MUQADDIMAH
Abu
Bakar lahir dengan nama Abdullah bin Abu Quhafah at-Taimy (nama sebenarnya
Utsman). Sementara ibunya bernama Ummu al-Khair (sebetulnya bernama Salma binti
Sakhar). Jika nasab Abu Bakar dari bapaknya ditarik ke atas, maka akan bertemu
dengan garis keturunan Nabi Muhammad pada Murrah bin Ka’ab. Ia lahir di Makkah
pada 573 M atau lebih kurang dua tahun enam bulan setelah Tahun Gajah. Dari
situ bisa diketahui bahwa Abu Bakar lebih muda 2,5 tahun dari Nabi
Muhammad.
Abu
Bakar berasal dari keluarga pedagang yang kaya. Hal itu yang memengaruhi
kehidupannya sehingga kelak ketika dewasa dia menjadi pedagang yang sukses. Keluarga
berada juga membuat Abu Bakar menjadi pribadi yang terpelajar. Ia kerap kali
pergi ke luar Makkah, ke Yaman, Syam, dan tempat lainnya.
Kendati demikian, tidak ada informasi yang memadai -yang
sampai kepada kita- mengenai masa kecil dan masa remaja Abu Bakar. Namun
demikian, sebagaimana diketahui bahwa pada saat itu masyarakat Arab tengah
berada dalam zaman jahiliyah- di mana mereka menyembah berhala, Abu Bakar juga
diajarkan untuk menyembah berhala sejak kecil. Pernah suatu hari Abu Bakar
meminta makanan dan pakaian kepada berhala.
Tentu saja berhala itu tidak mengabulkan permintaannya.
Karena kesabarannya habis, Abu Bakar mengangkat batu dan mengancam berhala
tersebut; ‘Kamu bukan lah Tuhan kalau tidak bisa melindungi dirimu’. Seketika,
berhala tersebut dipukul dengan batu hingga hancur. Maka sejak saat itu, Abu
Bakar tidak lagi menyembah berhala.
Disebutkan Muhammad Husain Haekal dalam Abu Bakr
as-Siddiq (2004), pada masa remaja -lepas dari masa anak-anak- Abu Bakar
bekerja sebagai pedagang kain. Usahanya sukses. Dagangnya berkembang pesat. Ia
memperoleh laba yang cukup besar. Di usianya yang masih muda itu, Abu Bakar
menikah dengan Qutailah binti Abdul Uzza. Dari perkawinannya dengan Qutailah,
Abu Bakar memiliki dua, yaitu Abdullah dan Asma.
PERIHAL NAMA, JULUKAN, DAN GELAR:\
Ali At-Tanthawy dalam Abu Bakar al-Shiddiq (1986)
menjelaskan, nama Abu Bakar sebelum masuk Islam adalah Abdul Ka’bah. Ketika
masuk Islam, Nabi Muhammad mengganti namanya menjadi Abdullah. Ulama
Ahlussunnah dalam berbagai periwayatan kemudian lebih mengenal nama Abu Bakar
as-Shiddiq.
Ada juga yang berpendapat bahwa nama Abu Bakar sebelum
memeluk Islam adalah Atiq. Mungkin nama ini dinisbatkan kepada Ka’bah yang
lain, yaitu Baitul Atiq (Rumah Purba). Ada sejarah tersendiri terkait dengan
nama Atiq ini. Jadi, sebelumnya ibu Abu Bakar tidak pernah memiliki anak
laki-laki.
Ibunya kemudian bernazar, jika ia melahirkan anak
laki-laki maka akan diberi nama Abdul Ka’bah dan akan disedekahkan kepada
Ka’bah. Betul saja, anak yang dinanti-nantikan lahir. Setelah tumbuh besar,
anak tersebut diberi nama Atiq (yang dibebaskan).
Riwayat lain menyebutkan bahwa Atiq bukanlah nama Abu
Bakar sebelum memeluk Islam, melainkan itu adalah julukan bagi dia karena
kulitnya yang putih (atiq). Ada juga pendapat yang menyebut kalau julukan Atiq
bagi Abu Bakar adalah pemberian Nabi Muhammad.
Sementara nama Abu Bakar banyak ditemukan dalam berbagai
periwayatan. Dalam keterangan buku Abu Bakar as-Siddiq (Muhammad Husain Haekal,
2004), semula tidak dijelaskan alasan mengapa dia dijuluki Abu Bakar, namun
penulis-penulis kemudian menyimpulkan bahwa dia dijuluki demikian karena dia
adalah orang yang paling dini (bakr) memeluk Islam di bandingkan dengan yang
lainnya.
Ali al-Tanthawy memiliki alasan berbeda mengapa dia
diberi julukan Abu Bakar. Menurut al-Tanthawy, al-bakru bermakna unta yang
masih muda. Julukan bakran menunjukkan bahwa orang tersebut merupakan sosok
pemimpin kabilah yang memiliki kedudukan yang sangat terpandang dan terhormat. Abdulullah
dijuluki Abu Bakar karena kedudukannya yang terhormat di tengah Suku Quraisy,
baik dari segi nasab maupun strata sosial.
Adapun gelar as-Siddiq, menurut pendapat yang masyhur,
disematkan di belakang nama Abu Bakar setelah peristiwa Isra Mi’raj. Dia
langsung membenarkan kisah Nabi Muhammad tentang Isra Mi’raj, sementara yang
lainnya meragukannya bahkan tidak mempercayainya.
Bagi mereka, Isra Mi’raj perjalanan Nabi Muhammad dari
Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, dan kemudian berlanjut
ke Sidratul Muntaha dalam waktu satu malam adalah sesuatu yang mustahil
terjadi. Akan tetapi, Abu Bakar mempercayai Nabi Muhammad dan semua khabar yang
datang dari langit. Tanpa meragukan sedikit pun.
MENERIMA ISLAM TANPA RAGU SEDIKIT PUN
Ketika Nabi Muhammad menyerukan ajaran Islam, Abu Bakar
langsung menerimanya dengan tanpa ragu sedikit pun. Dia menjadi laki-laki
pertama yang memeluk agama Islam tentunya setelah Nabi Muhammad. Dalam satu
hadits, Nabi Muhammad menyampaikan testimoni terkait dengan masuk Islamnya Abu
Bakar tanpa adanya keraguan di dalamnya.
“Tidak seorang pun yang pernah kuajak memeluk Islam yang
tidak tersendat-sendat dengan begitu berhati-hati dan ragu, kecuali Abu Bakar
bin Abi Quhafah. Ia tidak menunggu-nunggu dan tidak ragu ketika kusampaikan
kepadanya,” kata Nabi Muhammad.
Lantas apa yang menyebabkan Abu Bakar menerima Islam
denga begitu mudahnya? Dalam Abu Bakar as-Siddiq (Muhammad Husain Haekal,
2004), Abu Bakar sudah sangat mengenal Nabi Muhammad. Kejujurannya, kelurusan
hatinya, dan kejernihan pikirannya. Sehingga apa pun yang disampaikan Nabi
Muhammad, ia mempercayainya dengan penuh kemantapan. Tidak ada keraguan dalam
hatinya tentang Nabi Muhammad.
Abu Bakar memang sudah mengenal Nabi Muhammad sebelum
beliau diangkat menjadi seorang nabi dan rasul karena keduanya tinggal di
kampung yang sama. Dia tinggal di sebuah kampung di Makkah di mana
saudagar-saudagar kaya tinggal, termasuk Sayyidah Khadijah. Setelah menikah
dengan Khadijah, Nabi Muhammad juga tinggal di daerah itu. Dari situ, keduanya
saling mengenal satu sama lainnya.
Di samping itu, Abu Bakar adalah seorang yang memiliki pandangan bahwa penyembahan berhala itu sebuah kebodohan dan kepalsuan belaka. Dalam Sirah Nabawiyah-nya, Ibnu Hisyam menggambarkan Abu Bakar sebagai orang yang sangat dan lembut terhadap kaumnya, jujur, memiliki kedudukan yang tinggi di tengah kaumnya, dan terhindar dari kebiasaan buruk kaum jahiliah seperti bermain wanita, minum minuman keras, dan lainnya. Seolah-olah Abu Bakar telah mengamalkan ajaran Islam, meskipun saat itu ajaran Islam belum diturunkan. Hal-hal itu juga yang membuat Abu Bakar mudah menerima Islam. Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/biografi-abu-bakar-kelahiran-hingga-memeluk-islam-tanpakeraguan-9rmNS
CIRI CIRI ABU BAKAR ASH SHIDDIQ
Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Aisyah r.a., bahwasanya sang ayah berciri-ciri sebagai berikut,
seperti yang ditulis oleh Ibnu Sa’ad Muhammad bin Said dalam At
Thabaqat al Kubra jilid 3:“Beliau berkulit putih, kurus, tipis kedua
pelipisnya, kecil pinggangnya sehingga kainnya selalu turun dari pinggangnya,
wajahnya selalu berkeringat, hitam matanya, memiliki kening yang lebar, tidak
bisa bersajak dan selalu mewarnai jenggotnya dengan memakai daun innai dan
katam.”
Sedangkan perangai Abu Bakar sebagaimana
yang disebutkan oleh Ibnu Hisyam (Sejarawan) bahwa “Abu Bakar
adalah laki laki yang akbrab di kalangan masyarakatnya, disukai karena ia serba
mudah. Ia dari keluarga Quraisy yang paling dekat dan paling banyak mengetahui
seluk beluk kabilah itu, yang baik dan yang jahat. Ia seorang pedagang dengan
perangai yang cukup terkenal. bahkan dalam suatu masalah, pemuka pemuka
masyarakat sering datang menemuinya, mungkin karena pengetahuannya, atau
mungkin juga karena cara bergaulnya yang enak” (Muhammad Husein Haekal, Abu
Bakar As Shiddiq yang lembut hati (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2003)
Begitupun yang diterangkan Ibnu Katsir
dalam kitabnya Al Bidayah wa an Nihayah,
bahwa Abu Bakar r.a., dikenal sebagai sosok yang terkenal
dengan kebaikan dan keberanian, kekokohan pendirian, selalu memilki ide
cemerlang dalam keadaan genting, dan penuh toleransi.
MENGENAL ISTRI DAN
ANAK ANAK ABU BAKAR ASH SHIDDIQ
Diantara perempuan yang pernah menjadi
istri beliau diantaranya
1.
Qutailah binti Abdul Uzza, yang darinya
beliau dikarunia dua orang anak yakni Abdullah dan Asma’.
2.
Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin
Zuhal bin Dahman, yang darinya beliau dikaruniai dua orang anak yani
Abdurrahman dan Aisyah.
3.
Habibah binti Kharijah, yang darinya
beliau dikaruniai seorang anak yakni Ummu Kultsum yang lahir setelah Rasulullah
Saw., wafat.
4.
Asma’ bin Umais yang sebelumnya
diperistri oleh Ja’far
bin Abi Thalib, yang darinyalah beliau dikarunia seorang putra yang bernama
Muhammad bin Abu Bakar.
KECINTAAN ABU BAKAR ASH SHIDDIQ TERHADAP RASULULLAH
SAW.
Pertama: Selalu Membenarkan Rasulullah Saw.
Di kala menyampaikan sesuatu tentang ajaran agama,
tentulah Abu Bakar salah satu sahabat yang tidak pernah bertanya akan mengapa
dan harus mengapa? Karena memang Abu Bakar sudah sangat percaya dengan apapun
yang dikatakan Rasulullah Saw., tanpa menyisahkan keraguan sekalipun hanyalah
sedikit.
Dan hal inipun sempat dijabarkan Rasulullah Saw.,
dalam salah satu sabdanya:“Setiap orang yang aku seru ke Islam akan
mempunyai keraguan atau paling tidak mempunyai pertanyaan tentang-Ku atau
Islam. Abu Bakar adalah satu satunya orang yang tidak bertanya apapun ketika
aku mengundangnya dan tidak ada keraguan sedikit pun …”
Kedua: Senantiasa Berdakwah Dan Melindungi Rasulullah
Saw.
Banyak sejarah yang ketika mengisahkan perjuangan
Rasulullah Saw., Abu Bakarlah yang senantiasa menjadi pelindung Rasullullah
Saw., bahkan rela mati demi sang pujaan hati (Rasulullah Saw.)
Dan salah satu kisahnya ialah ketika Rasulullah Saw
hendak berdakwah secara terang terangan, dan Abu Bakar mengawali dakwah itu
dengan langsung menuju Masjidil Haram dimana saat itu sedang berkumpul orang
orang kafir dan para pemimpin mereka, maka seketika Abu Bakar diserbu oleh
orang orang kafir, bahkan sebuah riwayat dikatakan bahwa beliau pada saat itu
bersimpah darah.
Sedangkan contoh perlindungan Abu Bakar kepada
Rasulullah yang cukup dikenal ialah ketika hendak melindungi Rasulullah Saw.,
di Gua Tsur
Perihal terjadi ketika Rasulullah Hijrah dan ditemani
oleh Abu Bakar r.a., ketika sampai di suatu gua yang dikenal dengan gua Tsur,
maka dengan cekatnya Abu bakar berkata:“Demi Allah janganlah engkau masuk ke
gua ini sampai aku yang memasukinya terlebih dahulu. Kalau ada sesuatu (yang
jelek), maka akulah yang mendapatkannya, bukan Engkau, wahai Rasulullah”
Dalam sejarah, dikatakan bahwa pada saat itu, Abu Bakar pun membersihkan gua tersebut dan menutupi lubang lubang yang ada di lantai dan dinding gua dengan kainnya karena ia khawatir jikalau saja ada hewan yang membahayakan Rasulullah Saw. Karena ada dua lubang yang sudah tidak bisa ditutup oleh kainnya, maka ia pun menutupinya dengan kedua kakinya. Usai itu, Rasulullah Saw., pun dipersilahkan masuk dan tidur di pangkuan Abu Bakar r.a., Namun ketika Rasulullah Saw., tertidur, tiba tiba saja seekor hewan menggigit kaki Abu Bakar, tentu Abu Bakar tak akan menggerakkan kakinya sedikitpun karena ketidakinginnannya membangunkan Rasulullah Saw. Bahkan dalm kitab Imam Thabrani dikatakan bahwa satu lubang yang belum tertutup oleh kain Abu Bakar ditutupinya dengan tumit beliau, yang dimana lubang itu ternyata tempat ular bersarang, maka tak ayal ketika beliau meletakkan tumitnya disana, ular pun mengigitnya. Sumber: https://pecihitam.org/sahabat-abu-bakar-ash-shiddiq-sang-pelindung-rasulullah-saw/
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan