... وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ. ...
“…walaupun
manusia itu menurut tabiatnya kikir…” (QS. An-Nisaa [4]: 128), Maksudnya,
perdamaian di saat saling bertolak belakang adalah lebih baik daripada
perceraian. Karena itulah ketika usia Saudah binti Zam'ah sudah lanjut,
Rasulullah Saw. berniat akan menceraikannya, tetapi Saudah berdamai dengan
Rasulullah Saw. dengan syarat ia tetap menjadi istrinya dan dengan suka rela ia
memberikan hari gilirannya kepada Siti Aisyah. Maka Nabi Saw. menerima
persyaratan tersebut yang diajukan oleh Saudah, dengan imbalan Saudah tetap berstatus
sebagai istri Nabi Saw. (Tafsir Ibnu Katsir: QS. An-Nisaa [4]: 128)
Kekikiran selalu ada pada diri, tidak pernah hilang
daripadanya. (Tafsir Al-Maraghi: QS. An-Nisaa [4]: 127-130)
"اللَّهُمَّ
إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ، وَالْهَرَمِ وَالْجُبْنِ
وَالْبُخْلِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ. ..."
“Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, kepikunan,
sifat pengecut, sifat kikir, dan azab kubur. …” (HR. Ahmad)
وَلا يَأْتَلِ
أُولُوا الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبى
وَالْمَساكِينَ وَالْمُهاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا
أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Dan
janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu
bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya),
orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan
hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa
Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nuur: 22)
Di sini (QS. An-Nuur: 22) terkandung dalil tentang
keutamaan dan kemuliaan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. (Syaikh Wahbah
Az-Zuhaili, At-Tafsiir Al-Muniir: QS. An-Nuur [24]: 22)
... وَمَنْ
يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ.
…Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.
(QS. Al-Hasyr: 9)
شُحَّ نَفْسِهِ adalah kekikiran yang disertai ambisi…. Pendapat lain
menyebutkan, " شُحَّlebih
keras daripada ااَلبُخْلُ (kikir). … Sa'id bin Jubair berkata, "شُحَّ نَفْسِهِ artinya mengambil
yang haram dan tidak menunaikan zakat.”
Ibnu Zaid berkata, "Siapa yang tidak pernah mengambil
sesuatu yang dilarang Allah dan tidak pernah menahan sesuatu yang diperintahkan
Allah untuk ditunaikan, maka dia telah dipelihara dari kekikiran dirinya."
Thawus berkata,
"
ااَلبُخْلُ adalah
kikirnya seseorang dengan apa yang ada di tangannya, sedangkan الشُّحُّ adalah ambisi terhadap apa yang ada di tangan orang lain.
Dia ingin memiliki apa yang dimiliki mereka, baik dengan halal maupun haram,
dia tidak peduli."
Ibnu Uyainah berkata, “الشُّحُّ adalah kezhaliman.” Al-Laits berkata, “(Maksudnya adalah)
meninggalkan kewajiban dan melanggar yang haram."
Zhahir ayat ini, bahwa keberuntungan itu diperoleh karena
tidak kikir dengan sesuatu pun, yaitu kikir yang buruk secara syar'i, yakni
kikir untuk berzakat, shadaqah, silaturahim, dan sebagainya, sebagaimana yang
tampak dari di-idlafat-kannya الشُّحُّ kepada
اَلنَّفْسُ.
Kata penunjuk فَأُولئِكَ (mereka itulah) menunjukkan مَنْ berdasarkan maknanya. Kata ini sebagai mubtada', dan khabar-nya
adalah هُمُ الْمُفْلِحُونَ
(orang-orang yang beruntung).
الفَلَاحُ yakni dari الْمُفْلِحُونَ adalah kemenangan dan pencapaian
segala yang dicari. (Asy-Syaukani, Tafsiir Fathul Qadiir, QS.
Al-Hasyr: 9)
وَلا يَحْسَبَنَّ
الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِما آتاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَهُمْ
بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ ما بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيامَةِ. ...
Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat…. (QS. Ali Imran [3]: 180)
Wallaahu A’lam, Abu Akyas.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan