Latar Belakang
Organisasi
merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam rangka
mempertahankan eksistensinya, karena manusia adalah suatu konsep atau fakta,
diiringi dengan gagasan atau realitas dan sebagai individu maupun kelompok
manusia selalu menjadi bagian dari organisasi hidup yang mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan. Selain itu, dalam praktek organisasi setiap orang
memiliki latar belakang lingkungan masing-masing, baik lingkungan vertikal
(genetika, dan tradisi), horizontal (geografik, fisik serta sosial) maupun
kesejarahan sehingga perbedaan tersebut menjadi keunikan tersendiri dari
organisasi.
Oleh karena
itu, organisasi harus memiliki modal keterbukaan, dan keterbukaan akan menjadi
senjata ampuh untuk mengelola dan mentransformasikan berbagai kepentingan yang
ada. Iklim organisasi diciptakan sebagai kualitas yang mencerminkan isi dan
intensitas nilai-nilai umum, norma, sikap, perilaku, dan perasaan anggota
tentang sistem sosial. Iklim organisasi berkaitan dengan bagaimana individu
menampilkan perilaku dan berkomunikasi dalam organisasi.
Allah SWT
menyeru orang beriman untuk bertakwa dan selalu membentuk masyarakat yang
produktif dengan orang-orang yang jujur (QS. 09: 119). Salah satu ciri
eksistensi sosial adalah selalu terbentuknya komune (identitas) dan komunitas
(solidaritas). Hal ini terwujud dalam bentuk praktik kegiatan sosial seperti
membangun kelompok sosial, organisasi dan komunitas. Dari segi sosiologis,
terwujudnya suatu masyarakat disebabkan adanya kesepakatan antar individu untuk
hidup bersama demi tujuan bersama. Kesepakatan ini diatur oleh prinsip-prinsip
pemahaman, negosiasi atau solidaritas, dan norma-norma sosial yang berasal dari
tujuan bersama. Sebagai komunitas, prinsip solidaritas di atas kepentingan
individu bersifat mengikat dan berdampak pada tercapainya solidaritas.
Manajemen
Organisasi Islam didefinisikan merupakan suatu rangkaian aktivitas yang
dilandasi oleh Asas pengelolaan guna mencapai Tujuan yang telah ditetapkan dan
diarahkan untuk mewujudkan Visi dengan menyelenggarakan berbagai Misi dan
mengimplementasikan Nilai-nilai yang dikembangkan yang berdasarkan asas, nilai,
dan prinsip-prinsip Islam. Asas atau dasar suatu organisasi Islam adalah Islam,
yang bersumber dari Al Quraan dan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam, dan ijtihad dari mayoritas ulama Islam (Munif,
2015: 156-160).
Dari pemaparan
diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana
pengertian dan implementasi al-Jama’ah dan Jam’iyyah oleh organisasi Persatuan
Islam. Ketertarikan penulis ini kemudian
dituangkan dalam penelitian yang diharapkan mampu mencari aspek-aspek penting
dalam urgensi Jam’iyyah melalui pendekatan manajemen organisasi bernilai Jannah
yang menjadi visi-misi persatuan Islam untuk amar ma’ruf nahi munkar
dengan tujuan membumikan Al-Qur’an dan Sunnah dalam segala ruang dan waktu.
Pengertian dan Implementasi al-Jama’ah
dan Jam’iyyah
Berbicara
mengenai dorongan naluri manusia dalam bersosial, Islam sendiri telah
mengajarkan tentang hal tersebut yang berperan untuk mengatur dan memberikan
suatu keutamaan dalam aktivitasnya. Dalam urusan ta’abudi shalat
berjamaah misalnya pahala yang diberikan amat tinggi yakni sebanyak 27 derajat
bahkan dalam al-Qur’an secara eksplisit menyebutkan, “Allah menyukai
orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dengan cara bershaf, seolah-olah
bangunan-bangunan yang kokoh”. Secara eksplisit definisi al-jama’ah
memiliki kekhususan yaitu merupakan gelar kepada jama’ah (perkumpulan orang) di
zaman Rasulullah saw sehingga meskipun amal ibadah dilakukan secara sendiri
akan tetap istimewa karena sesuai contoh yang diajarkan Rasulullah saw. Maka
memaknai jama’ah dalam kacamata Islam adalah sekelompok orang yang berhimpun
untuk sebuah urusan dan berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah (Kosim Kusnadi, 2022: 16-17).
قال عمر ابن الخطاب: أنه لا إسلام إلّا بجماعة
ولاجماعة إلّا بإمارة ولا إمارة الّا بطاعة.
“Telah berkata Umar bin
Khattab: Bawhasannya tidak ada Islam kecuali dengan al-Jama’ah, dan tidak ada
jama’ah kecuali dengan imarah, dan tidak ada imarah kecuali dengan ketaatan” (ad-Darimiy 1:79).
Sebaliknya dari al-Jama’ah ialah al-Furqoh yang memiliki arti
berserakan, bersimpang siur pendapat, adapun firqoh yaitu satu golongan seperti
golongan Anshar dan Muhajirin berpisah tetapi tetap satu persatuan.
۞ وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا
كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ
لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا
اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ ١٢٢
Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi
(tinggal bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka
dapat menjaga dirinya? (at-Taubah: 122).
Dalam ayat tersebut kata min kulli fitrotin minhum dari
setiap firqoh dilarang untuk furqoh yakni tidak serasa, sesuara, searah,
seusaha dan setujuan
إنّ أهل الكتابين إفتراقوا في دينهم على ثنتين
وسبعين ملّة وإنّ هذه الأمّة ستفترق على ثلاث وسبعين ملّة كلّهم في النّار إلّا
واحدة, وهي الجماعة. وفس رواية: قالوا من هي يارسول الله؟ قال: ما أنا وأنا عليه
وأصحابي.
“Sesungguhnya dua Ahli
Kitab berpecah dalam urusan agamanya menjadi 72 golongan/millah, dan akan pecah
umat ini menjadi 73 millah, semuanya masuk neraka, kecuali satu yaitu
al-Jama’ah. Dalam riwayat lain mereka bertanya, siapakah dia wahai Rasulullah?
Beliau menjawab, orang yang berpegang teguh kepada apa yang aku dan sahabatku
(pegang teguh; Qur’an dan Sunnah).” (HR.
Abu Dawud 5: 26/2631 dan Ibnu Majah: 3992).
قال إبن مسعود رضي الله عنه: من كان على الحق فهو
جماعة وإن كان واحدة.
“Ibnu Mas’ud r.a berkata:
barangsiapa dalam al-Haq maka ia itu al-Jama’ah, meskipun ia sendirian”. (at-Tibyan: 11).
Istilah lain seperti hizb-azhab, firqah-firaq, fi’ah, syu’ub,
qaba’il sejatinya secara makna merupakan sebuah upaya membangun kebersamaan
dalam berbagai aspek kehidupan yaitu mencapai visi, misi dan tujuan yang
berkaitan dengan hal-hal positif terutama menegakkan syariat Islam. Bahkan pada
urusan kebathilan pun menggunakan istilah ini, maka tidak heran Rasulullah saw
dan sahabatnya membangun kebersamaan sekalipun dalam perjalanan mesti
mengangkat seorang amir (pemimpin) supaya perjalanan tersebut ada
pengendalinya dan kebijaksanaan lainnya. Selanjutnya dari persoalan yang bersifat
mu’amalah biasa sampai kepada politis, kebudayaan dan lain-lain tingkat
nasional, regional maupun internasional. Misalnya dalam dunia perdagangan
istilah seperti OPEC, APEC dan G-20 ataupun dalam bidang politik seperti ASEAN
serta UNI Eropa. Kendati demikian tidak ada satu alasan pun bila umat Islam
tidak membentuk wadah tertentu dalam gerak jihadnya, baik berupa jihad maupun
lainnya (Shidiq, 2007:2).
Prinsip-prinsip
yang dijalankan Persatuan Islam dalam aspek manajemen organisasi yaitu meliputi
beberapa hal antara lain.
1)
Tidak boros berarti tidak salah guna dan tidak membuang harta,
membuang harta sama halnya dengan mubazir (orang-orang yang boros) adalah orang
yang menyalahgunakan, merusak dan menghambur-hamburkan harta (Al-Isra’ ayat
26-27) atau efisiensi adalah sesuatu yang kita kerjakan berkaitan dengan menghasilkan
hasil yang optimal dengan dengan tidak membuang banyak waktu dalam proses
pengerjaannya.
2)
Pengunaan waktu sebaik-baiknya
3)
Disiplin (tepat waktu). Pepatah Arab mengatakan , “waktu itu ibarat
pedang, maka pandai-pandailah mempergunakannya, jika tidak ia akan memotong
lehermu”.
4)
Loyalitas taat kepada pemimpin selama ia berjalan pada jalur yang
benar.
5)
Orientasi ke depan.
6)
Etos kerja yang kuat-bagi Islam berkerja adalah ibadah.
7)
Kebersamaan dalam hal-hal yang konstruktif, sebagaimana dijelaskan
oleh Allah: “Bertolong-tolonglah kamu dalam hal kebaikan dan takwa, dan
janganlah kamu berkolusi dalam hal kejahatan dan permusuhan” (Al-Maidah, ayat
2).
8)
Musyawarah.
9)
Berfikir positif husn adz-dzan.
10)
Berakhlak al-Qur’an dan Sunnah
Suatu
organisasi membutuhkan keterbukaan informasi dan komunikasi sehingga semua
orang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peran dan aturan organisasi.
Komunikasi yang memuat informasi otentik akan memperkuat iklim organisasi untuk
meningkatkan produktivitas. Pengungkapan berkaitan erat dengan kebenaran dan
kebenaran informasi yang disampaikan. Oleh karena itu, proses penguatan
keterbukaan komunikasi adalah membangun ekosistem yang sarat nilai informasi
nyata. Karena Allah SWT menyeru orang beriman untuk selalu bertakwa kepada
Allah dan menyampaikan perkataan (komunikasi) yang benar. (QS. 33:70).
Penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa terwujudnya berpegang teguh terhadap al-Jama’ah
(al-Qur’an dan Sunnah) adalah tujuan yang mesti terus diperjuangkan untuk
tercapainya ajaran Islam secara kaafah baik dalam kehidupan pribadi
ataupun secara komunal dalam hal ini adalah berjama’ah (bersama-sama) untuk
mencapai keutamaan di sisi-Nya. Adapun posisi Persatuan Islam sebagai Jam’iyyah
(organisasi) merupakan bunyanun Islam dari berbagai kekuatan baik dari
segi sumber daya manusia maupun lainnya yang terus-menerus bergerak dalam
purifikasi ajaran Islam pada aspek aqidah, ibadah, dan muamalah yang dilakukan
secara profesional dan bertanggung jawab.
Jam’iyyah Persatuan Islam;
Purifikasi Ajaran Islam
Kehadiran
Persatuan Islam sebagai organisasi memiliki semangat dalam purifikasi ajaran
Islam. Tujuan tersebut menjadi landasan sekaligus falsafah gerakan yaitu
mengembalikan eksistensi ajaran agama sesusai sumbernya (al-Qur’an dan Sunnah),
kendati demikian memberantas penyakit masyarakat seperti tahayyul, bid’ah serta
khurafat menjadi usaha organisasi ini sehingga setiap aktivitas baik menyangkut
dakwah maupun pendidikan selalu berorientasi pada capaian tersebut.
Urgensi
Persatuan Islam diatas sejalan dengan dorongan dan sifat manusia itu sendiri
yaitu mempunyai insting untuk bersama, berkumpul dan sebagainya lengkap dengan
visi-misi maupun tujuannya. Atas naluri tersebut maka seorang dikatakan muslim
belum bisa menjadi jaminan telah melaksanakan rangkaian tugas dan tanggung
jawab iman kepada Tuhan, karena dalam menjaga keyakinan yang kemudian
diejawantahkan menjadi sebuah perilaku mesti pula ditularkan kepada orang
disekitarnya (dakwah) dalam rangka menjaga Islam secara prinsipil demi
tercapainya rahmatan lil ‘alamiin.
Shiddiq Amien
salah satu tokoh Persatuan Islam dalam bukunya yang berjudul Panduan Hidup
berjama’ah menyebutkan bahwa tujuan Jam’iyyah ini adalah terlaksananya Islam
berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah secara kaafah dalam segala aspek
kehidupan. Maka tujuan tersebut melebur menjadi sebuah program jihad Jam’iyyah
Persatuan Islam antara lain.
1)
Ishlahul Aqidah, dengan jalan
membasmi khurafat, tahayyul, dan syirik di kalangan umat Islam.
2)
Ishlahul Ibadah, dengan jalan
membasmi bid’ah dan taqlid serta membimbing umat dengan tuntunan al-Qur’an dan
Sunnah.
3)
Ishlahul Muamalah, denhan jalan
membimbing umat dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, sosial, budaya atas
dasar al-Qur’an dan Sunnah.
4)
Ishlahul Khuluqil Ummat, degan
jalan memperbaiki akhlaq masyarakat (Amien,
2007: 32-39).
Visi dan Misi
Jam’iyyah Persatuan Islam tersebut mesti terus dirawat dan senantiasa menjadi
falsafah gerakan bagi semua unsur baik di bidang pendidikan, dakwah maupun kaderisasi.
Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam sebagai sayap otonom kemahasiswaan Persatuan
Islam didirikan oleh para intelektual kampus yang berperan sebagai pelengkap
dari gerakan pembaharu dalam dunia Islam yakni melakukan pelurusan dalam
aqidah, ibadah, dan muamallah sekaligus sebagai respon terhadap semakin
kompleksnya dakwah purifikatif dengan corak tashfiyah al-fikriyah (Pahala, 2016: 21).
Kesimpulan
Maka dalam hal ini secara definisi organisasi berasal dari bahasa
latin “organum” yang berarti alat, bagian, anggota, badan. Dengan demikian,
organisasi adalah suatu sistem di mana sekelompok orang bekerja sama untuk
mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah tempat di mana banyak orang
berinteraksi karena tujuan dan keinginan yang relatif sama. Kemudian organisasi
adalah unit sosial di mana kelompok manusia berinteraksi menurut pola tertentu,
sehingga setiap anggota memiliki tanggung jawab dan fungsinya masing-masing.
Sebagai satu kesatuan, ia memiliki tujuan tertentu dan batasan yang jelas,
sehingga dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya (Siswanto, 2006: 6).
Iklim organisasi menunjukkan gambaran kognisi, emosi, perilaku dan
tindakan pada level individu, antara individu dan kelompok sebagai anggota
organisasi. Iklim organisasi yang produktif bergantung pada bagaimana proses
manajemen organisasi berorientasi pada kepercayaan, kejujuran dan komunikasi
yang terbuka. Jika dikelola dengan baik, dimensi ini membawa kepuasan bagi
organisasi.
Persatuan Islam identik dengan semboyan mengembalikan umat Islam
kepada ajaran al-Qur’an dan Sunnah yang sekaligus menjadi inti dakwah dari
Jam’iyyah ini. Perlu diketahui dan diluruskan bahwa hal tersebut bukan terbatas
pada lapangan aqidah dan ibadah saja melainkan mesti menjadi dasar, pegangan,
watak, karakter dan pedoman dalam menetapkan garis haluan perjuangan.
Wallaahu A'lam, Ust. Fahrevi Firdaus (Bidang Dakwah PC Pemuda Persis Pangalengan).
Ilustrator: Aditya Rahman.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. (1970).
Majalah Risalah. Bandung: Risalah Press.
Amien, S. (2007). Panduan Hidup Bejama'ah. Bandung:
Persis Pers.
Kosim Kusnadi, U. K. (2022). Membumikan Jihad
Jam'iyyah. Bandung: Persis Pers.
Munif, S. (2015). Elaborasi Manajemen Organisasi
dalam Al-Qur'an Surat Ash-Shaff. Manajemen Dakwah, 156-160.
Pahala, L. (2016). Ulul Albab Falsafah Gerakan Kaum
Intelektual. Bandung: Hima Persis Pers.
Shidiq, A. (2007). Panduan Hidup Berjama'ah. Bandung:
Persis Pers.
Siswanto. (2006). Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan