Imam Abu Zakariyya Yahya ibn Syarof An-Nawawi ad-Dimasyqa
(631-676 H) Rahimahullah, pada kitab Riyaadlush Shaalihiin dalam Bab
al-Amri bi al-Muhaafadzati ‘alaa as-Sunnati wa Adaabihaa (Bab Perintah Memelihara Sunnah dan
Adab-adabnya) mencantumkan sepuluh surat dengan berbagai varian ayat sebagai berikut:
1.
QS. Al-Hasyr [59] ayat 7
...وَمَا آتَاكُمُ
الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا...
...Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah...
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. Al-Hasyr
6-10 dan diberi judul Hukmu al-Fay-i (Hukum Fay). Fay adalah:
الْمَال الْحَاصِل
لِلْمُسْلِمِينَ مِنْ أَمْوَال الْكُفَّارِ بِغَيْرِ قِتَالٍ وَلاَ إِيجَافِ
خَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ
Harta
yang dihasilkan oleh umat Islam dari harta orang kafir tanpa peperangan, atau
menunggang kuda atau kendaraan. (al-Maushu’ah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 1-39: 32: 282, al-Maktabah asy-Syamilah)
Adapun ghanimah adalah
Nama untuk sesuatu yang diambil dari musuh dalam perang lewat kekuatan dan
mengalahkan. Atau Nama untuk sesuatu yang diambil dari musuh dalam
perang dengan menggunakan kuda atau tunggangan, khusus bagi yang ikut hadir
dalam perang itu baik orang kaya atau miskin.
Istilah harta rampasan
perang lainnya adalah nafl dan salab. Kata nafl (نفل) ini adalah bentuk tunggal, bentuk
jamaknya adalah anfaal (أنفال) sebagaimana nama surat kedelapan di dalam
Al-Quran Al-Karim. Definisi nafl menurut para ulama adalah: Harta yang diatur secara
khusus oleh imam diperuntukkan buat sebagian peserta perang karena sebab
khusus. Persamaan ghanimah dengan nafal adalah
sama-sama merupakan harta rampasan perang yang didapat lewat pertempuran fisik.
Namun perbedaannya, nafl adalah kebijakan khusus bagi imam untuk memberikan
bagian khusus kepada sebagian peserta perang, di luar dari ketentuan yang sudah
ada sebelumnya.
Salab adalah Harta yang diambil oleh peserta perang
yang muslim dari lawan tandingnya yang kafir di dalam peperangan, seperti
pakaian dan alat perang, tunggangan, senjata atau tameng. Persamaan ghanimah
dengan salab adalah sama-sama merupakan harta rampasan perang yang didapat lewat
pertempuran fisik. Namun perbedaannya, salab ini merupakan bonus tambahan milik
seorang peserta perang, di luar haknya secara umum.
Sedangkan Jizyah adalah
Harta yang
diambil dari ahli dzimmah. Kesamaan antara ghanimah dengan jizyah adalah harta itu
sama-sama diambil dari orang kafir. Namun perbedaannya bahwa jizyah itu adalah
harta milik orang kafir ahli dzimmah yang dilindungi negara, sehingga cara
pengambilannya pun tidak lewat perang. (rujuk: al-Maushu’ah
al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 1-39: 32: 282, al-Maktabah asy-Syamilah)
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
وَقَوْله تَعَالَى " وَمَا
آتَاكُمْ الرَّسُول فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا " أَيْ
مَهْمَا أَمَرَكُمْ بِهِ فَافْعَلُوهُ وَمَهْمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ
فَإِنَّهُ إِنَّمَا يَأْمُر بِخَيْرٍ وَإِنَّمَا يَنْهَى عَنْ شَرّ
Firman Allah Swt.: Apa
yang diberikan oleh Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. (Al-Hasyr: 7) Yakni apa pun
yang diperintahkan oleh Rasul kepada kalian, maka kerjakanlah; dan apa pun yang
dilarang olehnya, maka tinggalkanlah. Karena sesungguhnya yang diperintahkan
oleh Rasul itu hanyalah kebaikan belaka, dan sesungguhnya yang dilarang olehnya
hanyalah keburukan belaka.
عَنْ مَسْرُوق قَالَ جَاءَتْ
اِمْرَأَة إِلَى اِبْن مَسْعُود فَقَالَتْ بَلَغَنِي أَنَّك تَنْهَى عَنْ
الْوَاشِمَة وَالْوَاصِلَة أَشَيْء وَجَدْته فِي كِتَاب اللَّه تَعَالَى أَوْ عَنْ
رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ بَلَى شَيْء وَجَدْته فِي
كِتَاب اللَّه وَعَنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ
وَاَللَّه لَقَدْ تَصَفَّحْت مَا بَيْن دَفَّتَيْ الْمُصْحَف فَمَا وَجَدْت فِيهِ
الَّذِي تَقُول قَالَ فَمَا وَجَدْت" وَمَا أَتَاكُمْ الرَّسُول فَخُذُوهُ
وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا" قَالَتْ بَلَى قَالَ فَإِنِّي سَمِعْت
رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنْ الْوَاصِلَة
وَالْوَاشِمَة وَالنَّامِصَة قَالَتْ فَلَعَلَّهُ فِي بَعْض أَهْلك قَالَ
فَادْخُلِي فَانْظُرِي فَدَخَلَتْ فَنَظَرَتْ ثُمَّ خَرَجَتْ قَالَتْ مَا رَأَيْت
بَأْسًا فَقَالَ لَهَا أَمَا حَفِظْت وَصِيَّة الْعَبْد الصَّالِح " وَمَا
أُرِيد أَنْ أُخَالِفكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ "
dari Masruq yang
mengatakan bahwa pernah ada seorang wanita datang kepada Ibnu Mas'ud, lalu
berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa engkau melarang wanita yang bertato
dan yang menyambung rambutnya, apakah itu berdasarkan sesuatu yang kamu jumpai
dari Kitabullah ataukah dari Rasulullah Saw.?" Ibnu
Mas'ud menjawab, "Benar ada sesuatu yang aku jumpai di dalam Kitabullah dan
juga dari Rasulullah Saw. yang melarangnya." Wanita itu bertanya kembali,
"Demi Allah, sesungguhnya aku telah, membaca semua yang ada di dalam
mushaf, ternyata aku tidak menemukan apa yang engkau katakan itu di
dalamnya." Ibnu Mas'ud r.a. menjawab, "Apakah kamu tidak menjumpai di
dalam ayat berikut? Yaitu firman-Nya: 'Apa yang diberikan oleh Rasul
kepadamu, maka terimalah dia; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah' (Al-Hasyr: 7)?" Wanita itu menjawab, "Benar
aku menjumpainya." Ibnu Mas'ud berkata, bahwa sesungguhnya ia pernah mendengar
Rasulullah Saw. melarang wanita menyambung rambutnya, bertato, dan mencukur
alisnya. Wanita itu berkata, "Barangkali hal itu terdapat pada wanita dari
keluargamu." Ibnu Mas'ud berkata, "Masuklah dan lihatlah
sendiri." Lalu wanita itu masuk dan melihat-lihat, lalu tidak lama
kemudian ia keluar seraya berkata, "Aku tidak melihat apa pun yang
dilarang." Ibnu Mas'ud berkata kepada wanita itu, "Apakah kamu tidak
hafal wasiat seorang hamba yang saleh, yang disebutkan oleh firman-Nya: 'Dan
aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa
yang aku larang' (Hud: 88)?" (HR Ibnu Abi Hatim Ar-Razi)
كَمَا ثَبَتَ فِي
الصَّحِيحَيْنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَة رَضِيَ اللَّه عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُول
اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ
فَائْتُوا مِنْهُ مَا اِسْتَطَعْتُمْ وَمَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
فَاجْتَنِبُوهُ"
Sebagaimana di dalam
kitab Sahihain telah disebutkan melalui Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: “Apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu,
maka kerjakanlah ia menurut kemampuan kalian; dan apa yang aku larang kalian
mengerjakannya, maka tinggalkanlah ia.” (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir
Al-Quran Al-‘Adzim: IV: 1867-1868; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)
2.
QS. An-Najm [53] ayat 3 dan 4
وَمَا
يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
dan
tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Najm
1-18 dan diberi judul Itsbaatu an-nubuwwati wa Dzaahiratu al-wahyi (ketetapan
nubuwwah dan kenampakan wahyu).
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
{وَمَا يَنْطِقُ
عَنِ الْهَوَى} أي: ما يقول قولا عن هوى وغرض،
dan
tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut
kemauan hawa nafsunya. (An-Najm: 3) Yakni apa yang diucapkannya itu
bukanlah keluar dari hawa nafsunya dan bukan pula karena dilatarbelakangi
tujuan.
{ إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ
يُوحَى } أي: إنما يقول ما أمر به، يبلغه إلى الناس كاملا موفَّرًا من غير زيادة
ولا نقصان،
Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
(An-Najm: 4) Yaitu sesungguhnya yang diucapkannya itu hanyalah semata-mata
berdasarkan wahyu yang diperintahkan kepadanya untuk ia sampaikan kepada
manusia dengan sempurna dan apa adanya tanpa penambahan atau pengurangan.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ؛
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
"لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ لَيْسَ بِنَبِيٍّ مثلُ
الْحَيَّيْنِ -أَوْ: مِثْلُ أَحَدِ الْحَيَّيْنِ-: رَبِيعة ومُضَر". فَقَالَ
رَجُلٌ: يَا رسول الله، أو ما رَبِيعَةُ مِنْ مُضَرَ؟ قَالَ: "إِنَّمَا
أَقُولُ مَا أَقُولُ"
dari Abu Umamah, bahwa
dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya
dimasukkan ke dalam surga berkat syafaat seorang lelaki yang bukan nabi
sebanyak orang yang semisal dengan dua kabilah —atau salah satu dari dua
kabilah— yaitu Rabi'ah dan Mudar.” Maka ada seorang lelaki yang
bertanya, "Wahai Rasulullah, bukankah Rabi'ah itu berasal dari Mudar?”
Rasulullah Saw. menjawab, "Aku hanya mengatakan apa yang harus
kukatakan.” (HR Ahmad)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَمْرٍو قَالَ: كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعْهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ
فَقَالُوا: إِنَّكَ تَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ،
وَرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ، يَتَكَلَّمُ فِي
الْغَضَبِ. فأمسكتُ عَنِ الْكِتَابِ، فَذَكَرَتْ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: "اكْتُبْ، فَوَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ، مَا خَرَجَ مِنِّي إِلَّا حَقٌّ".
dari Abdullah ibnu Amr
yang mengatakan bahwa ia mencatat semua yang pernah ia dengar dari Rasulullah
Saw. dengan maksud untuk menghafalkannya. Kemudian orang-orang Quraisy
melarangku berbuat demikian. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya kamu
mencatat semua yang kamu dengar dari Rasulullah Saw., padahal Rasulullah Saw.
adalah seorang manusia yang juga berbicara di saat emosinya." Maka aku
menahan diri dari menulis, kemudian aku ceritakan hal itu kepada Rasulullah
Saw. Beliau Saw. bersabda: Teruskanlah tulisanmu, maka demi Tuhan yang
jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tiadalah yang keluar dari lisanku
melainkan hanya hak (benar) belaka. (HR Ahmad). (Al-Hafidz
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: IV: 1787; Beirut: Dar el-Fikr,
2011)
3.
QS. Ali Imran [3] ayat 31
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ...
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."
. . .
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. Ali Imran
31-32 dan diberi judul MahabbatulLaahi bit-tibaa’i ar-rasuuli wa thaa’atihi (kecintaan
kepada Allah adalah dengan mengikuti Sang Rasul dan menta’atinya).
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
هَذِهِ
الْآيَة الْكَرِيمَة حَاكِمَة عَلَى كُلّ مَنْ اِدَّعَى مَحَبَّة اللَّه وَلَيْسَ
هُوَ عَلَى الطَّرِيقَة الْمُحَمَّدِيَّة فَإِنَّهُ كَاذِب فِي دَعْوَاهُ فِي
نَفْس الْأَمْر حَتَّى يَتَّبِع الشَّرْع الْمُحَمَّدِيّ وَالدِّين النَّبَوِيّ
فِي جَمِيع أَقْوَاله وَأَفْعَاله
Ayat yang mulia ini menilai setiap orang yang mengakui
dirinya cinta kepada Allah, sedangkan sepak terjangnya bukan pada jalan yang
telah dirintis oleh Nabi Muhammad Saw.; bahwa sesungguhnya dia adalah orang
yang dusta dalam pengakuannya, sebelum ia mengikuti syariat Nabi Saw. dan agama
yang dibawanya dalam semua ucapan dan perbuatannya.
كَمَا
ثَبَتَ فِي الصَّحِيح عَنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ "مَنْ عَمِلَ
عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرنَا فَهُوَ رَدّ"
Seperti yang disebutkan
di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang melakukan suatu amal perbuatan yang bukan
termasuk tuntunan kami, maka amalnya itu ditolak.
وَلِهَذَا
قَالَ " إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّه فَاتَّبَعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّه
" أَيْ يَحْصُل لَكُمْ فَوْق مَا طَلَبْتُمْ مِنْ مَحَبَّتكُمْ إِيَّاهُ
وَهُوَ مَحَبَّته إِيَّاكُمْ وَهُوَ أَعْظَم مِنْ الْأَوَّل كَمَا قَالَ بَعْض
الْعُلَمَاء الْحُكَمَاء : لَيْسَ الشَّأْن أَنْ تُحِبّ إِنَّمَا الشَّأْن أَنْ
تُحَبّ .
Karena itulah maka dalam
ayat ini disebutkan melalui firman-Nya: Jika kalian (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian. (Ali Imran: 31) Yakni
kalian akan memperoleh balasan yang lebih daripada apa yang dianjurkan kepada
kalian agar kalian mencintai-Nya, yaitu Dia mencintai kalian. Kecintaan Allah
kepada kalian dinilai lebih besar daripada yang pertama, yaitu kecintaan kalian
kepada-Nya. Seperti yang dikatakan oleh sebagian ulama
yang bijak, bahwa duduk perkaranya bukanlah bertujuan agar
kamu mencintai, melainkan yang sebenarnya ialah bagaimana supaya kamu dicintai.
وَقَالَ
الْحَسَن
الْبَصْرِيّ وَغَيْره مِنْ
السَّلَف: زَعَمَ قَوْم أَنَّهُمْ يُحِبُّونَ
اللَّه فَابْتَلَاهُمْ اللَّه بِهَذِهِ الْآيَة فَقَالَ "قُلْ إِنْ كُنْتُمْ
تُحِبُّونَ اللَّه فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمْ اللَّه"
Al-Hasan Al-Basri dan lain-Lainnya dari kalangan ulama
Salaf mengatakan bahwa ada segolongan kaum yang menduga bahwa dirinya mencintai
Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah,
"Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi kalian."
ثُمَّ قَالَ تَعَالَى
" وَيَغْفِر لَكُمْ ذُنُوبكُمْ وَاَللَّه غَفُور رَحِيم " أَيْ
بِاتِّبَاعِكُمْ الرَّسُول صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْصُل لَكُمْ هَذَا
مِنْ بَرَكَة سِفَارَته.
Kemudian Allah Swt.
berfirman: dan mengampuni dosa-dosa kalian, Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Ali Imran: 31) Yakni karena kalian mengikuti Rasul Saw., maka
kalian memperoleh karunia itu berkat perantaraannya. (Al-Hafidz
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: I: 326; Beirut: Dar el-Fikr,
2011)
4.
QS. Al-Ahzaab [33] ayat 21
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ
وَالْيَوْمَ الآخِر...
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat . . .
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. Al-Ahzab 9-27
dan diberi judul Ghazwatu al-Ahzaabi au al-Khandaqi wa Bani Quraidzati (Perang
al-Ahzab atau al-Khandaq dan Perang Bani Quraidzah).
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
هَذِهِ الْآيَة
الْكَرِيمَة أَصْل كَبِير فِي التَّأَسِّي بِرَسُولِ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَقْوَاله وَأَفْعَاله وَأَحْوَاله وَلِهَذَا أَمَرَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى النَّاس بِالتَّأَسِّي بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْم الْأَحْزَاب فِي صَبْره وَمُصَابَرَته وَمُرَابَطَته
وَمُجَاهَدَته وَانْتِظَاره الْفَرَج مِنْ رَبّه عَزَّ وَجَلَّ صَلَوَات اللَّه وَسَلَامه عَلَيْهِ دَائِمًا إِلَى يَوْم الدِّين
Ayat yang mulia ini
merupakan dalil pokok yang paling besar, yang menganjurkan kepada kita agar
meniru Rasulullah Saw. dalam semua ucapan, perbuatan, dan sepak terjangnya.
Karena itulah Allah Swt. memerintahkan kepada kaum mukmin agar meniru sikap
Nabi Saw. dalam Perang Ahzab, yaitu dalam hal kesabaran, keteguhan hati,
kesiagaan, dan perjuangannya, serta tetap menanti jalan keluar dari Allah Swt.
Semoga salawat dan salam-Nya terlimpahkan kepada beliau sampai hari kiamat.
وَلِهَذَا قَالَ تَعَالَى
لِلَّذِينَ تَقَلَّقُوا وَتَضَجَّرُوا وَتَزَلْزَلُوا وَاضْطَرَبُوا فِي أَمْرهمْ
يَوْم الْأَحْزَاب " لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُول اللَّه أُسْوَة حَسَنَة
" أَيْ هَلَّا اِقْتَدَيْتُمْ بِهِ وَتَأَسَّيْتُمْ بِشَمَائِلِهِ صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِهَذَا قَالَ تَعَالَى " لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّه
وَالْيَوْم الْآخِر وَذَكَرَ اللَّه كَثِيرًا "
Melalui ayat ini Allah
Swt. berfirman kepada orang-orang yang merasa khawatir, gelisah, dan guncang
dalam menghadapi urusan mereka dalam Perang Ahzab: Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu. (Al-Ahzab: 21) Yakni mengapa kalian tidak meniru dan mengikuti
jejak sifat-sifatnya? Dalam firman selanjutnya disebutkan: (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab: 21) (Al-Hafidz
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: III: 1473; Beirut: Dar el-Fikr,
2011)
5.
QS. An-Nisaa [4] ayat 65
فَلا
وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا
يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجاً مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيماً
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap
putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa 64-65
dan diberi judul Fardliyyatu thaa’atu ar-Rasuuli Saw. (Kewajiban ta’at kepada
Sang Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
يُقْسِم تَعَالَى
بِنَفْسِهِ الْكَرِيمَة الْمُقَدَّسَة أَنَّهُ لَا يُؤْمِن أَحَد حَتَّى يُحَكِّم
الرَّسُول صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَمِيع الْأُمُور فَمَا حَكَمَ
بِهِ فَهُوَ الْحَقّ الَّذِي يَجِب الِانْقِيَاد لَهُ بَاطِنًا وَظَاهِرًا
وَلِهَذَا قَالَ " ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسهمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْت
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا "
Allah Swt. bersumpah
dengan menyebut diri-Nya Yang Mahamulia lagi Mahasuci, bahwa tidaklah beriman seseorang
sebelum ia menjadikan Rasul Saw. sebagai hakimnya dalam semua urusannya. Semua
yang diputuskan oleh Rasul Saw. adalah perkara yang hak dan wajib diikuti lahir
dan batin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang
kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa: 65)
أَيْ إِذَا حَكَّمُوك
يُطِيعُونَك فِي بَوَاطِنهمْ فَلَا يَجِدُونَ فِي أَنْفُسهمْ حَرَجًا مِمَّا
حَكَمْت بِهِ وَيَنْقَادُونَ لَهُ فِي الظَّاهِر وَالْبَاطِن فَيُسَلِّمُونَ
لِذَلِكَ تَسْلِيمًا كُلِّيًّا مِنْ غَيْر مُمَانَعَة وَلَا مُدَافَعَة وَلَا
مُنَازَعَة كَمَا وَرَدَ فِي الْحَدِيث "وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا
يُؤْمِن أَحَدكُمْ حَتَّى يَكُون هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْت بِهِ"
Dengan kata lain,
apabila mereka meminta keputusan hukum darimu, maka mereka menaatinya dengan
tulus ikhlas sepenuh hati mereka, dan dalam hati mereka tidak terdapat suatu
keberatan pun terhadap apa yang telah engkau putuskan; mereka tunduk kepadanya
secara lahir batin serta menerimanya dengan sepenuhnya, tanpa ada rasa yang
mengganjal, tanpa ada tolakan, dan tanpa ada sedikit pun rasa menentangnya.
Seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadis yang mengatakan: Demi Tuhan
yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali
seseorang di antara kalian beriman sebelum keinginannya mengikuti keputusan
yang telah ditetapkan olehku.
عَنْ عُرْوَة قَالَ:
خَاصَمَ الزُّبَيْرُ رَجُلًا فِي شُرَيج مِنَ الحَرَّة، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "اسْقِ يَا زُبير ثُمَّ أرْسل الْمَاءَ إِلَى
جَارِكَ" فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أنْ كَانَ ابْنَ
عَمَّتِكَ؟ فَتَلَوَّن وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ: "اسْقِ يَا زُبَيْرُ، ثُمَّ احْبِسِ
الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الجدْر، ثُمَّ أَرْسِلِ الْمَاءَ إِلَى
جَارِكَ" وَاسْتَوْعَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِلزُّبَيْرِ حَقّه فِي صَرِيحِ الْحُكْمِ، حِينَ أَحْفَظَهُ الْأَنْصَارِيُّ،
وَكَانَ أَشَارَ عَلَيْهِمَا بِأَمْرٍ لَهُمَا فِيهِ سَعَةٌ. قَالَ الزُّبَيْرُ:
فَمَا أَحْسَبُ هَذِهِ الْآيَةَ إِلَّا نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ: {فَلا وَرَبِّكَ لَا
يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ} الْآيَةَ.
dari Urwah yang telah
menceritakan bahwa Az-Zubair pernah bersengketa dengan seorang lelaki dalam
masalah pengairan di lahan Harrah (Madinah). Maka Nabi Saw. bersabda: Hai
Zubair, airilah lahanmu, kemudian salurkan airnya kepada lahan tetanggamu! Kemudian
lelaki yang dari kalangan Ansar itu berkata, "Wahai Rasulullah, engkau
putuskan demikian karena dia adalah saudara sepupumu." Maka roman wajah
Rasulullah Saw. memerah (marah), kemudian bersabda lagi: Airilah
lahanmu, hai Zubair, lalu tahanlah airnya hingga berbalik ke arah tembok,
kemudian alirkanlah ke lahan tetanggamu. Dalam keputusan ini Nabi Saw.
menjaga hak Az-Zubair dengan keputusan yang gamblang karena orang Ansar
tersebut menahan air itu. Nabi Saw. memberikan saran demikian ketika keduanya
melaporkan hal tersebut kepadanya, dan ternyata keputusannya itu mengandung
keadilan yang merata. Az-Zubair mengatakan, "Aku merasa yakin ayat ini
diturunkan berkenaan dengan peristiwa tersebut." Yang dimaksud olehnya
adalah firman Allah Swt. yang mengatakan: Maka demi Tuhanmu, mereka
(pada hakikatnya) tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara
yang mereka perselisihkan. (An-Nisa: 65), hingga akhir ayat. (HR
Al-Bukhari) (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: I:
471; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)
6.
QS. An-Nisaa [4] ayat 59
...فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ...
. . .Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), . .
.
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa
58-59 dan diberi judul Manhaaju al-hukmi al-islamiy, adaa-u al-amaanati wa
al-huquuqu ilaa ahlihaa wa al-hukmi bi al-‘adli wa ithaa’atulLaahi war rasuuli
wa wilaatu al-umuuri (Manhaj hukum Islami: menunaikan berbagai amanat dan
menyampaikan hak-hak kepada yang berhak memilikinya, menghukumi dengan adil, serta
keta’atan kepada Allah, Sang Rasul, dan kepemimpinan berbagai urusan).
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
قَالَ مُجَاهِد وَغَيْر
وَاحِد مِنْ السَّلَف أَيْ إِلَى كِتَاب اللَّه وَسُنَّة رَسُوله.
Menurut Mujahid dan
bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, yang mengatakan bahwa makna yang
dimaksud ialah mengembalikan hal tersebut kepada Kitabullah (Al-Qur'an) dan
Sunnah Rasulullah Saw.
وَهَذَا أَمْر مِنْ
اللَّه عَزَّ وَجَلَّ " بِأَنَّ كُلّ شَيْء تَنَازَعَ النَّاس فِيهِ مِنْ
أُصُول الدِّين وَفُرُوعه أَنْ يُرَدّ التَّنَازُع فِي ذَلِكَ إِلَى الْكِتَاب
وَالسُّنَّة كَمَا قَالَ تَعَالَى وَمَا اِخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْء فَحُكْمه
إِلَى اللَّه فَمَا حَكَمَ بِهِ الْكِتَاب وَالسُّنَّة وَشَهِدَا لَهُ
بِالصِّحَّةِ فَهُوَ الْحَقّ وَمَاذَا بَعْد الْحَقّ إِلَّا الضَّلَال
Hal ini merupakan
perintah Allah Swt. yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan
di antara manusia menyangkut masalah pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya,
hendaknya perselisihan mengenainya itu dikembalikan kepada penilaian Kitabullah
dan Sunnah Rasulullah. Seperti yang disebut oleh ayat lain, yaitu firman-Nya: Tentang sesuatu apa pun kalian berselisih, maka putusannya
(terserah) kepada Allah. (Asy-Syura: 10) Maka apa yang
diputuskan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah yang dipersaksikan
kesahihannya, maka hal itu adalah perkara yang hak. Tiadalah sesudah perkara
yang hak, melainkan hanya kebatilan belaka. (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir
Al-Quran Al-‘Adzim: I: 470; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)
7.
QS. An-Nisaa [4] ayat 80
مَنْ
يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ الله...
Barangsiapa
yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. . .
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa 80-82
dan diberi judul Thaa’atu ar-Rasuuli Thaa’atulLaahi, wa tadabburu al-Quraani
wa kawnuhu min ‘andilLaahi (Ta’at kepada Sang Rasul adalah ta’at kepada
Allah, dan tadabbur al-Quran yang itu berasal dari sisi Allah).
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
يُخْبِر تَعَالَى عَنْ
عَبْده وَرَسُوله مُحَمَّد صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَنَّ مَنْ
أَطَاعَهُ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّه وَمَنْ عَصَاهُ فَقَدْ عَصَى اللَّه وَمَا ذَاكَ
إِلَّا لِأَنَّهُ مَا يَنْطِق عَنْ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْي يُوحَى
Allah Swt.
memberitahukan perihal hamba dan Rasul-Nya (yaitu Nabi Muhammad Saw.), bahwa
barang siapa yang menaatinya, berarti ia taat kepada Allah. Barang siapa yang
durhaka kepadanya, berarti ia durhaka kepada Allah. Hal tersebut tidak lain
karena apa yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) bukan menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diturunkan
kepadanya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ أَطَاعَنِي
فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ
الْأَمِيرَ فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي".
dari Abu Hurairah yang
menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Barang siapa yang
taat kepadaku, berarti ia taat kepada Allah; dan barang siapa yang durhaka
kepadaku, berarti ia durhaka kepada Allah. Barang siapa yang menaati amir(ku),
berarti ia taat kepadaku; dan barang siapa yang durhaka kepada amir(ku),
berarti ia durhaka kepadaku. (HR Ibnu Abi Hatim Ar-Razi). (Al-Hafidz
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: I: 479; Beirut: Dar el-Fikr,
2011)
8.
QS. Asy-Syuuraa [42] ayat 52
...وَإِنَّكَ
لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ صِراطِ اللهِ
. .
.Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa 51-53
dan diberi judul Anwaa’u al-wahyi (Macam-macam wahyu).
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
" وَإِنَّك "
أَيْ يَا مُحَمَّد " لَتَهْدِي إِلَى صِرَاط مُسْتَقِيم " وَهُوَ
الْخُلُق الْقَوِيم . " صِرَاط اللَّه " أَيْ شَرْعه الَّذِي أَمَرَ
بِهِ اللَّه
Dan
sesungguhnya kamu (yakni Muhammad) benar-benar
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. (Asy-Syura: 52) Yaitu jalan
yang hak lagi lurus. (yaitu) jalan Allah. (Asy-Syura: 53) Yakni
syariat yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. untuk dilaksanakan. (Al-Hafidz
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: IV: 1676; Beirut: Dar el-Fikr,
2011)
9.
QS. An-Nuur [24] ayat 63
...فَلْيَحْذَرِ
الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ
عَذَابٌ أَلِيمٌ
. .
.maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa azab yang pedih.
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. An-Nisaa 62-64
dan diberi judul Isti-dzaanu ‘inda al-khuruuji wa adabu khithaabi an-Nabiy
Saw wa tahdziiru min mukhaalafati amrihi (Memohon
izin ketika keluar dan adab berbincang dengan Nabi Saw serta peringatan dari
menyalahi perintahnya).
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
أَيْ عَنْ أَمْر رَسُول
اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَبِيله وَمِنْهَاجه وَطَرِيقَته
وَسُنَّته وَشَرِيعَته فَتُوزَن الْأَقْوَال وَالْأَعْمَال بِأَقْوَالِهِ
وَأَعْمَاله فَمَا وَافَقَ ذَلِكَ قُبِلَ وَمَا خَالَفَهُ فَهُوَ مَرْدُود عَلَى
قَائِله وَفَاعِله كَائِنًا مَنْ كَانَ
Yakni menyalahi perintah
Rasulullah Saw., yaitu menentang jalannya, metodanya, jalurnya, sunnah, dan
syariatnya. Maka semua ucapan dan amal perbuatannya ditimbang dengan semua
ucapan dan amal perbuatan Nabi Saw. Mana yang sesuai, dapat diterima; dan mana
yang bertentangan, ditolak dan dikembalikan kepada pelakunya, siapa pun dia
adanya.
كَمَا ثَبَتَ فِي
الصَّحِيحَيْنِ وَغَيْرهمَا عَنْ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَنَّهُ قَالَ : " مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرنَا فَهُوَ رَدّ
" أَيْ فَلْيَحْذَرْ وَلْيَخْشَ مَنْ خَالَفَ شَرِيعَة الرَّسُول بَاطِنًا وَظَاهِرًا
Seperti yang telah
disebutkan di dalam kitab Sahihain dan kitab-kitab hadis
lainnya dari Rasulullah Saw. bahwa beliau Saw. pernah bersabda: Barang siapa
yang mengerjakan suatu amal perbuatan yang bukan termasuk urusan kami, maka hal
itu ditolak. Dengan kata lain, hendaklah orang-orang yang menyalahi syariat
Rasulullah Saw. berhati-hati dan takut lahir dan batinnya.
" أَنْ
تُصِيبهُمْ فِتْنَة " أَيْ فِي قُلُوبهمْ مِنْ كُفْر أَوْ نِفَاق أَوْ
بِدْعَة " أَوْ يُصِيبهُمْ عَذَاب أَلِيم " أَيْ فِي الدُّنْيَا
بِقَتْلٍ أَوْ حَدّ أَوْ حَبْس أَوْ نَحْو ذَلِكَ
akan
ditimpa cobaan. (An-Nur: 63) dalam hati mereka berupa kekafiran,
kemunafikan, atau perkara bid'ah. atau ditimpa azab yang pedih. (An-Nur:
63) Yakni azab di dunia, seperti dihukum mati, atau dihukum had, atau
dipenjara, dan lain sebagainya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَة
قَالَ قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَثَلِي
وَمَثَلكُمْ كَمَثَلِ رَجُل اِسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلهَا
جَعَلَ الْفِرَاش وَهَذِهِ الدَّوَابّ اللَّائِي يَقَعْنَ فِي النَّار يَقَعْنَ
فِيهَا وَجَعَلَ يَحْجُزُهُنَّ وَيَغْلِبْنَهُ فَيَتَقَحَّمْنَ فِيهَا - قَالَ -
فَذَلِكَ مَثَلِي وَمَثَلكُمْ أَنَا آخُذ بِحُجَزِكُمْ عَنْ النَّار هَلُمَّ عَنْ
النَّار فَتَغْلِبُونِي وَتَقْتَحِمُونَ فِيهَا " .
dari Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaan aku dan kalian sama dengan
seorang lelaki yang menyalakan api. Setelah apinya menyala, maka kupu-kupu dan
serangga-serangga lainnya berjatuhan ke dalam apinya, sedangkan dia berusaha
menghalang-halanginya, tetapi mereka dapat mengalahkannya dan menceburkan diri
mereka ke dalam api itu. (Nabi Saw. melanjutkan sabdanya) Yang
demikian itulah perumpamaan aku dan kalian; aku menahan kalian agar kalian
jangan terjerumus ke dalam neraka, "Menjauhlah dari neraka!" Tetapi
kalian dapat mengalahkan aku dan kalian menceburkan diri ke dalam neraka.
(HR Ahmad) (Al-Hafidz Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: III:
1326; Beirut: Dar el-Fikr, 2011)
10. QS.
Al-Ahzaab [33] ayat 34
وَاذْكُرْنَ
مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ مِنْ آيَاتِ اللهِ وَالْحِكْمَةِ...
Dan
ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah
nabimu). . .
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili
pada kitabnya, “At-Tafsir Al-Munir”, mengelompokan QS. Al-Ahzab 31-34
dan diberi judul Khashaaisha ahlu baiti an-nubuwwati (Kekhususan-kekhususan
bagi penghuni rumah Nabi).
Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir
menjelaskan:
أَيْ وَاعْمَلْنَ بِمَا
يُنَزِّل اللَّه تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَى رَسُوله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي بُيُوتكُنَّ مِنْ الْكِتَاب وَالسُّنَّة قَالَهُ قَتَادَة وَغَيْر
وَاحِد وَاذْكُرْنَ هَذِهِ النِّعْمَة الَّتِي خُصِّصْتُنَّ بِهَا مِنْ بَيْن
النَّاس أَنَّ الْوَحْي يَنْزِل فِي بُيُوتكُنَّ دُون سَائِر النَّاس وَعَائِشَة
الصِّدِّيقَة بِنْت الصِّدِّيق رَضِيَ اللَّه عَنْهَا أَوْلَاهُنَّ بِهَذِهِ
النِّعْمَة وَأَحْظَاهُنَّ بِهَذِهِ الْغَنِيمَة وَأَخَصّهنَّ مِنْ هَذِهِ
الرَّحْمَة الْعَمِيمَة فَإِنَّهُ لَمْ يَنْزِل عَلَى رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَحْي فِي فِرَاش اِمْرَأَة سِوَاهَا كَمَا نَصَّ عَلَى
ذَلِكَ صَلَوَات اللَّه وَسَلَامه عَلَيْهِ
Artinya, ketahuilah apa
yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Rasul-Nya di dalam rumah kalian berupa
Al-Qur'an dan sunnah. Demikianlah menurut Qatadah dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang. Ingatlah akan nikmat yang telah dikhususkan Allah bagi kalian di
antara semua manusia. Yaitu bahwa wahyu ada yang diturunkan di rumah-rumah
kalian, bukan rumah orang lain. Dan Siti Aisyah r.a. As-Siddiqah binti
As-Siddiq r.a. adalah istri Nabi Saw. yang paling utama mendapat nikmat ini,
paling beruntung, serta paling khusus di antara istri-istri beliau yang lainnya
dalam mendapatkan rahmat yang berlimpah ini. Karena sesungguhnya belum pernah
diturunkan kepada Rasulullah Saw. suatu wahyu pun di atas tempat tidur seorang
istri selain dari tempat tidur Siti Aisyah r.a., sebagaimana yang pernah
disebutkan oleh sabda Nabi Saw. yang menceritakan hal tersebut. (Al-Hafidz
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Adzim: III: 1483; Beirut: Dar el-Fikr,
2011)
Refleksi: [1]QS.
59: 7 menuntut totalitas dalam ta’at kepada Rasul Saw. [2]QS. 53: 3-4
bahwa as-Sunnah tercipta atas bimbingan wahyu dan bukan atas dasar nafsu. [3]QS.
3: 31 bahwa Mencintai Allah buktinya adalah menta’ati Rasul Saw. agar
dicintai-Nya. [4]QS. 33: 21 memerintahkan mengikuti Rasul Saw. dalam
perkataan, perbuatan, dan sifat. [5]QS. 4: 65 Tidak disebut beriman sehingga
menta’ati Rasul Saw yang pasti benar dalam menetapkan. [6]QS. 4: 59
Mengembalikan setiap perbedaan pendapat dan sikap kepada al-Quran dan as-Sunnah.
[7]QS. 4: 80 bahwa durhaka kepada Rasul Saw. sama dengan durhaka kepada
Allah Ta’ala. [8]QS. 42: 52 bahwa Rasul Saw. pasti membawa kepada jalan
yang lurus. [9]QS. 24: 63 Disiksa itu karena menyalahi perintah Rasulullah.
[10]QS. 33: 34 Kehadiran al-Quran dan as-Sunnah adalah karunia dahsyat luar
biasa.
by Bidang
Pendidikan dan Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan