AYAT-AYAT PERINTAH MEMELIHARA SUNNAH


Imam Abu Zakariyya Yahya ibn Syarof An-Nawawi ad-Dimasyqa (631-676 H) Rahimahullah, pada kitab Riyaadlush Shaalihiin dalam Bab al-Amri bi al-Muhaafadzati ‘alaa as-Sunnati wa Adaabihaa (Bab Perintah Memelihara Sunnah dan Adab-adabnya) mencantumkan sepuluh surat dengan berbagai varian ayat sebagai berikut:

1.          QS. Al-Hasyr [59] ayat 7
...وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا...
...Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah...

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. Al-Hasyr 6-10 dan diberi judul Hukmu al-Fay-i (Hukum Fay). Fay adalah:

الْمَال الْحَاصِل لِلْمُسْلِمِينَ مِنْ أَمْوَال الْكُفَّارِ بِغَيْرِ قِتَالٍ وَلاَ إِيجَافِ خَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ
Harta yang dihasilkan oleh umat Islam dari harta orang kafir tanpa peperangan, atau menunggang kuda atau kendaraan. (al-Maushu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 1-39: 32: 282, al-Maktabah asy-Syamilah)

Adapun ghanimah adalah Nama untuk sesuatu yang diambil dari musuh dalam perang lewat kekuatan dan mengalahkan. Atau Nama untuk sesuatu yang diambil dari musuh dalam perang dengan menggunakan kuda atau tunggangan, khusus bagi yang ikut hadir dalam perang itu baik orang kaya atau miskin.

Istilah harta rampasan perang lainnya adalah nafl dan salab. Kata nafl (نفل) ini adalah bentuk tunggal, bentuk jamaknya adalah anfaal (أنفال) sebagaimana nama surat kedelapan di dalam Al-Quran Al-Karim. Definisi nafl menurut para ulama adalah: Harta yang diatur secara khusus oleh imam diperuntukkan buat sebagian peserta perang karena sebab khusus. Persamaan ghanimah dengan nafal adalah sama-sama merupakan harta rampasan perang yang didapat lewat pertempuran fisik. Namun perbedaannya, nafl adalah kebijakan khusus bagi imam untuk memberikan bagian khusus kepada sebagian peserta perang, di luar dari ketentuan yang sudah ada sebelumnya.

Salab adalah Harta yang diambil oleh peserta perang yang muslim dari lawan tandingnya yang kafir di dalam peperangan, seperti pakaian dan alat perang, tunggangan, senjata atau tameng. Persamaan ghanimah dengan salab adalah sama-sama merupakan harta rampasan perang yang didapat lewat pertempuran fisik. Namun perbedaannya, salab ini merupakan bonus tambahan milik seorang peserta perang, di luar haknya secara umum.
                                                 
Sedangkan Jizyah adalah Harta yang diambil dari ahli dzimmah. Kesamaan antara ghanimah dengan jizyah adalah harta itu sama-sama diambil dari orang kafir. Namun perbedaannya bahwa jizyah itu adalah harta milik orang kafir ahli dzimmah yang dilindungi negara, sehingga cara pengambilannya pun tidak lewat perang. (rujuk: al-Maushu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 1-39: 32: 282, al-Maktabah asy-Syamilah)

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
وَقَوْله تَعَالَى " وَمَا آتَاكُمْ الرَّسُول فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا " أَيْ مَهْمَا أَمَرَكُمْ بِهِ فَافْعَلُوهُ وَمَهْمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ فَإِنَّهُ إِنَّمَا يَأْمُر بِخَيْرٍ وَإِنَّمَا يَنْهَى عَنْ شَرّ
Firman Allah Swt.: Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (Al-Hasyr: 7) Yakni apa pun yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian, maka kerjakanlah; dan apa pun yang dilarang olehnya, maka tinggalkanlah. Karena sesungguhnya yang diperintahkan oleh Rasul itu hanyalah kebaikan belaka, dan sesungguhnya yang dilarang olehnya hanyalah keburukan belaka.

عَنْ مَسْرُوق قَالَ جَاءَتْ اِمْرَأَة إِلَى اِبْن مَسْعُود فَقَالَتْ بَلَغَنِي أَنَّك تَنْهَى عَنْ الْوَاشِمَة وَالْوَاصِلَة أَشَيْء وَجَدْته فِي كِتَاب اللَّه تَعَالَى أَوْ عَنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ بَلَى شَيْء وَجَدْته فِي كِتَاب اللَّه وَعَنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ وَاَللَّه لَقَدْ تَصَفَّحْت مَا بَيْن دَفَّتَيْ الْمُصْحَف فَمَا وَجَدْت فِيهِ الَّذِي تَقُول قَالَ فَمَا وَجَدْت" وَمَا أَتَاكُمْ الرَّسُول فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا" قَالَتْ بَلَى قَالَ فَإِنِّي سَمِعْت رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنْ الْوَاصِلَة وَالْوَاشِمَة وَالنَّامِصَة قَالَتْ فَلَعَلَّهُ فِي بَعْض أَهْلك قَالَ فَادْخُلِي فَانْظُرِي فَدَخَلَتْ فَنَظَرَتْ ثُمَّ خَرَجَتْ قَالَتْ مَا رَأَيْت بَأْسًا فَقَالَ لَهَا أَمَا حَفِظْت وَصِيَّة الْعَبْد الصَّالِح " وَمَا أُرِيد أَنْ أُخَالِفكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ "
dari Masruq yang mengatakan bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada Ibnu Mas'ud, lalu berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa engkau melarang wanita yang bertato dan yang menyambung rambutnya, apakah itu berdasarkan sesuatu yang kamu jumpai dari Kitabullah ataukah dari Rasulullah Saw.?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Benar ada sesuatu yang aku jumpai di dalam Kitabullah dan juga dari Rasulullah Saw. yang melarangnya." Wanita itu bertanya kembali, "Demi Allah, sesungguhnya aku telah, membaca semua yang ada di dalam mushaf, ternyata aku tidak menemukan apa yang engkau katakan itu di dalamnya." Ibnu Mas'ud r.a. menjawab, "Apakah kamu tidak menjumpai di dalam ayat berikut? Yaitu firman-Nya: 'Apa yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah' (Al-Hasyr: 7)?" Wanita itu menjawab, "Benar aku menjumpainya." Ibnu Mas'ud berkata, bahwa sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah Saw. melarang wanita menyambung rambutnya, bertato, dan mencukur alisnya. Wanita itu berkata, "Barangkali hal itu terdapat pada wanita dari keluargamu." Ibnu Mas'ud berkata, "Masuklah dan lihatlah sendiri." Lalu wanita itu masuk dan melihat-lihat, lalu tidak lama kemudian ia keluar seraya berkata, "Aku tidak melihat apa pun yang dilarang." Ibnu Mas'ud berkata kepada wanita itu, "Apakah kamu tidak hafal wasiat seorang hamba yang saleh, yang disebutkan oleh firman-Nya: 'Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang' (Hud: 88)?" (HR Ibnu Abi Hatim Ar-Razi)

كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَة رَضِيَ اللَّه عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَائْتُوا مِنْهُ مَا اِسْتَطَعْتُمْ وَمَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ"
Sebagaimana di dalam kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu, maka kerjakanlah ia menurut kemampuan kalian; dan apa yang aku larang kalian mengerjakannya, maka tinggalkanlah ia.” (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: IV: 1867-1868; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

2.         QS. An-Najm [53] ayat 3 dan 4
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.  Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Najm 1-18 dan diberi judul Itsbaatu an-nubuwwati wa Dzaahiratu al-wahyi (ketetapan nubuwwah dan kenampakan wahyu).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
{وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى} أي: ما يقول قولا عن هوى وغرض،
dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. (An-Najm: 3) Yakni apa yang diucapkannya itu bukanlah keluar dari hawa nafsunya dan bukan pula karena dilatarbelakangi tujuan.

{ إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى } أي: إنما يقول ما أمر به، يبلغه إلى الناس كاملا موفَّرًا من غير زيادة ولا نقصان،
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (An-Najm: 4) Yaitu sesungguhnya yang diucapkannya itu hanyalah semata-mata berdasarkan wahyu yang diperintahkan kepadanya untuk ia sampaikan kepada manusia dengan sempurna dan apa adanya tanpa penambahan atau pengurangan.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ؛ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ لَيْسَ بِنَبِيٍّ مثلُ الْحَيَّيْنِ -أَوْ: مِثْلُ أَحَدِ الْحَيَّيْنِ-: رَبِيعة ومُضَر". فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رسول الله، أو ما رَبِيعَةُ مِنْ مُضَرَ؟ قَالَ: "إِنَّمَا أَقُولُ مَا أَقُولُ"
dari Abu Umamah, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya dimasukkan ke dalam surga berkat syafaat seorang lelaki yang bukan nabi sebanyak orang yang semisal dengan dua kabilah —atau salah satu dari dua kabilah— yaitu Rabi'ah dan Mudar.” Maka ada seorang lelaki yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah Rabi'ah itu berasal dari Mudar?” Rasulullah Saw. menjawab, "Aku hanya mengatakan apa yang harus kukatakan.” (HR Ahmad)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ: كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعْهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ فَقَالُوا: إِنَّكَ تَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ، وَرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ، يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ. فأمسكتُ عَنِ الْكِتَابِ، فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "اكْتُبْ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا خَرَجَ مِنِّي إِلَّا حَقٌّ".
dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa ia mencatat semua yang pernah ia dengar dari Rasulullah Saw. dengan maksud untuk menghafalkannya. Kemudian orang-orang Quraisy melarangku berbuat demikian. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya kamu mencatat semua yang kamu dengar dari Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw. adalah seorang manusia yang juga berbicara di saat emosinya." Maka aku menahan diri dari menulis, kemudian aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw. Beliau Saw. bersabda: Teruskanlah tulisanmu, maka demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tiadalah yang keluar dari lisanku melainkan hanya hak (benar) belaka. (HR Ahmad). (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: IV: 1787; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

3.         QS. Ali Imran [3] ayat 31
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ...
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." . . .

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. Ali Imran 31-32 dan diberi judul MahabbatulLaahi bit-tibaa’i ar-rasuuli wa thaa’atihi (kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti Sang Rasul dan menta’atinya).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
هَذِهِ الْآيَة الْكَرِيمَة حَاكِمَة عَلَى كُلّ مَنْ اِدَّعَى مَحَبَّة اللَّه وَلَيْسَ هُوَ عَلَى الطَّرِيقَة الْمُحَمَّدِيَّة فَإِنَّهُ كَاذِب فِي دَعْوَاهُ فِي نَفْس الْأَمْر حَتَّى يَتَّبِع الشَّرْع الْمُحَمَّدِيّ وَالدِّين النَّبَوِيّ فِي جَمِيع أَقْوَاله وَأَفْعَاله
Ayat yang mulia ini menilai setiap orang yang mengakui dirinya cinta kepada Allah, sedangkan sepak terjangnya bukan pada jalan yang telah dirintis oleh Nabi Muhammad Saw.; bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang dusta dalam pengakuannya, sebelum ia mengikuti syariat Nabi Saw. dan agama yang dibawanya dalam semua ucapan dan perbuatannya.

كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيح عَنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ "مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرنَا فَهُوَ رَدّ"
Seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang melakukan suatu amal perbuatan yang bukan termasuk tuntunan kami, maka amalnya itu ditolak.

وَلِهَذَا قَالَ " إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّه فَاتَّبَعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّه " أَيْ يَحْصُل لَكُمْ فَوْق مَا طَلَبْتُمْ مِنْ مَحَبَّتكُمْ إِيَّاهُ وَهُوَ مَحَبَّته إِيَّاكُمْ وَهُوَ أَعْظَم مِنْ الْأَوَّل كَمَا قَالَ بَعْض الْعُلَمَاء الْحُكَمَاء : لَيْسَ الشَّأْن أَنْ تُحِبّ إِنَّمَا الشَّأْن أَنْ تُحَبّ .
Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya: Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian. (Ali Imran: 31) Yakni kalian akan memperoleh balasan yang lebih daripada apa yang dianjurkan kepada kalian agar kalian mencintai-Nya, yaitu Dia mencintai kalian. Kecintaan Allah kepada kalian dinilai lebih besar daripada yang pertama, yaitu kecintaan kalian kepada-Nya. Seperti yang  dikatakan oleh  sebagian ulama  yang  bijak,  bahwa  duduk perkaranya bukanlah bertujuan agar kamu mencintai, melainkan yang sebenarnya ialah bagaimana supaya kamu dicintai.

وَقَالَ الْحَسَن الْبَصْرِيّ وَغَيْره مِنْ السَّلَف: زَعَمَ قَوْم أَنَّهُمْ يُحِبُّونَ اللَّه فَابْتَلَاهُمْ اللَّه بِهَذِهِ الْآيَة فَقَالَ "قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّه فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّه"
Al-Hasan Al-Basri dan lain-Lainnya dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa ada segolongan kaum yang menduga bahwa dirinya mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian." 

ثُمَّ قَالَ تَعَالَى " وَيَغْفِر لَكُمْ ذُنُوبكُمْ وَاَللَّه غَفُور رَحِيم " أَيْ بِاتِّبَاعِكُمْ الرَّسُول صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْصُل لَكُمْ هَذَا مِنْ بَرَكَة سِفَارَته.
Kemudian Allah Swt. berfirman: dan mengampuni dosa-dosa kalian, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Ali Imran: 31) Yakni karena kalian mengikuti Rasul Saw., maka kalian memperoleh karunia itu berkat perantaraannya. (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: I: 326; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

4.        QS. Al-Ahzaab [33] ayat 21
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الآخِر...
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat . . .

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. Al-Ahzab 9-27 dan diberi judul Ghazwatu al-Ahzaabi au al-Khandaqi wa Bani Quraidzati (Perang al-Ahzab atau al-Khandaq dan Perang Bani Quraidzah).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
هَذِهِ الْآيَة الْكَرِيمَة أَصْل كَبِير فِي التَّأَسِّي بِرَسُولِ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَقْوَاله وَأَفْعَاله وَأَحْوَاله وَلِهَذَا أَمَرَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى النَّاس بِالتَّأَسِّي بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْم الْأَحْزَاب فِي صَبْره وَمُصَابَرَته وَمُرَابَطَته وَمُجَاهَدَته وَانْتِظَاره الْفَرَج مِنْ رَبّه عَزَّ وَجَلَّ صَلَوَات اللَّه وَسَلَامه عَلَيْهِ دَائِمًا إِلَى يَوْم الدِّين
Ayat yang mulia ini merupakan dalil pokok yang paling besar, yang menganjurkan kepada kita agar meniru Rasulullah Saw. dalam semua ucapan, perbuatan, dan sepak terjangnya. Karena itulah Allah Swt. memerintahkan kepada kaum mukmin agar meniru sikap Nabi Saw. dalam Perang Ahzab, yaitu dalam hal kesabaran, keteguhan hati, kesiagaan, dan perjuangannya, serta tetap menanti jalan keluar dari Allah Swt. Semoga salawat dan salam-Nya terlimpahkan kepada beliau sampai hari kiamat.

وَلِهَذَا قَالَ تَعَالَى لِلَّذِينَ تَقَلَّقُوا وَتَضَجَّرُوا وَتَزَلْزَلُوا وَاضْطَرَبُوا فِي أَمْرهمْ يَوْم الْأَحْزَاب " لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُول اللَّه أُسْوَة حَسَنَة " أَيْ هَلَّا اِقْتَدَيْتُمْ بِهِ وَتَأَسَّيْتُمْ بِشَمَائِلِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِهَذَا قَالَ تَعَالَى " لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّه وَالْيَوْم الْآخِر وَذَكَرَ اللَّه كَثِيرًا "
Melalui ayat ini Allah Swt. berfirman kepada orang-orang yang merasa khawatir, gelisah, dan guncang dalam menghadapi urusan mereka dalam Perang Ahzab: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Al-Ahzab: 21) Yakni mengapa kalian tidak meniru dan mengikuti jejak sifat-sifatnya? Dalam firman selanjutnya disebutkan: (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab: 21) (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: III: 1473; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

5.         QS. An-Nisaa [4] ayat 65
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa 64-65 dan diberi judul Fardliyyatu thaa’atu ar-Rasuuli Saw. (Kewajiban ta’at kepada Sang Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
يُقْسِم تَعَالَى بِنَفْسِهِ الْكَرِيمَة الْمُقَدَّسَة أَنَّهُ لَا يُؤْمِن أَحَد حَتَّى يُحَكِّم الرَّسُول صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَمِيع الْأُمُور فَمَا حَكَمَ بِهِ فَهُوَ الْحَقّ الَّذِي يَجِب الِانْقِيَاد لَهُ بَاطِنًا وَظَاهِرًا وَلِهَذَا قَالَ " ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسهمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْت وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا "
Allah Swt. bersumpah dengan menyebut diri-Nya Yang Mahamulia lagi Mahasuci, bahwa tidaklah beriman seseorang sebelum ia menjadikan Rasul Saw. sebagai hakimnya dalam semua urusannya. Semua yang diputuskan oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak dan wajib diikuti lahir dan batin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)

أَيْ إِذَا حَكَّمُوك يُطِيعُونَك فِي بَوَاطِنهمْ فَلَا يَجِدُونَ فِي أَنْفُسهمْ حَرَجًا مِمَّا حَكَمْت بِهِ وَيَنْقَادُونَ لَهُ فِي الظَّاهِر وَالْبَاطِن فَيُسَلِّمُونَ لِذَلِكَ تَسْلِيمًا كُلِّيًّا مِنْ غَيْر مُمَانَعَة وَلَا مُدَافَعَة وَلَا مُنَازَعَة كَمَا وَرَدَ فِي الْحَدِيث "وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُؤْمِن أَحَدكُمْ حَتَّى يَكُون هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْت بِهِ"
Dengan kata lain, apabila mereka meminta keputusan hukum darimu, maka mereka menaatinya dengan tulus ikhlas sepenuh hati mereka, dan dalam hati mereka tidak terdapat suatu keberatan pun terhadap apa yang telah engkau putuskan; mereka tunduk kepadanya secara lahir batin serta menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa ada rasa yang mengganjal, tanpa ada tolakan, dan tanpa ada sedikit pun rasa menentangnya. Seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadis yang mengatakan: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang di antara kalian beriman sebelum keinginannya mengikuti keputusan yang telah ditetapkan olehku.

عَنْ عُرْوَة قَالَ: خَاصَمَ الزُّبَيْرُ رَجُلًا فِي شُرَيج مِنَ الحَرَّة، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبير ثُمَّ أرْسل الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجدْر، ثُمَّ أَرْسِلِ الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ" وَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ حَقّه فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، حِينَ أَحْفَظَهُ الْأَنْصَارِيُّ، وَكَانَ أَشَارَ عَلَيْهِمَا بِأَمْرٍ لَهُمَا فِيهِ سَعَةٌ. قَالَ الزُّبَيْرُ: فَمَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ} الْآيَةَ.
dari Urwah yang telah menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki dalam masalah pengairan di lahan Harrah (Madinah). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai Zubair, airilah lahanmu, kemudian salurkan airnya kepada lahan tetanggamu! Kemudian lelaki yang dari kalangan Ansar itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau putuskan demikian karena dia adalah saudara sepupumu." Maka roman wajah Rasulullah Saw. memerah (marah), kemudian bersabda lagi: Airilah lahanmu, hai Zubair, lalu tahanlah airnya hingga berbalik ke arah tembok, kemudian alirkanlah ke lahan tetanggamu. Dalam keputusan ini Nabi Saw. menjaga hak Az-Zubair dengan keputusan yang gamblang karena orang Ansar tersebut menahan air itu. Nabi Saw. memberikan saran demikian ketika keduanya melaporkan hal tersebut kepadanya, dan ternyata keputusannya itu mengandung keadilan yang merata. Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa yakin ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut." Yang dimaksud olehnya adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat. (HR Al-Bukhari) (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: I: 471; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

6.        QS. An-Nisaa [4] ayat 59
...فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ...
. . .Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), . . .

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa 58-59 dan diberi judul Manhaaju al-hukmi al-islamiy, adaa-u al-amaanati wa al-huquuqu ilaa ahlihaa wa al-hukmi bi al-‘adli wa ithaa’atulLaahi war rasuuli wa wilaatu al-umuuri (Manhaj hukum Islami: menunaikan berbagai amanat dan menyampaikan hak-hak kepada yang berhak memilikinya, menghukumi dengan adil, serta keta’atan kepada Allah, Sang Rasul, dan kepemimpinan berbagai urusan).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
قَالَ مُجَاهِد وَغَيْر وَاحِد مِنْ السَّلَف أَيْ إِلَى كِتَاب اللَّه وَسُنَّة رَسُوله.
Menurut Mujahid dan bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mengembalikan hal tersebut kepada Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah Saw.

وَهَذَا أَمْر مِنْ اللَّه عَزَّ وَجَلَّ " بِأَنَّ كُلّ شَيْء تَنَازَعَ النَّاس فِيهِ مِنْ أُصُول الدِّين وَفُرُوعه أَنْ يُرَدّ التَّنَازُع فِي ذَلِكَ إِلَى الْكِتَاب وَالسُّنَّة كَمَا قَالَ تَعَالَى وَمَا اِخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْء فَحُكْمه إِلَى اللَّه فَمَا حَكَمَ بِهِ الْكِتَاب وَالسُّنَّة وَشَهِدَا لَهُ بِالصِّحَّةِ فَهُوَ الْحَقّ وَمَاذَا بَعْد الْحَقّ إِلَّا الضَّلَال
Hal ini merupakan perintah Allah Swt. yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan di antara manusia menyangkut masalah pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, hendaknya perselisihan mengenainya itu dikembalikan kepada penilaian Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Seperti yang disebut oleh ayat lain, yaitu firman-Nya: Tentang sesuatu apa pun kalian berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Asy-Syura: 10) Maka apa yang diputuskan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah yang dipersaksikan kesahihannya, maka hal itu adalah perkara yang hak. Tiadalah sesudah perkara yang hak, melainkan hanya kebatilan belaka. (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: I: 470; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

7.         QS. An-Nisaa [4] ayat 80
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ الله...
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. . .

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa 80-82 dan diberi judul Thaa’atu ar-Rasuuli Thaa’atulLaahi, wa tadabburu al-Quraani wa kawnuhu min ‘andilLaahi (Ta’at kepada Sang Rasul adalah ta’at kepada Allah, dan tadabbur al-Quran yang itu berasal dari sisi Allah).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
يُخْبِر تَعَالَى عَنْ عَبْده وَرَسُوله مُحَمَّد صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنَّ مَنْ أَطَاعَهُ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّه وَمَنْ عَصَاهُ فَقَدْ عَصَى اللَّه وَمَا ذَاكَ إِلَّا لِأَنَّهُ مَا يَنْطِق عَنْ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْي يُوحَى
Allah Swt. memberitahukan perihal hamba dan Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad Saw.), bahwa barang siapa yang menaatinya, berarti ia taat kepada Allah. Barang siapa yang durhaka kepadanya, berarti ia durhaka kepada Allah. Hal tersebut tidak lain karena apa yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) bukan menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diturunkan kepadanya. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي".
dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang taat kepadaku, berarti ia taat kepada Allah; dan barang siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia durhaka kepada Allah. Barang siapa yang menaati amir(ku), berarti ia taat kepadaku; dan barang siapa yang durhaka kepada amir(ku), berarti ia durhaka kepadaku. (HR Ibnu Abi Hatim Ar-Razi). (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: I: 479; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

8.        QS. Asy-Syuuraa [42] ayat 52
...وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ صِراطِ اللهِ
. . .Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa 51-53 dan diberi judul Anwaa’u al-wahyi (Macam-macam wahyu).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
" وَإِنَّك " أَيْ يَا مُحَمَّد " لَتَهْدِي إِلَى صِرَاط مُسْتَقِيم " وَهُوَ الْخُلُق الْقَوِيم . " صِرَاط اللَّه " أَيْ شَرْعه الَّذِي أَمَرَ بِهِ اللَّه
Dan sesungguhnya kamu (yakni Muhammad) benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy-Syura: 52) Yaitu jalan yang hak lagi lurus. (yaitu) jalan Allah. (Asy-Syura: 53) Yakni syariat yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. untuk dilaksanakan. (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: IV: 1676; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

9.        QS. An-Nuur [24] ayat 63
...فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
. . .maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa 62-64 dan diberi judul Isti-dzaanu ‘inda al-khuruuji wa adabu khithaabi an-Nabiy Saw wa tahdziiru min mukhaalafati amrihi (Memohon izin ketika keluar dan adab berbincang dengan Nabi Saw serta peringatan dari menyalahi perintahnya).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
أَيْ عَنْ أَمْر رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَبِيله وَمِنْهَاجه وَطَرِيقَته وَسُنَّته وَشَرِيعَته فَتُوزَن الْأَقْوَال وَالْأَعْمَال بِأَقْوَالِهِ وَأَعْمَاله فَمَا وَافَقَ ذَلِكَ قُبِلَ وَمَا خَالَفَهُ فَهُوَ مَرْدُود عَلَى قَائِله وَفَاعِله كَائِنًا مَنْ كَانَ
Yakni menyalahi perintah Rasulullah Saw., yaitu menentang jalannya, metodanya, jalurnya, sunnah, dan syariatnya. Maka semua ucapan dan amal perbuatannya ditimbang dengan semua ucapan dan amal perbuatan Nabi Saw. Mana yang sesuai, dapat diterima; dan mana yang bertentangan, ditolak dan dikembalikan kepada pelakunya, siapa pun dia adanya.

كَمَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ وَغَيْرهمَا عَنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : " مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرنَا فَهُوَ رَدّ " أَيْ فَلْيَحْذَرْ وَلْيَخْشَ مَنْ خَالَفَ شَرِيعَة الرَّسُول بَاطِنًا وَظَاهِرًا
Seperti yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain dan kitab-kitab hadis lainnya dari Rasulullah Saw. bahwa beliau Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang mengerjakan suatu amal perbuatan yang bukan termasuk urusan kami, maka hal itu ditolak. Dengan kata lain, hendaklah orang-orang yang menyalahi syariat Rasulullah Saw. berhati-hati dan takut lahir dan batinnya.

" أَنْ تُصِيبهُمْ فِتْنَة " أَيْ فِي قُلُوبهمْ مِنْ كُفْر أَوْ نِفَاق أَوْ بِدْعَة " أَوْ يُصِيبهُمْ عَذَاب أَلِيم " أَيْ فِي الدُّنْيَا بِقَتْلٍ أَوْ حَدّ أَوْ حَبْس أَوْ نَحْو ذَلِكَ
akan ditimpa cobaan. (An-Nur: 63) dalam hati mereka berupa kekafiran, kemunafikan, atau perkara bid'ah. atau ditimpa azab yang pedih. (An-Nur: 63) Yakni azab di dunia, seperti dihukum mati, atau dihukum had, atau dipenjara, dan lain sebagainya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَة قَالَ قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَثَلِي وَمَثَلكُمْ كَمَثَلِ رَجُل اِسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلهَا جَعَلَ الْفِرَاش وَهَذِهِ الدَّوَابّ اللَّائِي يَقَعْنَ فِي النَّار يَقَعْنَ فِيهَا وَجَعَلَ يَحْجُزُهُنَّ وَيَغْلِبْنَهُ فَيَتَقَحَّمْنَ فِيهَا - قَالَ - فَذَلِكَ مَثَلِي وَمَثَلكُمْ أَنَا آخُذ بِحُجَزِكُمْ عَنْ النَّار هَلُمَّ عَنْ النَّار فَتَغْلِبُونِي وَتَقْتَحِمُونَ فِيهَا " .
dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaan aku dan kalian sama dengan seorang lelaki yang menyalakan api. Setelah apinya menyala, maka kupu-kupu dan serangga-serangga lainnya berjatuhan ke dalam apinya, sedangkan dia berusaha menghalang-halanginya, tetapi mereka dapat mengalahkannya dan menceburkan diri mereka ke dalam api itu. (Nabi Saw. melanjutkan sabdanya) Yang demikian itulah perumpamaan aku dan kalian; aku menahan kalian agar kalian jangan terjerumus ke dalam neraka, "Menjauhlah dari neraka!" Tetapi kalian dapat mengalahkan aku dan kalian menceburkan diri ke dalam neraka. (HR Ahmad) (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: III: 1326; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

10.      QS. Al-Ahzaab [33] ayat 34
وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ...

Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu). . .

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. Al-Ahzab 31-34 dan diberi judul Khashaaisha ahlu baiti an-nubuwwati (Kekhususan-kekhususan bagi penghuni rumah Nabi).

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir menjelaskan:
أَيْ وَاعْمَلْنَ بِمَا يُنَزِّل اللَّه تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَى رَسُوله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بُيُوتكُنَّ مِنْ الْكِتَاب وَالسُّنَّة قَالَهُ قَتَادَة وَغَيْر وَاحِد وَاذْكُرْنَ هَذِهِ النِّعْمَة الَّتِي خُصِّصْتُنَّ بِهَا مِنْ بَيْن النَّاس أَنَّ الْوَحْي يَنْزِل فِي بُيُوتكُنَّ دُون سَائِر النَّاس وَعَائِشَة الصِّدِّيقَة بِنْت الصِّدِّيق رَضِيَ اللَّه عَنْهَا أَوْلَاهُنَّ بِهَذِهِ النِّعْمَة وَأَحْظَاهُنَّ بِهَذِهِ الْغَنِيمَة وَأَخَصّهنَّ مِنْ هَذِهِ الرَّحْمَة الْعَمِيمَة فَإِنَّهُ لَمْ يَنْزِل عَلَى رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَحْي فِي فِرَاش اِمْرَأَة سِوَاهَا كَمَا نَصَّ عَلَى ذَلِكَ صَلَوَات اللَّه وَسَلَامه عَلَيْهِ
Artinya, ketahuilah apa yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasul-Nya di dalam rumah kalian berupa Al-Qur'an dan sunnah. Demikianlah menurut Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Ingatlah akan nikmat yang telah dikhususkan Allah bagi kalian di antara semua manusia. Yaitu bahwa wahyu ada yang diturunkan di rumah-rumah kalian, bukan rumah orang lain. Dan Siti Aisyah r.a. As-Siddiqah binti As-Siddiq r.a. adalah istri Nabi Saw. yang paling utama mendapat nikmat ini, paling beruntung, serta paling khusus di antara istri-istri beliau yang lainnya dalam mendapatkan rahmat yang berlimpah ini. Karena sesungguhnya belum pernah diturunkan kepada Rasulullah Saw. suatu wahyu pun di atas tempat tidur seorang istri selain dari tempat tidur Siti Aisyah r.a., sebagaimana yang pernah disebutkan oleh sabda Nabi Saw. yang menceritakan hal tersebut. (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: III: 1483; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)

Refleksi: [1]QS. 59: 7 menuntut totalitas dalam ta’at kepada Rasul Saw. [2]QS. 53: 3-4 bahwa as-Sunnah tercipta atas bimbingan wahyu dan bukan atas dasar nafsu. [3]QS. 3: 31 bahwa Mencintai Allah buktinya adalah menta’ati Rasul Saw. agar dicintai-Nya. [4]QS. 33: 21 memerintahkan mengikuti Rasul Saw. dalam perkataan, perbuatan, dan sifat. [5]QS. 4: 65 Tidak disebut beriman sehingga menta’ati Rasul Saw yang pasti benar dalam menetapkan. [6]QS. 4: 59 Mengembalikan setiap perbedaan pendapat dan sikap kepada al-Quran dan as-Sunnah. [7]QS. 4: 80 bahwa durhaka kepada Rasul Saw. sama dengan durhaka kepada Allah Ta’ala. [8]QS. 42: 52 bahwa Rasul Saw. pasti membawa kepada jalan yang lurus. [9]QS. 24: 63 Disiksa itu karena menyalahi perintah Rasulullah. [10]QS. 33: 34 Kehadiran al-Quran dan as-Sunnah adalah karunia dahsyat luar biasa.

by Bidang Pendidikan dan Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama