BERJAMIYAH DENGAN BAHAGIA

 

Berjamiyyah dengan Bahagia!

Ridwan Rustandi[1]

 

Laporan World Happinees Report tahun 2021 menempatkan indeks kebahagiaan manusia Indonesia berada pada urutan ke-82 dari 149 negara. Ranking ini naik dua peringkat yang pada tahun 2020 berada pada urutan ke-84. Beberapa indikator kebahagiaan masyarakat Indonesia adalah kepiawaiannya dalam membangun keharmonisan keluarga, memperkuat rasa syukur dan membangun hubungan positif dengan orang. Ketiga indikator ini merupakan sebagian kecil dari indikator-indikator lainnya yang menjadikan Indonesia sebagai negara paling bahagia pada urutan ke-82.

Meskipun indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia tersebut masih berapa pada papan tengah, namun menunjukkan betapa kebahagiaan menjadi faktor dominan yang akan memperkuat kesadaran dan keutuhan kebangsaan. Kebahagiaan dianggap sebagai uitimate reality, sebuah tujuan pokok terdalam yang diinginkan oleh setiap manusia. Standar kebahagiaan dianggap relatif, artinya kebahagiaan sangat subjektif ukurannya dan boleh jadi kadarnya berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Kebahagiaan erat kaitannya proses mempersepsikan sesuatu. Persepsi lahir dari tangkapan inderawi yang berselaras dengan momentum tertentu. Dari tangkapan inderawi inilah persepsi mempengaruhi penilaian dan memengaruhi kesan dan perasaan.


Silaturahmi, Komunikasi Produktif dan Kebahagiaan

Rosulullah Saw bersabda: “barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambungkanlah silaturahmi” (al-hadits). Sabda ini diungkapkan 14 abad silam, dimana melalui pernyataan ini Rosulullah Saw ingin menunjukkan betapa proses interaksional akan memengaruhi kondisi dan proyeksi seseorang. Mereka yang dengan kesungguhan menyambungkan silaturahmi, maka Allah Swt memberikan jaminan dalam bentuk keuntungan materi dan non materi, serta kesehatan raga dan jiwa. Dengan kata lain, kenikmatan dalam bentuk perolehan rezeki dan kesehatan adalah kebahagiaan yang dinantikan oleh setiap orang. Bahkan dalam sabda lainnya, Rosulullah Saw menegaskan bahwasanya “ada dua anugerah yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia, yakni nikmat sehat dan waktu luang” (al-hadits).

Tinjauan komunikasi menginterpretasikan bahwa makna menyambungkan silaturahmi sebagai ikhtiar untuk memperkuat imunitas sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang terbiasa menyandarkan pemenuhan hajat hidupnya atas bantuan manusia lainnya. Dalam konteks ini, proses interaksi antar individu mensyaratkan dua aktivitas utama, yakni adanya kontak dan komunikasi. Silaturahmi sebagai sebuah aktvitas sosial, kentara dengan dua aktivitas interaksional manusia. Sehingga proses silaturahmi memerlukan komunikasi dan kontak sosial baik secara langsung maupun melalui perantaraan media. Hal ini diperkuat oleh hasil studi Berkman dan Syme (1979) yang menyimpulkan bahwa pribadi yang sering bersilaturahmi mendapatkan “luasnya jaringan” dan berkecenderunagn “hidup lebih lama” karena memiliki dukungan sosial yang berpengaruh terhadap kesehatan dan kebahagiaan.

Silaturahmi memperkuat intensitas komunikasi. Komunikasi yang terjalin dengan produktif dan partisipatif akan mengantarkan pada terbentuknya kesadaran kolektif sebagai makhluk sosial. Dengan kata lain, pemenuhan kebutuhan sosial dalam bentuk kontak dan komunikasi secara intensif akan berpengaruh terhadap kesehatan, harapan hidup dan kebahagiaan. Sebuah riset terpanjang yang dilakukan oleh Harvard Study of Adult Development yang meneliti 724 remaja selama 75 tahun (sejak 1938). Riset ini menyimpulkan bahwa kebahagiaan seseorang tergantung pada hubungan yang baik (good relationship) dengan keluarga, teman dan komunitas sosial. Selain itu, mereka yang berada pada usia 50 tahun apabila memiliki hubungan positif dengan orang lain, cenderung akan bahagia sampai usia 80 tahun. Jelaslah bahwa empat belas abad silam Rosulullah Saw memberikan tips sederhana bagi seluruh manusia semesta agar membangun produktivitas dengan komunikasi (silaturahmi), sehingga tercipta hubungan positif dan harmonis yang mengantarkan pada kesehatan dan kebahagiaan hidup.

 

Kejujuran, Pangkal Organisasi Humanis

Erich Fromm (1955) dalam buku The Sane Society mengungkapkan bahwa kebahagiaan didapat melalui pikiran positif yang melahirkan cinta produktif dan mewujudkan suara hati yang jernih. Pernyataan you are what you think sangat relevan dengan konteks ini. Nyatanya, kebahagiaan sosial didapat melalui upaya penyadaran sebagai manusia yang manusiawi. Yakni, pikiran positif dan cinta produktif yang lahir dari seorang individu humanis. Mereka yang memanfaatkan instrument akal dan hatinya untuk memahami semesta kehidupan sebagai sebuah ekosistem kehidupan yang mengantarkan pada kebahagiaan. Kuncinya adalah kejujuran dan kepeduliaan terhadap diri sendiri.

Allah Swt menyeru kepada orang beriman untuk betakwa dan agar selalu bersama membangun komunitas produktif bersama orang-orang yang jujur (Qs. 09: 119). Salah satu karakteristik makhluk sosial adalah selalu membangun komune (kesamaan) dan komunitas (kebersamaan). Hal ini diwujudkan dalam bentuk praktik-praktik aktivitas sosial seperti membangun kelompok sosial, organisasi dan masyarakat. Secara sosiologis, terwujudnya sebuah masyarakat karena adanya consensus di antara individu untuk hidup bersama dengan tujuan yang telah disepakati. Kesepakatan-kesepakatan tersebut diikat oleh kesepahaman, prinsip musyawarah atau kebersamaan dan norma sosial yang berpangkal pada tujuan bersama. Sebagai sebuah komunitas, prinsip-prinsip kebersamaan di atas kepentingan pribadi mengikat dan berdampak pada perwujudan solidaritas.

Organisasi humanis didasarkan pada cita-cita dan tujuan yang adiluhung untuk menempatkan kesadaran, kebutuhan, kepentingan dan tujuan bersama secara manusiawi. Organisasi ini terbentuk karena adanya kesepahaman pikiran dan perasaan sebagai manusia yang sadar untuk terikat dalam sebuah kelompok atau jejaring. Organisasi humanis menempatkan setiap individu di dalamnya selayaknya manusia yang memiliki pikiran, perasaan dan pengalaman berbeda. Organisasi humanis menampilkan perbedaan sebagai sebuah anugerah yang akan bermuara pada kebaikan. Dengan kata lain, organisasi humanis bersandar pada kejujuran sebagai manusia yang memiliki kesadaran manusia bukan kesadaran robot. Organisasi humanis tidak terjebak dengan ritus-ritus organisasi yang penuh dengan seremonial dan festivalisasi saja, tetapi juga berorientasi pada pencapaian tujuan yang memanusiakan (Qs. 07: 179). Untuk membangun organisasi humanis, mesti didasarkan pada kejujuran diri, pandai mengapreasi, saling mengikat dengan cinta ilahiyyah dan bersama membangun keutuhan demi kemashlahatan yang lebih luas.


Keterbukaan, Modal Membangun Iklim Organisasi Produktif

Iklim organisasi menunjukkan sebuah gambaran kognitif, emosional, perilaku dan tindakan baik pada level individu, antar individu maupun kelompok yang tergabung dalam sebuah organisasi. Iklim organisasi yang produktif ditentukan oleh bagaimana proses pengelolaan organisasi yang berorientasi pada kepercayaan, kejujuran dan keterbukaan komunikasi. Dimensi-dimensi ini apabila dikelola dengan baik akan menghadirkan kepuasaan dalam berorganisasi.

Sebuah organisasi menghimpun beragam cita, harapan, kepentingan, dinamika, respon dan konflik yang mungkin muncul dan bersifat terbuka. Oleh karenanya, organisasi harus memiliki modal keterbukaan yang akan menjadi senjata ampuh dalam proses mengelola dan menerjemahkan berbagai kepentingan yang ada. Iklim organisasi tercipta sebagai sebuah kualitas yang merefleksikan isi dan kekuatan dari nilai-nilai umum, norma, sikap, tingkah laku dan perasaan anggota terhadap suatu sistem sosial. Iklim organisasi berkaitan dengan bagaiaman individu menampilkan tingkah laku dan berkomunikasi dalam sebuah organisasi.

Greenberg dan Baron (1993) dalam Behaviour in Organization menempatkan keterbukaan sebagai modal yang memperkuat iklim komunikasi organisasi. Produktivitas organisasi dilahirkan melalui suasana organisasi yang positif. Semakin positif iklim organisasi, maka semakin produktif iklim komunikasi organisasinya. Proses membangun keterbukaan komunikasi dilakukan baik pada level komunikasi ke atas maupun komunikasi ke bawah. Keterbukaan dengan semua stakeholders organisasi akan mengantarkan pada proses memajukan organisasi secara berkesadaran dan berkelanjutan.

Sebuah organisasi membutuhkan keterbukaan informasi dan komunikasi sehingga semuanya memiliki tanggung jawab sesuai dengan peran dan aturan keorganisasian. Komunikasi yang berisi informasi kebenaran akan memperkuat iklim organisasi untuk menjadi produktif. Keterbukaan erat kaitannya dengan kejujuran dan kebenaran informasi yang disampaikan. Maka, proses menguatkan keterbukaan komunikasi adalah membangun ekosistem yang dihinggapi dengan nilai-nilai informasi yang benar. Sebab Allah Swt menyeru orang-orang beriman untuk senantiasa bertakwa kepada Allah dan menyampaikan perkataan (komunikasi) yang benar (Qs. 33/70).


Kepercayaan, Upaya Saling Membesarkan

Hal tersulit adalah menerapkan kepercayaan sebagai spektrum untuk memperkuat organisasi. Dimensi kepuasaan lainnya dalam sebuah organisasi adalah kepercayaan yang terbangun antar individu di dalamnya. Pada aspek interaksional, organisasi dibangun melalui proses komunikasi antar individu. Intensitas komunikasi tersebut mengantarkan pada sikap saling mengenal, memahami, mengasihi dan percaya. Organisasi terlahir karena adanya heterogenitas anggotanya. Perbedaan ini menjadi kekuatan yang diikat oleh sikap saling percaya untuk mencapai tujuan organisasi. Kepercayaan sebagai sebuah ikhtiar yang mengikat setiap individu untuk membesarkan organisasi.

Ketika memaknai Qs. 03: 110, Kuntowijoyo mengatakan bahwa misi profetik yang termaktub didalamnya berkaitan dengan proses membangun kepercayaan (trust) yang bersandar pada upaya humanisasi, liberasi dan transendensi. Kepercayaan sebagai modal untuk saling membesarkan diri dan memajukan organisasi mesti diikat oleh upaya menjaga manusia agar tetap menjadi manusia, adanya eksplorasi kebaikan dan menihilkan berbagai keburukan yang berujung pada kebinasaan. Organisasi yang membangun trust di antara anggotanya berarti telah menjalankan misi profetik untuk mencapai keberuntungan yang nyata. Yakni kebahagiaan yang tidak hanya pada orientasi duniawi saja, tetapi juga kebahagiaan ukhrawi.


Panggung Apresiasi, Budaya Menjaga Keutuhan Jamiyyah

Organisasi harus menjadi panggung untuk saling menghargai dan mengapresiasi. Hal ini merujuk pada hierarki kebutuhan manusia yang menunjukkan bahwa puncak kebutuhan manusia adalah penghargaan dari manusia lainnya. Mengapresiasi dengan pujian, menanyakan kabar, menyatakan rasa terimakasih dan berbagai reward dan award lainnya adalah cara sederhana untuk mengikat relasi emosional di antara anggota organisasi. Budaya saling mengapresiasi adalah kebutuhan organisasi, sehingga menjadi modal yang akan menguatkan eksistensi organisasi.

            Oleh karenanya, organisasi haruslah menjadi ruang yang melahirkan kebahagiaan-kebahagiaan bagi setiap individu yang tergabung di dalamnya. Kebahagiaan menjadi kunci untuk meningkatkan imunitas organisasi. Berbagai konflik kepentingan yang terlahir dari motivasi-motivasi berorganisasi dapat dikelola menjadi kekuatan yang akan mengantarkan pada kebahagiaan. Keutuhan organisasi (jamiyyah) harus ditopang oleh kesiapan infrastruktur dan suprastruktur organisasi. Hal ini meliputi aspek personal, interaksional, institusional dan fasilitas lembaga.

Pemuda Persatuan Islam sebagai satu dari sekian organisasi otonom di Persatuan Islam harus mampu menciptakan ruang-ruang kebahagiaan bagi kader-kadernya. Hal ini dilakukan melalui penciptaan momen-momen organisasi baik yang bersandar pada sikap kejujuran, keterbukaan, kepercayaan dan panggung apresiasi organisasi. Apalagi, Pemuda Persatuan Islam sebagai organisasi dakwah haruslah menampilkan nuansa dakwah yang bertujuan dan berdampak. Tantangannya adalah bagaimana mewujudkan ekosistem dakwah Pemuda Persatuan Islam dengan nuansa dakwah yang menggembirakan dan membahagiakan. Kebahagiaan kader-kader dakwah Pemuda Persatuan Islam harus dibentuk melalui serangkaian aktivitas dan proses habituasi yang berkesadaran sebagai manusia, umat Islam dan aktivis dakwah Persatuan Islam. Pemuda Persatuan Islam haruslah membangun jamiyyah dengan bahagia, bahagia untuk diri dan organisasi. Marilah kita sambut kemenangan dakwah dengan riang gembira, kerja kolaboratif untuk mencapai dakwah transformatif. #menangbersama #kerjabersama #kaderbahagia #jamiyyahjaya.

Kontributor: Ridwan Rustandi, M.Sos.

Ilustrator: Aditya Rahman & Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan (Raka & Nazib).


[1] Bidang Jamiyyah PW Pemuda Persis Jawa Barat, Pembina YBIAN, Dosen FDK UIN Bandung

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama