URGENSI HIDUP BERJAM’IYYAH
Anggota dapat membangun kesadaran dan kedewasaan dalam
berjam’iyyah menjadi diantara indicator Bidang Pendidikan dalam
menyelenggarakan acara ini.
Urgensi yaitu kata dasar dari “urgen” mendapatkan
akhiran “I” yang berarti sesuatu yang jadi bagian atau memegang peran utama
atau unsur sangat penting. Aitia Mardiastuti, detikjabar.
Maksudnya, ada sesuatu yang harus dilakukan yang
apabila itu tidak dilakukan akan menimbulkan suatu kedaruratan. Jika
dikembangkan, kedaruratan ini dapat dikembangkan sebagaimana 5 tujuan syari’at
(menjaga agama, menjaga keturunan, menjaga nasab, dan lain sebagainya).
Dari pengertian tersebut, urgensi menyeru pada sesuatu
yang mendorong kita untuk menyelesaikan sesuatu. Dengan demikian mengandaikan
terdapat masalah yang harus segera diselesaikan.
Pertanyaan besarnya adalah: Apakah kita hidup
berjam’iyyah ini telah merasa ada sesuatu yang harus diselesaikan bersama?.
Ketika kita faham pengertian dan makna jam’iyyah dan
berjama’ah, maka akan mengetahui apa yang harus dilakukan dan diselesaikan di
Jam’iyyah.
Pertanyaan lainnya, Apakah terdapat sesuatu yang
urgent di Jam’iyyah yang menjadi alasan kita harus bergabung?
Contoh kasus, saat ada pesan WhatsApp dari Jam’iyyah
seberapa pentingkah kita menjawab? Ketika Jam’iyyah itu dipandang penting dalam
rangka menghindari madharat dan mencari mashlahat. Jangan dulu membayangkan
masalah besar tetapi mulailah dari hal-hal terkecil seperti demikian.
Terdapat sesuatu yang mesti dihilangkan, ada masalah
yang harus diselesaikan, dan ada hal yang harus dicari pada satu aspek yang
dipandang urgent.
Target pencapaian menjadi ciri sesuatu itu dipandang
urgent. Apakah target pencapaian Jam’iyyah ini jika ia dipandang urgent?.
Rasulullah saw. Bersabda, “Aku memerintahkan kepada
kamu dengan lima hal yang Allah telah memerintahkannya kepadaku: [1]Hidup
berjama’ah, [2]taat, [3]hijrah, dan [4]jihad fi sabilillah. Sesungguhnya
barangsiapa yang keluar dari al-jamaah walau sejengkal, maka ia telah
melepaskan ikatan Islam dari tengkuknya (murtad) sehingga ia kembali lagi ke
dalam jam’iyyah.” (HR. Ahmad)
Hadis di atas menjadi di antara dalil urgensi
berjam’iyyah.
Ustadz Rofiqi Nugraha kemudian memutar dua buah video
yang menggambarkan urgensi berjam’iyyah.
Factor terbentuknya organisasi. Pertama, lingkungan.
Kedua, keterbatasan kemampuan.
Dengan dua video yang tadi Ustadz putar, apa yang
disimpulkan terkait urgensi berjam’iyyah?.
Video pertama menggambarkan kumpulan orang yang
mengelilingi semangkuk makanan di tengah-tengah mereka yang kumpulan orang itu
masing-masing memegang sendok Panjang hendak menggapai makanan yang dirintangi
jurang yang dalam.
Berdasarkan TCA (Target, Cara, dan Aturan)nya adalah
yang makan tidak boleh melepas sendok panjangnya saat hendak mengambil makanan
di wadah itu. Artinya selamanya masing-masing individu itu tidak akan bisa
makan kecuali jika mereka bekerjasama.
Umar bin Khaththab ra. berkata, “Sesungguhnya
tidak ada Islam kecuali dengan jamaah, dan tidak ada jamaah kecuali dengan
imarah, dan tidak ada imarah kecuali dengan ketaatan.” (HR. Ad-Darimi)
Islam itu akan tegak dengan jama’ah atau jam’iyyah,
ummat, imamah, dan taat. Sampai di sini, sudahkah terasa pentingnya (urgensi)
berjam’iyyah?. Jika harus dijawab, apakah tujuan kita berjam’iyyah? Apakah yang
kita perjuangkan?
1.
Jam’iyyah, upaya untuk membangun
kebersamaan dalam kehidupan untuk mewujudkan visi misi al-jama’ah.
2.
Imamah, imam ialah orang yang
memegang khilafah (kepentingan umum) dalam urusan agama dan dunia.
3.
Ummat, adalah orang-orang yang
memiliki pertalian yang mengikat mereka satu sama lain dan memiliki kesatuan
hati.
4.
Taat, tunduk dan patuhnya seorang
bawahan kepada atasan, makhluq kepada Khaliq.
Jam’iyyah
bukan untuk kenyamanan hidup tetapi untuk kehidupan Islam dan kaum muslimin.
Islam perlu agen-agen dan relawan-relawan yang tidak bisa bekerja sendiri.
Studi kasus:
rombongan penonton sepak bola apakah itu jam’iyyah?. Ataukah gambaran jam’iyyah
itu para pemain sepak bolanya?.
Menganggap
urgent saja tidak cukup, tetapi harus ada Kerjasama, menyepakati dan menjalani
cara yang telah disepakati Bersama. Jangan sampai ketidak hadiran atau ketidak
aktifan kita menjadi sebab system tidak berjalan bahkan hasil tidak tergapai.
1.
PENGERTIAN IMAM ATAU IMAMAH
Menurut
Bahasa imamah berarti kepemimpinan, dan orang yang memegang kepemimpinan adalah
imam. Dalam Alquran imam digunakan dalam beberapa keterangan, yaitu dengan arti
jalan umum (Qs al-Hijr: 79), catatan (Qs Yaasiin: 12), Pedoman (Qs. Hud: 17)
dan terakhir dalam arti ketua atau pemimpin (Qs al-Baqarah: 124)
Adapun
menurut istilah, imam mengandung makna pemimpin umat dalam urusan agama dan
dunia, seperti ta’rif yang diberikan oleh Syaikh Ali bin Muhammad Al-Jazani, “Imam
ialah orang yang memegang khilafah (kepemimpinan umum) dalam urusan agama dan
dunia.”
2.
ESENSI IMAMAH
Imam
Al-Ghazali menerangkan bahwa imamah dan imarah itu adalah adanya satu suara
yang ditaati atau ada satu suara yang menentukan. Oleh karena pikiran itu
berlainan maka perlu ada satu nizham atau aturan. Akan tetapi nizham itu tidak
akan ada artinya apabila tidak ada kesatuan dalam pimpinan. Oleh karena itu
salah satu essensi dari adanya imamah adalah harus bisa memberikan keputusan
akhir, atau wujudnya satu suara yang ditaati.
Di antara
asas kepemimpinan adalah pendelegasian wewenang. Jika tidak ada pendelegasian
wewenang, maka apalah artinya organisasi. Kesatuan perintah pun menjadi asas
lain dalam keorganisasian.
Sebagai
perbandingan, anggota dalam satu distrik akan taat kepada pimpinan distriknya
sebelum taat kepada komando para ketua distrik.
Al-Ustadz
Rofiqi kemudian memutar video ketiga tentang satu tim lomba gerak jalan yang
menerima instruksi ketua regunya agar memakai kostum segala putih. Salah
seorang dari mereka tidak memiliki sepatu putih, lalu di-cat, namun kehujanan
dan luntur. Maka sang ketua memutuskan semua tim agar tidak bersepatu demi
menjaga keutuhan tim. Masalah pun muncul saat kaki mereka kepanasan saat
berusaha menerjang aspal panas jalan raya. Salah seorang dari mereka
mengingatkan ketua, maka sang ketua pun segera mengambil keputusan semua tim
kakinya dibungkus daun pisang. Dengan penuh semangat pun mereka Kembali berlari
hingga akhirnya tim lomba gerak jalan tersebut menjuarai perlombaan dan berhak
mendapatkan piala tertinggi juara pertama.
Inilah
kolaborasi antara ketua dan tasykil juga anggota. Apakah kita yang hendak
menambal kekurangan? Ataukah semua anggota tim sama-sama “terjun” dalam
kekurangan Bersama agar tetap kompak dalam satu Gerakan.
Tidak harus
selamanya yang sedikit mengikuti yang banyak, maka kebijakan pemimpin harus
ditaati demi terwujudnya tahapan menuju realisasi urgensi berjam’iyyah.
3.
TAAT
Pilar
berjam’iyyah selanjutnya setelah adanya jam’iyyah dan imamah adalah taat. Apabila
telah diyakini bahwa hidup berjamaah itu wajib dan dalam hidup berjamiyyah itu
diwajibkan adanya imam maka mentaati imam itu menjadi wajib. Qs. An-Nisa: 59.
Sebagaimana
kaidah ushul, maa laa yatimmul waajibu illaa bihi, fa huwa waajibun, “Satu
kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi
wajib.”
Qs. An-Nisa
ayat 59 bersama hadis Riwayat Muslim dan Ibnu Majah, “Barangsiapa yang taat
kepadaku maka ia telah taat kepada Allah, barangsiapa yang durhaka kepadaku
maka ia telah durhaka kepada Allah, barangsiapa yang taat kepada imam maka ia
telah taat kepadaku, dan barangsiapa durhaka kepada imam berarti ia telah
durhaka kepadaku.”
Ketidak taatan
dalam jam’iyyah sama dengan kedurhakaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Hadis Riwayat Bukhari, “Wajib atas setiap muslim
untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin) baik kepada perkara yang ia sukai
ataupun yang tidak ia sukai, selama (pemimpin itu) tidak menyuruh kepada
maksiat, jika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban
mendengar maupun mentaatinya.”
Ketika dibuat makalah ini, adalah muhasabah diri sejak
tahun 2009 hingga 2022, apakah kebanyakan dosa ataukah kebanyakan pahala selama
saya di Jam’iyyah. Demikian Al-Ustadz Rofiqi memaparkan.
“… Apabila kamu dapati dari pemimpinmu perkara yang
kamu tidak suka, maka bencilah perbuatannya, dan janganlah kamu meninggalkan
ketaatan kepadanya …” (hr. Muslim)
Orang lain itu hanya pemicu, pada akhirnya tergantung
kita sendiri bagaimana akan bersikap. Maka pada akhirnya tidak ada pihak yang
layak disalahkan karena hakikatnya setiap orang salah akibat telah memutuskan
sikapnya masing-masing.
Kuatnya
ketaatan anggota PERSIS merupakan hasil dari:
a.
Pembinaan yang intensif
b.
Rekrutmen anggota yang selektif,
dan
c.
Penekanan pada aspek kualitatif.
Koordinasi
kepada ketua dari tasykil dan anggota serta sebaliknya menjadi kunci ketaatan
yang akan senantiasa berkesinambungan.
Ketaatan
anggota PERSIS baik kepada Nizham Jam’iyyah maupun kepada imam bukan taat
karena nama PERSIS atau pemimpinnya, tetapi taat karena Jam’iyyah ini konsisten
memperjuangkan Al-Quran dan As-Sunnah. Imam atau pemimpin ditaati bukan semata
karena dia sebagai imam, tetapi karena keputusan, perintah serta larangannya
itu didasarkan pada nash atau nilai-nilai Alqurab dan Assunnah.
KEUNTUNGAN
BERJAMA’AH
“Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkan umatku dalam
kesesatan, pertolongan Allah diberikan kepada Aljama’ah. Barangsiapa yang
menyendiri akan menyendiri ke neraka.” (Hr. At-Tirmidzi dari Ibnu Umar)
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendiri,
dua puluh derajat.” (Hr. Bukhari dari Ibnu Umar)
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di
jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan
yang tersusun kokoh.” (Qs. Ash-Shaff: 4)
PERBANDINGAN
Ketika pohon berada di suatu tempat yang Bernama hutan
atau kebun, maka mereka akan lebih berharga dan lebih bermanfaat dibandingkan
tumbuh di tempat terpisah secara sendiri-sendiri. Demikian pula
binatang-binatang, Ketika mereka berkumpul dan berkelompok, bukan hanya
identitasnya yang jelas, tetapi juga memiliki kualitas, kekuatan bahkan
sekaligus harga yang lebih baik. Sebaliknya jika ia sendirian, maka ia akan
tumbuh secara tidak tenang dan sempurna, karena diliputi oleh ancaman-ancaman
dari binatang lain.
Begitu pula manusia apabila ia hidup sendirian, maka
akan banyak kesulitan, menderita dan tumbuh tidak sempurna karena tidak terjadi
interaksi dan pertukaran pengalaman dan kemampuan.
Hidup berjam’iyyah tidak mesti semua orang gagal, maka
cukup seorang atau dua orang yang gagal menjadi contoh bagi orang lain agar
tidak sepertinya.
Al-Ustadz Rofiqi kemudian memutar video selanjutnya,
cuplikan film kartun berjudul the penguins of Madagascar; menggambarkan
bahwa Jika sendiri, maka kita lemah, namun jika kita Bersama, maka kita kuat.
Cuplikan film terakhir terkait taushiyyah KH Aceng
Zakaria yang memaparkan pentingnya hidup berjam’iyyah. Al-Ustadz menggambarkan
fungsi jari jemari yang berbeda-beda Panjang dan besarnya, maka masing-masing
jari tersebut memiliki tugas yang tidak sama.
Satu jari, makan hanya bisa mencoel kecap. Dua jari
mendapatkan tahu dan tempe. Tiga jari mendapatkan nasi namun tidak banyak.
Empat jari maka nasi lebih banyak. Saat lima jari yang digunakan, maka makanan
akan semakin banyak didapatkan.
Berjam’iyyah itu seperti mengendarai sebuah mobil,
maka supir dan pengendara lainnya harus sesuai dengan tujuan dan cara yang
telah ditentukan Bersama melalui kerjasama. Artinya terkadang kita tidak sampai
kepada tujuan karena tidak mau Bersama.
Jika telah disepakati hendak bekerjasama, maka perlu
adanya pembagian tugas. Perlu pula dipahami Bersama saat bekerjasama tidak
boleh tidak harus saling menutupi kekurangan dan saling mengingatkan kesalahan,
walaupun pada akhirnya mencapai tujuan sedikit melamban. Karena bergerak
sendiri bisa lebih cepat dibandingkan bergerak Bersama, namun bergerak sendiri
itu saat diri sendiri lemah dan malas maka matilah seluruh pergerakan. Adapun
di Jam’iyyah kita akan saling mengingatkan, menguatkan, memotivasi, dan saling
melengkapi.
Demikianlah di antara yang disampaikan oleh Al-Ustadz
Rofiqi Nugraha (Anggota Dewan Pertimbangan Pimpinan Cabang Pemuda Persis
Pangalengan Masa Jihad 2021-2023) pada hari Kamis, 20 Oktober 2022 ba’da Ashar
bertempat di Madrasah Nurul Huda Cipanas Margamukti Pangalengan dalam acara
Bidang Pendidikan bekerja sama dengan Bidang Jam’iyyah, Bidang Kaderisasi dan
Bidang lainnya dalam acara “Pembinaan Kejam’iyyahan”.
Wallaahu A’lam.
Contributor: Abu Akyas
Illustrator: Aditya Rahman dan Kominfo PC Pemuda
Persis Pangalengan (Raka Ahsan Fauzi, Nazib Asha Amrullah)
Editor: Tim At-Tahrik Media (Septian Abu Bakar, dkk.)
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan