Muqaddimah:
Ayat ini bahkan secara khusus menerangkan perilaku buruk kaum
Yahudi, terutama tokoh-tokohnya. Sungguh, di antara mereka ada segolongan, di
antaranya ada tokoh-tokoh agama, yang memutarbalikkan lidahnya membaca Kitab
Taurat, yakni dengan cara menyembunyikan informasi yang benar, mengubah maksud
yang sebenarnya, atau menggantinya dengan redaksi lain lalu membacanya layaknya
mereka membaca Taurat, agar kalian menyangka yang mereka baca itu benar-benar
sebagian dari Kitab Taurat, padahal itu bukan dari Kitab Taurat, tetapi
rekayasa semata. Dan untuk menguatkan kebohongannya mereka berkata, "Itu dari
Allah", padahal itu bukan dari Allah. Mereka benar-benar tidak punya rasa
malu bahkan berani mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka
mengetahui secara pasti kalau hal itu dusta. Ayat ini juga menjadi bukti adanya
tahrif (perubahan) dalam kitab Taurat.
وَإِنَّ مِنْهُمْ
لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ
وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ
مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (78)
Sesungguhnya
di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab,
supaya kalian menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al-Kitab, padahal ia
bukan dari Al-Kitab, dan mereka mengatakan, "Ia (yang dibacanya itu datang)
dari sisi Allah," padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta
terhadap Allah, sedangkan mereka mengetahui[1]. (Q.S.
Ali-Imran {3}: 78)
Am:
Dalam ayat
tersebut, ada tiga lafal Al-Kitab. Meskipun menggunakan kata yang sama, kata
ini menunjukkan makna berbeda. Kata Al-Kitab yang disebut terakhir menunjukkan
pengertian umum (seluruh kitab Allah) karena menggunakan lafal mufrad (tunggal)
definitif dengan alif lam istighraq. Hal itu berdasarkan kaidah al mufradu
al mu’arrafu bi alif lam amun. Kaidah menyatakan, “Al aslu fil ami al
amalu bihi ala umumihi hatta yujadal mukhassisu,” artinya prinsip lafal
umum diamalkan berdasarkan makna keumumannya hingga didapatkan pentakhsis
(pengecualian).
Khas:
Adapun kata
Al-Kitab yang disebut pertama dan kedua menunjukkan pengertian khusus. Al-Kitab
yang disebut pertama maksudnya buatan mereka sendiri (Taurat yang telah
diubah), berdasarkan penjelasan Q.S. Al-Baqarah, 2: 79. Al-Kitab yang disebut
kedua maksudnya Taurat Musa, berdasarkan penjelasan Q.S. Al-An’am, 6: 91.
Kaidah menyatakan, “Lafzun khasu yuhmalu ala khususih”, artinya ‘lafal
khusus mesti dimaknai khusus’. Jadi maksud ayat, “Litahsabuhu minal kitab,”
menunjukkan peniadaan secara khusus, yaitu yang dibaca oleh mereka sama sekali
bukan bagian dari Taurat. (Qur’an Ushul Fiqih karya Kyai Amin Muchtar hal
60)
Tafsir
Mufradat:
Allah Swt. memberitakan perihal
sepak terjang orang-orang Yahudi -semoga laknat Allah menimpa mereka- bahwa
segolongan dari mereka ada yang mengubah-ubah banyak kalimat dari tempatnya
masing-masing dan mengganti Kalamullah serta menyelewengkannya dari makna yang
dimaksud. Tujuan mereka adalah untuk mengelabui orang-orang bodoh hingga
orang-orang yang tidak mengerti menduga bahwa itu adalah isi Kitabullah, lalu
menisbatkannya kepada Allah, padahal hal itu dusta terhadap Allah. Mereka
melakukan demikian dengan penuh kesadaran bahwa mereka telah berdusta serta
semua yang ia bacakan itu hanyalah buat-buatan mereka sendiri. Karena itulah
disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ
وَهُمْ يَعْلَمُونَ}
Mereka berkata dusta terhadap Allah,
sedangkan mereka mengetahui. (Ali Imran: 78)
Mujahid, Asy-Sya'bi, Al-Hasan,
Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang
memutar-mutar lidahnya membaca Al-Kitab. (Ali Imran: 78), Menurut mereka,
yang dimaksud dengan memutar-mutar lidahnya ialah mengubah-ubah isi Al-Kitab.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, dari Ibnu Abbas, bahwa mereka mengubah-ubah Al-Kitab dan menghapusnya
(lalu menggantinya dengan yang lain), padahal tidak ada seorang pun dari
makhluk Allah yang berani menghapus suatu lafaz dari Kitabullah. Dengan
demikian, berarti makna yang dimaksud ialah mereka menyelewengkan artinya dan
menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan,
sesungguhnya kitab Taurat dan Injil utuh seperti ketika diturunkan oleh Allah;
tiada suatu huruf pun yang diubah, tetapi mereka menyesatkan dengan
menyelewengkan makna dan takwilnya. Tetapi ada kitab-kitab yang mereka tulis
hasil karangan mereka sendiri, lalu mereka mengatakan seperti yang disebutkan
oleh firman-Nya:
{وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ
اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ}
Dan mereka mengatakan bahwa ia (yang
dibaca itu datang) dari sisi Allah, padahal ia bukan dari sisi Allah. (Ali Imran: 78)
Adapun kitab-kitab Allah,
sesungguhnya semua dalam keadaan terpelihara, tidak ada yang diubah.
Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Ibnu Abu Hatim.
Jika Wahb bermaksud apa yang ada di
tangan mereka dari Kitabullah, maka tidak diragukan lagi sudah kemasukan
penggantian, perubahan, penambahan, dan pengurangan. Adapun mengenai
penerjemahan kitab aslinya ke dalam bahasa Arab, mengandung kekeliruan yang
besar, di dalamnya banyak tambahan dan pengurangan serta pemahaman yang
menyimpang. Hal ini termasuk ke dalam Bab "Tafsir Bahasa Ibrani yang
Diarabkan". Kebanyakan dari mereka -bahkan semuanya- mempunyai pemahaman
yang rusak (tidak benar). Tetapi jika yang dimaksud oleh Wahb adalah
kitab-kitab Allah yang asli dari sisi-Nya, memang seperti apa yang
dikatakannya, yaitu dalam keadaan utuh terpelihara dan tiada sesuatu pun yang
mencampurinya.
Tafsir Ayat:
Ayat ini menerangkan keadaan sekelompok Ahli Kitab yang lain, yaitu
segolongan dari pendeta-pendeta mereka yang mengubah ayat-ayat Kitab (Taurat)
dengan menambah lafaz-lafaznya atau menukar letak dan menghapus sebagian dari
lafaz-lafaz itu, sehingga berubahlah pengertiannya yang asli. Mereka baca
ayat-ayat yang telah diubah-ubahnya itu sebagai pembacaan ayat al-Kitab, agar
pendengarnya mengira bahwa yang dibaca itu benar-benar ayat al-Kitab, padahal
yang dibaca itu sebenarnya bukan datang dari Allah, tetapi buatan mereka
sendiri.
Mereka mengetahui bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu adalah
perbuatan yang salah, tetapi tetap juga mereka lakukan. Yang demikian itu
disebabkan karena sifat ketakwaan mereka kepada Allah telah lenyap, dan mereka
percaya bahwa Allah akan mengampuni apa saja dosa yang mereka kerjakan karena mereka
orang yang beragama.
Perbuatan orang Yahudi yang sangat keji itu, menjadi pelajaran bagi
umat Islam agar jangan sampai ada di antara umat Islam yang berkelakuan
demikian, jangan sampai ada yang beritikad bahwa orang Islam itu pasti mendapat
ampunan dari Allah betapa pun besarnya dosa yang mereka lakukan. Jangan pula
ada di antara orang yang mengaku beragama Islam tetapi perbuatannya perbuatan
orang kafir dan munafik, tidak mau mengerjakan ajaran Al-Qur'an dan sunah
Rasul, dan tidak pula berkeyakinan sesuai dengan kepercayaan Muslimin.
Al-Biqa’i dalam tafsirnya memberi contoh pemutarbalikan lidah
mereka dengan membaca ayat yang menjelaskan sanksi hukum terhadap yang berzina,
yaitu kata فارجموه
yang berarti lemparlah ia dengan batu dengan فارحموه yang berarti kasihanilah ia.
Rupanya, memutar-mutar lidah telah menjadi kebiasaan orang-orang
Yahudi. Dalam surah Al-Baqarah 104 diuraikan bagaimana mereka mengucapkan kata
yang bermakna makian tetapi terdengar seakan-akan bukan makian. Ketika itu,
bila Nabi Muhammad saw. menjelaskan sesuatu yang sulit, kaum muslimin berkata راعنا dalam arti perhatikanlah keadaan
atau kemampuan kami. Orang Yahudi juga mengenal kata yang mirip, tetapi
bermakna makian dan cemoohan. Mereka -dengan maksud mengejek dan memaki- mengucapkan
kata yang mirip itu (baca Q.S. Al-Baqarah {2}: 104).
Dalam As-Sunnah juga ditemukan bahwa kata السلام
عليكم yakni semoga keselamatan menyertai kamu
mereka ucapkan dengan memutar lidah, sehingga terdengar seperti itu tetapi
sebenarnya yang mereka ucapkan adalah السام
عليكم yakni kematian atau kecelakaan menimpa
kamu. (Tafsir Al-Mishbah vol 2 hal 131)
[1]
Sesungguhnya dari antara kaum Yahudi ada segolongan, yaitu golongan ulamanya
menambah dan mengubah Kitab agama mereka di tentang sebutan nabi Muhammad, dan
mereka putar lidah, ya’ni bunyikan tambahan dan perubahan itu seolah-olah bukan
tambahan atau perubahan, supaya kamu sangka yang demikian memang sebahagian
daripada isi Kitab agama mereka, padahal, bukan dari isi Kitab agama mereka.
Mereka berbuat dusta atas nama Allah, ya’ni mereka katakan yang demikian itu
dari Allah, padahal mereka tahu, bahwa mereka pendusta, pengkhianat dan penipu.
(Tafsir Al-Furqan hal 117)
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan