Muqaddimah:
“Jika nikmat sehat adalah cara Allah menguji syukurmu, maka nikmat sakit adalah cara allah menguji sabarmu.” Berbicara tentang sakit, maka sudah tentu kita semua pasti sudah pernah mengalaminya, karena sakit sebenarnya adalah cara Allah memberitahukan bahwa tubuh yang kita miliki adalah amanah dari-Nya. Yaitu yang sudah sepantasnya dijaga dengan baik, dengan bijaksana, dan penuh kehati-hatian saat masih sehat.
“Mari kita membiasakan diri untuk bersyukur saat kita selalu diberi nikmat sehat oleh Allah karena nikmat yang paling berharga di dunia ini selain Iman dan Islam adalah nikmat sehat, sebab dengan keadaan tubuh yang sehat kita bisa menikmati nikmat-nikmat Allah yang lainnya.”
Ketika kita sakit, apakah itu juga merupakan nikmat dari Allah? Betul, hal itu jelas, karena dengan adanya sakit kita akan tahu betapa pentingnya nikmat hidup sehat. “Sesungguhnya sakit maupun sehat itu adalah nikmat yang harus sama-sama kita syukuri”.
Allah Azza wa Jalla telah menciptakan manusia dan memberikan kenikmatan yang tidak terhingga. Manusia tidak akan mampu menghitungnya.
Ada sebuah surat di dalam Al-Qur’an yang disebut oleh para ulama sebagai surat An-Ni’am (surat tentang kenikmatan-kenikmatan Allah), yaitu surat An-Nahl. Allah Azza wa Jalla memulai dengan menyebutkan kenikmatan terbesar, yaitu kenikmatan agama. Allah Azza wa Jalla menurunkan wahyu kepada para Rasul-Nya, lewat para malaikat, untuk menyerukan Laa ilaaha illa Allah. Bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah Azza wa Jalla. Wajib meninggalkan seluruh peribadahan kepada selain Allah Azza wa Jalla, dan beribadah dengan ikhlas hanya kepada-Nya. Karena sesungguhnya Dia esa di dalam rububiyah-Nya, esa di dalam menciptakan langit dan bumi, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Kemudian Allah Azza wa Jalla menyebutkan kenikmatan-Nya yang lain kepada manusia, yaitu Allah Azza wa Jalla menciptakan binatang ternak dengan segala manfaatnya untuk manusia. Demikian juga berbagai binatang yang dapat dijadikan tunggangan dan pengangkutan. Allah Azza wa Jalla menyebutkan kenikmatan-kenikmatan-Nya yang lain secara berturut-turut, kemudian mengakhirinya dengan berfirman:
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [An-Nahl/16:18]
Keterangan:
Begitu banyak nikmat dan karunia yang Allah anugerahkan kepada kalian, baik di langit, darat, air, maupun dalam diri manusia; semua demi kemaslahatan dan kebaikan manusia. Dan jika kamu, wahai manusia, berkumpul dan bersama-sama memakai alat-alat tercanggih sekalipun untuk menghitung nikmat Allah kepada kalian, niscaya kamu sampai kapan pun tidak akan mampu menghitung jumlah-nya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun atas kesalahan-kesalahanmu, Maha Penyayang kepadamu sehingga Dia tidak memutus nikmat-Nya kepadamu meski kamu mendurhakai dan mengingkari-Nya.
Allah lalu menegaskan bahwa apabila manusia mau menghitung nikmat-Nya, tentu mereka tak akan dapat menentukan jumlahnya karena pikiran manusia itu sangat terbatas, sedangkan nikmat Allah begitu luas. Oleh sebab itu, kewajiban manusia hanyalah mensyukuri nikmat-nikmat itu dan memanfaatkannya untuk memenuhi keperluan hidupnya dan berkhidmat kepada masyarakat sesuai dengan tuntunan dan keridaan Allah.
Di akhir ayat ditegaskan bahwa sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Pengampunan disebut dalam ayat ini karena kebanyakan manusia mensyukuri sebagian kecil dari nikmat yang mereka terima, sedangkan nikmat-nikmat yang sangat luas mereka lupakan begitu saja. Penyebutan kata-kata Maha Penyayang menunjukkan bahwa Allah tidak akan memberikan hukuman kepada mereka dengan segera karena keingkaran mereka terhadap nikmat Allah yang Mahaluas itu.
Nikmat Sehat:
Kenikmatan hidup paling nikmat di dunia ini adalah nikmat sehat, karena apa pun yang kita miliki di dunia tak akan bisa dinikmati jika kita sakit. Di masa pandemi sekarang ini nikmat sehat menjadi hal yang mahal harganya. Karenanya, kita perlu mensyukuri nikmat sehat dengan sebaik-baiknya.
Nikmat sehat bukan suatu kemewahan seperti emas dan perak. Tetapi menjadi mahal ketika kesehatan telah berubah menjadi sakit. Nikmat sehat merupakan mahkota tubuh, saat kita terbaring sakit, kita baru sadar bahwa kesehatan sangat berharga. Orang yang mengabaikan kesehatan dirinya adalah orang yang menabung masalah untuk masa depannya. Bahkan John Locke seorang Filosof Inggris mengatakan, "Jika dengan memperoleh pengetahuan malah merusak kesehatan kita, maka kita bekerja untuk hal yang tidak berguna."
Hadits Pertama:
عن عبد الله بن عباس -رضي الله عنهما- عن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فيهما كثيرٌ من الناس: الصحةُ، والفراغُ.
Dari Abdullah bin Abbas -raḍiyallāhu 'anhumā-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Dua nikmat yang dilalaikan oleh banyak manusia, yaitu kesehatan dan waktu luang." (H.R. Bukhari)
Keterangan:
Ada dua nikmat diantara nikmat-nikmat Allah yang diberikan pada manusia, di mana ia tidak mengetahui nilai keduanya dan merugi besar terkait keduanya, yaitu kesehatan tubuh dan kesenggangan diri (atau waktu). Pasalnya, manusia itu tidak akan konsentrasi pada amalan ketaatan kecuali bila hidupnya tercukupi dan berbadan sehat. Bisa jadi ia berkecukupan namun tidak sehat atau ia sehat namun tidak berkecukupan sehingga ia pun tidak dapat berkonsentrasi menuntut ilmu dan beramal karena disibukkan oleh kerja mencari rezeki. Siapa yang memperoleh dua perkara ini namun malas melakukan ketaatan pada Allah berarti ia laksana "magbūn" yakni orang yang rugi dalam perniagaannya.
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Kenikmatan adalah keadaan yang baik. Ada yang mengatakan, kenikmatan adalah manfaat yang dilakukan dengan bentuk melakukan kebaikan untuk orang lain”.
Kata “maghbuun”, secara bahasa artinya tertipu di dalam jual-beli, atau lemah fikiran.
Al Jauhari rahimahullah berkata: “Berdasarkan ini, kedua (makna itu) bisa dipakai di dalam hadits ini. Karena sesungguhnya orang yang tidak menggunakan kesehatan dan waktu luang di dalam apa yang seharusnya, dia telah tertipu, karena dia telah menjual keduanya dengan murah, dan fikirannya tentang hal itu tidaklah terpuji.”
Ibnu Baththaal rahimahullah berkata: “Makna hadits ini, bahwa seseorang tidaklah menjadi orang yang longgar (punya waktu luang) sehingga dia tercukupi (kebutuhannya) dan sehat badannya. Barangsiapa dua perkara itu ada padanya, maka hendaklah dia berusaha agar tidak tertipu, yaitu meninggalkan syukur kepada Allah terhadap nikmat yang telah Dia berikan kepadanya. Dan termasuk syukur kepada Allah adalah melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Barangsiapa melalaikan hal itu, maka dia adalah orang yang tertipu.” Kemudian sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas “kebanyakan manusia tertipu pada keduanya” ini mengisyaratkan, bahwa orang yang mendapatkan taufiq (bimbingan) untuk itu, orangnya sedikit.
Ibnul Jauzi rahimahullah berkata: “Kadang-kadang manusia itu sehat, tetapi dia tidak longgar, karena kesibukannya dengan penghidupan. Dan kadang-kadang manusia itu cukup (kebutuhannya), tetapi dia tidak sehat. Maka jika keduanya terkumpul, lalu dia dikalahkan oleh kemalasan melakukan kataatan, maka dia adalah orang yang tertipu. Kesempurnaan itu adalah bahwa dunia merupakan ladang akhirat, di dunia ini terdapat perdagangan yang keuntungannya akan nampak di akhirat. Barangsiapa menggunakan waktu luangnya dan kesehatannya untuk ketaatan kepada Allah, maka dia adalah orang yang pantas dicemburui. Dan barangsiapa menggunakan keduanya di dalam maksiat kepada Allah, maka dia adalah orang yang tertipu. Karena waktu luang akan diikuti oleh kesibukan, dan kesehatan akan diikuti oleh sakit, jika tidak terjadi, maka itu (berarti) masa tua (pikun). Sebagaimana dikatakan orang: “Panjangnya keselamatan (kesehatan) dan tetap tinggal (di dunia) menyenangkan pemuda. Namun bagaimanakah engkau lihat panjangnya keselamatan (kesehatan) akan berbuat? Akan mengembalikan seorang pemuda menjadi kesusahan jika menginginkan berdiri dan mengangkat (barang), setelah (sebelumnya di waktu muda) tegak dan sehat.”
Ath Thayyibi rahimahullah berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat gambaran bagi mukallaf (orang yang berakal dan dewasa) dengan seorang pedagang yang memiliki modal. Pedagang tersebut mencari keuntungan dengan keselamatan modalnya. Caranya dalam hal itu ialah, dia memilih orang yang akan dia ajak berdagang, dia selalu menetapi kejujuran dan kecerdikan agar tidak merugi. Kesehatan dan waktu luang adalah modal, seharusnya dia (mukallaf) berdagang dengan Allah Azza wa Jalla dengan keimanan, berjuang menundukkan hawa-nafsu dan musuh agama, agar dia mendapatkan keberuntungan kebaikan dunia dan akhirat.
Al Qadhi Abu Bakar bin Al ‘Arabi rahimahullah berkata: “Diperselisihkan tentang kenikmatan Allah Azza wa Jalla yang pertama (yakni yang terbesar) atas hamba. Ada yang mengatakan ‘keimanan’, ada yang mengatakan ‘kehidupan’, ada yang mengatakan ‘kesehatan’. Yang pertama (yaitu keimanan) lebih utama, karena hal itu kenikmatan yang mutlak (menyeluruh). Adapun kehidupan dan kesehatan, maka keduanya adalah kenikmatan duniawi, dan tidak menjadi kenikmatan yang sebenarnya, kecuali jika disertai oleh keimanan. Dan pada waktu itulah banyak manusia yang merugi, yakni keuntungan mereka hilang atau berkurang. Barangsiapa mengikuti hawa-nafsunya yang banyak memerintahkan keburukan, selalu mengajak bersenang-senang (rileks), sehingga dia meninggalkan batas-batas (Allah) dan meninggalkan menekuni ketaatan, maka dia telah merugi. Demikian juga jika dia longgar, karena orang yang sibuk kemungkinan memiliki alasan, berbeda dengan orang yang longgar, maka alasan hilang darinya dan hujjah (argumen) tegak atasnya”.
Hadits Kedua:
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ آمِنًا فِي سِرْبِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Siapa saja di antara kalian masuk waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman dalam rumahnya, punya makanan pokok pada hari itu, maka seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (H.R Ibnu Majah)
Keterangan:
Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:
1. Setiap manusia, apalagi sebagai muslim, tentu mendambakan kehidupan yang menyenangkan di dunia ini, bahkan kalau perlu seolah-olah dunia ini menjadi milik kita.
2. Untuk bisa merasakan kehikmatan hidup di dunia ini, ada tiga perkara yang harus dicapai oleh seorang muslim, hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi –shallallaahu ‘alaihi wa sallam- di atas.
3. Badan yang sehat merupakan suatu kenikmatan tersendiri bagi manusia yang tidak ternilai harganya, rasanya tidak ada artinya segala sesuatu yang kita miliki bila kita tidak memiliki kesehatan jasmani. Apa artinya harta yang berlimpah dengan mobil yang mahal harganya, rumah yang besar dan bagus, kedudukan yang tinggi dan segala sesuatu yang sebenarnya menyenangkan untuk hidup di dunia ini bila kita tidak sehat. Oleh karena kesehatan bukan hanya harus dibanggakan dihadapan orang lain, tetapi yang lebih penting lagi adalah harus disyukuri kepada yang menganugerahkannya, yakni Allah –subhaanahu wa ta’ala-.
4. Hal yang tidak kalah pentingnya dari badan yang sehat adalah jiwa yang tenang, sebab apa artinya manusia memiliki jiwa yang sehat bila jiwanya tidak tenang, bahkan badan yang sakit sekalipun tidak menjadi persoalan yang terlalu memberatkan bila dihadapi dengan jiwa yang tenang, apalagi ketenangan jiwa bila menjadi modal yang besar untuk bisa sembuh dari berbagai penyakit.
5. Jiwa yang tenang adalah jiwa yang selalu berorientasi kepada Allah –subhaanahu wa ta’ala-, karena itu, orang yang ingin meraih ketenangan hidup dijalani kehidupan dengan segala aktivitasnya karena Allah, dengan ketentuan yang telah digariskan Allah–subhaanahu wa ta’ala- dan untuk meraih ridha dari Allah–subhaanahu wa ta’ala-.
6. Dengan demikian, sumber ketenangan hidup bagi seorang muslim adalah keimanan kepada Allah –subhaanahu wa ta’ala- dan ia selalu berdzikir kepada Allah.
Hadits Ketiga:
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَا بَكَ قَبْلَ هَرَ مِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ (رواه الحاكم) ِ
“Jagalah lima hal sebelum datang lima hal lainnya, yaitu: (1) Mudamu sebelum tuamu, (2) Kesehatanmu sebelum sakitmu, (3) Kayamu sebelum fakirmu, (4) Luang waktumu sebelum sibukmu, dan (5) hidupmu sebelum matimu. (H.R Al-Hakim)
Keterangan:
Hadits ringkas ini mengandung makna yang sangat mendalam lagi luas, menjadi bukti kecintaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya, dengan memberikan wasiat yang pantas ditulis dengan tinta emas. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk menjaga lima hal utama dalam kehidupan kita, dimana mayoritas umat manusia terlena dan melalaikannya, lima hal tersebut adalah:
Pertama: Masa muda sebelum datang masa tua
Masa muda adalah masa emas dalam hidup setiap insan, waktu yang utama untuk beramal, saat paling efektif untuk belajar, berbekal dan menimba pengalaman, serta masa produktif untuk bekerja dan berkarya. Hendaklah kita memanfaatkan masa terbaik ini sebelum masa tua menjelang, dimana kekuatan dan indera kita berkurang, pikun menyapa, hingga ibadah dan amal pun tidak maksimal. Sungguh merugi orang yang menjadikan masa mudanya hanya untuk bersantai, hura-hura, dan mengumbar syahwatnya, hingga akhirnya menyesal di hari tua, sebelum datang penyelasan hakiki di akhirat.
Kedua: Sehat sebelum datang sakit
Kesehatan laksana mahkota di atas kepala orang yang sehat, kita akan menyadari betapa mahalnya kesehatan setelah jatuh sakit. Kesehatan memang bukan segalanya, namun segalanya seolah kurang berarti tanpa kesehatan.
Hendaklah kita manfaatkan nikmat sehat sebaik mungkin dengan ibadah dan segala hal yang positif. Tatkala kita istiqomah mengamalkan ibadah di saat sehat, kita tetap akan menuai pahalanya meskipun sakit, hal ini selaras dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau bepergian, maka akan ditulis baginya pahala seperti apa yang ia amalkan saat bermukim dan sehat.” (H.R. Bukhari, no.2996, dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu).
Ketiga: Kekayaan sebelum datang kemiskinan
Kekayaan merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat patut untuk disyukuri, yaitu dengan menggunakannya dalam segala bidang kebaikan, terutama demi perjuangan dakwah di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti wakaf, zakat, sedekah, infak, dan sebagainya, sebelum datang kemiskinan sehingga tidak bisa beramal lagi dengan harta.
Harta adalah ujian bagi pemiliknya, apakah digunakan dalam kebaikan atau malah sebaliknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menanyai setiap hamba, dari mana ia mencari harta, dan untuk apa ia pergunakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba (dari hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala ) pada Hari Kiamat hingga ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya bagaimana ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh, dan untuk apa ia nafkahkan, serta tentang tubuhnya untuk apa ia pergunakan.” (H.R. At-Tirmidzi, no. 2417, dari Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih.”)
Keempat: Kesempatan sebelum datang kesibukan
Banyak orang yang ingin melakukan suatu amal shalih, namun ia tidak bisa meraihnya lantaran tidak memiliki kesempatan. Sebagai contoh, seorang ingin menghafal Al-Qur`an, i’tikaf di bulan Ramadhan, mengikuti pengajian, silaturrahim, dan lain sebagainya, tetapi tidak bisa menggapainya karena terjerat beragam aktivitas kesibukan. Maka, selagi kita masih sempat beramal shalih, mari kita pergunakan kesempatan sebaik mungkin, sebelum datang kesibukan yang menghalangi kita. Jangan sampai kita sia-siakan kesempatan dengan menggunakannya untuk hal-hal yang buruk, apalagi untuk bermaksiat, karena banyak manusia yang tertipu dengan hal ini.
Kelima: Hidup sebelum datang kematian
Kehidupan dunia laksana ladang tempat kita menanam amal shalih, yang akan kita tuai hasilnya di akhirat kelak. Pula seperti samudera yang sedang kita arungi, dengan menaiki bahtera amal shalih yang akan menghantarkan kita menuju pelabuhan akhirat. Maka, orang yang cerdas adalah orang yang mengetahui hakikat dunia, dengan menjadikannya sebagai sarana untuk beramal shalih sebaik dan sebanyak mungkin demi bekal akhirat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian bagi kita, agar kita bisa berlomba dalam beramal baik sebelum datang kematian. Hidup di dunia hanyalah sekali, jangan sampai kita gunakan dalam gelimang maksiat, sehingga kita menyesal di akhirat, padahal tidak mungkin lagi dikembalikan ke dunia.
Jika waktu muda sudah malas ibadah, jangan harap waktu tua bisa giat.
Jika waktu sehat saja sudah malas shalat, jangan harap ketika susah saat sakit bisa semangat.
Jika saat kaya sudah malas sedekah, jangan harap ketika miskin bisa keluarkan harta untuk jalan kebaikan.
Jika ada waktu luang enggan mempelajari ilmu agama, jangan harap saat sibuk bisa duduk atau menyempatkan diri untuk meraih ilmu.
Jika hidup sudah enggan bertakwa dan mengenakan jilbab, apa sekarang mau tunggu mati?
Inilah lima perkara yang harus dijaga oleh setiap muslim, agar bisa meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Mari kita jaga sebaik mungkin, semoga kita termasuk orang-orang yang beruntung.
Kesimpulan:
Dalam Islam menjaga kesehatan menjadi bagian penting dari prinsip-prinsip pemeliharaan pokok syariat (maqâsidusy syarî’ah) yang terdiri dari:
1. Pemeliharaan agama (hifdzud dîn).
2. Pemeliharaan diri/kesehatan (hifdzun nafs).
3. Pemeliharaan akal (hifdzul ‘aql).
4. Pemeliharaan keturunan (hifdzun nasab).
5. Pemeliharaan harta (hifdzul mâl).
Sebaliknya, Islam melarang berbagai tindakan yang membahayakan kesehatan atau keselamatan jiwa, sebagaimana tersebut dalam firman Allah swt yang artinya:
وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
"Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian dalam kerusakan." (Q.S Al-Baqarah: 195)
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian. Sungguh Allah Maha Penyayang kepada kalian." (Q.S An-Nisa: 29).
Badan kita punya hak yang harus dipenuhi agar terjaga kesehatan maupun keseimbangannya. Diantara hak badan adalah memberikan makanan pada saat lapar, memenuhi minuman saat haus, memberikannya istirahat saat lelah, membersihkannya saat kotor, dan mengobatinya saat sakit. Ajaran Islam sangat menekankan kesehatan. Agar tetap sehat, ada 10 hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) dalam hal makan, (2) minum, (3) gerak, (4) diam, (5) tidur, (6) terjaga, (7) hubungan seksual, (8) keinginan-keinginan nafsu, (9) keadaan kejiwaan, dan (10) mengatur anggota badan.
Wallahu A'lam, Al-Ustadz Faqih Aulia (Bidang Jam'iyyah PD Pemuda Persis Kota Bandung)
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan