هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ
“...Mereka
adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka..." (QS. Al Baqarah: 187)
Kalimat-kalimat
ini pun adalah kata-kata yang sangat halus dan mendidik sopan santun di
antara manusia. Sebab apabila suami-isteri telah berjumpa secara suami-isteri
benar-benarlah mereka pakai-memakai, bahkan manjadi satu tubuh, sehingga
disebut juga setubuh dalam bahasa kita. (DR. Hamka, Tafsir Al-Azhar)
Hal
ini (QS. Al-Baqarah: 187) merupakan suatu keringanan dari Allah buat
kaum muslim, dan Allah menghapuskan apa yang berlaku di masa permulaan Islam.
Karena sesungguhnya pada permulaan Islam, apabila salah seorang di antara
mereka berbuka, ia hanya dihalalkan makan dan minum serta bersetubuh sampai
salat Isya saja. Tetapi bila ia tidur sebelum itu atau telah salat Isya, maka
diharamkan baginya makan, minum, dan bersetubuh sampai malam berikutnya. Maka
dengan peraturan ini mereka mengalami masyaqat yang besar. Ar-Rafas,
dalam ayat ini artinya bersetubuh. (Tafsir Ibnu Katsir: QS. Al-Baqarah,
187)
… Menurut
Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan
Muqatil ibnu Hayyan, makna yang dimaksud ialah 'mereka adalah ketenangan
bagi kalian, dan kalian pun adalah ketenangan bagi mereka'. … (Tafsir
Ibnu Katsir: QS. Al-Baqarah, 187)
"{هُنَّ لِبَاسٌ} masing-masing dari suami istri ibaratnya pakaian bagi
pasangannya karena ia menutupi pasangannya-sebagaimana pakaian menutupi
pemakainya-dan mencegahnya dari perbuatan maksiat. Ungkapan Al-Qur'an
ini adalah kinayah tentang berpelukannya suami istri atau butuhnya
masing-masing dari keduanya kepada pasangannya. (Syaikh Wahbah
Az-Zuhaili: Tafsir Al-Misbah, QS. Al-Baqarah: 187)
وَقَالَ النَّابِغَةُ الجَعْدِيُّ: إِذَا
مَا الضَّجِيْعُ ثَنَى جَيِّدُهَا ... تَدَاعَتْ فَكَانَتْ عَلَيْهِ لِبَاسًا.
An-Nabighah
Al Ja'di berkata, "Aku akrab dengan beberapa manusia selama beberapa
waktu, kemudian aku kehilangan mereka, Aku kehilangan beberapa orang setelah
kehilangan beberapa orang (sebelumnya)." (Tafsir
Al-Qurthubi: QS. Al-Baqarah, 187)
Abu
Ja'far berkata: Maknanya; isteri-isteri kalian adalah pakaian bagi kalian, dan kalian
adalah pakaian bagi mereka. Jika ada yang berkata: bagaimana para isteri
menjadi pakaian kita dan kita menjadi pakaian mereka, sementara arti
pakaian adalah sesuatu yang dipakai? Jawabannya: ada dua makna dalam hal ini;
Pertama, masing-masing
dari keduanya menjadikan yang lain sebagai pakaiannya, karena mereka telanjang
Ketika tidur dan tubuh mereka menyatu dalam satu pakaian, sehingga yang satu menjadi
pakaian bagi yang lain. Seperti ucapan Nabighah Al-Ja’di dalam sya’irnya
Kedua, dijadikannya
yang satu sebagai pakaian bagi yang lain adalah karena ia menjadi tempat
ketenangan baginya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ
لِبَاسًا وَالنَّوْمَ سُبَاتًا وَجَعَلَ النَّهَارَ نُشُورًا.
Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan
Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (Qs. AI Furqaan [25]: 47)
Demikian juga isteri, ia menjadi tempat ketenangan bagi sang
suami, sebagaimana fiman Allah Ta’ala:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا
حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ
رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ.
Dialah
Yang menciptakan kalian dari diri yang satu, dan darinya Dia menciptakan
istrinya, agar dia merasa senang kepadanya Maka setelah dicampurinya, istrinya
itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa
berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah —Tuhannya— seraya
berkata, "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah
termasuk orang-orang yang bersyukur." (QS. Al-A’raf: 189) …(Tafsir
Ath-Thabari: QS. Al-Baqarah: 187)
"Pakaian"
itu adalah untuk menutupi dan melindungi tubuh. Demikian pula dalam
hubungan antara suami istri. Masing-masing menutupi dan melindungi yang lain
Islam memberlakukan manusia dengan eksistensinya sebagaimana adanya dengan
bangunan dan fitrahnya dan membimbing tangannya untuk menaiki tangga ketinggian
secara menyeluruh. Islam dengan pandangannya memenuhi dorongan daging dan
darah, dan menyertainya dengan ruh yang halus, dan menyelimutinya dengan
selimut yang halus ini pada suatu waktu. (Sayyid Qutb, Tafsir Fii
Zhilaalil Qur’aan: QS. Al-Baqarah, 187)
Wallaahu A’lam, Abu Akyas.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan