TIGA JENIS MATI SYAHID

 

A.     PEMAKNAAN SYAHID

Mati syahid adalah dambaan setiap muslim sejati, bahkan prinsip hidupnya adalah “hidup mulia atau mati syahid”, isy kariiman au mut syahiidan. Namun tidak semudah membalikkan telapak tangan, ternyata syahid itu tentunya perlu melalui kerasnya perjuangan lahir dan batin.

 

Di antara maksud syahid sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Ambari,

 

لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى وَمَلَائِكَته عَلَيْهِمْ السَّلَام يَشْهَدُونَ لَهُ بِالْجَنَّةِ . فَمَعْنَى شَهِيد مَشْهُود لَهُ

“Karena Allah Ta’ala dan malaikat-Nya ‘alaihimus salam menyaksikan orang tersebut dengan surga. Makna syahid di sini adalah disaksikan untuknya.” (Syarh Shahih Muslim, 2: 142, juga disebutkan dalam Fath Al-Bari, 6: 42).

 

Seseorang dinilai syahid saat syahid itu “disaksikan untuknya”, yakni seseorang itu secara amalan ia memenuhi syarat calon syahid, tetapi kemudian apakah ia dinilai syahid ataukah tidak tergantung “persaksian” dari Allah Ta’ala dan malaikat-Nya.

 

Itulah mengapa saat kita melihat seseorang mati syahid berdasarkan kriteria yang dapat didengar dan dilihat namun tetap tidak dapat menilai isi hatinya, maka tidak layak dikatakan: “Ia syahid”, tetapi lebih pantas dikatakan, “Ia syahid, Insya Allah (jika Allah Ta’ala menghendaki)”.

 

Ibnu Hajar menyebutkan pendapat lain, yang dimaksud dengan syahid adalah malaikat menyaksikan bahwa mereka mati dalam keadaan husnul khatimah (akhir hidup yang baik). (Lihat Fath Al-Bari, 6: 43)

 

B.     LEVEL SYAHID

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa syahid itu ada tiga macam:

  1. Syahid yang mati ketika berperang melawan kafir harbi (yang berhak untuk diperangi). Orang ini dihukumi syahid di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Syahid seperti ini tidak dimandikan dan tidak dishalatkan.
  2. Syahid dalam hal pahala namun tidak disikapi dengan hukum syahid di dunia. Contoh syahid jenis ini ialah mati karena melahirkan, mati karena wabah penyakit, mati karena reruntuhan, dan mati karena membela hartanya dari rampasan, begitu pula penyebutan syahid lainnya yang disebutkan dalam hadits shahih. Mereka tetap dimandikan, dishalatkan, namun di akhirat mendapatkan pahala syahid. Namun pahalanya tidak harus seperti syahid jenis pertama.
  3. Orang yang khianat dalam harta ghanimah (harta rampasan perang), dalam dalil pun menafikan syahid pada dirinya ketika berperang melawan orang kafir. Namun hukumnya di dunia tetap dihukumi sebagai syahid, yaitu tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. Sedangkan di akhirat, ia tidak mendapatkan pahala syahid yang sempurna. Wallahu a’lam. (Syarh Shahih Muslim, 2: 142-143).

 

Jadi Imam Nawawi menggolongkan mati syahid karena tenggelam, juga karena hamil atau melahirkan adalah dengan mati syahid akhirat, di mana mereka tetap dimandikan dan dishalatkan. Beda halnya dengan mati syahid karena mati di medan perang.

 

Ibnu Hajar rahimahullah membagi mati syahid menjadi dua macam:

  • Syahid dunia dan syahid akhirat, adalah mati ketika di medan perang karena menghadap musuh di depan.
  • Syahid akhirat, yaitu seperti yang disebutkan dalam hadits di atas (yang mati tenggelam dan semacamnya, pen.). Mereka akan mendapatkan pahala sejenis seperti yang mati syahid. Namun untuk hukum di dunia (seperti tidak dimandikan, pen.) tidak berlaku bagi syahid jenis ini. (Fath Al-Bari, 6; 44)

 

1.        SYAHID DI DUNIA DAN AKHIRAT

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا.

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An-Nisaa [4]: 69)

 

2.      NILAI-NILAI SYAHID DI AKHIRAT

الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.

Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena tho’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (HR. Bukhari, no. 2829 dan Muslim, no. 1914 dari Abu Hurairah ra.)

 

الْقَتِيلُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ شَهِيدٌ وَالْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَمَنْ مَاتَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ شَهِيدٌ.

Orang yang terbunuh di jalan Allah (fii sabilillah) adalah syahid; orang yang mati karena wabah adalah syahid; orang yang mati karena penyakit perut adalah syahid; dan wanita yang mati karena melahirkan adalah syahid.” (HR. Ahmad, 2: 522 dari Abdullah bin Busr ra. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dan ‘Adil Mursyid menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

 

الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِى سَبِيلِ اللَّهِ الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ وَالَّذِى يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ.

Orang-orang yang mati syahid yang selain terbunuh di jalan Allah ‘azza wa jalla itu ada tujuh orang, yaitu korban wabah adalah syahid; mati tenggelam (ketika melakukan safar dalam rangka ketaatan) adalah syahid; yang punya luka pada lambung lalu mati, matinya adalah syahid; mati karena penyakit perut adalah syahid; korban kebakaran adalah syahid; yang mati tertimpa reruntuhan adalah syahid; dan seorang wanita yang meninggal karena melahirkan (dalam keadaan nifas atau dalam keadaan bayi masih dalam perutnya, pen.) adalah syahid.(HR. Abu Daud, no. 3111 dari Jabir bin ‘Atik. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat keterangan ‘Aun Al-Ma’bud, 8: 275)

 

3.      SYAHID DI DUNIA NAMUN TIDAK DINILAI SYAHID DI AKHIRAT

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

 

خَرَجْنَا مَعَ النَّبِىِّ ص إِلَى خَيْبَرَ فَفَتَحَ اللهُ عَلَيْنَا فَلَمْ نَغْنَمْ ذَهَبًا وَلاَ وَرِقًا، غَنِمْنَا الْمَتَاعَ وَالطَّعَامَ وَالثِّيَابَ ثُمَّ انْطَلَقْنَا إِلَى الْوَادِي وَمَعَ رَسُولِ اللهِ ص عَبْدٌ لَهُ وَهَبَهُ لَهُ رَجُلٌ مِنْ جُذَامٍ يُدْعَى رِفَاعَةَ بْنَ زَيْدٍ مِنْ بَنِي الضُّبَيْبِ فَلَمَّا نَزَلْنَا الْوَادِىَ قَامَ عَبْدُ رَسُولِ اللهِ ص يَحُلُّ رَحْلَهُ فَرُمِيَ بِسَهْمٍ فَكَانَ فِيهِ حَتْفُهُ فَقُلْنَا: هَنِيئًا لَهُ الشَّهَادَةُ، يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ رَسُولُ اللهِ ص:  كَلاَّ، وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، إِنَّ الشَّمْلَةَ لَتَلْتَهِبُ عَلَيْهِ نَارًا أَخَذَهَا مِنَ الْغَنَائِمِ يَوْمَ خَيْبَرَ لَمْ تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ. قَالَ: فَفَزِعَ النَّاسُ، فَجَاءَ رَجُلٌ بِشِرَاكٍ أَوْ شِرَاكَيْنِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَصَبْتُ يَوْمَ خَيْبَرَ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ص:  شِرَاكٌ مِنْ نَارٍ أَوْ شِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ.

Kami keluar bersama Nabi menuju ke perang Khaibar, maka Allah memenangkan kami. Kami tidak mendapat rampasan perang berupa emas ataupun perak, tapi kami mendapatkan rampasan berupa barang-barang, makanan, dan pakaian. Lalu kami beranjak ke sebuah lembah, dan bersama Rasulullah n ketika itu seorang budak yang merupakan hadiah dari seorang berasal dari bani Judzam bernama Rifa’ah bin Zaid dari bani Adh-Dhubaib. Ketika kami singgah di lembah itu, budak tersebut bangkit untuk melepaskan bawaan tunggangannya. Ternyata dia dipanah (oleh musuh) sehingga menjadi sebab kematiannya. Serta merta kami mengatakan: “Berbahagialah dia dengan pahala syahid, wahai Rasulullah.” Kemudian dengan tegas Rasulullah saw. mengatakan: “Sekali-kali tidak! Demi yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya sehelai kain yang ia ambil dari rampasan perang yang belum dibagi pada perang Khaibar akan menyalakan api padanya.”

 

Kemudian Abu Hurairah ra. berkata: “Maka para sahabat sangat ketakutan, sehingga ada seorang yang menyerahkan satu atau dua tali sandal seraya mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, kami mendapatkannya pada perang Khaibar’.” Maka Rasulullah n bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya itu adalah satu atau dua tali sandal dari api neraka.” (HR. Muslim no. 115)

 

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِي ر أَنَّ رَسُولَ اللهِ ص الْتَقَى هُوَ وَالْمُشْرِكُونَ فَاقْتَتَلُوا، فَلَمَّا مَالَ رَسُولُ اللهِ ص إِلَى عَسْكَرِهِ، وَمَالَ الْآخَرُونَ إِلَى عَسْكَرِهِمْ، وَفِي أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ ص رَجُلٌ لاَ يَدَعُ لَهُمْ شَاذَّةً وَلاَ فَاذَّةً إِلاَّ اتَّبَعَهَا يَضْرِبُهَا بِسَيْفِهِ، فَقَالَ: مَا أَجْزَأَ مِنَّا الْيَوْمَ أَحَدٌ كَمَا أَجْزَأَ فُلاَنٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ص: أَمَا إِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ. –وَفِي رِوَايَةٍ: فَقَالُوا أَيُّنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ إِنْ كَانَ هَذَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ- فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: أَنَا صَاحِبُهُ. قَالَ: فَخَرَجَ مَعَهُ كُلَّمَا وَقَفَ وَقَفَ مَعَهُ، وَإِذَا أَسْرَعَ أَسْرَعَ مَعَهُ. قَالَ: فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ بِالْأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَى سَيْفِهِ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ إِلَى رَسُولِ اللهِ ص فَقَالَ: أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللهِ. قَالَ: وَمَا ذَاكَ؟ قَالَ: الرَّجُلُ الَّذِى ذَكَرْتَ آنِفًا أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، فَأَعْظَمَ النَّاسُ ذَلِكَ، فَقُلْتُ: أَنَا لَكُمْ بِهِ؛ فَخَرَجْتُ فِي طَلَبِهِ، ثُمَّ جُرِحَ جَرْحًا شَدِيدًا، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ فِي الْأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ، ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَيْهِ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ص عِنْدَ ذَلِكَ: إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ، وَهْوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ، وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ.

Dari Sahl bin Sa’d ra, ia mengatakan: Adalah Rasulullah berperang menghadapi orang-orang musyrik sehingga mereka saling menyerang. Tatkala Rasulullah saw. menuju kamp-nya, dan yang lain juga menuju kamp mereka, sementara di antara para sahabat Nabi ada seseorang (yang gagah berani) tidak membiarkan seorang pun (dari musyrikin, pen.) yang lepas dari regunya kecuali dia kejar dan dia tebas dengan pedangnya. Akhirnya para sahabat mengatakan: “Tidaklah seorangpun dari kita pada hari ini melakukan kehebatan seperti yang dilakukan oleh si fulan itu.” Maka Rasulullah saw. mengatakan: “Sesungguhnya dia termasuk penduduk neraka” –(dalam sebuah riwayat): Para sahabat mengatakan: “Siapa di antara kita yang bisa menjadi penghuni al-jannah, bila orang sehebat dia saja masih termasuk penghuni an-nar?”– Maka seseorang di antara mereka mengatakan: “Aku akan menguntitnya terus.” Ia pun keluar bersamanya, setiap kali orang itu berhenti ia ikut berhenti, dan jika dia bergerak cepat ia pun ikut bergerak cepat. Ia berkisah: Lalu pria (pemberani) tersebut itu terluka dengan luka yang parah, maka ia ingin segera mati sehingga ia letakkan (gagang) pedangnya di bumi dan menusukkan mata pedangnya pada ulu hatinya kemudian dia menekankan badannya di atas pedang tersebut, sehingga ia pun membunuh dirinya.

 

Lalu sahabat yang menguntitnya itu datang menemui Rasulullah saw. seraya mengatakan: “Sungguh aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah.” Beliau mengatakan: “Kenapa?” Ia menjawab: “Orang yang engkau sebutkan tadi bahwa dia termasuk penghuni neraka.” Lalu para sahabat tercengang dengan peristiwa tersebut. Maka aku katakan: “Aku (akan membuktikan) untuk kalian tentangnya. Maka aku keluar menguntitnya sampai ia terluka dengan luka yang parah maka ia ingin cepat mati, akhirnya ia letakkan gagang pedangnya di bumi dan mata pedangnya pada ulu hatinya, lalu ia tekankan badannya di atas pedangnya tersebut sehingga ia pun membunuh dirinya.”

 

Maka Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amalan penghuni al-jannah –yang tampak bagi manusia– sementara sebenarnya dia termasuk penghuni neraka. Dan sungguh seseorang beramal dengan amalan penghuni neraka –yang tampak bagi manusia– sementara sebenarnya dia termasuk penghuni Al-Jannah.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 4202 dan Muslim)

 

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Sebagian ulama salaf, di antaranya Sa’id bin Jubair berkata,

 

إنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا النَّارَ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَيَدْخُلُ بِهَا الْجَنَّةَ يَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيُعْجَبُ بِهَا وَيَفْتَخِرُ بِهَا حَتَّى تُدْخِلَهُ النَّارَ وَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَلَا يَزَالُ خَوْفُهُ مِنْهَا وَتَوْبَتُهُ مِنْهَا حَتَّى تُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ.

Sesungguhnya ada seorang hamba yang beramal kebaikan malah ia masuk neraka. Sebaliknya ada pula yang beramal kejelekan malah ia masuk surga. Yang beramal kebaikan tersebut, ia merasa ujub (bangga dengan amalnya), lantas ia pun berbangga diri, itulah yang mengakibatkan ia masuk neraka. Ada pula yang beramal kejelekan, namun ia senantiasa takut (akan adzab Allah) dan ia iringi dengan taubat, itulah yang membuatnya masuk surga. (Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 10/294)

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ   قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ. رواه مسلم وغيره.

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’” (HR. Muslim, Shahih Muslim dan lainnya)

 

Wallaahu A’lam, Abu Akyas Syaddad Al-Fatih.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama