BERSANDAR DENGAN SABAR

 


Pengertian Sabar

وَاصبِر نَفسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدعُونَ رَبَّهُم بَلغَدَاةِ وَالعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجهَهُ أَي إِحبِس نَفسَكَ مَعَهُم

“dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (QS. Al-Kahfi: 28)


فَالصَّبرُ: حَبسُ النَّفسِ عَنِ الجَزَعِ واللِّسَانِ عَنِ التَّشَكِّي وَالجَوَارِحِ عَن لَطمِ الخُدُودِ وَشَقِّ الثِّيَابِ وَنَحوِهِمَا ويُقَالُ صَبَر- يَصبِرُ- صَبرًا وَصَبَرَ نَفسَهُ

“sabar bermakna menahan diri dari rasa gelisah, menahan lidah dari keluh kesah, menahan anggota tubuh dari memukul pipi, merobek baju dan lain-lain. Dikatakan shabara-yashbiru-shabran maka sabar adala menahan diri.” (‘Idah ash-Shaabiriin, hlm. 7)


Sabar dalam Tinjauan al-Qur’an dan al-Sunnah

            Lafadz sabar dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 101 kali dengan dua bentuk yaitu fi’il (kata kerja) sebanyak 61 kali dan sisanya 40 kali berbentuk Isim (bermakna sifat). Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah menukil pendapat Imam Ahmad yang menuturkan bahwa sabar wajib dilaksanakan, karena iman sendiri terbagi kepada dua yaitu sabar dan syukur. Sebagaimana perintah sabar yang termaktub dalam surat al-Baqarah ayat 45. Jaminan Allah kepada mu’min yang senantiasa melaksanakan sabar salah satunya yaitu Allah akan membersamainya dalam pengetahuan serta kekuasaan (Allah) secara khusus yang berarti menjaga, melindungi dan menolong mereka. Seperti firman-Nya:


واصبروا إنّ الله مع الصّابرين

“dan bersabarlah kalian, karena Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)


            Sabar yang merupakan bagian dari iman layaknya seperti kedudukan kepala dari tubuh. Tidak berarti apapun iman seseorang apabila tidak memiliki sifat sabar dalam dirinya, dalam hadist riwayat Muslim n0. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan Rasulullah saw bersabda:


عَجَبًا لِأَمرِ المُؤمِنِين إِنَّ أَمَرَهُ كُلُّهُ خَيرٌ وَلَيسَ ذَلِكَ أَحَدٍ إِلَّا لِلمُؤمِنِينَ إِن أَصَابَتهُ سَرَاءً شَكَرَ فَكَانَ خَيرًا لَهُ وَ إِن ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيرًا لَهُ

“sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan baginya dan yang demikian itu tidak dimiliki kecuali orang mukmin saja. Jika mendapat kesenangan dia bersyukur, maka itu merupakan kebaikan baginya, dan jika ditimpa penderitaan dia sabar, maka itu pula kebaikan baginya.” (Madaarij as-Saalikin II:160-161)


Jenis-jenis Sabar

            Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah membagi sabar kepada tiga jenis, antara lain:

1.       Shabrun billah (sabar karena pertolongan Allah)

وَصبِر وَمَا صَبرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ

“bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.” (an-Nahl: 127)

2.       Shabrun lillah (sabar karena Allah)

Pendorong dalam melakukan sabar adalah karena Allah, yakni mengharapkan Wajah-Nya serta dalam rangka taqarrub kepada Allah. Bukan untuk meraih pujian dari makhluk maupun tujuan-tujuan lainnya

3.      Shabrun ma’allah (sabar beserta Allah)

Meyakini dengan landasan iman bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah Ta’alaa yang disertai dengan menjalankan rangkaian syariat yang telah ditetapkan, yakni menjalankan hukum-hukum agama serta tanpa pamrih dalam menegakkannya.


Keluh Kesah bukan berarti Menyerah

            Sejarah mencatat ketika para Nabi diuji oleh Allah berupa penyakit dan lainnya, mereka senantiasa sabar dalam menghadapinya yaitu dengan terus memuji serta meminta ampunan kepada Rabb ‘Azza wa Jalla. Diantaranya yang dilakukan oleh Nabi Ya’qub dan Nabi Ayyub ‘Alaihissalam


إِنَّمَا أَشكُو بَثِّي َحُزَنِي إِلَىى اللّهِ وَأَعلَمُ مِنَ اللَّهِ مَ لَا تَعلَمُون

“sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kalian tidak mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 86)


أنِّي مَسَّنِي الضَّرِّ وَأَنتَ أَرحَمُ الرَّحِمِينَ

“(wahai Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (al-Anbiya: 83)


            Kisah para Nabi diatas mencotohkan kepada kita untuk bersabar dengan baik ketika tertimpa musibah dengan bahasa dan tindakan yang diridhai Allah. Ibnu Taimiyyah berkata bahwa sabar dalam melaksanakan ketaatan lebih baik daripada sabar menjauhi hal-hal yang haram. Karena kemaslahatan meninggalkan kedurhakaan dan keburukan tidak taat lebih dibenci Allah daripada keburukan adanya kedurhakaan.

Wallahu ‘alam bii ash-shawwab


Kontributor: Ust. Fahrevi Firdaus (Bidang Dakwah PC Pemuda Persis Pangalengan 2022-2025)

Ilustrator: Aditya Rahman.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama