" اللَّه
" عَلَم عَلَى الرَّبّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يُقَال إِنَّهُ الِاسْم
الْأَعْظَم لِأَنَّهُ يُوصَف بِجَمِيعِ الصِّفَات كَمَا قَالَ تَعَالَى: "
هُوَ اللَّه الَّذِي لَا إِلَه إِلَّا هُوَ عَالِم الْغَيْب وَالشَّهَادَة هُوَ
الرَّحْمَن الرَّحِيم هُوَ اللَّه الَّذِي لَا إِلَه إِلَّا هُوَ الْمَلِك
الْقُدُّوس السَّلَام الْمُؤْمِن الْمُهَيْمِن الْعَزِيز الْجَبَّار الْمُتَكَبِّر
سُبْحَان اللَّه عَمَّا يُشْرِكُونَ هُوَ اللَّه الْخَالِق الْبَارِئ الْمُصَوِّر
لَهُ الْأَسْمَاء الْحُسْنَى يُسَبِّح لَهُ مَا فِي السَّمَوَات وَالْأَرْض وَهُوَ
الْعَزِيز الْحَكِيم"
Allah
adalah 'alam (nama) yang ditujukan kepada Tuhan Yang Mahaagung lagi Maha
Tinggi. Menurut suatu pendapat, Allah adalah Ismul A'zam karena Dia memiliki
semua sifat, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dia-lah Allah Yang
tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Yang Mengetahui yang gaib dan
yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang
tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera,
Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang
Mahakuasa, Yang Maha Memiliki Segala Keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang
mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang menciptakan, Yang Mengadakan, Yang
membentuk Rupa, Yang mempunyai nama-nama Yang Paling Baik. Bertasbihlah
kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Mahaperkasa
lagi Mahabijaksana. (Al-Hasyr: 22-24)
فَأَجْرَى الْأَسْمَاء
الْبَاقِيَةَ كُلّهَا صِفَات لَهُ كَمَا قَالَ تَعَالَى " وَلِلَّهِ
الْأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا "
Semua
asma lainnya dianggap sebagai sifat-Nya, seperti yang dise-butkan di dalam
firman-Nya: Allah mempunyai asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya
dengan menyebut asma-ul husna itu. (Al-A'raf: 18)
وَقَالَ تَعَالَى "
قُلْ اُدْعُوا اللَّهَ أَوْ اُدْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ
الْأَسْمَاء الْحُسْنَى "
Allah
Swt. berfirman: Katakanlah, "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman.
dengan nama yang mana saja kalian seru, Dia mempunyai asma-ul husna (Al-Isra:
110)
وَفِي الصَّحِيحَيْنِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَة أَنَّ رَسُولَ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ " إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَة وَتِسْعِينَ اِسْمًا مِائَة إِلَّا وَاحِدًا
مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّة " وَجَاءَ تَعْدَادهَا فِي رِوَايَة التِّرْمِذِيّ
وَابْن مَاجَهْ وَبَيْن الرِّوَايَتَيْنِ اِخْتِلَاف زِيَادَة وَنُقْصَان
Di
dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah
memiliki sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu; barang siapa
menghitungnya (menghafalnya), niscaya masuk surga. Hal seperti itu
disebutkan pula di dalam riwayat Imam Turmuzi dan Ibnu Majah, hanya di antara
kedua riwayat terdapat perbedaan mengenai tambahan dan pengurangan lafaz.
وَقَدْ ذَكَرَ الرَّازِيّ
فِي تَفْسِيره عَنْ بَعْضهمْ أَنَّ لِلَّهِ خَمْسَة آلَاف اِسْم أَلْف فِي
الْكِتَاب وَالسُّنَّة الصَّحِيحَة وَأَلْف فِي التَّوْرَاة وَأَلْف فِي
الْإِنْجِيل وَأَلْف فِي الزَّبُور وَأَلْف فِي اللَّوْح الْمَحْفُوظ .
Ar-Razi
di dalam kitab Tafsir-nya menyebutkan dari sebagian mereka bahwa Allah
mempunyai lima ribu isim (nama); seribu nama terdapat di dalam Al-Qur'an dan
sunnah yang sahih, seribu terdapat di dalam kitab Taurat, seribu di dalam kitab
Injil, seribu di dalam kitab Zabur. dan yang seribu lagi di dalam Lauh Mahfuz.
وَهُوَ اِسْم لَمْ
يُسَمَّ بِهِ غَيْره تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَلِهَذَا لَا يُعْرَف فِي كَلَام
الْعَرَب لَهُ اِشْتِقَاق مِنْ فَعَلَ يَفْعَل فَذَهَبَ مَنْ ذَهَبَ مِنْ
النُّحَاة إِلَى أَنَّهُ اِسْم جَامِد لَا اِشْتِقَاق لَهُ وَقَدْ نَقَلَهُ
الْقُرْطُبِيّ عَنْ جَمَاعَة مِنْ الْعُلَمَاء مِنْهُمْ الشَّافِعِيّ
وَالْخَطَّابِيّ وَإِمَام الْحَرَمَيْنِ وَالْغَزَالِيّ وَغَيْرهمْ
Allah
adalah isim yang tidak dimiliki oleh selain Allah sendiri Yang Maha Agung lagi
Maha Tinggi. Karena itu, maka dalam bahasa Arab tidak terdapat isytiqaq (bentuk
asal) dari fi'il-nya. Segolongan kalangan ahli nahwu ada yang berpendapat bahwa
lafaz "Allah" merupakan isim jamid yang tidak mempunyai isytiqaq.
Pendapat ini dinukil oleh Al-Qurtubi dari sejumlah ulama, antara lain Imam
Syafii, Al-Khattabi, Imamul Haramain, Imam Gazali, dan lain-lainnya.
وَرُوِيَ عَنْ الْخَلِيل
وَسِيبَوَيْهِ أَنَّ الْأَلِف وَاللَّامَ فِيهِ لَازِمَة قَالَ الْخَطَّابِيّ
أَلَا تَرَى أَنَّك تَقُول يَا اللَّه وَلَا تَقُول يَا الرَّحْمَن فَلَوْلَا
أَنَّهُ مِنْ أَصْل الْكَلِمَة لَمَا جَازَ إِدْخَال حَرْف النِّدَاء عَلَى
الْأَلِف وَاللَّام
Diriwayatkan
dari Imam Khalil dan Imam Sibawaih bahwa huruf alif dan lam yang ada padanya
merupakan lazimah. Imam Khattabi mengatakan, "Tidakkah kamu melihat bahwa
kamu katakan, 'Ya Allah', tetapi kamu tidak dapat mengatakan, 'Ya Ar-Rahman.'
Seandainya huruf alif dan lam ini bukan berasal dari lafaz itu sendiri, niscaya
tidak boleh memasukkan huruf nida pada alif dan lam.
وَقِيلَ إِنَّهُ مُشْتَقّ
وَاسْتَدَلُّوا عَلَيْهِ بِقَوْلِ رُؤْبَةَ بْن الْعَجَّاج :
لِلَّهِ دَرّ الْغَانِيَات الْمُدَّهِ
... سَبَّحْنَ وَاسْتَرْجَعْنَ مِنْ تَأَلُّهِي
Menurut
pendapat yang lain, lafaz "Allah" mempunyai akar kata sendiri, dan
mereka berpendapat demikian berpegang kepada ucapan seorang penyair, Ru'bah
ibnul Ajjaj, yaitu: Hanya milik Allah-lah semua kebaikan yang dilahirkan
oleh budak-budak perempuan penyanyi yang bersuara merdu itu, mereka bertasbih
dan ber-istirja' karena menganggapkn sebagai dewa (penolong).
فَقَدْ صَرَّحَ الشَّاعِر
بِلَفْظِ الْمَصْدَر وَهُوَ التَّأَلُّه مِنْ أَلِه يَأْلَهُ إِلَاهَة
وَتَأَلُّهًا كَمَا رُوِيَ عَنْ اِبْن عَبَّاس أَنَّهُ قَرَأَ " وَيَذَرك
وَإِلَاهَتك " قَالَ عِبَادَتك أَيْ أَنَّهُ كَانَ يُعْبَد وَلَا يَعْبُد
وَكَذَا قَالَ مُجَاهِد وَغَيْره
Penyair menjelaskan
bentuk masdar-nya yaitu
ta'alluh (التَّأَلُّهُ), berasal
dari fi’l aliha
ya-lahu ilahah dan
ta-alluhan (أَلِهَ يَأْلَهُ إِلَاهَةً وَتَأَلُّهًا).
Sebagaimana pula yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa dia membaca
firman-Nya dalam surat Al-A'raf ayat 127 dengan bacaan seperti berikut:
Wayazaraka wailahataka (ويذرك وآلهتك) yang artinya menurut dia ialah
"Dan meninggalkanmu serta tidak menganggapmu sebagai tuhan lagi".
Dikatakan demikian karena Fir'aun disembah, sedangkan dia sendiri tidak
menyembah. Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan yang lainnya.
وَقَدْ اِسْتَدَلَّ
بَعْضهمْ عَلَى كَوْنه مُشْتَقًّا بِقَوْلِهِ تَعَالَى" وَهُوَ اللَّهُ فِي
السَّمَوَاتِ وَفِي الْأَرْضِ "
Sebagian
ulama mengatakan bahwa lafaz "Allah" mempunyai isytiqaq, berdalilkan
firman-Nya: Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi.
(Al-An'am: 3)
كَمَا قَالَ
تَعَالَى" وَهُوَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ إِلَهٌ وَفِي الْأَرْضِ إِلَهٌ
"
Sebagaimana
pula yang terdapat di dalam firman-Nya yang lain, yaitu: Dan Dialah Tuhan
(Yang disembah) di langit dan Tuhan (Yang disembah) di bumi. (Az-Zukhruf:
84)
وَنَقَلَ سِيبَوَيْهِ
عَنْ الْخَلِيل أَنَّ أَصْلَهُ إِلَاه مِثْل فِعَال فَأُدْخِلَتْ الْأَلِف
وَاللَّام بَدَلًا مِنْ الْهَمْزَة قَالَ سِيبَوَيْهِ مِثْل النَّاس أَصْله أُنَاس
Imam
Sibawaih menukil dari Imam Khalil bahwa asal lafaz "Allah" adalah
illahun (إِلَاهٌ) berwazan
fi'alun (فِعَالٍ),
kemudian dimasukkan alif dan lam sebagai ganti hamzah hingga jadilah Allah.
Imam Sibawaih mengatakan, perihalnya semisal dengan lafaz nasun (النَّاسِ), bentuk asalnya
adalah unasun(أناس).
وَقِيلَ أَصْل الْكَلِمَة
لَاه فَدَخَلَتْ الْأَلِف وَاللَّام لِلتَّعْظِيمِ وَهَذَا اِخْتِيَار سِيبَوَيْهِ
. قَالَ الشَّاعِر : لَاه اِبْن عَمّك لَا أَفَضَلْت فِي حَسَب عَنِّي... وَلَا
أَنْتَ دَيَّانِي فَتَخْزُونِي
Menurut
pendapat yang lain, asal lafaz "Allah" ialah lahun (لَاهَ) . kemudian
masuklah alif dan lam untuk mengagungkan, hingga jadilah "Allah";
pendapat inilah yang dipilih oleh Imam Sibawaih.
Seorang penyair mengatakan: Anak pamanmu merasa tinggi diri, padahal kamu tidak mempunyai keutamaan melebihiku dalam hal kehinaan, dan tidak pula kamu berhak mengadakan pembalasan kepadaku hingga kamu dapat menghinaku dengan seenaknya.
Seorang penyair mengatakan: Anak pamanmu merasa tinggi diri, padahal kamu tidak mempunyai keutamaan melebihiku dalam hal kehinaan, dan tidak pula kamu berhak mengadakan pembalasan kepadaku hingga kamu dapat menghinaku dengan seenaknya.
قَالَ الْقُرْطُبِيّ
بِالْخَاءِ الْمُعْجَمَة أَيْ فَتَسُوسنِي وَقَالَ الْكِسَائِيّ وَالْفَرَّاء
أَصْله الْإِلَه حَذَفُوا الْهَمْزَة وَأَدْغَمُوا اللَّام الْأُولَى فِي
الثَّانِيَة كَمَا قَالَ " لَكِنَّا هُوَ اللَّه رَبِّي " أَيْ لَكِنْ
أَنَا وَقَدْ قَرَأَهَا كَذَلِكَ الْحَسَن
Menurut
Al-Qurtubi, fatukhzuni memakai huruf kha artinya
"menggodaku dengan seenaknya".
Al-Kisai dan Al-Farra mengatakan bahwa bentuk asalnya adalah ilahun. kemudian mereka membuang hamzah dan memasukkan alif lam, lalu mereka meng-idgam (memasuk)kan lam pertama kepada lam kedua hingga jadilah Allah, seperti yang terdapat di dalam bacaan Al-Hasan terhadap firman-Nya, "lakinna huwallahu rabbi," bentuk asalnya ialah lakin ana, yakni "tetapi Aku".
Al-Kisai dan Al-Farra mengatakan bahwa bentuk asalnya adalah ilahun. kemudian mereka membuang hamzah dan memasukkan alif lam, lalu mereka meng-idgam (memasuk)kan lam pertama kepada lam kedua hingga jadilah Allah, seperti yang terdapat di dalam bacaan Al-Hasan terhadap firman-Nya, "lakinna huwallahu rabbi," bentuk asalnya ialah lakin ana, yakni "tetapi Aku".
قَالَ الْقُرْطُبِيّ
ثُمَّ قِيلَ هُوَ مُشْتَقّ مِنْ وَلِهَ إِذَا تَحَيَّرَ وَالْوَلَه ذَهَاب
الْعَقْل يُقَال رَجُل وَالِهٌ وَامْرَأَة وَلْهَى وَمَوْلُوهَةٌ إِذَا أُرْسِل
فِي الصَّحْرَاء فَاَللَّه تَعَالَى يُحَيِّر أُولَئِكَ فِي الْفِكْر فِي حَقَائِق
صِفَاته فَعَلَى هَذَا يَكُون وِلَاه فَأُبْدِلَتْ الْوَاو هَمْزَة كَمَا قَالُوا
فِي وِشَاح إِشَاح وَوِسَادَة إِسَادَة
Al-Qurtubi
mengatakan. selanjutnya dikatakan bahwa lafaz "Allah" berasal dari
walaha yang artinya "bingung", karena al-walah artinya
"hilangnya akal". Dikatakan rajulun walihun dan imra-atun walha atau
mauluhah artinya "bilamana dia dikirim ke padang pasir". Allah Swt.
membingungkan mereka dalam memikirkan hakikat sifat-Nya. Berdasarkan pengertian
ini berarti bentuk asalnya adalah wilahun, kemudian huruf wawu diganti dengan
hamzah, sebagaimana dikatakan oleh mereka wisyahun menjadi isyahun, dan wisadah
menjadi isadah.
وَقَالَ الرَّازِيّ
وَقِيلَ إِنَّهُ مُشْتَقّ مِنْ أَلِهْت إِلَى فُلَان أَيْ سَكَنْت إِلَيْهِ
فَالْعُقُول لَا تَسْكُن إِلَّا إِلَى ذِكْرِهِ وَالْأَرْوَاح لَا تَفْرَحُ إِلَّا
بِمَعْرِفَتِهِ لِأَنَّهُ الْكَامِلُ عَلَى الْإِطْلَاقِ دُونَ غَيْرِهِ قَالَ
اللَّه تَعَالَى" أَلَا بِذِكْرِ اللَّه تَطْمَئِنّ الْقُلُوب الَّذِينَ
آمَنُوا "
Ar-Razi
mengatakan, bentuk asalnya adalah alihtu ilafidan yang artinya "aku
tinggal di tempat si Fulan" Dengan kata lain, akal manusia tidak akan
tenang kecuali dengan berzikir mengingat-Nya. Roh tidak akan gembira kecuali
dengan makrifat kepada-Nya, karena Dia-lah Yang Mahasempurna secara mutlak,
bukan yang lain-Nya, Allah Swt. telah berfirman; Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman ....
(Ar-Ra'd: 28)
قَالَ وَقِيلَ مِنْ لَاهَ
يَلُوهُ إِذَا اِحْتَجَبَ وَقِيلَ اِشْتِقَاقه مِنْ أَلِهِ الْفَصِيل أَوْلَعَ
بِأُمِّهِ وَالْمَعْنَى أَنَّ الْعِبَاد مَأْلُوهُونَ مُولَعُونَ بِالتَّضَرُّعِ
إِلَيْهِ فِي كُلّ الْأَحْوَال
Ar-Razi
mengatakan. menurut pendapat yang lain berasal dari laha yaiuhu yang artinya
"bila terhalang". Menurut pendapat lainnya lagi berasal dari alihal
fasilu, artinya "anak unta itu merindukan induk-nya"". Makna
yang dimaksud ialah bahwa semua hamba rindu dan gandrung kepada-N'ya dengan
ber-tadarru' (merendahkan diri) kepada-Nya dalam setiap keadaan.
قَالَ : وَقِيلَ مُشْتَقّ
مِنْ أَلِهَ الرَّجُل يَأْلَه إِذَا فَزِعَ مِنْ أَمْر نَزَلَ بِهِ فَأَلِههُ أَيْ
أَجَارَهُ فَالْمُجِير لِجَمِيعِ الْخَلَائِق مِنْ كُلّ الْمَضَارّ هُوَ اللَّه
سُبْحَانه لِقَوْلِهِ تَعَالَى " وَهُوَ يُجِير وَلَا يُجَار عَلَيْهِ "
وَهُوَ الْمُنْعِم لِقَوْلِهِ تَعَالَى" وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَة فَمِنْ
اللَّه " وَهُوَ الْمُطْعِم لِقَوْلِهِ تَعَالَى "
وَهُوَ يُطْعِم وَلَا
يُطْعَم " وَهُوَ الْمُوجِد لِقَوْلِهِ تَعَالَى " قُلْ كُلٌّ مِنْ
عِنْد اللَّهِ "
Menurut
pendapat lain, lafaz "Allah" berasal dari alihar rajula ya-lahu;
dikatakan demikian bila dia merasa terkejut terhadap suatu peristiwa yang
menimpa dirinya, kemudian dilindungi. Yang melindungi semua makhluk dari segala
marabahaya adalah Allah Swt., seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya: sedang
Dia melindungi. tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya.
(Al-Mu’minun: 88) Dia-lah Yang memberi nikmat, seperti yang disebutkan di dalam
firman-Nya: Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari
Allah-lah (datangnya). (An-Nahl: 53), Dia-lah yang memberi makan,
seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya: Dia memberi makan dan
tidak diberi makan. (Al-An'am: 14), Dia-lah yang mengadakan segala
sesuatu, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Katakanlah,
"Segala sesuatu dari sisi Allah." (An-Nisa: 78)
وَقَدْ اِخْتَارَ
الرَّازِيّ أَنَّهُ اِسْم غَيْر مُشْتَقّ الْبَتَّة قَالَ وَهُوَ قَوْل الْخَلِيل
وَسِيبَوَيْهِ وَأَكْثَر الْأُصُولِيِّينَ وَالْفُقَهَاء ثُمَّ أَخَذَ يَسْتَدِلّ
عَلَى ذَلِكَ بِوُجُوهٍ مِنْهَا أَنَّهُ لَوْ كَانَ مُشْتَقًّا لَاشْتَرَكَ فِي
مَعْنَاهُ كَثِيرُونَ وَمِنْهَا أَنَّ بَقِيَّةَ الْأَسْمَاء تُذْكَر صِفَات لَهُ
فَتَقُول اللَّه الرَّحْمَن الرَّحِيم الْمَلِك الْقُدُّوس فَدَلَّ أَنَّهُ لَيْسَ
بِمُشْتَقٍّ قَالَ : فَأَمَّا قَوْله تَعَالَى " الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
اللَّهِ " عَلَى قِرَاءَة الْجَرِّ فَجُعِلَ ذَلِكَ فِي بَاب عَطْف الْبَيَان
وَمِنْهَا قَوْله تَعَالَى" هَلْ تَعْلَم لَهُ سَمِيًّا " وَفِي
الِاسْتِدْلَال بِهَذِهِ عَلَى كَوْن هَذَا الِاسْم جَامِدًا غَيْر مُشْتَقّ نَظَر
وَاَللَّه أَعْلَم.
Ar-Razi
sendiri memilih pendapat yang mengatakan bahwa lafaz "Allah" adalah
isim yang tidak ber-musytaq sama sekali, hal ini merupakan pendapat Imam Khalil
dan Imam Sibawaih serta kebanyakan ulama Usul dan ulama Fiqih. Kemudian Ar-Razi
mengemukakan dalil yang memperkuat pendapatnya itu dengan berbagai alasan,
antara lain ialah "seandainya lafaz 'Allah' mempunyai isytiqaq, niscaya
maknanya dimiliki pula oleh selain-Nya yang banyak jumlahnya". Alasan
lainnya ialah bahwa semua nama disebut sebagai sifat untuk-Nya. misalnya
dikatakan Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Raja, lagi Mahasuci. Hal
ini menunjukkan bahwa lafaz "Allah" tidak ber-musytaq. Ar-Razi
mengatakan mengenai firman-Nya yang mengatakan: Yang Mahaperkasa lagi
Maha Terpuji, yaitu Allah. (Ibrahim: 1-2)
Menurut qiraah yang membaca jar lafaz "Allah", hal ini dianggap termasuk ke dalam Bab "Ataf Bayan". Alasan lainnya ialah berdasarkan firman Allah Swt.: Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Maryam: 65) Akan tetapi, berpegang kepada dalil tersebut untuk menunjukkan bahwa lafaz "Allah" merupakan isim jamid yang tak ber-musytaq, masih perlu dipertimbangkan.
Menurut qiraah yang membaca jar lafaz "Allah", hal ini dianggap termasuk ke dalam Bab "Ataf Bayan". Alasan lainnya ialah berdasarkan firman Allah Swt.: Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Maryam: 65) Akan tetapi, berpegang kepada dalil tersebut untuk menunjukkan bahwa lafaz "Allah" merupakan isim jamid yang tak ber-musytaq, masih perlu dipertimbangkan.
وَحَكَى الرَّازِيّ عَنْ
بَعْضهمْ أَنَّ اِسْم اللَّه تَعَالَى عِبْرَانِيّ ثُمَّ ضَعَّفَهُ وَهُوَ حَقِيق
بِالتَّضْعِيفِ كَمَا قَالَ وَقَدْ حَكَى الرَّازِيّ هَذَا الْقَوْل ثُمَّ قَالَ :
وَاعْلَمْ أَنَّ الْخَلَائِق قِسْمَانِ وَاصِلُونَ إِلَى سَاحِل بَحْر
الْمَعْرِفَة وَمَحْرُومُونَ قَدْ بَقُوا فِي ظُلُمَات الْحَيْرَة وَتِيه
الْجَهَالَة فَكَأَنَّهُمَا قَدْ فَقَدُوا عُقُولهمْ وَأَرْوَاحهمْ وَأَمَّا
الْوَاجِدُونَ فَقَدْ وَصَلُوا إِلَى عَرْصَة النُّور وَفُسْحَة الْكِبْرِيَاء
وَالْجَلَال فَتَاهُوا فِي مَيَادِين الصَّمَدِيَّة وَبَادُوا فِي عَرْصَة
الْفَرْدَانِيَّة فَثَبَتَ أَنَّ الْخَلَائِق كُلّهمْ وَالِهُونَ فِي مَعْرِفَته
Ar-Razi
meriwayatkan dari sebagian ulama bahwa nama Allah Swt. berasal dari bahasa
Ibrani, bukan bahasa Arab. Kemudian Ar-Razi menilai pendapat ini lemah, dan
memang menurutnya pantas dinilai lemah. Ar-Razi pada mulanya meriwayatkan
pendapat ini, kemudian ia mengatakan perlu diketahui bahwa semua makhluk itu
terbagi menjadi dua, yaitu orang-orang yang sampai ke tepi pantai lautan
makrifat serta orang-orang yang tersesat di dalam kegelapan kebingungan dan
sahara kebodohan, seakan-akan mereka dalam keadaan hilang akal dan rohnya.
Orang-orang yang sampai kepada makrifat berarti telah sampai ke haribaan cahaya
Allah dan kemahaluasan sifat Yang Maha Agung lagi Maha Terpuji. akhirnya mereka
tenggelam ke dalam sifat As-shamad lebur ke dalam sifat Fard (esa). Maka
terbuktilah bahwa setiap makhluk kebingungan untuk sampai kepada tingkat
makrifat kepada-Nya.
وَرُوِيَ عَنْ الْخَلِيل
بْن أَحْمَد أَنَّهُ قَالَ لِأَنَّ الْخَلْق يَأْلَهُونَ إِلَيْهِ بِفَتْحِ
اللَّام وَكَسْرهَا لُغَتَانِ وَقِيلَ إِنَّهُ مُشْتَقٌّ مِنْ الِارْتِفَاع
فَكَانَتْ الْعَرَب تَقُول لِكُلِّ شَيْء مُرْتَفِع لَاهًا وَكَانُوا يَقُولُونَ
إِذَا طَلَعَتْ الشَّمْس لَاهَتْ وَقِيلَ إِنَّهُ مُشْتَقّ مِنْ أَلِهَ الرَّجُل
إِذَا تَعَبَّدَ وَتَأَلَّهَ إِذَا تَنَسَّكَ .
وَقَرَأَ اِبْن عَبَّاس " وَيَذَرك
وَإِلَاهَتك " وَأَصْل ذَلِكَ الْإِلَه فَحُذِفَتْ الْهَمْزَة الَّتِي هِيَ
فَاء الْكَلِمَة فَالْتَقَتْ اللَّام الَّتِي هِيَ عَيْنهَا مَعَ اللَّام
الزَّائِدَة فِي أَوَّلهَا لِلتَّعْرِيفِ فَأُدْغِمَتْ إِحْدَاهُمَا فِي
الْأُخْرَى فَصَارَتَا فِي اللَّفْظ لَامًا وَاحِدَة مُشَدَّدَة وَفُخِّمَتْ
تَعْظِيمًا فَقِيلَ اللَّه .
Diriwayatkan
dari Khalil ibnu Ahmad, dinamakan "Allah" karena semua makhluk
mempertuhankan-Nya.
Menurut pendapat lain, lafaz "Allah" musytaq dari makna irtifa' (tinggi) orang-orang Arab mengatakan lahat terhadap sesuatu yang tinggi. Mereka mengatakan lahat —yakni telah meninggi— bila matahari terbit.
Menurut pendapat lainnya lagi, lafaz "Allah" berasal dari kata alihar rajulu. yakni "bila lelaki tersebut beribadah"; dikatakan ta-al-laha bila dia melakukan ibadah. Ibnu Abbas membacakan firman-Nya, "wayazaraka wailahatuka", dengan kata lain bentuk asalnya adalah ilahun, kemudian hamzah-nya dibuang yang merupakan fa kalimah; setelah dimasuki alif lam, maka bertemulah dua huruf lam, yaitu 'ain fi’l dan lam zaidah. Selanjutnya lam pertama di-Idgam-kan kepada lam kedua, hingga keduanya secara lafzi menjadi satu lam yang di-tasydid-kan, kemudian di-tafkhim-kan karena tujuan mengagungkan, hingga jadilah Allah. Wallahu A’lam.
Menurut pendapat lain, lafaz "Allah" musytaq dari makna irtifa' (tinggi) orang-orang Arab mengatakan lahat terhadap sesuatu yang tinggi. Mereka mengatakan lahat —yakni telah meninggi— bila matahari terbit.
Menurut pendapat lainnya lagi, lafaz "Allah" berasal dari kata alihar rajulu. yakni "bila lelaki tersebut beribadah"; dikatakan ta-al-laha bila dia melakukan ibadah. Ibnu Abbas membacakan firman-Nya, "wayazaraka wailahatuka", dengan kata lain bentuk asalnya adalah ilahun, kemudian hamzah-nya dibuang yang merupakan fa kalimah; setelah dimasuki alif lam, maka bertemulah dua huruf lam, yaitu 'ain fi’l dan lam zaidah. Selanjutnya lam pertama di-Idgam-kan kepada lam kedua, hingga keduanya secara lafzi menjadi satu lam yang di-tasydid-kan, kemudian di-tafkhim-kan karena tujuan mengagungkan, hingga jadilah Allah. Wallahu A’lam.
(Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-'Adzim, I dari 4 Jilid: hlm 26-27. Beirut-Libanon: Dar el-Fikr, 2011)
Bersambung
. . . Insya Allah . . . .
by Bidang
Pendidikan PC Pemuda Persis Pangalengan.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan