AKHLAQ KEPADA SESAMA

 

بسم الله الرحمن الرحيم

AKHLAK KEPADA SESAMA MANUSIA

MUQADDIMAH:

Anak adalah buah hati setiap orang tua, dambaan di setiap keinginan orang tua serta penyejuk hati bagi keletihan jiwa orang tua. Anak tidak lahir begitu saja, anak terlahir dari buah cinta sepasang hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang merupakan amanat wajib untuk dijaga, diasuh dan dirawat dengan baik oleh orang tua. Karena setiap amanat akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana hadist sahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar yang berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

كلكم رَاعٍ، وكلكم مسؤول عن رَعِيَّتِهِ: والأمير رَاعٍ، والرجل رَاعٍ على أهل بيته، والمرأة رَاعِيَةٌ على بيت زوجها وولده، فكلكم راَعٍ، وكلكم مسؤول عن رَعِيَّتِهِ». وفي لفظ: «كلكم رَاعٍ، وكلكم مسؤول عن رَعِيَّتِهِ: الإمام رَاعٍ ومسؤول عن رَعِيَّتِهِ، والرجل رَاعٍ في أهله ومسؤول عن رَعِيَّتِهِ، والمرأة رَاعِيَةٌ في بيت زوجها ومسؤولة عن رَعِيَّتِهَا، والخادم رَاعٍ في مال سيده ومسؤول عن رَعِيَّتِهِ، فكلكم رَاعٍ ومسؤول عن رَعِيَّتِهِ

"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Seorang Amir adalah pemimpin, laki-laki adalah pemimpin untuk keluarganya, wanita adalah pemimpin di rumah suami dan anak-anaknya. Jadi setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas kepemimpinannya." Dalam redaksi lain, "Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang Imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimipinannya, seorang pembantu adalah penjaga harta tuannya dan bertanggung jawab atas apa yang dijaganya. Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya".

Keterangan:

Setiap kalian adalah penjaga dan bertanggung jawab atas apa yang dijaganya serta akan dimintai pertanggungan jawab. Penguasa akan ditanya tentang rakyatnya di hari kiamat. Demikian pula seorang laki-laki bertanggungjawab menjaga keluarganya; memerintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan melarang mereka dari mendurhakai-Nya, juga melaksanakan kewajibannya terhadap keluarganya, dan dia akan ditanya tentang hal itu pada hari kiamat. Seorang wanita bertanggung jawab menjaga rumah suaminya, demikian pula bertanggung jawab terhadap anak-anak, dan ia akan ditanya tentang hal itu pada hari kiamat. Seorang budak adalah penjaga dan penanggung jawab atas harta tuannya, dan pada hari kiamat kelak ia akan ditanya tentang tanggungjawab ini. Jadi semua orang diberi amanat dan terpercaya atas apa yang berada dalam wewenangnya, dan ia akan ditanya tentang hal itu di hari kiamat.

Pertanggung jawaban orang tua tersebut baik di dunia ataupun di akherat, namun tatkala anak sudah baligh maka mereka bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Salah satu contoh dari pertanggung jawaban tersebut adalah dengan memelihara diri dan keluarga dari api neraka:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6)

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim {66}: 6)

Keterangan:

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dengan mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dari api neraka, yakni dari murka Allah yang menyebabkan kamu diseret ke dalam neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; ada manusia yang dibakar dan ada manusia yang menjadi bahan bakar; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga tidak ada malaikat yang bisa disogok untuk mengurangi atau meringankan hukuman; dan mereka patuh dan disiplin selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya baik jasmani maupun rohani.

Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah: Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. (thaha/20: 132) Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat. (asy-Syu'ara'/26: 214)

Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, 'Umar berkata, "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah saw menjawab, "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkan mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di dalam neraka. Mereka adalah para malaikat yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.

Dan hal ini dapat diwujudkan dengan memberi menanamkan akhlak untuk buah hati dengan pendidikan yang baik sesuai Al Qur’an dan As sunnah sebagai bekal perjalanan di dunia maupun di akherat. Sebagaimana perkataan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, “Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.”

Pendidikan tersebut banyak cabangnya satu diantaranya adalah pendidikan akhlak, akhlak anak yang baik dapat menyenangkan hati orang lain baik orangtua atau orang-orang di lingkungan. Bahkan akhlak yang sesederhana sekalipun misalnya memberikan wajah berseri saat bertemu dengan saudara muslim yang lain.

Disamping ikhtiar dengan pendidikan akhlak yang bagus hendaknya orangtua selalu mendo’akan anak-anaknya agar mereka tumbuh dengan naungan kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala pula. Karena doa orangtua atas anaknya termasuk doa yang mustajab.

Muhammad bin Isma’il Al Bukhari membawakan dalam kitab Al Adabul Mufrod beberapa riwayat mengenai doa orang tua. Di antara riwayat tersebut, Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلىَ وَلَدِهِمَا

“Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 32. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Adabul Mufrod no. 24).

Keterangan:

Hadits ini menunjukkan bahwa doa jelek orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab.

Sebagaimana para nabi dan rosul dahulu yang selalu berdo’a kepada Allah untuk kebaikan anak cucu mereka. Do’a Nabi Zakaria ‘alaihissalam sebagaimana firman Allah:

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ (38)

“Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha pendengar doa.” (Q.S. Ali-Imran {3}: 38)

Keterangan:

Demi melihat keistimewaan Maryam dan nilai keberkahan mihrab tersebut, Zakaria menjadikan tempat yang diberkahi itu untuk memohon seorang anak kepada Allah. Di sanalah, di mihrab tempat Maryam beribadah itu, Zakaria berdoa kepada Tuhannya, dengan penuh kekhusyukan dan keyakinan. Dia berkata," Ya Tuhanku, melalui keberkahan mihrab ini, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, karena aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Yang aku tahu sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa setiap hamba yang memohon kepada-Mu."

Pada ayat yang lalu telah diceritakan perihal keluarga Imran, maka pada ayat ini dipaparkan cerita seputar keluarga Zakaria, di antara keduanya terjalin hubungan yang sangat erat, dalam rangka mengemukakan keutamaan keluarga Imran. Tatkala Zakaria melihat kemuliaan dan martabat yang begitu tinggi pada Maryam di hadapan Allah, timbullah keinginannya untuk mempunyai seorang anak serupa dengan Maryam dalam kecerdasan dan kemuliaannya di sisi Allah.

Walaupun Zakaria mengetahui bahwa istrinya adalah seorang perempuan yang mandul dan sudah tua, namun dia tetap mengharapkan anugerah dari Allah. Di dalam mihrab tempat Maryam beribadah, Zakaria memanjatkan doa kepada Allah, semoga Dia berkenan menganugerahkan kepadanya seorang keturunan yang saleh, dan taat mengabdi kepada Allah. Doa yang timbul dari lubuk hati yang tulus dan penuh kepercayaan kepada kasih sayang Allah yang Maha Mendengar dan memperkenankan segala doa, maka segera doanya dikabulkan Allah.

Doa Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihimussalam:

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Ya Rabb kami jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anakcucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (Q.S. Al-Baqoroh {2}: 128)

Keterangan:

Ibrahim dan Ismail melanjutkan doanya, "Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang-orang yang berserah diri dan tunduk kepada-Mu, dan jadikanlah juga anak cucu kami menjadi umat yang berserah diri dengan penuh keimanan kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara, yakni manasik dan tempat-tempat melakukan ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima tobat yang begitu banyak, Maha Penyayang dengan kasih sayang yang amat luas."

Orang-orang Arab diingatkan bahwa yang membangun Baitullah itu adalah nenek moyang mereka yang bernama Ibrahim dan putranya Ismail. Ibrahim adalah nenek moyang orang-orang Arab melalui putranya Ismail. Sedangkan orang Israil melalui putranya Ishak. Seluruh orang Arab mengikuti agama Ibrahim.

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa yang membangun Baitullah ialah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Tujuannya adalah untuk beribadah kepada Allah bukan untuk yang lain, sebagai peringatan bagi dirinya, yang akan diingat-ingat oleh anak cucunya di kemudian hari. Bahan-bahan untuk membangun Ka'bah itu adalah benda-benda biasa sama dengan benda-benda yang lain, dan bukan benda yang sengaja diturunkan Allah dari langit. Semua riwayat yang menerangkan Ka'bah secara berlebih-lebihan, adalah riwayat yang tidak benar, diduga berasal dari Isra'i1iyat. (Mengenai al-hajar al-Aswad) 'Umar bin al-Khatthab r.a. berkata pada waktu ia telah menciumnya: "Dari Umar semoga Allah meridainya, bahwa dia telah mencium Hajarul Aswad dan berkata: "Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa engkau batu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak pula memberi manfaat. Kalau aku tidak melihat Rasulullah saw mencium engkau, tentu aku tidak akan mencium engkau." (Muttafaq 'Alaih)

Menurut riwayat ad-Daraqutni, Rasulullah saw pernah menyatakan sebelum mencium Hajar Aswad bahwa itu adalah batu biasa. Demikian pula halnya Abu Bakar r.a., dan sahabat-sahabat yang lain. Dari riwayat-riwayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hajar Aswad adalah batu biasa saja. Perintah menciumnya berhubungan dengan ibadah, seperti perintah salat menghadap ke Ka'bah, perintah melempar jamrah di waktu melaksanakan ibadah haji dan sebagainya. Semuanya dilaksanakan semata-mata melaksanakan perintah Allah.

Setelah Ibrahim dan Ismail selesai meletakkan fondasi Ka'bah, mereka berdua berdoa: "Terimalah dari kami", (maksudnya ialah terimalah amal kami sebagai amal yang saleh, ridailah dan berilah pahala ...) "Allah Maha Mendengar" (maksudnya: Allah Maha Mendengar doa kami), dan "Allah Maha Mengetahui" (maksudnya: Allah Maha Mengetahui niat-niat dan maksud kami membangun dan mendirikan Ka'bah ini).

Dari ayat di atas dapat diambil hukum bahwa sunah hukumnya berdoa dan menyerahkan semua amal kita kepada Allah apabila telah selesai mengerjakannya. Dengan penyerahan itu berarti tugas seorang hamba ialah mengerjakan amal-amal yang saleh karena Allah, dan Allah-lah yang berhak menilai amal itu dan memberinya pahala sesuai dengan penilaian-Nya.

Dari ayat di atas juga dapat dimengerti bahwa Ibrahim a.s. dan putranya, Ismail a.s., berdoa kepada Allah setelah selesai mengerjakan amal yang saleh dengan niat dan maksud perbuatan itu semata-mata dilakukan dan dikerjakan karena Allah. Karena sifat dan bentuk perbuatan yang dikerjakannya itu diyakini sesuai dengan perintah Allah, maka ayah dan anak itu yakin pula bahwa amalnya itu pasti diterima Allah. Hal ini berarti bahwa segala macam doa yang dipanjatkan kepada Allah yang sifat, bentuk dan tujuannya sama dengan yang dilakukan oleh Ibrahim a.s. dengan putranya, pasti diterima Allah pula dan pasti diberi pahala yang baik dari sisi-Nya.

Pada ayat berikutnya (128) Ibrahim a.s. melanjutkan doanya, agar keturunannya menjadi umat yang tunduk dan patuh kepada Allah. Di dalam perkataan "Muslim" (tunduk patuh) terkandung pengertian bahwa umat yang dimaksud Ibrahim a.s. itu mempunyai sifat-sifat:

1. Memurnikan kepercayaan hanya kepada Allah. Hati seorang Muslim hanya mempercayai bahwa yang berhak disembah dan dimohonkan pertolongan hanya Allah Yang Maha Esa. Kepercayaan ini bertolak dari kesadaran Muslim bahwa dirinya berada di bawah pengawasan dan kekuasaan Allah. Allah saja yang dapat memberi keputusan atas dirinya.

2. Semua perbuatan, kepatuhan dan ketundukan, dilakukan hanya karena dan kepada Allah saja, bukan karena menurut hawa nafsu, bukan karena ingin dipuji dan dipandang baik oleh orang, bukan karena pangkat dan jabatan, dan bukan pula karena keuntungan duniawi.

Bila kepercayaan dan ketundukan itu tidak murni kepada Allah, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung bagi mereka. Allah berfirman: Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya? (al-Furqan/25:43)

Allah membiarkan sesat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan mengunci mati hatinya, karena Allah mengetahui bahwa mereka tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya. Allah berfirman: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? (al-Jasiyah/45:23)

Pada ayat 124 yang lalu, Ibrahim a.s. berdoa agar keturunannya dijadikan imam, Allah menjawab, "Keturunan Ibrahim yang zalim tidak termasuk di dalam doa itu." Karena itu pada ayat 128 ini Ibrahim a.s. mendoakan agar sebagian keluarganya dijadikan orang yang tunduk patuh kepada Allah.

Dalam hubungan ayat di atas terdapat petunjuk bahwa yang dimaksud dengan keturunannya itu ialah Ismail a.s. dan keturunannya yang akan ditinggalkan di Mekah, sedang ia sendiri kembali ke Syam. Keturunan Ismail a.s. inilah yang menghuni Mekah dan sekitarnya, termasuk Nabi Muhammad saw. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang Muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini. (al-hajj/22:78)

Ibrahim dan Ismail memohon kepada Allah agar ditunjukkan cara-cara mengerjakan segala macam ibadah dalam rangka menunaikan ibadah, tempat wuquf, tawaf, sa'i, dan sebagainya, sehingga dia dan anak cucunya dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan yang diperintahkan Allah.

Di dalam ayat ini, Ibrahim a.s. memohon kepada Allah agar diterima tobatnya, padahal Ibrahim adalah seorang nabi dan rasul, demikian pula putranya. Semua nabi dan rasul dipelihara Allah dari segala macam dosa (ma'sum). Karena itu maksud dari doa Ibrahim dan putranya ialah:

1. Ibrahim a.s. dan putranya Ismail a.s. memohon kepada Allah agar diampuni segala kesalahan yang tidak disengaja, yang tidak diketahui dan yang dilakukannya tanpa kehendaknya sendiri.

2. Sebagai petunjuk bagi keturunan dan pengikutnya di kemudian hari, agar selalu menyucikan diri dari segala macam dosa dengan bertobat kepada Allah, dan menjaga kesucian tempat mengerjakan ibadah haji.

"Allah Maha Penerima tobat" ialah Allah sendirilah yang menerima tobat hamba-hamba-Nya, tidak ada yang lain. Dia selalu menerima tobat hamba-hamba-Nya yang benar-benar bertobat serta memberi taufik agar selalu mengerjakan amal-amal yang saleh. "Allah Maha Penyayang" ialah Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang bertobat dengan menghapus dosa dan azab dari mereka.

Selanjutnya Ibrahim a.s. berdoa agar Allah mengangkat seorang rasul dari keturunannya yang memurnikan ketaatan kepada-Nya, untuk memberi berita gembira, memberi petunjuk dan memberi peringatan. Allah swt mengabulkan doa Nabi Ibrahim dengan mengangkat dari keturunannya nabi-nabi dan rasul termasuk Nabi Muhammad saw, nabi yang terakhir. Rasulullah saw bersabda: Aku adalah doa Ibrahim dan yang diberitakan sebagai berita gembira oleh Isa. (Riwayat Ahmad).

Sifat dari rasul-rasul yang didoakan Ibrahim a.s. ialah:

1. Membacakan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan kepada mereka, agar ayat-ayat itu menjadi pelajaran dan petunjuk bagi umat mereka. Ayat-ayat itu mengandung ajaran tentang keesaan Allah, adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan, adanya pahala bagi orang yang beramal saleh dan siksaan bagi orang yang ingkar, petunjuk ke jalan yang baik, dan sebagainya.

2. Mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Al-Kitab ialah Al-Qur'an. Al-Hikmah ialah mengetahui rahasia-rahasia, faedah-faedah, hukum-hukum syariat, serta maksud dan tujuan diutusnya para rasul, yaitu agar menjadi contoh yang baik bagi mereka sehingga mereka dapat menempuh jalan yang lurus.

3. "Menyucikan mereka" ialah menyucikan diri dan jiwa mereka dari segala macam kesyirikan, kekufuran, kejahatan, budi pekerti yang tidak baik, sifat suka merusak masyarakat dan sebagainya.

Ibrahim a.s. menutup doanya dengan memuji Tuhannya, yaitu dengan menyebut sifat-sifat-Nya, Yang Mahaperkasa, dan Yang Mahabijaksana. "Mahaperkasa" ialah yang tidak seorang pun dapat membantah perkataan-Nya, dan tidak seorang pun dapat mencegah perbuatan-Nya. "Maha-bijaksana" ialah Yang Maha Menciptakan segala sesuatu dan penggunaan-nya sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya.

Dari doa Nabi Ibrahim ini dapat dipahami bahwa ia memohonkan agar keturunannya diberi taufik dan hidayah, sehingga dapat melaksanakan dan mengembangkan agama Allah, membina peradaban umat manusia dan mengembangkan ilmu pengetahuan menurut yang diridai Allah.

Sungguh islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan anakpun diperhatikan dengan serius. Namun sangat disayangkan orangtua zaman sekarang jarang memperhatikan pendidikan akhlak bagi buah hatinya lantaran kesibukan mereka atau kejahilan (ketidakmengertian) mereka. Prinsip yang mereka pegang adalah Membahagiakan anak. Namun kebahagiaan yang semacam apa yang ingin diwujudkan oleh sebagian para orangtua tersebut?! Ada yang berpendapat bahagia tatkala anaknya bisa mendapatkan sekolah yang favorit dan menjadi bintang kelas, orang yang berpendapat seperti ini maka akan menggebu-gebu untuk mencarikan tempat les dimana-mana, hingga lupa menyisakan waktu untuk mengenalkan islam kepadanya. Adalagi pendapat bahwa kebahagiaan adalah tatkala si anak tidak kekurangan apapun didunia, orangtua tipe ini akan berambisi untuk mencari materi dan materi untuk memuaskan si anak tanpa disertai pendidikan akhlak bagaimana cara mengatur serta memanfaatkan harta yang baik. Dan ada pula sebagian yang lain bahwa kebahagiaan adalah buah dari keimanan kepada Allah dengan bentuk ketenangan dalam hati; bersabar tatkala mendapat musibah dan bersyukur tatkala mendapatkan nikmat. Namun jarang ditemukan orangtua yang sependapat dengan tipe ketiga ini. Kebanyakan diantara mereka sependapat dengan tipe 1 dan 2. Dan tatkala mereka tiada, mereka akan berlomba-lomba untuk mewasiatkan harta ini dan itu, padahal telah dicontohkan oleh lukman mengenai wasiat yang terbaik. Bukan sekedar harta atau perhiasan dunia melainkan sesuatu hal yang lebih berharga dari keduanya.

Tatkala anak tumbuh menjadi anak pembangkang, suka membantah kepada orangtua bahkan durhaka kepada orangtua, banyak diantara orangtua yang menyalahkan si anak, salah bergaullah, tidak bermorallah atau alasan-alasan yang lain. Bukan… bukan lantaran karena anak salah bergaul saja, si anak menjadi seperti itu namun hendaknya orangtua mawas diri terhadap pendidikan akhlak si anak. Sudahkah dibina sejak kecil? Sudahkah dia diajari untuk memilih lingkungan yang baik? Sudahkah dia tahu cara berbakti kepada orangtua? Atau sudahkah si anak tahu bagaimana beretika dalam kehidupan sehari-hari dari bangun tidur hingga tidur kembali? Jika jawabannya belum, maka pantaslah jika orangtua menuai dari buah yang telah mereka tanam sendiri. Seperti perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah: “Hendaknya anak dijauhkan dari berlebihan dalam makanan, berbicara, tidur dan berbaur dengan perbuatan dosa, sebab kerugian akan didapat dari hal-hal itu dan menjadi penyebab hilangnya kebaikan dunia dan akhirat. Anak harus dijauhkan dari bahaya syahwat perut dan kemaluan sebab jika anak sudah dipengaruhi oleh kotoran syahwat maka akan rusak dan hancur. Berapa anak tercinta menjadi rusak akibat keteledoran dalam pendidikan dan pembinaan bahkan orangtua membantu mereka terjerat dalam syahwat dengan anggapan hal itu sebagai ungkapan perhatian dan rasa kasih sayang kepada anak padahal sejatinya telah menghinakan dan membinasakan anak sehingga orangtua tidak mengambil manfaat daria anak dan tidak meraih keuntungan dari anak baik didunia maupun diakhirat. Apabila engkau perhatikan dengan seksama maka kebanyakan anak rusak berpangkal dari orangtua.”

Mungkin saat si anak masih kecil belum akan terasa dampak dari arti pentingnya akhlak bagi orangtua namun saat dewasa kelak maka akan sangat terasa bahkan sangat menyakitkan bagi kedua orangtua. Dan perlu ditekankan bahwa akhlak yang baik dari seorang anak adalah harta yang lebih berharga daripada sekedar harta yang kini sedang para orang tua obsesikan.

Sebelum terlambat mulailah saat ini menanamkan akhlak tersebut, dari hal yang sederhana:

PERTAMA: DENGAN MEMBERI CONTOH MENGUCAPKAN SALAM.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “لاَ تَدْخُلُوا الجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلا تُؤْمِنُوا حَتىَّ تحَابُّوا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَئٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحاَبَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَم بَيْنَكُم” رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan kalian tidak disebut beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang apabila kalian melakukannya, kalian pasti saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim)

Faedah Hadits:

1. Sempurnanya iman dapat dicapai jika saling mencintai.

2. Baiknya hubungan sesama manusia adalah dengan saling mencintai karena Allah.

3. Tidak akan masuk surga kecuali dengan iman.

4. Hadits ini menunjukkan perintahkan menyebarkan salam pada yang dikenal dan tidak dikenal.

5. Saling mengucapkan salam adalah sebab saling mencintai sesama.

6. Salam adalah syiarnya orang Islam.

7. Hadits ini mengajarkan untuk tawadhu’ pada orang beriman.

8. Dengan mengucapkan salam akan menghilangkan permusuhan.

KEDUA: MEMPERHATIKAN ETIKA DALAM MAKAN.

عن عمر بن أبي سَلَمَةَ رضي اللَّه عنهما قال: كُنتُ غلاماً في حِجْرِ رسول اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، وكَانتْ يَدِي تَطِيشُ في الصَّحْفَةِ فقال لي رسولُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: «يَا غُلامُ سَمِّ اللَّه تعالى وَكُلْ بيمينِكَ وكلْ مِمَّا يَلِيكَ» متفقٌ عليه

Dari Sayyidina Umar bin Abu Salamah, ia telah berkata: “Saya -pada ketika itu- adalah seorang anak yang ada di bawah pengawasan Rosulullah saw. tanganku berputar-putar ke sekitar piring kalau makan. Lalu Rosulullah saw. bersabda kepadaku yang maksudnya: “Hai anak, ucapkanlah Bismillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari apa-apa yang dekat denganmu.” (HR; Muslim)

Keterangan:

Adab makan yang dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, yaitu dengan mengawalinya dengan menyebut Asma Allah (basmalah), menggunakan tangan kanan, serta memakan makanan yang berada paling dekat dengan kita

KETIGA: MENGAJARKAN RASA KEBERSAMAAN DENGAN SAUDARA MUSLIM YANG LAIN, MISALNYA DENGAN MENJENGUK ORANG SAKIT.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – حَقُّ اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak muslim kepada muslim yang lain ada enam.” Beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”(1) Apabila engkau bertemu, ucapkanlah salam kepadanya; (2) apabila engkau diundang, penuhilah undangannya; (3) apabila engkau dimintai nasihat, berilah nasihat kepadanya; (4) apabila dia bersin lalu dia memuji Allah (mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’); (5) apabila dia sakit, jenguklah dia; dan (6) apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya (sampai ke pemakaman).” (HR. Muslim)

Faedah Hadits:

1. Islam adalah agama kasih sayang dan mengajarkan untuk memperhatikan hak terhadap sesama.

2. Muslim yang dimaksudkan dalam hadits yang ditunaikan haknya di sini adalah muslim yang bersyahadat laa ilaha illallah dan tidak melakukan hal-hal yang membatalkan keislamannya.

3. Mengucapkan salam merupakan tanda cinta dan baiknya seorang muslim. Di dalamnya berisi (1) doa keselamatan dari berbagai penyakit, kejelakan, maksiat, serta selamat dari neraka; (2) doa rahmat supaya mendapat kebaikan; (3) doa keberkahan supaya kebaikan itu langgeng dan bertambah.

4. Beberapa pelajaran mengenai ucapan salam:

• Hendaklah mengucapkan salam kepada yang dikenal dan yang tidak dikenal;

• Tetap mengucapkan salam kepada siapa pun meskipun ahli maksiat selama itu muslim;

• Tidak boleh mengucapkan salam kepada lawan jenis jika menimbulkan godaan, apalagi sesama yang berusia muda;

• Memulai mengucapkan salam disunnahkan. Ibnu ‘Abdil Barr dan selainnya menyatakan bahwa para ulama berijma’ (bersekapat), memulai mengucapkan salam dihukumi sunnah. Adapun menjawab salam dihukumi wajib sebagaimana pemahaman dari surah An-Nisa’ ayat 86;

• Ucapan salam yang sederhana adalah “Assalaamu ‘alaikum”, sedangkan yang paling sempurna adalah “Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuh”;

• Ucapan salam yang sederhana adalah “Wa’alaikumus salaam” (bisa juga dengan ‘alaikumus salaam), sedangkan yang paling sempurna adalah “Wa’alaikumus salaam wa rahmatullah wa barakatuh”;

• Tidak boleh memulai mengucapkan salam kepada non-muslim. Namun jika ia mengucapkan salam, hendaklah membalas salamnya dengan ucapan semisal yang ia ucapkan (tidak lebih dari itu), berarti jika ia mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum”, maka dijawab “Wa’alaikumus salaam”. Begitu pula jika ia ucapkan “Assaamu ‘alaikum (celaka kamu)”, maka dijawab “Wa ‘alaikum” atau “Wa’alaikumus saam” (celaka juga kamu);

• Ucapan salam lebih mulia dari ucapan “selamat pagi” dan semacamnya. Ucapan selamat semacam ini bukanlah ucapan yang syar’i dan sama sekali tidak bisa menggantikan ucapan salam;

• Membalas salam bukanlah dengan ucapan “ahlan” atau “ahlan wa sahlan”, ini bukanlah ucapan yang syar’i dalam menjawab salam. Dalam ayat disebutkan (yang artinya), “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa).” (QS. An-Nisa’: 86);

• Dalam hadits disebutkan bahwa jika bertemu, maka ucapkanlah salam. Apakah saat berpisah juga memberi salam? Ada hadits yang berbunyi, “Jika hadir dalam majelis, hendaklah memberi salam. Jika berdiri dari majelis, hendaklah memberi salam. Yang mengucapkan pertama kali itu lebih utama dari yang mengucapkannya belakangan.” (HR. Abu Daud, no. 5208; Tirmidzi, no. 2706; Ahmad, 12:47. Sanad hadits ini hasan. Syaikh Al-Albani menyebutkan hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 183);

• Yang afdal adalah yang junior memulai mengucapkan salam kepada yang senior, yang sedikit kepada yang banyak, yang naik kendaraan kepada yang berjalan, yang berjalan kepada yang duduk. Namun jika tidak ada yang memulai dahulu, maka salam tersebut tetap diucapkan, itulah yang lebih baik. Dalam hadits disebutkan, “Khoiruhaa alladzi tabda’u bis salaam”, yang terbaik adalah yang pertama kali mengucapkan salam.

5. Hendaklah menghadiri undangan, hadits yang dikaji ini menunjukkan undangan tersebut umum baik undangan walimatul ‘ursy (undangan pernikahan), maupun undangan lainnya. Sebagian ulama menyatakan menghadiri undangan apa pun wajib karena demi memuliakan dan demi terjalin hubungan yang baik. Ini adalah pendapat dari ‘Abdullah bin ‘Umar, sebagian tabi’in, ulama Zhahiriyah, dan sebagian ulama Syafi’iyah. Sedangkan jumhur (mayoritas) ulama menyatakan hukum menghadiri undangan secara umum adalah sunnah muakkad. Sedangkan Imam Ash-Shan’ani rahimahullah dalam Subul As-Salam menyatakan bahwa yang wajib adalah menghadiri undangan walimah nikah karena ada ancaman dalam hadits jika tidak menghadirinya, sedangkan undangan lainnya dihukumi sunnah.

6. Wajib memberikan nasihat kepada saudara kita ketika ia meminta nasihat. Berarti jika ia tidak meminta, maka tidaklah wajib. Namun jika kita tidak dimintai nasihat, lantas jika ada mudharat atau dosa, maka wajib tetap menasihati karena ini adalah bentuk menghilangkan kemungkaran pada saudara muslim. Sedangkan jika saudara kita tidak meminta nasihat dan tidak ada mudharat atau dosa kala itu, juga menganggap bahwa selain kita itu lebih manfaat dalam memberi nasihat, maka kita tidak wajib menasihati (hanya disunnahkan) karena termasuk dalam bentuk memberikan petunjuk kebaikan kepada orang lain.

7. Wajib mengucapkan tasymit (yarhamukallah) ketika ada yang bersin lantas mengucapkan alhamdulillah. Berarti jika yang bersin tidak mengucapkan alhamdulillah, maka tidak ada ucapan tasymit (yarhamukallah). Intinya, jika luput dari mengucapkan alhamdulillah, akan ada dua kerugian: (1) nikmat memuji Allah hilang; (2) nikmat didoakan oleh saudaranya ketika mendengarnya mengucapkan alhamdulillah juga hilang. Tasymit adalah mengucapkan yarhamukallah jika ada yang mengucapkan alhamdulillah sampai tiga kali. Jika sudah yang keempat kalinya, maka ucapkanlah doa agar ia diberikan kesembuhan karena yang bersin itu berarti sedang sakit, lantas mengucapkan “yahdikumullah wa yushlih baalakum” (semoga Allah memberimu hidayah dan memperbaiki keadaanmu). Lalu jika non-muslim mengucapkan alhamdulillah saat bersin, tidak dibalas dengan yarhamukallah, namun langsung mengucapkan yahdikumullah wa yushlih baalakum” sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempraktikkan hal ini.

8. Menjenguk orang sakit menurut jumhur ulama adalah sunnah. Namun bisa jadi menjenguk orang sakit itu menjadi wajib jika yang dijenguk adalah kerabat dekat (masih punya hubungan mahram). Misal menjenguk ayah atau ibu yang sakit, hukumnya wajib karena bagian dari berbakti kepada keduanya. Juga menjenguk saudara yang sakit, hukumnya wajib karena bagian dari silaturahim dengan kerabat. Kaidahnya, makin dekat hubungan kerabat dan makin dekat dalam hubungan, maka makin ditekankan untuk menjenguk saat sakit.

9. Yang dijenguk di sini adalah orang yang sakit secara umum, baik yang sakit masih dalam keadaan sadar ataukah tidak. Begitu pula dianjurkan meskipun yang datang menjenguk tidak diketahui kehadirannya oleh yang sakit. Karena menjenguk orang sakit punya manfaat: (1) mengurangi duka keluarganya; (2) mendoakan kebaikan kepada yang sakit; (3) menjenguknya sendiri berbuah pahala.

10. Kita diperintahkan untuk mengantarkan jenazah ke pemakaman dan hukumnya adalah fardhu kifayah. Ini berlaku bagi jenazah yang dikenal maupun tidak dikenal.

KEEMPAT: MENGAJARKAN KEJUJURAN.

عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :عليكم بالصدق، فإن الصدق يهدي إلى البِرِّ، وإن البر يهدي إلى الجنة، وما يزال الرجل يصدق ويَتَحَرَّى الصدق حتى يكتب عند الله صِدِّيقًا، وإياكم والكذب، فإن الكذب يهدي إلى الفجور، وإن الفجور يهدي إلى النار، وما يزال الرجل يكذب ويَتَحَرَّى الكذب حتى يكتب عند الله كَذَّابا.

Dari Abdullah bin Mas'ūd -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', "Hendaknya kalian jujur karena kejujuran itu menuntun pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu mengantar ke surga. Sungguh seorang yang selalu jujur dan memilih kejujuran akan dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Jauhilah dusta karena dusta itu menjerumuskan pada kedurhakaan dan sesungguhnya kedurhakaan itu menjerumuskan kepada neraka. Sungguh seseorang senantiasa berdusta dan memilih dusta sampai dicatat di sisi Allah sebagai pendusta." Hadis sahih - Muttafaq 'alaih

Keterangan:

Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memotivasi kita untuk jujur dan senantiasa jujur serta memilihnya, dan menjelaskan akibat serta hasil yang terpuji di dunia dan akhirat. Kejujuran ialah pangkal kebajikan yang merupakan jalan menuju surga. Seseorang yang senantiasa jujur, maka dicatat bersama orang-orang yang jujur/benar di sisi Allah. Ini merupakan motivasi agar memiliki akhir yang baik dan isyarat agar menjadi orang yang terjaga dari akhir yang buruk. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memperingati kita agar berhati-hati terhadap dusta, menjelaskan bahayanya dan akibatnya yang sial. Dusta adalah pangkal kedurhakaan yang merupakan jalan menuju neraka.

Akhlak yang baik dari seorang anak akan melahirkan generasi yang baik pula, generasi pemuda yang taat kepada Allah, berbakti kepada kedua orangtua dan memperhatikan hak-hak bagi saudara muslim yang lain. Wallohu a’lam bishowab.

SAUDARA KU…

PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK MENDAPATI KU DI DALAM SURGA ALLAH, MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN TARIK TANGAN KU DAN AJAK AKU MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU TELAH MENJADI SAKSI DI HADAPAN ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL DALAM MEMBELA AGAMA ALLAH (MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).

Wallahu A'lam, Al-Ustadz Faqih Aulia, Bidang Jam'iyyah PC Pemuda Persis Batununggal Kota Bandung.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama