ESENSI IBADAH

 

ESENSI IBADAH

Oleh: Fahrevi Firdaus

 

          Manusia merupakan salah satu makhluk Allah yang diberikan kemuliaan berupa akal, olehnya manusia bisa dengan bebas berekspresi dalam memahami segala sesuatu. Sehingga tak jarang manusia selalu diliputi oleh kemampuan berpikir, berinteraksi dengan berbagai bahasa meskipun dengan negara ataupun wilayah yang berbeda. Al-ustadz Aceng Zakaria dalam salah satu ‘masterpice’ nya yang berjudul “ilmu mantiq”, beliau menulis bahwa manusia hanyalah hewan yang dapat bicara. Artinya manusia hanya memiliki satu kelebihan yaitu berbicara yang memiliki makna, berbeda dengan hewan hanyalah nafsu berupa rasa kasih sayang dan benci menjadi watak aslinya.

          Atas dasar kelebihan itulah manusia dipilih oleh Allah sebagai khalifah di bumi dengan landasan beribadah kepada Rabb-Nya sebagai pemilik semesta alam. Makhluk lainnya yaitu malaikat protes terhadap keputusan Allah memilih manusia untuk merawat bumi, dengan alasan karena manusia dengan hawa nafsu yang dilandasi akal akan melakukan kerusakan dan pertumpahan darah karena perselisihan egoisme diantara mereka. Allah Swt dengan ke-Maha Besaran-Nya menegaskan bahwa engkau para malaikat tidak mengetahui apa yang Allah ketahui (al-Baqarah: 30).

 

Dua dimensi Manusia

            ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ْتُ الْجِÙ†َّ ÙˆَالْØ¥ِÙ†ْسَ Ø¥ِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعْبُدُونِ

“dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)

          Manusia memiliki dua dimensi dalam dirinya, yaitu jasad atau anggota badan yang berkaitan erat dengan duniawi dan ruhani (ukhrawi) yang menjadi kelebihan manusia itu sendiri. Jasad agar selalu berfungsi dengan baik mesti melakukan perawatan rutin, misalnya makan dan minum merupakan kebutuhan mendasar untuk manusia agar kuat melakukan aktivitasnya.

          Ketika dimensi jasad sudah terpenuhi, maka dimensi ruhani pun perlu untuk dirawat agar berfungsi untuk mencapai kebahagiaan akhirat yaitu dengan mengerjakan kegiatan-kegiatan spiritual, seperti melakukan ibadah mahdloh (wajib) dan ghair mahdloh (mandub). Kedua dimensi ini mesti diseimbangkan, karena ketika yang diisi kebutuhannya adalah dimensi jasad dengan otomatis manusia akan mengalami ketidakseimbangan dalam dirinya. Kebutuhan materialistik terus menerus dipenuhi, sehingga kegelisahan selalu ada dan pada akhirnya terjebak dalam siklus kehidupan ekstrim.

Mengapa harus beribadah?

          Ibadah yang merupakan konten utama dalam memenuhi kebutuhan ruhani berposisi sebagai tugas utama bagi manusia, artinya segala bentuk ucapan dan tindakan semuanya harus bermuara kepada Rabb Ta’alaa. Allah Swt telah memerintahkan Nabi Muhammad sebagai uswah hasanah (contoh baik) dalam hal ber-aqidah, ibadah dan muamallah untuk meninggalkan kepada mereka yang beribadah hanya karena ada maksud tertentu, seperti memperoleh materi dunia yang sifatnya tidak kekal abadi (an-Najm: 29).

          Paradigma mengenai ibadah seperti ini tentu salah dan bertentangan dengan syariat. Karena manusia sudah di design oleh Allah Swt menjadi seorang hamba, ada atau tidaknya agama manusia akan mempunyai potensi untuk mengabdi kepada Rabb semesta alam. Sehingga ibadah harus didasari dengan rasa kebutuhan karena dikatakan menjadi wajib adalah merupakan bukti bahwa ketika manusia menentang kepada desain-nya, maka ketidakseimbangan akan terus meliputinya.

          Allah Swt memberikan penghargaan kepada manusia yang memiliki ketaqwaan. Hamba yang bertaqwa dalam orientasi menjalani kehidupannya akan selalu disukseskan oleh Allah yang tidak selamanya dengan materi, bisa berupa perilaku kehidupannya baik dan bermanfaat bagi yang lainnya. Artinya, ibadah merupakan proses panjang yang menjadikan manusia mampu memahami arti akan amanat dirinya sebagai khalifah di bumi.

Hakikat Manusia Taqwa

ÙˆَÙ…َÙ†ْ ÙŠَتَّÙ‚ِ اللَّÙ‡َ ÙŠَجْعَÙ„ْ Ù„َÙ‡ُ Ù…َØ®ْرَجًا ÙˆَÙŠَرْزُÙ‚ْÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْ Ø­َÙŠْØ«ُ Ù„َا ÙŠَØ­ْتَسِبُ

“dan barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (QS. At-Talaq: 2-3)

          Allah Swt memberikan jaminan kepada manusia bertaqwa dengan menggunakan kalimat Ù…َÙ†ْ yang dalam ilmu gramatika Bahasa Arab memiliki predikat isim mausul mengandung makna umum, artinya entah itu laki-laki, perempuan, kaya, cukup, tua dan muda selama ia bertaqwa kepada Allah akan mendapatkan jaminan ini. Taqwa secara etimologi berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya menjaga diri, menghindari dan menjauhi. Sedangkan secara terminologi adalah manusia yang takut kepada Allah berdasarkan keimanan dan kesadaran dengan menjauhi segala larangan-Nya serta takut terjerumus dalam perbuatan dosa. Al-qur’an mengulangi kata taqwa sebanyak 259 kali dengan berbagai macam makna, diantaranya; menghindari, menjauhi, menutupi dan menyembunyikan.

 

Wallahu ‘alam bishawab

 

Loscimaung, 8 Maret 2021

 

Referensi

-        Al-Qur’anul ‘Adzim

-        Tafsir Ibnu Katsir

-        Fathul Majid

-        Tafsir Al-Marghi

-        Al-Hidayah; KH. Aceng Zakaria

-        Ilmil Mantiqi; KH. Aceng Zakaria

-        Youtube

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama