Sesal dengan arti keinsyafan sudah melakukan
kesalahan, adalah sifat yang sangat baik, layak dimiliki oleh setiap orang
disamping akhlaknya yang baik. Kepada orang seperti itu sering dinasihatkan
“Tidak usah bersesal hati, bertaubat dan perbaikilah dirimu!”.
Dalam suatu hadis dinyatakan:
اَلنَّدَمُ
تَوْبَةٌ.
“Sesal itu
adalah taubat.” (HR. Ahmad
dan al-Bukhari). Seperti
dalam peribahasa, sesat dahulu sesal kemudian tidak berguna. Tidaklah berarti
penyesatan karena melakukan kesalahan itu tidak bermanfaat, melainkan
menasehatkan agar sebelum bertindak atau melakukan sesuatu terlebih dahulu
dipikirkan baik dan buruknya, sebab sesal tidaklah mendahului perbuatan, sesal
selamanya datang kemudian.
Sesal itu ada
tiga macam, ada sesal sehari, ada sesal semusim dan ada sesal yang abadi. Sesal
sehari seperti orang yang pergi ke hutan tidak membawa perbekalan, ia
sesalkan dirinya pada hari itu, sebab sekalipun uang yang dibawa jutaan rupiah
sama sekali tidak dapat digunakan. Sesal itu hanya satu hari, sebab setelah
kejadian itu ia akan menyadari dan insyaf akan kekeliruannya, dimana pada hari
berikutnya ia akan mempersiapkan perbekalan bila mau pergi ke hutan, ia
memperbaiki sikap dan langkahnya.
Sesal satu musim
seperti petani yang tidak menanam ketam (baca: ketan), ia sesalkan diri, orang
lain dapat menghidangkan lemang (lemang adalah makanan dengan bahan utama beras
ketan putih) dan ulen (uli ketan), sedangkan dia tidak dapat berbuat seperti
itu. Sesal seperti itu tidak dapat dipulihkan dalam satu hari, sebab untuk
memperbaiki sikap dan tindaknya ia harus menunggu hingga musim mendatang.
Yang ketiga adalah sesal
yang tidak berguna, kesadaran dan keinsyafan seluruhnya tidak bermanfaat,
tidak dapat diulang, tidak ada kesempatan untuk memperbaikinya, yaitu
penyesalan pada hari akhirat dan ini yang dimaksud lima penyesalan tadi. Dalam
kitab al-Baihaqi, Muhammad bin Ka’ab menerangkan:
وَذَكَرَ الْبَيْهَقِيُّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ الْقُرَظِيُّ قَالَ: لِأَهْلِ
النَّارِ خَمْسُ دَعَوَاتٍ يُجِيبُهُمُ اللَّهُ فِي أَرْبَعَةٍ، فَإِذَا كَانَ فِي
الْخَامِسَةِ لَمْ يَتَكَلَّمُوا بَعْدَهَا أَبَدًا، يَقُولُونَ:" رَبَّنا أَمَتَّنَا
اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنا بِذُنُوبِنا فَهَلْ إِلى خُرُوجٍ
مِنْ سَبِيلٍ". [غافر: 11] فَيُجِيبُهُمُ اللَّهُ" ذلِكُمْ بِأَنَّهُ
إِذا دُعِيَ اللَّهُ وَحْدَهُ كَفَرْتُمْ وَإِنْ يُشْرَكْ بِهِ تُؤْمِنُوا فَالْحُكْمُ
لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ" [غافر: 12]. ثُمَّ يَقُولُونَ:"
رَبَّنا أَبْصَرْنا وَسَمِعْنا فَارْجِعْنا نَعْمَلْ صالِحاً إِنَّا مُوقِنُونَ".
[السجدة: 12] فَيُجِيبُهُمُ اللَّهُ تَعَالَى:" فَذُوقُوا بِما نَسِيتُمْ لِقاءَ يَوْمِكُمْ
هَذَا إِنَّا نَسِيناكُمْ وَذُوقُوا عَذابَ الْخُلْدِ بِما كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ"
[السجدة: 14] ثُمَّ يَقُولُونَ:" رَبَّنا أَخِّرْنا إِلى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُجِبْ دَعْوَتَكَ
وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ" فَيُجِيبُهُمُ اللَّهُ تَعَالَى" أَوَلَمْ تَكُونُوا
أَقْسَمْتُمْ مِنْ قَبْلُ مَا لَكُمْ مِنْ زَوالٍ" فَيَقُولُونَ:" رَبَّنا
أَخْرِجْنا نَعْمَلْ صالِحاً غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ" [فاطر: 37] فَيُجِيبُهُمُ اللَّهُ
تَعَالَى:" أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجاءَكُمُ
النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَما لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ". [فاطر: 37]. وَيَقُولُونَ:"
رَبَّنا غَلَبَتْ عَلَيْنا شِقْوَتُنا وَكُنَّا قَوْماً ضالِّينَ" [المؤمنون:
106] فيجيبهم الله تعالى:"
اخْسَؤُا فِيها وَلا تُكَلِّمُونِ". [المؤمنون: 108] فَلَا يَتَكَلَّمُونَ
بَعْدَهَا أَبَدًا،
Al-Baihaqi menyebutkan
dari Muhammad bin Ka’ab al-Quradhiy, bahwa Allah mengatakan lima seruan kepada
penghuni neraka, yang mana mereka memenuhi seruan itu dalam empat hal,
sedangkan pada seruan yang kelima, mereka tidak berbicara setelahnya selamanya.
Mereka berkata, “Mereka menjawab, ‘Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan
kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui
dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari
neraka)?’. Qs. Ghofir: 11. Maka Allah SWT menjawab pertanyaan
mereka, ‘Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang
disembah.dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan, maka putusan (sekarang
ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.’ Qs. Ghofir: 12.
Mereka kemudian berkata, ‘Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan
mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia). Kami akan mengerjakan amal
shalih. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.’ Qs. As-Sajdah:
12. Allah lalu menjawab seruan mereka, ‘Maka rasailah olehmu
(siksa ini) disebabkan kamu melupakan akan pertemuan dengan harimu ini (Hari Kiamat);
sesungguhnya Kami telah melupakan kamu (pula) dan rasakanlah siksa yang kekal,
disebabkan apa yang selalu kamu kerjakan’. Qs. As-Sajdah: 14. Mereka
kemudian berkata, ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikan kami ke
dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau
dan akan mengikuti rasul-rasul’. Qs. Ibrahim: 44. Allah lantas
menjawab seruan mereka, ‘(Kepada mereka dikatakan): Bukankah kamu telah
bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa’. Qs.
Ibrahim: 44. Mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya
kami akan mengerjakan amal yang shalih berlainan dengan yang telah kami kerjakan’.
Qs. Fathir: 37. Allah SWT menjawab perkataan mereka, ‘Dan apakah
Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang
yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka
rasakanlah (adzab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang zhalim seorang penolong
pun’. Mereka lalu berkata, ‘Mereka berkata: Ya Tuhan kami, kami telah
dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat’. Qs.
Al-Mu’minun: 106. Allah SWT menjawab perkataan mereka, ‘Allah berfirman:
Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku’. Qs.
Al-Mu’minun: 108. Setelah itu, mereka tidak berbicara selamanya.”
Sesal seperti itu sama sekali tidak bermanfaat. Kita diberi
kesempatan jadi bayi hanya satu kali, juga tidak boleh diulang, jadi anak bayi
hanya satu kali, juga tidak boleh diulang, demikian juga hidup di dunia ini
tidak diberi kesempatan untuk hidup dua kali, tidak ada ulangan, orang mati
hanya satu kali tidak ada pengulangan.
Dalam surat al-Mu’min
ayat 11, (golongan pertama) orang-orang yang menyia-nyiakan umurnya, menghabiskan
waktunya dengan amal yang tidak baik, atau mengosongkannya dari amal sholeh,
padahal mereka sudah mengetahui perbedaan yang baik dan yang buruk. Ia itu
telah berkhianat kepada akalnya sendiri, berkhianat kepada ilmunya sendiri, dan
berkhianat kepada agamanya yang dia peluk, di akhirat ia akan insyaf dan
sadar kesalahan dirinya dan akan berkata:
...فَاعْتَرَفْنَا
بِذُنُوبِنَا...
“Kami
mengaku akan dosa-dosa yang kami perbuat di dunia dahulu.” Lalu memohon:
فَهَلْ إِلَى
خُرُوجٍ مِنْ سَبِيل.
“Apakah ada
jalan keluar dari jahanam ini?”. Qs. Ghafir/ al-Mu’min: 11.
Kini bukan saatnya menanam tetapi saatnya mengetam (memotong
padi, maksudnya waktunya memanen), memetik buah amal, sesal dan insaf sudah
lewat waktunya, usia telah tutup. Dahulu kamu mengaku akan ibadah kepada Allah,
tetapi perbuatan dan amalmu bertentangan dengan pengakuan, ibadah dan
perjuanganmu tidak ikhlas karena Allah. inilah sesal abadi yang disebabkan karena
mengkhianati hati Nurani yang telah meyakinkan kemahaesaan Allah, tapi
bertindak seperti yang tidak bertuhan sama sekali.
Golongan kedua diterangkan
dalam surat as-Sajdah: 12, golongan mujrimun, golongan manusia yang
hidupnya seperti burung elang, hidup dengan mematikan kawan, gemuk dengan
mengkuruskan orang lain, kaya dengan jalan kemiskinan, dan mencari kesempatan
dalam kesempitan. Kemewahan melupakan dirinya, tidak merasa hidup sebagai
manusia biasa, lupa bahwa dirinya pasti bertanggung jawab atas segala
perbuatannya, dan di akhirat mereka akan memohon:
فَارْجِعْنَا
نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ.
“Kembalikanlah
kami ke dunia, kami akan melakukan usaha yang baik.” Qs. As-Sajdah: 12.
Kini bukan saatnya untuk memperhatikan permintaan
kalian, dahulu kamu lupa akan kami, lupa akan agama, memandang remeh padahal
ada sangkut pautnya dengan aqidah dan syari’at agama.
Golongan ketiga adalah
Ketika da’wah Ilahi diabaikan, ayat al-Qur’an tidak didengarkan dan
diperhatikan, kepada Rasulullah tidak ittiba’, baru setelah mati sadar
tapi merupakan penyesalan yang abadi. Sesal yang tidak bermanfaat. Di akhirat
mereka akan berkata:
رَبَّنَا
أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ.
Wahai Tuhan, pengatur dan pengurus kami, berilah kami tempo, untuk
menerima ayat al-Qur’an, dakwah dari Tuhan dan untuk ittiba’ kepada Rasulullah.
Qs. Ibrahim:
44.
Tapi waktunya sudah habis, dan kini bukan saatnya
lagi. Dahulu merasa kuat dan gagah disebabkan oleh harta kekayaan dan
kedudukan, yang menurut sangkanya akan kekal dan tidak akan hilang. Dahulu lebih
mengutamakan kesenangan hati kawan, sekalipun dengan jalan maksiat. Al-Qur’an
dan hadis dianggapnya pagar yang mengurung, menghambat kemajuan dan kebebasan,
merintangi atau melambatkan kemajuan dalam lapangan keduniaan.
Golongan keempat
menyesal bukan karena tidak beramal shaleh, tapi mereka keliru, kurang
ilmu, sehingga amal yang disangkanya baik itu adalah justru benalu dalam agama.
Menyangka sunnah Rasul padahal bid’ah dan di akhirat mereka akan berkata:
رَبَّنَا
أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحاً غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ.
Wahai Tuhan, keluarkanlah kami dari Jahannam, kami akan melakukan amal
shaleh yang betul, bukan amal shaleh yang keliru seperti dahulu kami lakukan. Qs. Fathir: 37.
Tapi sesalnya tidak berguna sebab umur diukur, nafas
dibatas, bila telah habis tidak dapat diulang. Telah diberi waktu yang cukup
untuk beramal, belajar, berbakti dan takwa. Kelirulah kalau mengatakan umur
bertambah, demikianlah diterangkan dalam al-Qur’an surat Fathir ayat 37.
Golongan kelima,
mereka memohon dan mereka dilarang untuk berbicara lagi, sebab mereka membela
diri, memaafkan diri sendiri atas dosa yang diperbuatnya, tidak merasa
bersalah. Mereka selalu berkata, “Kami adalah manusia yang sial. Kami bukan
tidak mau berbuat kebajikan, tetapi kami tersesat, gelap tidak tahu jalan. Bila
tahu jalan, tidak bodoh, tentu kami tidak akan bernasib seburuk ini.” Dan di
akhirat mereka akan berkata:
رَبَّنَا
غَلَبَتْ عَلَيْنَا شِقْوَتُنَا وَكُنَّا قَوْمًا ضَالِّينَ.
Wahai Tuhan kami kesenangan telah mengalahkan kami dan kami tersesat. Qs. Al-Mu’minun: 106.
Dan mereka berjanji andaikan dapat dikembalikan,
diberi tempo untuk mengulang hidupnya, pasti akan menjadi orang yang baik. Kepada
mereka tidak diberi sambutan apapun kecuali kata-kata:
اخْسَئُوا فِيهَا
وَلا تُكَلِّمُونِ.
“Enyahlah kalian semua, dan memohon apapula kepada kami?”. Qs. Al-Mu’minun: 108.
Inilah sesal yang abadi, mereka semua minta diulang, diberi kesempatan untuk memperbaiki nasibnya, tapi sudah habis waktunya. Sesal yang seperti ini bukan sesal satu hari atau sesal semusim tetapi sesal abadi. Sekarang saat dan waktunya untuk menjadi manusia shaleh karena mungkin esok lusa akan ketinggalan.
Wallaahu A’lam, ummu akyas yani dayanti, mengutip dari buku “Al-Ibroh”
karya KH. E. Abdurrahman, h. 119-125 dengan sedikit tambahan pada melengkapi
lafadz dalil.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan