Imam Abu Zakariyya Yahya ibn Syarof
An-Nawawi ad-Dimasyqa (631-676 H) Rahimahullah, pada kitab Riyaadlush
Shaalihiin dalam Bab fii al-Iqtishaad fii al-‘Ibaadah (Bab Berlaku
Sedang [Tidak Berlebihan] dalam Beribadah) telah menulis sebelas hadis, Satu diantaranya yang penulis beri judul dalam makalah ini KESEDERHANAAN
SHALAT DAN KHUTBAH RASULULLAH adalah sebagai berikut:
(148)- وعن أَبي عبد
الله جابر بن سمرة رضي الله عنهما ، قَالَ : كُنْتُ أصَلِّي مَعَ النَّبيِّ - صلى الله
عليه وسلم - الصَّلَوَاتِ ، فَكَانتْ صَلاتُهُ قَصْداً وَخُطْبَتُهُ قَصْداً . رواه
مسلم . قوله : (( قَصْداً )) : أي بين الطولِ والقِصرِ .
148. Dari Abu Abdillah, yaitu Jabir
bin Samurah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya pernah shalat dengan
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa kali shalat, maka
keadaan shalat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah sedang dan
khutbahnya pun sedang pula." (Riwayat
Muslim) Ucapan qashdan maksudnya antara panjang dan pendek, yakni
sederhana.
Takhrij Al-Hadits
1.
Muslim, Shahih Muslim: 2: 591: 866
2.
Al-Baihaqi,
Sunan Al-Kubra, 3: 207: 5971
3.
Ath-Thabrani,
Al-Mu’jam Al-Kabir, 2: 216: 1884
4.
Ad-Darimi,
Sunan Ad-Darimi, 1: 440: 1557
5.
An-Nasai,
Sunan An-Nasai, 3: 191: 1582
6.
Ibnu
Hibban, Shahih Ibnu Hibban, 7: 41: 2082
7.
Ahmad,
Musnad Ahmad, 34: 448: 20878, 452: 20885, 472: 20828, 524: 21035
8.
Abdur
Razzaq, Mushannaf Abdur Razzaq, 3: 187: 5265
9.
At-Tirmidzi,
Sunan At-Tirmidzi, 1: 638: 507
Syarah Al-Hadits
قوله:
"فكانت صلاته قصداً" أي متوسطة بين الإفراط والتفريط من التقصير والتطويل.
Sabda Nabi, “maka keadaan
shalat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah sedang” yakni pertengahan antara
melampaui batas dan melalaikan dari kependekan dan kepanjangan. (Al-Mubarakfuriy, Tuhfatul
Ahwadziy syarh Sunan At-Tirmidzi, 3: 25)
فكانت صلاته قصدا وخطبته قصدا أي بين الطول الظاهر والتخفيف
الماحق
“maka keadaan shalat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
itu adalah sedang dan khutbahnya pun sedang pula” yakni antara kepanjangan
yang begitu jelas dan keringanan yang menghancurkan. (An-Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, 15: 157)
Sedang
(pertengahan)nya khutbah Nabi Saw. bukan berarti lembek dan tanpa gairah, berikut
gambarannya:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا خَطَبَ,
احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ, وَعَلَا صَوْتُهُ, وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ, حَتَّى كَأَنَّهُ
مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ: صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ, وَيَقُولُ: "أَمَّا
بَعْدُ, فَإِنَّ خَيْرَ اَلْحَدِيثِ كِتَابُ اَللَّهِ, وَخَيْرَ اَلْهَدْيِ هَدْي
ُ مُحَمَّدٍ, وَشَرَّ اَلْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ )
رَوَاهُ مُسْلِمٌ. وَفِي رِوَايَةٍ لَهُ كَانَتْ خُطْبَةُ اَلنَّبِيِّ صلى الله
عليه وسلم يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ: ( يَحْمَدُ اَللَّهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ, ثُمَّ
يَقُولُ عَلَى إِثْرِ ذَلِكَ, وَقَدْ عَلَا صَوْتُهُ ) وَفِي رِوَايَةٍ
لَهُ: ( مَنْ يَهْدِه ِ اَللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ
لَهُ ) وَلِلنَّسَائِيِّ: ( وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي اَلنَّارِ )
Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu berkata:
Adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bila berkhotbah memerah kedua
matanya, meninggi suaranya, dan mengeras amarahnya seakan-akan beliau seorang
komandan tentara yang berkata: Musuh akan menyerangmu pagi-pagi dan petang.
Beliau bersabda: "Amma ba'du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan ialah
Kitabullah (al-Qur'an), sebaik-baiknya petunjuk ialah petunjuk Muhammad,
sejelek-jelek perkara ialah yang diada-adakan (bid'ah), dan setiap bid'ah itu
sesat." Diriwayatkan oleh Muslim. Dalam suatu riwayatnya yang lain:
Khutbah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada hari Jum'at ialah: Beliau
memuji Allah dan mengagungkan-Nya, kemudian beliau mengucapkan seperti khutbah
di atas dan suaru beliau keras. Dalam suatu riwayatnya yang lain. "Barangsiapa
yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada orang yang dapat menyesatkannya dan
barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada orang yang dapat memberikan
hidayah padanya." Menurut riwayat Nasa'i: "Dan setiap
kesesatan itu tempatnya di neraka." (Al-Hafidz Ibnu Hajar, Bulugh al-Maram min Adillati al-Ahkam: Kitab
Ash-Shalah: Bab Al-Jumu’ah)
وكانت صلاته قصدا وخطبته قصدا لأن المراد بالحديث الذي نحن
فيه أن الصلاة تكون طويلة بالنسبة إلى الخطبة لا تطويلا يشق
على المأمومين وهي حينئذ قصد أي معتدلة والخطبة قصد بالنسبة إلى وضعها
“maka keadaan shalat beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah sedang dan khutbahnya pun sedang pula”, yang dimaksud dengan hadis ini yang kita (An-Nawawi pahami) tentangnya,
bahwa shalat yang panjang itu disandarkan kepada khutbahnya yang tidak panjang
yang akan memberatkan kepada para ma’mum. Khutbahnya ketika itu sedang,
yakni pertengahan. Dan khutbah itu sedang (pertengahan) disandarkan kepada
tempatnya (situasi kondisi yang sesuai). (An-Nawawiy, Syarah Shahih Muslim, 15: 163)
أما
حديث جابر بن سمرة رضي الله عنهما فقد قال إنه صلى مع النبي صلى الله عليه وسلم والظاهر
أنه يريد الجمعة
Adapun hadis Jabir bin Samurah Radliyallahu ‘anhuma
sungguh telah diungkapkan bahwa Samurah shalat membarengi Nabi Saw.
yang secara dzahir yang dimaksud adalah shalat Jum’at.
فكانت
صلاته قصدا وخطبته قصدا والقصد معناه التوسط الذي ليس فيه تخفيف مخل ولا تثقيل ممل
“maka keadaan shalat beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah sedang dan khutbahnya pun sedang pula”, “Sedang” di situ makna keduanya adalah pertengahan yang pada tidak ringan
(pendek) yang tidak pantas dan tidak berat (panjang) yang membosankan. (Al-Utsaimin, Syarah Riyadlush Shalihin, 1 167)
قَالَ
أَبُو وَائِلٍ خَطَبَنَا عَمَّارٌ فَأَوْجَزَ وَأَبْلَغَ فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا
يَا أَبَا الْيَقْظَانِ لَقَدْ أَبْلَغْتَ وَأَوْجَزْتَ فَلَوْ كُنْتَ تَنَفَّسْتَ
فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ
فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ وَإِنَّ مِنْ الْبَيَانِ
سِحْرًا
Abu Wa'il
berkata; Ammar pernah menyampaikan khutbah Jum'at kepada kami dengan
bahasa yang singkat dan padat. Maka ketika ia turun dari mimbar, kami pun
berkata kepadanya, "Wahai Abu Yaqzhan! Khutbah Anda begitu singkat dan
padat. Alangkah baiknya kalau Anda panjangkan lagi." Ammar berkata;
Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
lamanya shalat dan pendeknya khutbah seseorang itu menunjukkan tentang
pemahaman ia tentang agamanya. Karena itu, panjangkanlah shalat dan pendekkanlah
khutbah, karena sebagian dari bayan (penjelasan) adalah sihir." (HR
Muslim, Shahih Muslim)
ودليل
عليه والذي يؤخذ من هذين الحديثين أنه لا ينبغي للإنسان أن يحمل نفسه ويشق عليها في
العبادة وإنما يأخذ ما يطيق
(Hadis ini) menjadi dalil atasnya dan yang diambil
kesimpulan dari dua hadis ini (di atas) bahwa tidak patut bagi manusia untuk
membebankan dirinya sendiri lantas memberatkannya di dalam ibadah. Dan tiada lain
yang dikerjakan itu adalah apa-apa yang dia mampu. (Al-Utsaimin, Syarah Riyadlush Shalihin, 1 167)
في
هذا الحديث : استحباب القصد في الصلاة ، والخطبة وجميع الأمور .
Pada hadis ini (terdapat ibrah): mustahab (dicintai,
dianjurkan) bersikap pertengahan di dalam shalat, khutbah, dan seluruh urusan-urusan. (Faishal ibn ‘Abd al-‘Aziz Ali Mubarak, Tatriz
Riyadlush Shalihin, 1: 120)
Imam Muslim pada kitab Shahih-nya membuat
sebuah judul bahasan, Bab Takhfiif ash-Shalah wa al-khutbah (Meringankan/ Bersikap
Sedang di dalam Shalat dan Khutbah); dari 15 hadis diantaranya adalah sebagai
berikut:
عَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ ضِمَادًا قَدِمَ مَكَّةَ وَكَانَ مِنْ أَزْدِ شَنُوءَةَ
وَكَانَ يَرْقِي مِنْ هَذِهِ الرِّيحِ فَسَمِعَ سُفَهَاءَ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ
يَقُولُونَ إِنَّ مُحَمَّدًا مَجْنُونٌ فَقَالَ لَوْ أَنِّي رَأَيْتُ هَذَا
الرَّجُلَ لَعَلَّ اللَّهَ يَشْفِيهِ عَلَى يَدَيَّ قَالَ فَلَقِيَهُ فَقَالَ يَا
مُحَمَّدُ إِنِّي أَرْقِي مِنْ هَذِهِ الرِّيحِ وَإِنَّ اللَّهَ يَشْفِي عَلَى
يَدِي مَنْ شَاءَ فَهَلْ لَكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ أَمَّا بَعْدُ قَالَ فَقَالَ أَعِدْ عَلَيَّ كَلِمَاتِكَ هَؤُلَاءِ
فَأَعَادَهُنَّ عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ثَلَاثَ مَرَّاتٍ قَالَ فَقَالَ لَقَدْ سَمِعْتُ قَوْلَ الْكَهَنَةِ وَقَوْلَ
السَّحَرَةِ وَقَوْلَ الشُّعَرَاءِ فَمَا سَمِعْتُ مِثْلَ كَلِمَاتِكَ هَؤُلَاءِ
وَلَقَدْ بَلَغْنَ نَاعُوسَ الْبَحْرِ قَالَ فَقَالَ هَاتِ يَدَكَ أُبَايِعْكَ
عَلَى الْإِسْلَامِ قَالَ فَبَايَعَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى قَوْمِكَ قَالَ وَعَلَى قَوْمِي قَالَ فَبَعَثَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَرِيَّةً فَمَرُّوا
بِقَوْمِهِ فَقَالَ صَاحِبُ السَّرِيَّةِ لِلْجَيْشِ هَلْ أَصَبْتُمْ مِنْ
هَؤُلَاءِ شَيْئًا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ أَصَبْتُ مِنْهُمْ مِطْهَرَةً
فَقَالَ رُدُّوهَا فَإِنَّ هَؤُلَاءِ قَوْمُ ضِمَادٍ
dari
Ibnu Abbas bahwasanya; "Suatu ketika, Dlimam pernah datang ke
Makkah. Dia berasal dari Azdi Syanu'ah, dan pandai meruqyah (mengobati dengan
bacaan-bacaan tertentu) seorang yang gila atau terkena gangguan jin. Kemudian
pada suatu hari ia mendengar orang-orang bodoh penduduk Makkah mengatakan bahwa
Muhammad itu gila. Maka Dlimad berkata, "Sekiranya aku dapat melihat
laki-laki ini, mudah-mudahan Allah menyembuhkannya melalui tanganku." Maka
Dlimad pun menemui beliau, dan berkata, "Wahai Muhammad, saya biasa
meruqyah penyakit ini, dan Allah akan menyembuhkan melaliau tanganku siapa saja
yang dikehendakinya. Maukah kamu?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam membaca: "INNAL HAMDA LILLAHI NAHMADUHU WA NASTA'IINUHU MAN
YAHDIHILLAHU FALAA MUDLILLA LAHU WA MAN YUDLLIL FALAA HAADLIYA LAHU WA ASYHADU
AN LAA ILAAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIIKA LAHU WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN
'ABDUHU WA RASUULUH AMMA BA'DU." Dlimad berkata, "Ulangilah
lagi kata-katamu tadi." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun
mengulanginya kembali hingga tiga kali. Akhirnya Dlimad berkata, "Aku
telah mendengar kata-kata tukang tenun, kata-kata tukang sihir dan kata-kata
tukang sya'ir tetapi aku belum pernah mendengar kata-kata seperti yang Anda
ucapkan itu, akupun juga pernah mengarungi lautan. Berikanlah tangan Anda
padaku, aku akan bersumpah setia dengan Anda untuk memeluk Islam." Maka
beliau pun membai'atnya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Dan juga untuk kaummu." Dlimad berkata,
"Ya, juga untuk kaumku." Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam mengutus Sariyah (pasukan khusus yang ditugaskan
utuk operasi tertentu), lalu mereka melewati kaumnya Dlimad. Lalu komandan
pasukan itu bertanya kepada para prajuritnya, "Adakah kalian mengambil
sesuatu dari kampun itu?" maka seorang laki-laki menyahut,
"Ada, saya telah mengambil ember mereka." maka sang komandan pun
berkata, "Kembalikanlah. Karena mereka adalah kaumnya Dlimad."
عَنْ
عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ أَنَّ رَجُلًا خَطَبَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ رَشَدَ وَمَنْ
يَعْصِهِمَا فَقَدْ غَوَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِئْسَ الْخَطِيبُ أَنْتَ قُلْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ قَالَ
ابْنُ نُمَيْرٍ فَقَدْ غَوِيَ
Adi bin Hatim
bahwa seorang laki-laki berkhutbah di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
seraya berkata, "Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
ia telah mendapat petunjuk, dan siapa yang bermaksiat kepada keduanya, maka ia
telah tersesat." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Seburuk-buruk Khathib adalah kamu. Maka katakanlah, 'Dan
barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." Ibnu Numair
mengatakan; "Maka ia telah tersesat."
عَنْ
عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أُخْتٍ لِعَمْرَةَ قَالَتْ أَخَذْتُ ق
وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ مِنْ فِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَهُوَ يَقْرَأُ بِهَا عَلَى الْمِنْبَرِ فِي كُلِّ
جُمُعَةٍ
dari Amrah binti Abdurrahman dari saudara
perempuan Amrah, ia berkata, "Aku menghafal surat Qaaf langsung dari
mulut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, yakni ketika beliau membacanya
beberapa kali di atas mimbar dalam khutbah Jum'at."
عَنْ
عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ قَالَ رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ
رَافِعًا يَدَيْهِ فَقَالَ قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ
يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ و حَدَّثَنَاه
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ قَالَ رَأَيْتُ بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ يَوْمَ جُمُعَةٍ يَرْفَعُ
يَدَيْهِ فَقَالَ عُمَارَةُ بْنُ رُؤَيْبَةَ فَذَكَرَ نَحْوَهُ
dari
Umarah bin Ru'aibah bahwa suatu ketika ia melihat Bisyra bin Marwan
mengangkat kedua tangannya di atas mimbar, maka ia pun berkata; Semoga Allah
menjelekkan kedua tangan ini. Sungguh, saya telah melihat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau tidak menambah lagi setelah memberikan
isyarat dengan tangannya seperti ini -ia pun memberi isyarat dengan jari
telunjuknya-.
Terdapat
beberapa aturan dalam khutbah, diantaranya tentang “Salam di Mimbar Pengajian”.
Dewan Hisbah pada Buku Kumpulan Keputusan Sidang Dewan Hisbah Persatuan Islam
(Persis) tentang Akidah dan Ibadah, hlm. 675-677 memutuskan bahwa: Salam
mimbar hanya ada pada mimbar Jum’at. Keputusan tersebut ditetapkan di
Cisarua, 18 Jumadits Tsaniyah 1413 H/ 12 Desember 1992 M yang ketika itu
Ketua Dewan Hisbah, KH. E. Sar’an (NIAT. 3897) dan Sekretarisnya,
DRS. H. Shiddiq Amien (NIAT. 06490).
Pengertian
Khutbah:
خَطَبَ:
اَلْخَطْبُ وَالْمُخَاطَبَةُ وَالتَّخَاطُبُ اَلْمُرَاجِعَةُ فِي الْكَلاَمِ،
وَمِنْهُ اَلْخُطْبَةُ وَالْخِطْبَةُ لَكِنْ اَلْخُطْبَةُ تُخْتَصُّ
بِالْمَوْعِظَةِ...
Kata
خطب berasal dari الخطب و المخاطبة و التخاطب
adalah المراجعة
في الكلام
(mengulang-ulang perkataan), maka dari situ kata اَلْخُطْبَةُ dan
الْخِطْبَةُ akan tetapi اَلْخُطْبَةُ dilkhususkan dengan
nasihat. (Ar Ragib Al Ashfahani : 152).
Dalam
ALMANAK ALAM ISLAMI, pustaka jaya, 123. Diterangkan bahwa khutbah adalah pidato
atau ceramah yang berisi keagamaan. Misalnya, khutbah nikah dan khutbah Jumat.
Khutbah yang disyariatkan dalam Islam adalah khutbah Jumat, Khutbah Idul Fitri,
dan Idul Adha, khutbah pada salat gerhana bulan dan matahari (kusuf dan
khusuf), khutbah pada salat istisqa (salat minta hujan), khutbah nikah dan
empat khutbah pada kegiatan ibadah haji. Demikian kutipan pada buku Panduan
Khutbah Rasulullah.
Adapun
tentang shalawat di dalam khutbah, menurut KH. Wawan Shafwan
Shalehuddin pada bukunya, Panduan Khutbah Rasulullah; beliau menegaskan
bahwa Berdasarkan keterangan tentang khutbah-khutbah Nabi Saw.,
tidak terdapat satupun dari keterangan-keterangan itu yang menunjukkan bahwa
dalam Tahmid membaca shalawat. Bahkan kami belum mendapatkan
keterangan sejak kapan pada Tahmid disertakan bershalawat kepada Nabi Saw.
Demikian juga saat beliau mengomentari basmalah diawal khutbah. Sedangkan
tentang Amma Ba’du, artinya adapun setelah itu. Ucapan ini biasa
diucapkan oleh Nabi saw. setelah mengucapkan dua kalimah syahadat dalam tahmid.
Dalam hadis diterangkan:
عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ قَالَ قَامَ رَسُولُ
اللهِ r فَسَمِعْتُهُ
حِينَ تَشَهَّدَ يَقُولُ أَمَّا بَعْدُ. رواه البخاري
Dari Al Miswar bin Makhramah, ia mengatakan,’Rasulullah
Saw. berdiri (berkhotbah) maka aku mendengar setelah beliau berTasyahud
mengucapkan ‘amma ba’du”. H.r.
Al Bukhari
Tentang aturan khutbah lainnya,
dapat diperiksa pada buku Panduan Khutbah Rasulullah dan Kado untuk
Mubaligh Teko karya Al-Ustadz Abu Nabhan Hamdan. Wallahu A’lam.
by Bidang Pendidikan PC Pemuda Persis Pangalengan.
@ Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan