KEUTAMAAN SAHABAT NABI SAW.

 

MUQADDIMAH:

Para sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah generasi terbaik umat ini. Mereka beriman di saat banyak orang musyirikin menolak Islam, mereka membela di saat banyak orang musyrikin menentang, mereka merelakan harta, jiwa, hidup dan matinya demi kepentingan Islam.

Al-Qur’an turun di tengah-tengah mereka. Para sahabat lah yang paling tahu tentang Al-Qur’an. Mereka juga saksi hidup baginda shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berjalan bersama Nabi, hidup bersama Nabi bahkan sampai Nabi wafat. Sehingga mereka jugalah yang paling tahu tentang hadits dan perbuatan Nabi. Tanpa mereka, Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi tidak akan sampai kepada kita. Justru dengan jerih payah mereka, perjuangan mereka, keteguhan mereka, kita dapat mengetahui Al-Qur’an dan hadits.

Keimanan dan ketaqwaan para sahabat tidak usah dipertanyakan lagi. Tidak heran kalau banyak ayat Al-Qur’an yang memuji mereka. Banyak ayat Al-Qur’an yang menyebutkan keutamaan mereka, baik dari segi keimanan, kepatuhan dan perbuatan mereka. Berikut ini adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebutkan tentang keutamaan para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum ajma’in. Simak selengkapnya di bawah ini.

DALIL PERTAMA:

Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang membawa rahmat bagi seluruh alam, dan orang-orang yang bersama dengan dia yakni sahabat-sahabat-Nya bersikap keras dan tegas terhadap orang-orang kafir yang menentang agama-Nya, tetapi berkasih sayang dan saling mencintai sesama mereka yang beriman. Kamu senantiasa melihat mereka rukuk dan sujud dan itu dilakukan semata-mata untuk mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Engkau saksikan pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud berupa cahaya yang menunjukkan ketakwaan dan kesalehannya. Demikianlah sifat-sifat mereka yang sangat agung yang diungkapkan dalam Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa. Dan sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya. Demikian perumpamaan orang-orang mukmin pengikut Nabi Muhammad. Sesungguhnya mereka itu mula-mula sedikit saja, kemudian ia bertambah semakin banyak, bagaikan tunas yang menumbuhkan tanaman yang subur dan banyak buahnya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya. Sifat-sifat yang luhur dan mulia dinyatakan karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan menunjukkan semakin banyaknya jumlah orang-orang mukmin dan semakin besarnya kekuatan mereka dari masa ke masa. Demikianlah akhir Surah al-Fath ini ditutup dengan janji Allah bahwa Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan diantara mereka, ampunan atas dosa dan kesalahan mereka dan pahala yang besar yaitu surga. Semoga kami termasuk orang-orang yang memperoleh anugerah yang agung itu.

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا (29)

Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka; kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh diantara mereka ampunan dan pahala yang besar. (Q.S. Al-Fath {48}: 29)

Keterangan:

Ayat ini menerangkan bahwa Muhammad saw adalah rasul Allah yang diutus kepada seluruh umat. Para sahabat dan pengikut Rasul bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi lemah lembut terhadap sesama mereka. Firman Allah: Wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa diantara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah. (al-Ma'idah/5: 54)

Rasulullah bersabda: Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kasih mengasihi dan sayang-menyayangi antara mereka seperti tubuh yang satu; bila salah satu anggota badannya sakit demam, maka badan yang lain merasa demam dan terganggu pula. (Riwayat Muslim dan Ahmad dari an-Nu'man bin Basyir)

Orang-orang yang beriman selalu mengerjakan salat dengan khusyuk, tunduk, dan ikhlas, mencari pahala, karunia, dan keridaan Allah. Tampak di wajah mereka bekas sujud. Maksudnya ialah air muka yang cemerlang, tidak ada gambaran kedengkian dan niat buruk kepada orang lain, penuh ketundukan dan kepatuhan kepada Allah, bersikap dan berbudi pekerti yang halus sebagai gambaran keimanan mereka.

Mengenai cahaya muka orang yang beriman, 'Utsman berkata, "Adapun rahasia yang terpendam dalam hati seseorang; niscaya Allah menyatakannya pada raut mukanya dan lidahnya." Sifat-sifat yang demikian itu dilukiskan dalam Taurat dan Injil.

Para sahabat dan pengikut Nabi semula sedikit dan lemah, kemudian bertambah dan berkembang dalam waktu singkat seperti biji yang tumbuh, mengeluarkan batangnya, lalu batang bercabang dan beranting, kemudian menjadi besar dan berbuah sehingga menakjubkan orang yang menanamnya, karena kuat dan indahnya, sehingga menambah panas hati orang-orang kafir.

Kemudian kepada pengikut Rasulullah saw itu, baik yang dahulu maupun yang sekarang, Allah menjanjikan pengampunan dosa-dosa mereka, memberi mereka pahala yang banyak, dan menyediakan surga sebagai tempat yang abadi bagi mereka. Janji Allah yang demikian pasti ditepati.

DALIL KEDUA:

Selain disalurkan sebagaimana disebutkan pada ayat di atas, fai’ juga disalurkan untuk orang-orang fakir yang berhijrah yaitu anak-anak yatim dan para duafa yang berhijrah bersama Rasulullah ke Madinah. Selain itu, fai’ juga diberikan kepada orang-orang yang terusir dari kampung halamannya di Mekah karena beriman dan berhijrah bersama Nabi; dan fai’ diberikan juga kepada Muhajirin yang terpaksa harus meninggalkan harta bendanya di Mekah karena hijrah bersama Rasulullah ke Madinah demi mencari karunia dari Allah dan keridaan-Nya, mengharumkan Islam dan kaum muslim, dan demi menolong agama Allah agar bisa dilaksanakan dalam kehidupan ini dan demi menolong Rasul-Nya dalam menunaikan misi kerasulan. Mereka itulah, orang-orang yang beriman dan berhijrah bersama Rasulullah demi mengharumkan agama Allah dan Rasul-Nya, orang-orang yang benar sikap, niat, dan langkahnya.

Muhajirin, menurut ayat sebelumnya, adalah orang-orang yang terusir dari kampung halamannya di Mekah dan berhijrah bersama Rasulullah ke Madinah demi menolong Allah dan Rasul-Nya. Pada ayat ini disebutkan sikap dan penerimaan kaum Ansar terhadap Muhajirin dengan cinta dan persaudaraan sejati. Dan orang-orang Ansar, para penolong, yang telah menempati kota Madinah jauh sebelum Rasulullah hijrah ke kota ini. Dan mereka telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya sebelum kedatangan mereka, Muhajirin ke Madinah. Mereka, para penolong itu, mencintai Muhajirin, orang yang berhijrah ke tempat mereka, karena Allah. Dan mereka, orang-orang Ansar, ketika membantu Muhajirin yang berhijrah ke Madinah dengan harta dan berbagai fasilitas, tidak menaruh keinginan dalam hati mereka benda-benda yang diberikan itu, karena penuh keikhlasan, terhadap apa yang diberikan kepada mereka, baik harta maupun tenaga. Dan mereka mengutamakan kepentingan para sahabat Muhajirin atas dirinya sendiri, meskipun sebenarnya mereka juga memerlukan semua fasilitas yang diberikan itu. Sungguh ketentuan Allah menegaskan: dan siapa yang dijaga dirinya oleh Allah atas usaha dan perjuangan mereka dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung, karena berhasil melawan ego dan berhasil menjadi pribadi yang mulia.

Sesudah menjelaskan keberhasilan Muhajirin dan Ansar membangun persaudaraan sejati atas dasar iman, Allah lalu menjelaskan karakter orang-orang beriman generasi sesudah mereka. Dan orang-orang beriman, berilmu, dan beramal saleh yang datang sesudah mereka dari generasi ke generasi hingga hari Kiamat, mereka berdoa kepada Allah, “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dan ampuni pula dosa-dosa saudara-saudara kami seiman yang telah beriman lebih dahulu dari kami, umat Rasulullah maupun umat para Nabi sebelumnya dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman karena kedengkian itu menghapuskan amal saleh. Ya Tuhan kami, Sungguh, Engkau Maha Penyantun kepada setiap hamba, Maha Penyayang kepada hamba yang beriman sehingga mereka mendapat kebaikan dunia dan akhirat.”

لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ (8) وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالإيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (9) وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (10)

(Juga) bagi para fuqara Muhajirin yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridaan-(Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Hasyr {59}: 8-10)

Keterangan:

Ayat ini (ayat 8) menerangkan bahwa orang yang berhak memperoleh pembagian harta fai' dalam ayat 7 di atas, adalah orang-orang Muhajirin karena mereka dianggap kerabat Rasulullah saw. Mereka sebagai Muhajirin telah datang ke Madinah mengikuti Rasulullah saw berhijrah dengan meninggalkan kampung halaman, sanak keluarga, harta benda, dan handai tolan yang biasa membantu mereka. Di Madinah mereka hidup dalam keadaan miskin, tetapi mereka adalah pembela Rasul dan pejuang di jalan Allah. Seakan-akan dengan ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad agar memperhatikan mereka dengan menyerahkan sebagian fai' ini untuk mereka.

Kemudian Allah menerangkan sifat-sifat orang-orang Muhajirin itu sebagai berikut:

1. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka menunjukkan ketaatan mereka hanya kepada Allah saja dengan mengorbankan semua yang mereka miliki hanya untuk mencari keridaan-Nya.

2. Orang-orang yang rela meninggalkan rumah dan harta bendanya untuk melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya.

3. Orang-orang yang berani mengorbankan jiwa dan raganya untuk membela Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan bahwa kemiskinan dan penderitaan orang-orang Muhajirin sedemikian rupa sehingga ada yang mengikatkan tali ke perut mereka untuk mengurangi rasa lapar. Namun demikian, mereka tidak menampakkan kemiskinan dan penderitaan mereka kepada orang lain.

Pada ayat yang lain, Allah memerintahkan kaum Muslimin agar memberi nafkah kepada mereka, di samping juga menyebutkan sifat-sifat mereka: (Apa yang kamu infakkan) adalah untuk orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah, sehingga dia tidak dapat berusaha di bumi; (orang lain) yang tidak tahu, menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Apa pun harta yang baik yang kamu infakkan, sungguh, Allah Maha Mengetahui. (al-Baqarah/2: 273)

Oleh karena itu, Allah menyediakan pahala yang besar untuk mereka sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadis Nabi saw: Rasulullah saw bersabda, "Berilah kabar gembira wahai kaum Muhajirin yang miskin dengan cahaya yang sempurna di hari Kiamat. Kalian masuk surga lebih dahulu setengah hari sebelum orang-orang kaya. Setengah hari (pada hari Kiamat) adalah selama lima ratus tahun (masa di dunia)." (Riwayat Abu Dawud dari Sa'id al-Khudri)

Orang yang memiliki sifat dan keadaan seperti orang Muhajirin itu ada sepanjang masa selama ada perjuangan menegakkan agama Allah. Oleh karena itu, perintah dalam ayat ini berlaku juga bagi kaum Muslimin saat ini dan kaum Muslimin di masa yang akan datang.

Dalam ayat ini (ayat 9) diterangkan sikap orang-orang mukmin dari golongan Ansar dalam menerima dan menolong saudara-saudara mereka orang-orang Muhajirin yang miskin, dan pernyataan Allah yang memuji sikap mereka itu.

Sifat-sifat orang Ansar itu ialah:

1. Mereka mencintai orang-orang Muhajirin, dan menginginkan agar orang Muhajirin itu memperoleh kebaikan sebagaimana mereka menginginkan kebaikan itu untuk dirinya. Rasulullah saw mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dengan orang-orang Ansar, seakan-akan mereka saudara kandung. Orang-orang Ansar menyediakan sebagian rumah-rumah mereka untuk orang-orang Muhajirin, dan mencarikan perempuan-perempuan Ansar untuk dijadikan istri orang-orang Muhajirin dan sebagainya.

'Umar bin al-Khaththab pernah berkata, "Aku mewasiatkan kepada khalifah yang diangkat sesudahku, agar mereka mengetahui hak orang Muhajirin dan memelihara kehormatan mereka. Dan aku berwasiat agar berbuat baik kepada orang-orang Ansar, orang yang tinggal di kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan orang Muhajirin, agar Allah menerima kebaikan mereka dan memaafkan segala kesalahan mereka."

Diriwayatkan oleh Ibnu Mundhir dari Yazid bin al-Aslam diterangkan bahwa orang Ansar berkata, "Ya Rasulullah, bagi dia tanah kami ini, yang sebagian untuk kami kaum Ansar dan sebagian lagi untuk kaum Muhajirin." Nabi saw menjawab, "Tidak, penuhi saja keperluan mereka dan bagi dualah buah kurma itu, tanah itu tetap kepunyaanmu." Mereka berkata, "Kami rida atas keputusan itu." Maka turunlah ayat ini yang menggambarkan sifat-sifat orang-orang Ansar.

2. Orang Ansar tidak berkeinginan memperoleh harta fai' itu seperti yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw berkata kepada orang-orang Ansar, "Sesungguhnya saudara-saudara kami (Muhajirin) telah meninggalkan harta-harta dan anak-anak mereka dan telah hijrah ke negerimu." Mereka berkata, "Harta kami telah terbagi-bagi diantara kami." Rasulullah berkata, "Atau yang lain dari itu?" Mereka berkata, "Apa ya Rasulullah?" Beliau berkata, "Mereka adalah orang yang tidak bekerja, maka sediakan tamar dan bagikanlah kepada mereka." Mereka menjawab, "Baik ya Rasulullah."

3. Mereka mengutamakan orang Muhajirin atas diri mereka, sekalipun mereka sendiri dalam kesempitan, sehingga ada seorang Ansar mempunyai dua orang istri, kemudian yang seorang diceraikannya agar dapat dikawini temannya Muhajirin.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidhi, dan an-Nasa'i dari Abu Hurairah, ia berkata, "Seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah saw, dan berkata, 'Aku lapar. Maka Rasulullah berkata kepada istri-istrinya menanyakan makanan, tapi tidak ada, beliau berkata, 'Apakah tidak ada seorang yang mau menerima orang ini sebagai tamu malam ini? Ketahuilah bahwa orang yang mau menerima laki-laki ini sebagai tamu (dan memberi makan) malam ini, akan diberi rahmat oleh Allah. Abu thalhah, seorang dari golongan Ansar, berkata, 'Saya ya Rasulullah. Maka ia pergi menemui istrinya dan berkata, 'Hormatilah tamu Rasulullah. Istrinya menjawab, 'Demi Allah, tidak ada makanan kecuali makanan untuk anak-anak. Abu thalhah berkata, 'Apabila anak-anak hendak makan malam, tidurkanlah mereka, padamkanlah lampu biarlah kita menahan lapar pada malam ini agar kita dapat menerima tamu Rasulullah. Maka hal itu dilakukan istrinya. Pagi-pagi besoknya Abu thalhah menghadap Rasulullah saw menceritakan peristiwa malam itu dan beliau bersabda, 'Allah benar-benar kagum malam itu terhadap perbuatan suami-istri tersebut. Maka ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa itu."

Diriwayatkan pula oleh al-Wahidi dari Muharib bin Ditsar dari Ibnu 'Umar bahwa seorang sahabat Rasulullah saw dari golongan Ansar diberi kepala kambing. Timbul dalam pikirannya bahwa mungkin ada orang lain lebih memerlukan dari dirinya. Seketika itu juga kepala kambing itu dikirimkan kepada kawannya, tetapi oleh kawannya itu dikirim pula kepada kawannya yang lain, sehingga kepala kambing itu berpindah-pindah pada tujuh rumah dan akhirnya kembali ke rumah orang yang pertama. Riwayat ini ada hubungannya dengan penurunan ayat ini.

Allah selanjutnya menegaskan bahwa orang-orang yang dapat mengendalikan dirinya dengan mengikuti agama Allah, sehingga ia dapat menghilangkan rasa loba terhadap harta, sifat kikir, dan sifat mengutamakan diri sendiri, adalah orang-orang yang beruntung. Mereka telah berhasil mencapai tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan Allah.

Dalam sebuah hadis Nabi saw dijelaskan bahwa beliau bersabda:Tidak akan berkumpul debu-debu (yang lengket) pada wajah seseorang ketika berjuang di jalan Allah dengan asap neraka Jahannam selama-lamanya, dan tidak akan berkumpul pada hati seorang hamba sifat kikir dan keimanan selama-lamanya. (Riwayat an-Nasa'i)

Dalam hadis lain dijelaskan: Rasulullah bersabda, "Peliharalah dirimu dari perbuatan zalim, sesungguhnya perbuatan zalim (menimbulkan) kegelapan di hari Kiamat, peliharalah dirimu dari sifat-sifat kikir, karena sesungguhnya kikir itu menghancurkan orang-orang yang sebelum kamu, menimbulkan pertumpahan darah diantara mereka dan akan menghalalkan yang mereka haramkan." (Riwayat Ahmad, al-Bukhari, Muslim, dan al-Baihaqi dari Jabir bin 'Abdullah)

Nabi saw juga bersabda dalam hadis lain: (Tiga golongan) yang terbebas dari sifat kikir, yaitu orang yang membayarkan zakat, memuliakan tamu, dan memberikan sesuatu kepada orang yang susah. (Riwayat ath-thabrani)

Ayat ini (ayat 10) menerangkan bahwa generasi kaum Muslimin yang datang kemudian, setelah berakhirnya generasi Muhajirin dan Ansar, sampai datangnya hari Kiamat nanti berdoa kepada Allah, yang artinya, "Wahai Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa saudara-saudara kami seagama yang lebih dahulu beriman daripada kami."

Ada beberapa hal yang dapat diambil dari ayat ini, yaitu:

1. Jika seseorang berdoa, maka doa itu dimulai untuk diri sendiri, kemudian untuk orang lain.

2. Kaum Muslimin satu dengan yang lain mempunyai hubungan persaudaraan, seperti hubungan saudara seibu-sebapak. Mereka saling mendoakan agar diampuni Allah segala dosa-dosanya, baik yang sekarang, maupun yang terdahulu.

3. Kaum Muslimin wajib mencintai para sahabat Rasulullah saw, karena mereka telah memberikan contoh dalam berhubungan yang baik dengan sesama manusia. Jika seseorang ingin hidupnya bahagia di dunia dan di akhirat, hendaklah mencontoh hubungan persaudaraan yang telah dilakukan kaum Muhajirin dan Ansar itu.

Ayat ke-10 ini mempunyai hubungan erat dengan ayat sebelumnya (ayat ke-9). Oleh karena itu, maksud ayat ini ialah menjelaskan bagaimana hubungan orang-orang Muhajirin yang telah meninggalkan kampung halaman, keluarga, dan harta mereka di Mekah dengan orang-orang Ansar yang beriman yang menerima orang-orang Muhajirin dengan penuh kecintaan dan persaudaraan di kampung halaman mereka, yang mereka lakukan semata-mata untuk mencari keridaan Allah dan bersama-sama menegakkan agama Allah serta menunjukkan iman mereka yang benar, demikian pulalah hendaknya hubungan kaum Muslimin yang datang sesudahnya. Hendaklah mereka tolong-menolong dan mempererat persaudaraan dalam meninggikan kalimat Allah.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa hubungan orang yang sedang berhijrah dan penduduk negeri yang menerima mereka, dapat menimbulkan hubungan persaudaraan yang kuat diantara manusia, asal dalam hubungan itu terdapat unsur-unsur keimanan, keikhlasan, dan tolong-menolong, seperti yang telah dilakukan kaum Muhajirin dan kaum Ansar. Dalam situasi ini terdapat kesempatan yang paling banyak bagi seorang mukmin untuk melakukan berbagai perbuatan yang membentuk sifat-sifat takwa dan diridai Allah.

Ibnu Abi Laila berkata, "Manusia terbagi kepada beberapa tingkatan yaitu tingkatan Muhajirin, tingkatan Ansar, dan tingkatan generasi sesudahnya yang selalu mengikuti jejak Muhajirin dan Ansar. Oleh karena itu, hendaknya kita berupaya agar dapat masuk ke dalam salah satu dari tiga tingkatan tersebut.

Kemudian disebutkan lanjutan doa orang-orang yang beriman itu, yang artinya, "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau timbulkan dalam hati kami rasa dengki kepada orang-orang yang beriman."

Rasa dengki dan dendam adalah sumber segala kejahatan dan maksiat yang mendorong orang berbuat kebinasaan, kezaliman, dan menumpahkan darah di muka bumi. Allah berfirman: Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung. (at-Taubah/9: 100)

Pada akhir ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang tersebut dalam ayat 10 ini mengatakan bahwa Allah Maha Penyayang kepada para hamba-Nya, dan banyak melimpahkan rahmat-Nya. Oleh karena itu, mereka mohon agar Dia memperkenankan doa-doa mereka.

Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar bahwa ia mendengar seorang laki-laki bertemu dengan sebagian orang Muhajirin, maka dibacakan ayat, "Lil fuqara'il-muhajirin" (bagi orang fakir golongan Muhajirin), kemudian salah seorang berkata kepadanya, "Mereka itu orang-orang Muhajirin, apakah kamu termasuk sebagian dari mereka." Orang itu menjawab, "Tidak." Kemudian dibacakan pula kepadanya: "Wal-ladhina tabawwa'ud-dara wal-imana min qablihim" (dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum kedatangan mereka). Kemudian salah seorang berkata kepadanya, "Mereka itu golongan Ansar, apakah engkau dari golongan mereka?" Ia menjawab, "Tidak." Kemudian dibacakan ayat: "Wal-ladhina ja'u min ba'dihim" (orang-orang yang datang kemudian), Seseorang juga bertanya kepadanya, "Apakah engkau dari golongan mereka?" Ia menjawab, "Aku mengharap demikian." Kemudian ia berkata, "Bukankah sebagian mereka mencela sebagian yang lain?" Ayat ini menunjukkan bahwa antara orang-orang mukmin tidak boleh mencela sesama mereka.

DALIL KETIGA:

Ayat sebelumnya menjelaskan bahwa orang Arab Badui ada yang imannya lemah dan ada yang kuat, lalu Allah menjelaskan sekelompok orang yang imannya sangat kuat. Mereka adalah orang-orang yang terdahulu berhasil meraih dan melaksanakan kebajikan sebelum yang lainnya melaksanakan, lagi yang pertama-tama masuk Islam diantara orang-orang Muhajirin dari Mekah ke Habasyah (Ethiopia) dan ke Madinah, dan kaum Ansar, yakni penduduk Madinah yang menerima dan membela umat Islam, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik dengan iman dan amal saleh serta mau berkorban untuk membela Allah dan Rasul-Nya. Allah rida kepada mereka, yakni menerima amal saleh mereka dan mereka pun rida kepada Allah atas anugerah iman yang memenuhi hati mereka. Anugerah yang lebih besar lagi adalah Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung. (Lihat: Surah al-Waqi'ah/56: 10-14)

وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (100)

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dari Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik Allah rida kepada mereka dan menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya mereka kekal di dalammnya selama-lamanya, itulah kemenangan yang besar. (Q.S. At-Taubah {9}: 100)

Keterangan:

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang yang pertama-tama masuk Islam, baik dari kalangan Muhajirin yang berhijrah dari Mekah ke Madinah, maupun dari kalangan Anshar, yaitu penduduk kota Madinah yang menyambut dengan baik kedatangan Rasulullah dan Muhajirin, dan begitu pula para sahabat yang lain yang mengikuti perintah Rasulullah dengan sebaik-baiknya, ketiga golongan ini merupakan orang-orang mukmin yang paling tinggi martabatnya di sisi Allah, disebabkan keimanan mereka yang teguh, serta amal perbuatan mereka yang baik dan ikhlas, sesuai dengan tuntutan Rasulullah saw. Allah senang dan rida kepada mereka, sebaliknya mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan pahala yang amat mulia bagi mereka, yaitu surga Jannatun-na'im yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, di sana mereka akan memperoleh kenikmatan yang tidak terhingga. Mereka akan kekal di sana selama-lamanya. Itulah kemenangan terbesar yang akan mereka peroleh.

Yang dimaksud dengan as-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin ialah mereka yang telah berhijrah dari Mekah ke Madinah sebelum terjadinya “Perjanjian Hudaibiyah”, karena sebelum perjanjian tersebut, kaum musyrikin senantiasa mengusir kaum Muslimin dari kampung halaman mereka, dan membunuh sebagian dari mereka, serta menghalang-halangi siapa saja yang ingin berhijrah.Tidak ada cara lain bagi seorang mukmin untuk menyelamatkan diri dari kejahatan kaum musyrikin, kecuali menjauhkan diri dari mereka, atau menyerah kepada kehendak dan kemauan mereka. Orang-orang yang memilih cara yang pertama, yaitu meninggalkan kota Mekah dan hijrah ke Madinah adalah orang-orang yang benar-benar beriman, tidak ada seorang munafikpun diantara mereka. Mereka meninggalkan kampung halaman karena keimanan yang murni, keikhlasan, dan perjuangan untuk menegakkan agama Islam.

Dikenal juga sebagai as-Sabiqunal Awwalun yaitu orang-orang yang pertama masuk Islam dan menyatakan imannya kepada Nabi Muhammad saw, dari kalangan keluarga adalah Siti Khadijah, 'Ali bin Abi thalib, dan Zaid bin Haritsah. Sedang dari kalangan luar ialah Abu Bakar Ash- shiddiq, orang yang menemani Rasulullah saw waktu hijrah ke Madinah. Di samping itu, terdapat pula para sahabat yang dikelompokkan dalam as-Sabiqunal Awwalun yang oleh Rasulullah saw telah dinyatakan sebagai orang-orang yang pasti masuk surga. Diantara mereka adalah Utsman bin Affan, Hamzah, dan lainnya.

Yang dimaksud dengan golongan pertama, as-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Anshar ialah penduduk kota Madinah yang telah menyatakan ikrar kesetiaan mereka kepada kerasulan Muhammad saw di Aqabah, suatu tempat di Mina, pada tahun ke-11 dari kerasulan Muhammad saw. Ketika itu mereka berjumlah tujuh orang. Kemudian pada periode berikutnya, yaitu pada tahun ke-12, terjadi pula ikrar kesetiaan di tempat yang sama, yaitu Aqabah, kali ini diikuti tujuh puluh orang lelaki dan dua orang perempuan. Jejak mereka diikuti oleh yang lainnya setelah mereka didatangi oleh utusan Rasulullah yang bernama Abu Zurarah Mush'ab bin 'Umar bin Hasyim yang membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dan mengajarkan pengetahuan agama kepada mereka. Demikian pula, termasuk kelompok as-Sabiqunal Awwalun ialah mereka yang telah beriman pada saat tibanya Rasulullah di Madinah.

Kekuatan dan persatuan Islam tumbuh dan berkembang sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah. Pada saat itulah muncul kaum munafik yang berpura-pura menyokong agama Islam. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah yang turun mengenai hal ikhwal Perang Badar yang terjadi pada tahun kedua Hijriah. Firman Allah: (Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata, "Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu agamanya." (al-Anfal/8: 49)

Dalam kelompok orang-orang munafik yang disebutkan dalam ayat ini, tidak terdapat seorangpun dari kalangan kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang mendapat gelar as-Sabiqun al-Awwalun seperti yang tersebut di atas, walaupun kaum Anshar itu semuanya berasal dari Bani 'Aus dan Khazraj.

Yang dimaksud dengan golongan kedua, "allazinat tabuuhum bi ihsan" (orang-orang yang telah mengikuti kaum as-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar dengan baik) ialah mereka yang ikut berhijrah ke Madinah dan berjuang menegakkan agama Islam; atau mereka yang membuktikan satunya perbuatan dan perkataan setelah mendapatkan bimbingan dan pelajaran dari kaum as-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar, yang merupakan pemimpin-pemimpin yang layak diikuti, dan dijadikan suri teladan dalam tingkah laku, perbuatan, ucapan, dan perjuangan menegakkan agama Allah. Singkatnya mereka adalah orang-orang yang mengikuti as-Sabiqunal Awwalun dalam ketaatan dan ketakwaan sampai Hari Kiamat.

Adapun golongan ketiga, yaitu orang-orang yang munafik hanya mengikuti jejak as-Sabiqunal Awwalun secara lahiriyah semata, tidak dengan niat yang tulus atau hanya mengikutinya dalam beberapa hal saja, sedang dalam hal-hal lainnya mereka mengingkarinya.

DALIL KEEMPAT:

Ayat sebelumnya menyinggung tentang kaum Muhajirin dan Ansar, sedang ayat ini menjelaskan kedudukan mereka, yaitu bahwa orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, yakni kaum Muhajirin, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan kepada orang Muhajirin demi tegaknya kebenaran dan agama Allah, yakni kaum Ansar, maka mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia berupa anugerah yang bermacam-macam baik di dunia maupun di akhirat.

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. (Q.S. Al-Anfal {8}: 74)

Keterangan:

Pada ayat ini Allah menerangkan kelebihan kaum Muhajirin dan Anshar atas kaum Muslimin yang lain. Mereka diberi predikat orang-orang yang benar-benar beriman, yakni orang yang telah sempurna imannya. Hal itu telah mereka buktikan dengan perbuatan yang nyata semenjak dari turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad sampai berdirinya pemerintah Islam di Madinah. Orang Anshar telah berkorban dengan segala kesanggupan baik dengan harta benda maupun dengan jiwa untuk menegakkan agama Allah. Kalau tidaklah pertolongan dan bantuan sepenuhnya dari mereka belum tentu kaum Muhajirin akan dapat membina kekuatan Islam dengan sempurna. Berkat keimanan dan persatuan yang kuat antara kedua golongan ini dan kerja sama yang erat antara mereka, terwujudlah kekuatan yang hebat yang tak bisa dilumpuhkan oleh musuh-musuh Islam meskipun kekuatan mereka berlipat ganda banyaknya. Karena kelebihan mereka itu pulalah Allah menjanjikan bagi mereka ampunan dari segala kesalahan yang mereka perbuat sebelumnya dan bagi mereka disediakan pula di akhirat kelak rezeki yang tidak pernah putus yaitu surga yang penuh dengan nikmat yang tiada taranya.

DALIL KELIMA:

Demikianlah keadaan kaum munafik itu, akan tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama beliau, mereka berjihad dengan harta dan jiwa demi menegakkan kalimat Allah dan semata-mata mengharap keridaan-Nya. Mereka itu memperoleh kebaikan baik di dunia berupa kemenangan dan kemuliaan, maupun di akhirat kelak berupa kesenangan surgawi. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Allah telah menyediakan bagi mereka, orang mukmin, surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. Keberuntungan hakiki adalah ketika amal seseorang menyelamatkannya dari neraka dan mengantarkannya ke surga.

لَكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ جَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَأُولَئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (88) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (89)

Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung. Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (Q.S. At-Taubah {9}: 88-89)

Keterangan:

Dalam ayat ini Allah menerangkan perbedaan yang sangat jauh antara sifat-sifat Rasul dan orang-orang yang beriman di satu pihak dengan sifat dan tingkah laku orang-orang munafik di pihak lain. Rasul dan orang-orang mukmin, senang dan gembira berjihad dan berperang dengan harta dan dirinya untuk membela dan meninggikan kalimah Allah untuk menyiarkan agama-Nya di permukaan bumi ini. Mereka lebih mencintai Allah daripada mencintai harta kekayaan dan diri mereka. Keyakinan mereka kalau hidup hendaknya hidup mulia dan terhormat dan kalau mati, hendaknya mati syahid di medan perang. Di dalam hati orang-orang mukmin tidak akan ditemui sifat malas, enggan berperang dan bakhil memberikan harta kekayaan dalam berjihad fisabilillah.

Mereka percaya bahwa berjihad fisabilillah itu akan mendatangkan kebaikan yang banyak kepada mereka dan umat Islam. Kebaikan-kebaikan yang banyak itu adalah berupa kemenangan, tingginya kalimah Allah, tegaknya keadilan dan kebenaran, di samping mendapatkan harta rampasan, dan luasnya kekuasaan Islam di permukaan bumi. Juga mereka percaya, bahwa mereka akan mendapat kabahagiaan di dunia dan di akhirat. Di dunia menjadi orang yang mulia dan terhormat, sedang di akhirat mendapat balasan surga Jannatunnaim, yang penuh dengan kesenangan dan kenikmatan yang abadi. Di dalamnya mengalir sungai-sungai yang menyejukkan. Kesenangan dan kebahagiaan yang berlimpah-limpah itu diberikan Allah kepada orang-orang mukmin.

DALIL KEENAM:

Sungguh, Allah telah meridai orang-orang mukmin, yaitu para sahabat Nabi ketika mereka berjanji setia kepadamu wahai Nabi Muhammad untuk meluhurkan agama Islam dan memerangi musuh-musuhnya. Janji setia itu berlangsung di bawah pohon di tempat bernama Hudaibiyah, ketika Nabi dan para Sahabat dihalangi oleh kaum musyrik Mekah melaksanakan umrah. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka menyangkut keteguhan iman dan keikhlasan berbaiat, lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan ketabahan dalam menghadapi musuh dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat, yaitu dalam peperangan di Khaibar, tidak lama sesudah mereka kembali dari Hudaibiyah.

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا (18)

Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya). (Q.S. Al-Fath {48}: 18)

Keterangan:

Allah menyampaikan kepada Rasulullah saw bahwa Dia telah meridai baiat yang telah dilakukan para sahabat kepada beliau pada waktu Bai'ah ar-Ridhwan. Para sahabat yang ikut baiat pada waktu itu lebih kurang 1.400 orang. Menurut riwayat, ada seorang yang ikut bersama Rasulullah saw, tetapi tidak ikut baiat, yaitu Jadd bin Qais al-Ansari. Dia adalah seorang munafik.

Para sahabat yang melakukan baiat itu telah berjanji akan menepati semua janji yang telah mereka ucapkan walaupun akan berakibat kematian diri mereka sendiri. Hal itu tersebut dalam hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari Salamah bin al-Akwa', bahwa ia berkata: Aku telah melakukan baiat kepada Rasulullah saw kemudian aku berjalan menuju bayangan pohon (Samurah). Ketika orang-orang mulai sedikit, Nabi saw berkata, "Wahai Ibnu al-Akwa', tidakkah kamu ikut melakukan baiat." Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku sudah melakukan baiat." Rasulullah berkata, "Yang ini juga." Maka aku melakukan baiat untuk kedua kalinya. Aku (Yazid bin Abu 'Ubaid, salah seorang sanad hadis ini) bertanya pada Salamah bin al-Akwa', "Wahai Abu Muslim (panggilan Salamah), untuk apa kalian melakukan baiat pada hari itu?" Ia menjawab, "Untuk mati." (Riwayat al-Bukhari dari Salamah bin al-Akwa')

Allah menjanjikan balasan berupa surga yang penuh kenikmatan kepada orang-orang yang ikut baiat itu. Hal ini ditegaskan pula dalam hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidhi dari Jabir r.a., Rasulullah saw bersabda: Tidak seorang pun akan masuk neraka dari orang-orang yang ikut baiat di bawah pohon (Samurah) itu.

Menurut Nafi', ketika 'Umar bin al-Khaththab mendengar bahwa para sahabat sering berdatangan mengunjungi pohon itu untuk mengenang dan memperingati peristiwa Bai'ah ar-Ridhwan, maka beliau memerintahkan untuk menebang pohon itu. Umar memerintahkan agar pohon dan tempat itu tidak dikeramatkan dan dipuja oleh orang-orang yang datang kemudian sehingga menjadi tempat timbulnya syirik. Perbuatan Umar tersebut adalah sebagai saddu dhari'ah (menutupi celah atau kesempatan agar tidak terjadi syirik di kemudian hari).

Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Dia mengetahui isi hati dan kebulatan tekad kaum Muslimin yang melakukan baiat itu. Oleh karena itu, Allah menanamkan dalam hati mereka ketenangan, kesabaran, dan ketaatan kepada keputusan Rasulullah saw. Allah menjanjikan pula kepada mereka kemenangan pada Perang Khaibar yang terjadi dalam waktu yang dekat. Dengan demikian, ayat ini termasuk ayat yang menerangkan peristiwa yang terjadi pada masa yang akan datang, yaitu kemenangan kaum Muslimin pada Perang Khaibar. Dan peristiwa itu benar-benar terjadi.

DALIL KETUJUH:

Dalam hartamu ada bagian Allah yang mesti kamu infakkan. Lalu, mengapa kamu kikir dan mengapa kamu tidak menginfakkan sebagian hartamu di jalan Allah, padahal milik Allah semua pusaka langit dan bumi? Dialah yang menciptakannya dan semua yang ada diantara keduanya. Ketahuilah, tidak akan sama orang yang menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah diantara kamu dan berperang sebelum penaklukan Mekah. Dengan kebajikan dan perjuangannya itu mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan sebagian hartanya dan berperang setelah penaklukan kota Mekah itu. Dan Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka balasan yang lebih baik sesuai amal dan niat masing-masing. Dan Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu lakukan kapan dan di mana pun. Dia akan memberi balasan atasnya dengan setimpal. Untuk mendorong agar manusia gemar bersedekah, Allah menetapkan bahwa barang siapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, berupa kebajikan atau sedekah kepada orang lain, maka Allah akan mengembalikannya dengan jumlah yang berlipat ganda untuknya. Dan selain itu, baginya akan dikaruniakan pahala yang mulia dari Allah.

وَمَا لَكُمْ أَلَّا تُنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا يَسْتَوِي مِنْكُمْ مَنْ أَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَ أُولَئِكَ أَعْظَمُ دَرَجَةً مِنَ الَّذِينَ أَنْفَقُوا مِنْ بَعْدُ وَقَاتَلُوا وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (10)

Dan mengapa kamu tidak menginfakkan hartamu di jalan Allah, padahal milik Allah semua pusaka langit dan bumi? Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) diantara kamu dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menginfakkan (hartanya) dan berperang setelah itu. Dan Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Hadid {57}: 10)

Keterangan:

Setelah Allah mencela mereka karena tidak mau beriman, maka pada ayat ini Allah mencela mereka karena tidak mau berinfak di jalan-Nya. Mengapa manusia tidak mau membelanjakan harta yang dikaruniai Allah pada jalan-Nya, sedangkan hartanya itu akan kembali kepada Allah. Bila ia tidak menginfakkan pada jalan-Nya berarti ia tidak yakin bahwa semua harta tersebut pada hakikatnya milik Allah, karena langit dan bumi serta semua isinya akan kembali kepada-Nya.

Sebagian para ulama ada yang menjadikan dalil dengan ayat Al-Qur’an yang mulia ini bahwa semua sahabat itu tempatnya di Surga. Karena Allah swt., telah menjanjikan surga bagi mereka, maka barangsiapa yang Allah janjikan baginya Surga, pasti akan dijauhkan dari pedihnya siksaan neraka. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَى أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ (101)

Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka. (Q.S. Al-Anbiya {21}: 101)

اللهم اجعلنا منهم واحشرنا في زمرتهم

Wallahu A'lam, Al-Ustadz Faqih Aulia (Bidang Jam'iyyah PD Pemuda Persis Kota Bandung)

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama