Sebagaimana yang tercantum dalam QA-QD Persis ataupun
otonom disebut-sebut bahwa Jam’iyyah kita dibentuk bukan untuk “sukun”, namun
untuk “harokat”. Apakah sukun termasuk harakat? Artinya bukan dibentuk untuk
diam, namun untuk harakat yakni bergerak. Bergeraknya tidak kemana-mana, namun
terbatas oleh harakah tajdid. Diidlafatkan harakah kepada tajdid. Ini termasuk
idlafah takhsis, pengkhususan. Harakah (gerak), namun dikhususkan -dimudlaf
ilaih-, yakni tajdid. Tajdid itu istilah hadis, merujuk kepada hadis Abu Dawud.
“Man yujaddidu…,” orang-orang yang bertajdid. Apakah tajdid
yang dimaksud oleh Nabi saw. syamsul Haq Abadi menjelaskan pada ‘Aun al-Ma’bud.
Pada buku at-Tajdid fi Fiqh al-Islami, dijelaskan, saya (al-ustadz) bukukan
pada “Mudaku Ibadahku”.
Tajdid terdapat beberapa aspek. Diantaranya, tashihul
inhirafat, meluruskan berbagai hal yang menyimpang. Jika ada yang menyimpang,
maka harakah tajdid tidak akan diam, mereka akan meluruskan.
Pada aqidah, terdapat berbagai penyimpangan, khususnya
di Indonesia, lebih dekat Kabupaten Bandung. Bukan ada yang menyimpang, tetapi
banyak yang menyimpang.
Apakah akan dibiarkan terus? Maka warga Jam’iyyah
telah dibai’at untuk ikut andil dalam harakah tajdid.
Dalam ibadah, banyak. Dalam akhlaq, banyak. Dalam mu’amalah,
banyak berbagai penyimpangan itu.
Saya (al-Ustadz) Ketika di PP Pemuda Persis membuat
manhaj pembinaan tentang masalah-masalah penyimpangan. Pernah pula poster
dibuat dengan judul: 100 Perilaku Jahiliyyah.
Bid’ah menjadi salahsatu penyimpangan dalam hal ibadah
yang hari ini bukan semakin sedikit namun semakin banyak.
Penyimpangan dalam hal mu’amalah diantaranya adalah
banyak. Demokrasi barat menjadi salahsatu penyimpangan hukum. Terkait ekonomi
diantaranya adanya ribawi. Terkait social yakni dihilangkannya hukum had-had
(hudud) dalam Islam.
Menyimpangnya urusan iqtishadiyyah (ekonomi) yakni
maraknya riba. Semakna dalam hal tersebut, setelah dibahas ISLAM SAMPAI MATI,
maka dibahas kini terkait KEBUSUKAN RIBA.
Judul KEBUSUKAN RIBA membelakangi istilah BUNGA RIBA
untuk melawan image bahwa riba itu harum padahal busuk. Karena Bahasa diantara
alat kaum kafir menghancurkan Islam.
Allah Ta’ala berfirman:
يا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَوا أَضْعافاً مُضاعَفَةً وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan. Qs. Ali Imran [3]: 130.
Lafadz “Yaa ayyuhal ladziina aamanuu” terdapat 89 kali
di dalam al-Qur’an. Pertama, al-Qurthubi mengatakan bahwa panggilan itu untuk
seluruh umat Nabi Muhammad saw.
Ibnu Mas’ud berkata, “Jika engkau mendengar yaa
ayyuhal ladziina aamanuu, dengarkan, karena ada perintah yang akan
diperintahkan, dan ada larangan yang hendak dilarang oleh Allah Ta’ala.”
Apakah larangan itu memakan saja? Maka tiasa disebut washfun
li bayaanil ghoolib, yakni maksudnya bukan makan saja tetapi termasuk
sesuatu yang dipakai seperti baju, sesuatu yang didiami seperti rumah, sesuatu
yang dikendarai seperti mobil dan motor. Ini perlu dipahami agar kita tidak hailah
(menganggap enteng).
Para ulama tafsir terutama ulama tafsir ayat ahkam
menjelaskan diantaranya, bahwa adl’afan mudlo’afatan itu menjadi hal jabatannya
dalam nahwu. Kenapa hal termasuk berlipat ganda?. Ternyata adl’afan
mudlo’afatan menunjukkan lil bayaanil ghoolib, menunjukkan kebiasaan;
maka tidak berlaku padanya mafhum mukholafah (pemahaman sebaliknya).
Berlipat ganda bukan qoid, tetapi menunjukkan washfun
li bayaanil ghaalib. Artinya walaupun sedikit, maka riba itu haram.
وَاتَّقُوا
اللَّهَ
Perintah tentang riba, jauhi sekuat-kuatnya
mencurahkan segala kemampuan. Ini adalah dzikrul ‘am ba’dal khas. Khas nya
adalah kalimat laa ta-kulur ribaa. ‘am nya adalah: wattaqullaah.
لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ.
Ada janji dari Allah Ta’ala. Bolehkah kepada anak
mendidik dengan cara mengiming-iming? Al-Falah itu keuntungan, kebahagiaan
setelah usaha dan sungguh-sungguh; demikian menurut al-Maraghi. Itulah mengapa
Petani disebut al-fallaah, karena segala usaha dan kerja kerasnya.
Termasuk terkait riba, akan tuflihun jika bersungguh-sungguh
meninggalkan riba.
Terkait ayat tersebut, Imam Ath-Thobari menjelaskan:
وَكَانَ أَكْلُهُمْ
ذَالِكَ فِيْ جَاهِلِيَّتِهِمْ: أَنَّ الرَّجُلَ مِنْهُمْ كَانَ يَكُوْنُ لَهُ عَلَى
الرَّجُلِ مَالٌ إِلَى أَجَلٍ، فَإِذَا حَلَّ الأَجَلُ طَلَبَهُ مِنْ صَاحِبِهِ، فَيَقُوْلُ
لَهُ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْمَالُ: أَخِّرْ عَنِّى دَيْنَكَ وَأَزِيْدُكَ عَلَى مَالِكَ.
فَيَفْعَلَانِ ذَالِكَ. فَذَالِكَ هُوَ"الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً"،
فَنَهَاهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِيْ إِسْلَامِهِمْ عَنْهُ.
Ibnu Jarir ath-Thabariy berkata, “Pada masa Jahiliyah
orang-orang meminjamkan hartanya kepada orang lain dengan jangka waktu
tertentu. Jika telah sampai batas waktunya ia menagih Kembali. Ketika itu,
peminjamnya akan mengatakan, ‘Tundalah pembayaran hutangku dan aku akan
tambahkan hartamu itu.’ Lalu mereka menyetujuinya, dan itulah yang dinamai riba
yang berlipat ganda.” Maka Allah ‘Azza wa Jalla melarang mereka Ketika sudah
masuk Islam. Tafsir ath-Thabariy, IV: 90.
Selanjutnya hadis masyhur berikut:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ
الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ
وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ
بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ
اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ ».
Dari Abu Sa’id al-Khudriy ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam,
harus sama dan kontan. Barangsiapa yang menambahnya atau minta ditambahkan
sungguh dia telah berbuat riba. Yang mengambil dengan yang memberi rib aitu adalah
sama.” Hr. muslim, Kitab al-Musaqat, no. 1584, Syarh an-Nawawiy, XI: 13.
Terkait hadis di atas, ayat, “Wa ta’aawanuu ‘alal
birri wat taqwa wa laa ta’aawanuu ‘alal itsmi wal ‘udwaan” menjadi kaidah
umum bagi para ulama.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ
وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir ra., ia berkata: Rasulullah saw. mela’nat
orang yang memakan riba, yang memberi makan dengan riba, yang menulisnya dan
kedua saksinya. Dan sabdanya: Mereka itu sama. Hr. Muslim, Kitab al-Musaqat,
no. 1598, Syarh an-Nawawiy, XI: 23.
Contoh: asalnya hendak musyrik itu susah, namun
setelah kita ada menjadi mudah, apakah dosa? Ya, sama dosanya.
عَنِ الْحَسَنِ ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ : لَيَأْتِيَنَّ
عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يَبْقَى أَحَدٌ إِلاَّ أَكَلَ الرِّبَا ، فَإِنْ لَمْ يَأْكُلْهُ
أَصَابَهُ مِنْ بُخَارِهِ.
Dari al-Hasan, dari Abu Hurairah ra; Bahwasanya
Rasulullah saw bersabda, “Benar-benar akan tiba kepada manusia zaman yang
padanya tidak tersisa seorang pun kecuali memakan riba. Bila tidak memakannya
maka ia terkena dari asapnya.” Hr. Abu Dawud, Kitab al-Buyu’, no. 3331, ‘Aun
al-Ma’bud, juz IX: 129, no. 3329 melalui al-Hasan (al-Bashriy), ia tidak
sima’ dari Abu Hurairah. Tahdzib at-Tahdzib, II: 246-251 no. 1283.
Maksud hadis ini adalah semua orang ikut andil. Jika diselaraskan
dengan kenyataan, walaupun hadis ini dla’if tetapi sesuai dengan kenyataan.
عَنْ عَلِيِّ بْنِ
زَيْدٍ ، عَنْ أَبِي الصَّلْتِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ : أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ بُطُونُهُمْ
كَالْبُيُوتِ ، فِيهَا الْحَيَّاتُ تُرَى مِنْ خَارِجِ بُطُونِهِمْ ، فَقُلْتُ : مَنْ
هَؤُلاَءِ يَا جِبْرَائِيلُ ؟ قَالَ : هَؤُلاَءِ أَكَلَةُ الرِّبَا.
Dari Ali bin Zaid, dari Abu ash-Shalt, dari Abu
Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Aku mendatangi -pada malam
aku di-isra-kan pada kaum yang perutnya bagaikan rumah yang berisi ular-ular
yang tampak dari luar perut mereka itu. Lalu aku bertanya: Siapakah mereka itu
wahai Jibril? Ia menjawab: Mereka adalah para pemakan riba. Hr. Ibnu Majah,
Kitab at-Tijarah, no. 2273 melalui ‘Ali bin Zaid bin Jud’an: Dla’if. Taqrib
at-Tahdzib, I: 413 no. 4878.
Persatuan Islam melalui thuruqul istinbath hanya
menerima hadis shahih dan hasan.
يا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا ما بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ.
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ
فَلَكُمْ رُؤُسُ أَمْوالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ. وَإِنْ كانَ ذُو عُسْرَةٍ
فَنَظِرَةٌ إِلى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ.
وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ ما
كَسَبَتْ وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Lalu jika kamu tidak mengerjakan, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang itu)
dalam kesukaran, maka berilah Tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(Sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Dan periharalah
dirimu dari hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah,
kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang
telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). Qs. Al-Baqarah [2]: 278-281.
Dengan ayat di atas pun sesungguhnya lengkap terkait
riba. Memang beberapa amal tidak akan dapat dilaksanakan kecuali jika beriman. Al-Ustadz
sedang Menyusun poster ciri-ciri lemah iman dan bagaimana obatnya.
Ancaman riba itu luar biasa, yakni berperang melawan
Allah dan Rasul-Nya.
Majaz ‘aqli, kalimat: wattaquu yauman. Yang ditakuti
itu bukan harinya, namun apa yang ada di situ. Majaz ‘aqli ‘alaqah
zamaniyyah.
Selanjutnya definisi dari riba menggunakan lafadz mantuq
hadis:
عَنْ عَلِيٍّ رضي
الله عنه يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً
فَهُوَ رِبًا.
Dari Ali ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda, “Setiap
utang yang menarik manfaat itu adalah riba.” Hr. al-Harits. I: 500, no.
437 melalui Sawwar bin Mush’ab: matruk. At-Talkhis al-Habir, III: 997.
Rasulullah meninggal tahun 11 H bulan Rabi’ul Awwal
pada usia 63 tahun. Abu Bakar meninggal dunia 2 tahun setelah Nabi saw, yakni
tahun 13 H, usianya 63 tahun. Umar bin Khaththab meninggal dunia 10 tahun
setelah Abu Bakar, usianya 63 tahun. Utsman meninggal dunia tahun 35 H, usia 80
an lebih. Ali meninggal dunia tahun 40 H dalam usia 63 tahun. Imam Al-Bukhari
meninggal dunia usia 62 tahun.
Ali bin Abi Thalib ra. dilahirkan pada 23 tahun sebelum
hijrah.
Abu Hanifah suatu waktu duduk di tempat panas, hingga
ada yang usul bagaimana agar bergeser ke tempat yang teduh. Abu Hanifah
menjawab bahwa yang punya rumah memiliki utang kepada Abu Hanifah. Abu Hanifah
takut jika berteduh itu termasuk riba. Inilah sifat waro’ Abu Hanifah. Jangankan
yang jelas dosa, tetapi yang masih diragukan saja ditinggalkan karena takut
dosa.
Walaupun hadisnya dla’if, tetapi riba tetaplah haram.
Demikian diantara yang disampaikan oleh al-Ustadz Hamdan
Abu Nabhan (Anggota Tim Ssekretariat Dewan Hisbah PP Persis) pada Kajian
Berkala Kerjasama PR Persis Sukamanah dengan PC Pemuda Persis Pangalengan yang
rutin digelar setiap Ahad ke-4 di masjid daerah Desa Sukamanah Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung.
Materi ini al-Ustadz sampaikan pada Ahad, 22 Januari
2023 ba’da ‘Ashar bertempat di Masjid Al-Jihad Citere Gapensi Desa Sukamanah.
Pertanyaan:
Meminjamkan uang kemudian bagi hasil dari usaha yang dijalankan, apakah
termasuk riba?
Jawaban: Jika benar-benar demikian, maka sebagaimana
telah dijelaskan:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ
مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
“Setiap utang yang menarik manfaat itu adalah riba.” Namun jika bentuknya Kerjasama,
maka berbedalah hukumnya.
Pertanyaan:
1.
Riba zaman Jahiliyah, bagaimana
jika yang memberikan utangnya yang menentukan lebihnya?
2.
Bagaimana hukum doorprize dari
suatu acara?
Jawaban:
1.
Itu hanya menjelaskan sababun nuzul
ayat, bukan berarti hanya itu bentuk riba. Bagaimana jika seperti zaman
sekarang? Maka itu riba yang lebih jelek.
2.
Doorprize tidak bisa dipukul rata
hukumnya. Jika ada pendaftaran yang dipakai doorprize, maka ini maisir (judi) hukumnya
haram. Jika tidak ada, maka itu termasuk hadiah atau hibah. Wallaahu A’lam.
Contributor: abu akyas.
Illustrator: Kominfo PC Pemuda Persis Pangalengan (Raka Ahsan & Nazib Asha Amirullah).
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan