AKU PASTI BISA (CERPEN)

 

IFANAH MENULIS LAGI

“Beb!, aku ikutan program KMO lagi, namamu dimasukin ke daftar orang-orang yang aku ajak ya, nggak apa-apa kan?.” Ucap Inay kepada Ifanah suaminya membuka obrolan. “Iya nggak apa-apa Say, mudah-mudahan aku juga bisa ikutan lagi.” Jawab suami tiga anak yang sehari-sehari berprofesi sebagai guru di pagi hari dan penceramah di malam hari itu.

Komunitas Menulis Online (KMO) memang mewajibkan para pesertanya mengajak 4 orang sebagai salahsatu syarat kelulusan tahap pertama penerimaan. Inay berhasil, hari ini pun ia sedang berusaha menuntaskan buku solonya berjudul “Cinta Pilihan Rum” bergenre fiksi. Lain cerita dengan suaminya, Ifanah, ia baru memproses tahap tugas membuat 1 judul tulisan fiksi dan 1 judul tulisan non fiksi setelah sebelumnya menuntaskan tugas-tugas tahap I.

“Ya Allah, gimana nih, mampukah aku mengikuti kegiatan KMO kembali di tengah-tengah ragam kesibukan yang terus bertambah ini?” gumam Ifanah suatu saat dalam kesendiriannya.

Ia pun tersadarkan dari pergulatan pikirannya itu oleh kumandang adzan dzuhur yang terdengar cukup menggelegar dari pinggir rumah kediamannya.

Ifanah bergegas mengambil wudhu, ia pun menuju ke masjid Urwatul Wutsqa Loscimaung samping rumah bersama putra sulungnya, Sayka, santri tingkat 3 Madrasah Ibtidaiyah yang sebentar lagi akan naik kelas.

Selesai dzikir ba’da shalat berjama’ah, Ifanah berdo’a sepenuh hati memohon agar dimampukan mengikuti kembali program KMO, karena pikirnya inilah kebaikan yang dibukakan oleh Allah Ta’ala untuknya agar dapat memiliki amal shalih bernilai jariyah.

Ia sadar bahwa dirinya sebagai muslim yang berkehidupan pas-pasan tidak mudah untuk beramal maksimal secara nominal dalam berzakat, infaq, shadaqah bahkan wakaf dengan harta benda, walaupun bukan berarti ia abaikan sama sekali, maka menciptakan berbagai karya dalam bentuk tulisan menjadi harapan jariyah masa depan di akhirat baginya.

Keesokan harinya, Kafe Kopi Kenangan yang berada di area SPBU Banjaran Kabupaten Bandung Jawa Barat menjadi pilihan Ifanah untuk menyendiri hendak mencari inspirasi menulis satu naskah cerita pendek bergenre fiksi dan satu naskah non fiksi bertemakan menggali potensi diri.

Huruf demi huruf ia rangkai menjadi kata, kata demi kata pun ia rangkai sehingga menjadi kalimat, maka kalimat demi kalimat itu ia rangkai sehingga menjadi sebuah tulisan.

“Kriing… kriing… kriing…” gawai Ifanah berdering tanda panggilan masuk. “Assalaamu’alaikum Beb!, lagi dimana?”, tanya Inay. “Wa’alaikumussalam wa Rahmatullah Say, aku sedang di Kafe Kopi Kenangan SPBU Banjaran.” Jawab Ifanah sambil menikmati segelas kopi susu gula aren ditemani kue kukus rasa kacang pesanannya.

“Lagi ngapain Beb?”, Inay melanjutkan obrolan sambil menyusui putri ketiganya yang bernama Ayifhsa. “Aku sedang ngetik tugas KMO tahap kedua Say, Alhamdulillah sedikit lagi beres. Sambil nungguin teman juga, soalnya udah janjian ketemuan di sini, dia ingin bantu aku menukarkan uang tiga ratus lima puluh ribu yang rusak itu ke Bank Indonesia.” Jelas Ifanah.

“Semoga senantiasa dimudahkan-Nya Beb, aku percaya, Insya Allah kamu bisa.” Ucap Inay meyakinkan dan memberi semangat.

Setelah percakapan melalui gawai usai, Ifanah pun menuntaskan kedua naskahnya itu. Sepanjang ia menulis, tiba-tiba hatinya tenang dan pikirannya pun mengalirkan ide-ide untuk dituangkan, keraguan dalam dirinya sedikit demi sedikit mulai hilang. Ifanah bahagia dengan kesuksesan kecilnya, ia pun optimis untuk melanjutkan aktivitas menulisnya kembali bersama KMO.

Beberapa tahun sebelumnya Ifanah memang pernah bergabung dengan KMO hingga menghasilkan tiga buku antologi berjudul “Kata Ajaib Penembus Langit” (September 2020), “What Life is For?” (Juli 2021), dan “Lembaran Asa” (Oktober 2021), yang semuanya bergenre non fiksi.

Pada kesempatan keempatnya ini Ifanah berniat mencoba menerbitkan karya solo dari tulisan-tulisan hasil sarapan kata (sarkat) yang akan dijalani. Ia akan mengangkat ide naskah buku terkait kematian dengan tema pilihan tentang menuju kehidupan abadi. Karya tunggal perdananya ini rencananya akan ditulis bergenre non fiksi.

Ifanah bahkan telah berencana jika bukunya kelak terbit, ia akan membagikannya secara gratis kepada beberapa guru, orangtua, sahabat, keluarga, masyarakat, dan peserta didiknya.

Semoga setiap niat yang ikhlas dan usaha yang sungguh-sungguh Ifanah berada dalam ridha, petunjuk dan ampunan-Nya. Aamiin.

Perjalanan singkat Ifanah memberikan kita sedikit pelajaran terkait pegangan hidup yang sering dinasehatkan, “Dimana ada kemauan, disitu ada jalan.”

Pun untuk memulai kebaikan termasuk menulis, akan selalu relevan nasihat singkat yang dirumuskan KH. Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym tentang 3M. Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal terkecil dan Mulai dari sekarang. Ifanah berusaha mengamalkannya.


IFANAH MENCARI INSPIRASI

Usai tugas materi pertama tentang Ikrar dan Motivasi Menulis bersama Kang Tendi Murti, para calon penulis wajib membuat ikrar peristiwa yang dipublikasikan di akun media sosial Instagram, tulisan tentang materi dan ajakan minimal 3 orang untuk bergabung di KMO Club Batch 57; Ifanah berhasil mendapatkan poin sempurna.

Selanjutnya materi kedua tentang Menemukan Ide Menulis bersama Kang Muhammad Anhar dengan tugas berupa menentukan satu ide yang dikembangkan menjadi tiga tema kemudian dipilih salahsatunya.

Ifanah menentukan ide naskah buku tentang kematian. Ide tersebut ia turunkan menjadi tiga tema, yakni perjalanan hidup setelah mati, menuju kehidupan abadi dan sejak kematian hingga surga dan neraka. Tema pilihan Ifanah dari ketiganya adalah menuju kehidupan abadi.

Tugas materi ketiga tentang Jenis Fiksi dan Non Fiksi bersama Kak Ernawaty Lilys pun masih berkaitan dengan tugas materi kedua yaitu dengan cara menyusun dua naskah antologi berbentuk fiksi jenis cerita pendek atau cerpen dan non fiksi jenis artikel, opini atau essai.

“Say, saat aku mencoba menulis naskah fiksi, kok jadi pengen senyum-senyum sendiri ya.” Ungkap Ifanah kepada Inay sambil memperlihatkan wajah riang. “Emangnya apa yang Beb rasakan?” tanya Inay. “Iya Say, aku merasakan menulis ini semakin menyenangkan. Saat tulisan non fiksi dibuat, aku merasa dituntut untuk ilmiah dan siap bertanggung jawab atas segala pernyataan dalam tulisan. Hal itu membuatku bersemangat untuk terus mencari referensi. Berbeda dengannya, saat menulis naskah fiksi berbentuk cerita pendek, aku merasakan sebuah hiburan tersendiri Say, hiburan dari kebebasanku menulis cerita, merangkai sisipan dialog dan bagaimana untaian nasihat disisipkan padanya. Alhamdulillah...” Ifanah menjelaskan sambil menikmati bolu gulung pemberian Bu Haji Sida, muwaqif salahsatu pesantren tempat Ifanah mengabdikan diri.

Adapun tugas materi keempat tentang Editing Naskah bersama Kak Shabira Ika adalah melanjutkan naskah antologi masing-masing dua halaman. Baik fiksi maupun non fiksi, yang mana total sampai tuntas naskah maksimal empat halaman.

Menambah 2 halaman naskah menjadi 4 halaman bergenre fiksi bagi Ifanah tidaklah mudah, karena ia baru kali ini menulis cerita pendek, Ifanah lebih sering menulis artikel ilmiah sebagai rutinitasnya sehari-hari menjadi pemateri pengajian.

Hujan lebat mengguyur tanah gersang rindu air mengalir di atasnya selama sebulan terakhir. Ifanah berusaha membagi fokus di tengah hiruk-pikuk obrolan bersama teman-teman di ruang tengah kediaman teman dekatnya, Iqifor, sesaat ia mengobrol, sesaat pula ia menekan huruf demi huruf tombol gawainya. Waktu terus berjalan, Ifanah khawatir tugasnya tidak tuntas tepat saat.

“If, ini ada dua buku cerita, mudah-mudah dapat menambah wawasanmu.”

“Buku apa saja itu Iq?”

“Pertama, buku berjudul Dipeluk Nabi Terkasih di Telaga Terputih karya KH. Wawan Shofwan Sholehuddin. Kedua, buku berjudul Santri Badeur, sebuah tulisan berbahasa Sunda yang ditulis oleh DR. Roni Nugraha, penulis buku best seller, Ngungudag Guratan Takdir.”

“Alhamdulillah…, terima kasih banyak Iq, Jazaakallaahu khaiir.”

“Sama-sama If, Aamiin wa Iyyaaka. Semoga tulisanmu dimudahkan-Nya.” Diskusi ringan Iqifor dan Ifanah menambah cerah karya Ifanah kedepannya.

Membaca berbagai buku fiksi dan non fiksi, berdiskusi dengan ragam teman yang telah lebih berpengalaman, menuliskan macam-macam pikiran dan perasaan, melatih diri untuk semakin kreatif dalam menulis dengan memandang tulisan dari berbagai paradigma, dan membuang jauh-jauh sifat malas dan sikap bermalas-malasan. Semua upaya itu Ifanah maksimalkan. Ifanah semakin percaya diri, dengan do’a yang khusyu’ dan ikhtiar yang maksimal, ia pasti bisa.

Bi Idznil-Lah, Abu Akyas Syaddad Al-Fatih.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama