A.
PEMAKNAAN SYAHID
Mati syahid
adalah dambaan setiap muslim sejati, bahkan prinsip hidupnya adalah “hidup
mulia atau mati syahid”, isy kariiman au mut syahiidan. Namun tidak
semudah membalikkan telapak tangan, ternyata syahid itu tentunya perlu melalui
kerasnya perjuangan lahir dan batin.
Di
antara maksud syahid sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Ambari,
لِأَنَّ اللَّه
تَعَالَى وَمَلَائِكَته عَلَيْهِمْ السَّلَام يَشْهَدُونَ لَهُ بِالْجَنَّةِ .
فَمَعْنَى شَهِيد مَشْهُود لَهُ
“Karena
Allah Ta’ala dan malaikat-Nya ‘alaihimus salam menyaksikan
orang tersebut dengan surga. Makna syahid di sini adalah disaksikan untuknya.” (Syarh
Shahih Muslim, 2: 142, juga disebutkan dalam Fath Al-Bari, 6:
42).
Seseorang
dinilai syahid saat syahid itu “disaksikan untuknya”, yakni seseorang itu
secara amalan ia memenuhi syarat calon syahid, tetapi kemudian apakah ia
dinilai syahid ataukah tidak tergantung “persaksian” dari Allah Ta’ala dan
malaikat-Nya.
Itulah
mengapa saat kita melihat seseorang mati syahid berdasarkan kriteria yang dapat
didengar dan dilihat namun tetap tidak dapat menilai isi hatinya, maka tidak
layak dikatakan: “Ia syahid”, tetapi lebih pantas dikatakan, “Ia syahid, Insya
Allah (jika Allah Ta’ala menghendaki)”.
Ibnu
Hajar menyebutkan pendapat lain, yang dimaksud dengan syahid adalah malaikat
menyaksikan bahwa mereka mati dalam keadaan husnul khatimah (akhir
hidup yang baik). (Lihat Fath Al-Bari, 6: 43)
B. LEVEL SYAHID
Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan
bahwa syahid itu ada tiga macam:
- Syahid yang mati ketika
berperang melawan kafir harbi (yang berhak untuk diperangi). Orang ini
dihukumi syahid di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Syahid seperti
ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.
- Syahid dalam hal pahala namun
tidak disikapi dengan hukum syahid di dunia. Contoh syahid jenis ini ialah
mati karena melahirkan, mati karena wabah penyakit, mati karena
reruntuhan, dan mati karena membela hartanya dari rampasan, begitu pula penyebutan
syahid lainnya yang disebutkan dalam hadits shahih. Mereka tetap
dimandikan, dishalatkan, namun di akhirat mendapatkan pahala syahid. Namun
pahalanya tidak harus seperti syahid jenis pertama.
- Orang yang khianat dalam harta
ghanimah (harta rampasan perang), dalam dalil pun menafikan syahid pada
dirinya ketika berperang melawan orang kafir. Namun hukumnya di dunia
tetap dihukumi sebagai syahid, yaitu tidak dimandikan dan tidak
dishalatkan. Sedangkan di akhirat, ia tidak mendapatkan pahala syahid yang
sempurna. Wallahu a’lam. (Syarh Shahih Muslim, 2: 142-143).
Jadi
Imam Nawawi menggolongkan mati syahid karena tenggelam, juga karena hamil atau
melahirkan adalah dengan mati syahid akhirat, di mana mereka tetap dimandikan
dan dishalatkan. Beda halnya dengan mati syahid karena mati di medan perang.
Ibnu
Hajar rahimahullah membagi mati syahid menjadi dua macam:
- Syahid dunia dan syahid
akhirat, adalah mati ketika di medan perang karena menghadap musuh di
depan.
- Syahid akhirat, yaitu seperti
yang disebutkan dalam hadits di atas (yang mati tenggelam dan semacamnya,
pen.). Mereka akan mendapatkan pahala sejenis seperti yang mati syahid.
Namun untuk hukum di dunia (seperti tidak dimandikan, pen.) tidak berlaku
bagi syahid jenis ini. (Fath Al-Bari, 6; 44)
1.
SYAHID DI DUNIA DAN AKHIRAT
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ
وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا.
Dan
barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama
dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para
shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka
itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An-Nisaa [4]: 69)
2.
NILAI-NILAI SYAHID DI AKHIRAT
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ
الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ.
“Orang
yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena tho’un (wabah), orang
yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang
mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.”
(HR. Bukhari, no. 2829 dan Muslim, no. 1914 dari Abu Hurairah ra.)
الْقَتِيلُ فِى
سَبِيلِ اللَّهِ شَهِيدٌ وَالْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَمَنْ
مَاتَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ.
“Orang
yang terbunuh di jalan Allah (fii sabilillah) adalah syahid; orang yang mati karena
wabah adalah syahid; orang yang mati karena penyakit perut adalah syahid; dan
wanita yang mati karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Ahmad, 2: 522
dari Abdullah bin Busr ra. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan ‘Adil Mursyid
menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
الشَّهَادَةُ
سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ
شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ
الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِى يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ
تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ.
“Orang-orang
yang mati syahid yang selain terbunuh di jalan Allah ‘azza wa jalla itu ada
tujuh orang, yaitu korban wabah adalah syahid; mati tenggelam (ketika melakukan
safar dalam rangka ketaatan) adalah syahid; yang punya luka pada lambung lalu
mati, matinya adalah syahid; mati karena penyakit perut adalah syahid; korban
kebakaran adalah syahid; yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid; dan
seorang wanita yang meninggal karena melahirkan (dalam keadaan nifas atau dalam
keadaan bayi masih dalam perutnya, pen.) adalah syahid.” (HR. Abu Daud,
no. 3111 dari Jabir bin ‘Atik. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad
hadits ini shahih. Lihat keterangan ‘Aun Al-Ma’bud, 8: 275)
3.
SYAHID DI DUNIA NAMUN TIDAK
DINILAI SYAHID DI AKHIRAT
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra.,
ia berkata:
خَرَجْنَا مَعَ النَّبِىِّ ص إِلَى خَيْبَرَ فَفَتَحَ اللهُ عَلَيْنَا فَلَمْ نَغْنَمْ ذَهَبًا وَلاَ
وَرِقًا، غَنِمْنَا الْمَتَاعَ وَالطَّعَامَ وَالثِّيَابَ ثُمَّ انْطَلَقْنَا
إِلَى الْوَادِي وَمَعَ رَسُولِ اللهِ ص عَبْدٌ لَهُ وَهَبَهُ لَهُ رَجُلٌ مِنْ جُذَامٍ يُدْعَى رِفَاعَةَ بْنَ
زَيْدٍ مِنْ بَنِي الضُّبَيْبِ فَلَمَّا نَزَلْنَا الْوَادِىَ قَامَ عَبْدُ
رَسُولِ اللهِ ص يَحُلُّ رَحْلَهُ فَرُمِيَ بِسَهْمٍ فَكَانَ فِيهِ حَتْفُهُ فَقُلْنَا:
هَنِيئًا لَهُ الشَّهَادَةُ، يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ رَسُولُ اللهِ ص: كَلاَّ، وَالَّذِى
نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّ الشَّمْلَةَ لَتَلْتَهِبُ عَلَيْهِ نَارًا
أَخَذَهَا مِنَ الْغَنَائِمِ يَوْمَ خَيْبَرَ لَمْ تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ. قَالَ:
فَفَزِعَ النَّاسُ، فَجَاءَ رَجُلٌ بِشِرَاكٍ أَوْ شِرَاكَيْنِ، فَقَالَ: يَا
رَسُولَ اللهِ أَصَبْتُ يَوْمَ خَيْبَرَ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ
ص: شِرَاكٌ مِنْ نَارٍ أَوْ شِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ.
Kami
keluar bersama Nabi menuju ke perang Khaibar, maka Allah memenangkan kami. Kami
tidak mendapat rampasan perang berupa emas ataupun perak, tapi kami mendapatkan
rampasan berupa barang-barang, makanan, dan pakaian. Lalu kami beranjak ke
sebuah lembah, dan bersama Rasulullah n ketika itu seorang budak yang merupakan
hadiah dari seorang berasal dari bani Judzam bernama Rifa’ah bin Zaid dari bani
Adh-Dhubaib. Ketika kami singgah di lembah itu, budak tersebut bangkit untuk
melepaskan bawaan tunggangannya. Ternyata dia dipanah (oleh musuh) sehingga
menjadi sebab kematiannya. Serta merta kami mengatakan: “Berbahagialah dia
dengan pahala syahid, wahai Rasulullah.” Kemudian dengan tegas Rasulullah saw.
mengatakan: “Sekali-kali tidak! Demi yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, sesungguhnya sehelai kain yang ia ambil dari rampasan perang yang
belum dibagi pada perang Khaibar akan menyalakan api padanya.”
Kemudian
Abu Hurairah ra. berkata: “Maka para sahabat sangat ketakutan, sehingga ada
seorang yang menyerahkan satu atau dua tali sandal seraya mengatakan, ‘Wahai
Rasulullah, kami mendapatkannya pada perang Khaibar’.” Maka Rasulullah n
bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya itu adalah satu atau dua tali sandal dari
api neraka.” (HR. Muslim no. 115)
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِي ر
أَنَّ رَسُولَ اللهِ ص
الْتَقَى هُوَ وَالْمُشْرِكُونَ فَاقْتَتَلُوا، فَلَمَّا
مَالَ رَسُولُ اللهِ ص إِلَى عَسْكَرِهِ، وَمَالَ الْآخَرُونَ إِلَى عَسْكَرِهِمْ، وَفِي
أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ ص رَجُلٌ لاَ يَدَعُ لَهُمْ شَاذَّةً وَلاَ فَاذَّةً إِلاَّ اتَّبَعَهَا
يَضْرِبُهَا بِسَيْفِهِ، فَقَالَ: مَا أَجْزَأَ مِنَّا الْيَوْمَ أَحَدٌ كَمَا
أَجْزَأَ فُلاَنٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ص: أَمَا إِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ. –وَفِي رِوَايَةٍ: فَقَالُوا أَيُّنَا
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ إِنْ كَانَ هَذَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ- فَقَالَ رَجُلٌ
مِنَ الْقَوْمِ: أَنَا صَاحِبُهُ. قَالَ: فَخَرَجَ مَعَهُ كُلَّمَا وَقَفَ وَقَفَ
مَعَهُ، وَإِذَا أَسْرَعَ أَسْرَعَ مَعَهُ. قَالَ: فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا
شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ بِالْأَرْضِ
وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَى سَيْفِهِ، فَقَتَلَ
نَفْسَهُ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ إِلَى رَسُولِ اللهِ ص
فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللهِ. قَالَ: وَمَا
ذَاكَ؟ قَالَ: الرَّجُلُ الَّذِى ذَكَرْتَ آنِفًا أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ،
فَأَعْظَمَ النَّاسُ ذَلِكَ، فَقُلْتُ: أَنَا لَكُمْ بِهِ؛ فَخَرَجْتُ فِي
طَلَبِهِ، ثُمَّ جُرِحَ جَرْحًا شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ، فَوَضَعَ
نَصْلَ سَيْفِهِ فِي الْأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ
عَلَيْهِ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ص
عِنْدَ ذَلِكَ: إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ
أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ، وَهْوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ،
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ،
وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ.
Dari
Sahl bin Sa’d ra, ia mengatakan: Adalah Rasulullah berperang menghadapi
orang-orang musyrik sehingga mereka saling menyerang. Tatkala Rasulullah saw.
menuju kamp-nya, dan yang lain juga menuju kamp mereka, sementara di antara
para sahabat Nabi ada seseorang (yang gagah berani) tidak membiarkan seorang
pun (dari musyrikin, pen.) yang lepas dari regunya kecuali dia kejar dan dia
tebas dengan pedangnya. Akhirnya para sahabat mengatakan: “Tidaklah seorangpun
dari kita pada hari ini melakukan kehebatan seperti yang dilakukan oleh si
fulan itu.” Maka Rasulullah saw. mengatakan: “Sesungguhnya dia termasuk
penduduk neraka” –(dalam sebuah riwayat): Para sahabat mengatakan: “Siapa
di antara kita yang bisa menjadi penghuni al-jannah, bila orang sehebat dia
saja masih termasuk penghuni an-nar?”– Maka seseorang di antara mereka
mengatakan: “Aku akan menguntitnya terus.” Ia pun keluar bersamanya, setiap
kali orang itu berhenti ia ikut berhenti, dan jika dia bergerak cepat ia pun
ikut bergerak cepat. Ia berkisah: Lalu pria (pemberani) tersebut itu terluka
dengan luka yang parah, maka ia ingin segera mati sehingga ia letakkan (gagang)
pedangnya di bumi dan menusukkan mata pedangnya pada ulu hatinya kemudian dia
menekankan badannya di atas pedang tersebut, sehingga ia pun membunuh dirinya.
Lalu
sahabat yang menguntitnya itu datang menemui Rasulullah saw. seraya mengatakan:
“Sungguh aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah.” Beliau mengatakan:
“Kenapa?” Ia menjawab: “Orang yang engkau sebutkan tadi bahwa dia termasuk
penghuni neraka.” Lalu para sahabat tercengang dengan peristiwa tersebut. Maka
aku katakan: “Aku (akan membuktikan) untuk kalian tentangnya. Maka aku keluar
menguntitnya sampai ia terluka dengan luka yang parah maka ia ingin cepat mati,
akhirnya ia letakkan gagang pedangnya di bumi dan mata pedangnya pada ulu
hatinya, lalu ia tekankan badannya di atas pedangnya tersebut sehingga ia pun
membunuh dirinya.”
Maka
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan
amalan penghuni al-jannah –yang tampak bagi manusia– sementara sebenarnya dia
termasuk penghuni neraka. Dan sungguh seseorang beramal dengan amalan penghuni
neraka –yang tampak bagi manusia– sementara sebenarnya dia termasuk penghuni
Al-Jannah.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 4202 dan Muslim)
Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata: Sebagian ulama salaf, di
antaranya Sa’id bin Jubair berkata,
إنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ
الْحَسَنَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا النَّارَ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ
فَيَدْخُلُ بِهَا الْجَنَّةَ يَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيُعْجَبُ بِهَا وَيَفْتَخِرُ
بِهَا حَتَّى تُدْخِلَهُ النَّارَ وَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَلَا يَزَالُ خَوْفُهُ
مِنْهَا وَتَوْبَتُهُ مِنْهَا حَتَّى تُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ.
Sesungguhnya
ada seorang hamba yang beramal kebaikan malah ia masuk neraka. Sebaliknya ada
pula yang beramal kejelekan malah ia masuk surga. Yang beramal kebaikan
tersebut, ia merasa ujub (bangga dengan amalnya), lantas ia pun berbangga diri,
itulah yang mengakibatkan ia masuk neraka. Ada pula yang beramal kejelekan,
namun ia senantiasa takut (akan adzab Allah) dan ia iringi dengan taubat,
itulah yang membuatnya masuk surga. (Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah,
Darul Wafa’, 10/294)
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى
يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ
نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ
حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ
جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى
اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ
اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا
عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ
اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ:
عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ
أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ
وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ
بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ:
مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ
فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ
فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي
النَّارِ. رواه مسلم وغيره.
Dari
Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang
diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia
didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan
di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah
yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang
semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau
dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang
demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan
(malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu
dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang
yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan
dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya.
Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan
kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya,
serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau
dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan
engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al
Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian
diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam
neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki
dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya
kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah
bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia
menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang
Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’
Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya
dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan
(tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya
dan melemparkannya ke dalam neraka.’” (HR. Muslim, Shahih Muslim
dan lainnya)
Wallaahu A’lam, Abu Akyas Syaddad Al-Fatih.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan