Dalil
al-Falihin syarh Riyadl ash-Shalihin, I: 346; Beirut: Dar el-Hadith, 1998)
Hadis
ini pun memberikan pelajaran bahwa diantara sifat-sifat yang dapat meningkatkan keimanan pada
diri seorang mu’min adalah rasa takut akan timbulnya sifat nifaq, Al-Muraqabah
(senantiasa merasa diawasi Allah), rutin berdzikir dengan dzikir yang
disyari’atkan oleh Allah dan RasulNya, merenungi dan meresapi perkara-perkara
akhirat, juga sikap zuhud.
Sementara seorang mu’min pun tidak boleh lalai akan
perkara-perkara dunia yang mana ia pun memiliki tanggung jawab terhadap istri
dan anak-anaknya, maupun dengan kawan-kawan sejawatnya. Maka senantiasa dalam
diri seorang mu’min terdapat sikap wasath (pertengahan) dalam
melaksanakan kedua perkara ini. Ia tidak ghuluw (berlebihan) dalam zuhud
dan perkara akhirat, sementara ia pun tidak juga ghuluw dalam perkara
dunia yang dapat menimbulkan sifat nifaq dan kefasikan.
قُلْ
إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ
وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ
فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا
يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari)
berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.”
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq.” [QS At-Taubah :
24].
Wallahu
A’lam.
by Bidang Pendidikan PC Pemuda Persis Pangalengan.
@ Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan