KAJIAN RIYADHUS SHALIHIN
ALLAH SWT BERFIRMAN:
AYAT PERTAMA:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّساءَ كَرْهاً وَلا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلاَّ أَنْ يَأْتِينَ بِفاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً (19)
Wahai orang-orang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. (Q.S. An-Nisa {4}: 19)
Keterangan:
Salah satu tradisi pada masa Jahiliah adalah apabila seorang pria wafat dan meninggalkan istri, maka keluarga pria itu datang untuk memperistri tanpa memberi mahar. Boleh jadi yang memperistri tersebut adalah anak tiri, mertua atau ipar wanita tersebut. Mereka memperlakukan istri dari laki-laki yang meninggal tersebut sesuai keinginan mereka tanpa memberikan hak apalagi menaruh belas kasihan, lalu turunlah ayat ini. Wahai orang-orang beriman! Tidak halal, yakni tidak dibenarkan dengan alasan apa pun, bagi kamu, laki-laki, berlaku seperti kelakuan orang-orang yang tidak beriman yaitu mewarisi harta atau diri perempuan dengan dipaksa atau tidak boleh menikah dengan laki-laki lain. Dan janganlah kamu, wahai suami, apabila telah menceraikan istri-istri kamu, menyusahkan, yakni menghalangi, mereka menikah dengan laki-laki lain. Tindakan itu kamu lakukan karena hendak mengambil kembali secara paksa sebagian dari apa saja yang telah kamu berikan kepadanya baik mahar, atau pemberian lainnya, kecuali apabila mereka sudah terbukti melakukan perbuatan keji yang nyata seperti nusyuz atau berzina, maka kamu boleh memaksa mereka menebus diri dengan mengembalikan maskawin yang telah kamu berikan, sebagai pelajaran bagi mereka. Dan bergaullah, wahai suami, dengan mereka menurut cara yang patut dan penuh kasih sayang sesuai ketentuan agama. Jika kamu tidak menyukai mereka lantaran adanya kekurangan pada diri mereka, maka bersabarlah terhadap segala kekurangan atau keterbatasan mereka. Karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu pada dirinya, padahal Allah ingin menjadikan dalam ikatan perkawinan bersamanya itu suatu kebaikan yang banyak padanya di kemudian hari. Karena, di balik kesabaran tersebut tentu ada hikmah yang banyak.
Ayat ini tidak berarti bahwa mewariskan perempuan tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Menurut sebagian adat Arab jahiliah apabila seseorang meninggal, maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. Janda tersebut boleh dinikahi sendiri atau dinikahkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan menikah lagi.
Kaum Muslimin dilarang meneruskan adat Arab jahiliah yang mewarisi dan menguasai kaum perempuan dengan paksa. Hal demikian sangat menyiksa dan merendahkan martabat kaum perempuan. Juga tidak boleh melakukan tindakan-tindakan yang menyusahkan dan memudaratkan perempuan seperti mengharuskan mereka mengembalikan mahar yang pernah diterima dari suaminya ketika perkawinan dahulu kepada ahli waris almarhum suaminya itu sebagai tebusan bagi diri mereka, sehingga mereka boleh kawin lagi dengan laki-laki yang lain.
Ayat di atas menjelaskan larangannya dengan melarang menikah dengan mereka dan tidak boleh kaum Muslimin mengambil apa saja yang pernah diberikannya kepada istri atau istri salah seorang ahli waris, kecuali apabila mereka melakukan pekerjaaan keji yang nyata, seperti tidak taat, berzina, mencuri dan sebagainya. Kecelakaan yang dilakukannya juga kadang kala disebabkan oleh harta tersebut.
Para suami agar bergaul dengan istri dengan baik. Jangan kikir dalam memberi nafkah, jangan sampai memarahinya dengan kemarahan yang melewati batas atau memukulnya atau selalu bermuka muram terhadap mereka. Seandainya suami membenci istri dikarenakan istri itu mempunyai cacat pada tubuhnya atau terdapat sifat-sifat yang tidak disenangi atau kebencian serius kepada istrinya timbul karena hatinya telah terpaut kepada perempuan lain, maka hendaklah suami bersabar, jangan terburu-buru menceraikan mereka. Mudah-mudahan yang dibenci oleh suami itu justru yang akan mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan kepada mereka.
AYAT KEDUA:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّساءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوها كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كانَ غَفُوراً رَحِيماً (129)
Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Q.S. An-Nisa {4}: 129)
Keterangan:
Pada ayat ini Allah mengingatkan kepada mereka yang ingin berpoligami. Dan kamu, wahai para suami, tidak akan dapat berlaku adil yang mutlak dan sempurna dengan menyamakan cinta, kasih sayang, dan pemberian nafkah batin di antara istri-istri-mu, karena keadilan itu merupakan suatu hal yang sulit diwujudkan dan bahkan di luar batas kemampuan kamu, walaupun kamu dengan sungguhsungguh sangat ingin berbuat demikian. Karena itu, janganlah kamu terlalu cenderung kepada perempuan-perempuan yang kamu cintai dan kamu ingin nikahi, sehingga kamu membiarkan istri yang lain terkatung-katung, seakan-akan mereka bukan istrimu, dan bukan istri yang sudah kamu ceraikan. Dan jika kamu mengadakan perbaikan atas kesalahan dan perbuatan dosa yang telah kamu lakukan sebelumnya dan selalu memelihara diri dari kecurangan, maka sungguh, Allah Maha Pengampun atas dosa-dosa yang kamu lakukan, Maha Penyayang dengan memberikan rahmat kepadamu.
Aisyah r.a. berkata: Adalah Rasulullah saw membagi giliran antara istri-istrinya, ia berlaku adil, dan berdoa, 'Ya Allah, inilah penggiliranku sesuai dengan kemampuaku, maka janganlah Engkau mencelaku terhadap apa yang Engkau kuasai, tetapi aku tidak menguasai. (Riwayat Ahmad dan penyusun Kitab-kitab Sunan).
Berdasarkan sebab turun ayat ini, maka yang dimaksud dengan berlaku adil dalam ayat ini ialah berlaku adil dalam hal membagi waktu untuk masing-masing istrinya, Rasulullah saw telah berusaha sekuat tenaga agar beliau dapat berlaku adil di antara mereka. Maka ditetapkanlah giliran hari, pemberian nafkah dan perlakuan yang sama di antara istri-istrinya. Sekalipun demikian, beliau merasa bahwa beliau tidak dapat membagi waktu dan kecintaannya dengan adil di antara istri-istrinya. Beliau lebih mencintai 'Aisyah r.a. daripada istri-istrinya yang lain. Tetapi 'Aisyah memang punya kelebihan dari istri-istri Nabi yang lain, antara lain ialah kecerdasannya, sehingga ia dipercayai oleh Nabi untuk mengajarkan hukum agama kepada kaum perempuan. Hal ini dilakukan sampai Rasulullah wafat dan banyak sahabat, terutama kalangan perempuan sering bertanya kepada 'Aisyah mengenai hukum atau hadis. Sungguhpun begitu, beliau merasa berdosa dan mohon ampun kepada Allah Yang Maha Pengampun. Dengan turunnya ayat ini hati Rasulullah saw menjadi tenteram, karena tidak dibebani dengan kewajiban yang tidak sanggup beliau mengerjakannya.
Dari keterangan di atas dipahami bahwa manusia tidak dapat menguasai hatinya sendiri, hanyalah Allah yang menguasainya. Karena itu sekalipun manusia telah bertekad akan berlaku adil terhadap istri-istrinya, namun ia tidak dapat membagi waktu dan cintanya antara istri-istrinya secara adil. Keadilan yang dituntut dari seorang suami terhadap istri-istrinya ialah keadilan yang dapat dilakukannya, seperti adil dalam menetapkan hari dan giliran antara istri-istrinya, adil dalam memberi nafkah, adil dalam bergaul dan sebagainya.
Allah memperingatkan, kepada para suami karena tidak dapat membagi cintanya di antara istri-istrinya dengan adil, janganlah terlalu cenderung kepada salah seorang istri, sehingga istri yang lain hidup terkatung-katung, hidup merana, hidup dalam keadaan antara terikat dalam perkawinan dengan tidak terikat lagi, dan sebagainya.
Jika para suami selalu berusaha mendamaikan dan menenteramkan para istri dan memelihara hak-hak istrinya, Allah mengampuni dan memaafkan dosanya yang disebabkan oleh terlalu cenderung hatinya kepada salah seorang istrinya, Allah Maha Pengasih kepada hamba-Nya. Ayat ini merupakan pelajaran bagi orang yang melakukan perkawinan semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsunya saja dan orang yang punya istri lebih dari satu orang.
Adapun haditsnya antara lain:
HADITS PERTAMA:
وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم: «اسْتَوْصُوا بالنِّساءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّ المَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلعٍ، وَإنَّ أعْوَجَ مَا في الضِّلَعِ أعْلاهُ، فَإنْ ذَهَبتَ تُقيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإنْ تَرَكْتَهُ، لَمْ يَزَلْ أعْوجَ، فَاسْتَوصُوا بالنِّساءِ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .وفي رواية في الصحيحين: «المَرأةُ كالضِّلَعِ إنْ أقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإن اسْتَمتَعْتَ بِهَا، اسْتَمتَعْتَ وفِيهَا عوَجٌ». وفي رواية لمسلم: «إنَّ المَرأةَ خُلِقَت مِنْ ضِلَع، لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَريقة، فإن اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفيهَا عوَجٌ، وإنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَها، وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا».
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Berbuat baiklah kalian kepada para wanita, karena seorang wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya; jika engkau berusaha meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya, dan jika engkau biarkan saja, maka ia tetap bengkok. Oleh sebab itu, berbuat baiklah kepada para wanita." Dalam redaksi lain, "Wanita itu seperti tulang rusuk; jika engkau meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Dan jika kamu bersenang-senang dengannya, engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan di dalamnya ada kebengkokan." Dalam riwayat lain, "Sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Engkau tiada bisa meluruskannya dengan satu cara; jika engkau bersenang-senang dengannya, engkau dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan di dalamnya ada kebengkokan. Dan jika kamu berusaha meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Patahnya wanita adalah menceraikannya."
Keterangan:
Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- memberitahukan tips memperlakukan para wanita (istri); bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Terimalah wasiatku yang aku wasiatkan kepada kalian, yaitu hendaklah kalian memperlakukan wanita dengan baik, karena wanita -pada umumnya- pendek akalnya, kurang dalam menjalankan agama, pendek cara berfikirnya dan kurang dalam segala hal, karena memang mereka diciptakan dari tulang rusuk. Karena Nabi Adam diciptakan oleh Allah tanpa ayah dan tanpa ibu, tetapi dia diciptakan dari tanah. Allah berkata kepada tanah tersebut, "jadilah, maka diapun jadi (Adam). Ketika Allah berkehendak memperbanyak makhluk ini, maka Allah menciptakan istrinya dari bagian tubuhnya. Maka Allah menciptakannya dari tulang rusuk yang bengkok. Jika engkau bersenang-senang dengannya, engkau dapat bersenang-senang dengannya, dan kebengkokannya masih tetap ada, dan jika kamu meluruskannya, maka dia akan patah. Jika wanita diajak bersenang-senang apa adanya maka ia bisa bersenang-senang dalam kondisi bengkok itu, sehingga ia puas dengan kondisi apa adanya. Jika hendak meluruskannya, maka dia sesungguhnya tidak akan bisa lurus dan tidak mungkin bisa lurus. Seorang wanita jika baik agamanya, maka ia tidak akan bisa lurus dalam hal tabiat pembawaannya dan tidak bisa menuruti semua keinginan suaminya, pasti ada perbedaan dan kekurangan. Dengan kekurangan yang ada padanya, jika kamu ingin untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Dan mematahkannya itu adalah menceraikannya." Artinya, jika kamu berusaha meluruskannya agar menuruti kemauanmu, maka itu tidak mungkin. Dan saat itu engkau merasa bosan dengannya, dan akhirnya menceraikannya.
HADITS KEDUA:
وعن عبد الله بن زَمْعَةَ - رضي الله عنه: أنَّهُ سَمِعَ النَّبيّ - صلى الله عليه وسلم - يَخْطُبُ، وَذَكَرَ النَّاقَةَ وَالَّذِي عَقَرَهَا، فَقَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم: «{إِذ انْبَعَثَ أشْقَاهَا} انْبَعَثَ لَهَا رَجُلٌ عَزيزٌ، عَارِمٌ مَنيعٌ في رَهْطِهِ»، ثُمَّ ذَكَرَ النِّسَاءَ، فَوعَظَ فِيهنَّ، فَقَالَ: «يَعْمِدُ أحَدُكُمْ فَيَجْلِدُ امْرَأتَهُ جَلْدَ العَبْدِ فَلَعَلَّهُ يُضَاجِعُهَا مِنْ آخِرِ يَومِهِ» ثُمَّ وَعَظَهُمْ في ضَحِكِهمْ مِنَ الضَّرْطَةِ، وَقالَ: «لِمَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ؟!». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abdulllah bin Zam'ah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa ia mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhutbah. Beliau menyebutkan unta (Nabi saleh) dan orang yang menyembelihnya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan, "Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka, yaitu seorang laki-laki yang perkasa, jahat perangainya dilindungi oleh kaumnya." Kemudian beliau menyebut kaum wanita, beliau menasehati terkait diri mereka. Beliau bersabda, "Salah seorang dari kalian marah lalu mendera istrinya seperti mendera budak, padahal boleh jadi ia menggaulinya di penghujung hari." Kemudian beliau menasehati mereka terkait tawa mereka karena kentut, beliau bersabda, "Mengapa salah seorang kalian menertawakan apa yang ia (sendiri juga) lakukan?". Muttafaq Alaih
Keterangan:
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berkhutbah, dan Abdullah bin Zam'ah mendengarkannya. Di antara khutbah yang beliau sampaikan, ia mendengar Nabi menyebut unta yang menjadi mukjizat Nabi Ṣaleh -semoga ṣalawat dan salam yang terbaik terlimpahkan pada Nabi kita dan Nabi saleh-. Juga di antara yang beliau sebutkan adalah oknum yang menyembelih unta tersebut. Orang ini bernama Qużār bin Salif, sosok yang paling celaka di antara kaumnya. Di antara kriterianya adalah ia jarang ada padanannya, sangat suka berbuat kerusakan, dan dilindungi oleh kaumnya. Kemudian Rasulullah -'alaihi aṣsalatu wa as-salam- berkata dalam khutbahnya, "Salah seorang dari kalian marah lalu mendera istrinya seperti mendera budak." Ini biasanya pukulan keras. Konteks hadis mengungkapkan mustahil kedua perkara ini terjadi dari orang yang berakal, yakni berlebihan memukul istrinya kemudian menggaulinya di penghujung hari atau di malam harinya. Hubungan intim suami istri hanya indah apabila disertai hasrat dan keinginan mempergauli. Sementara orang yang didera biasanya benci pada orang yang menderanya. Maka ini isyarat akan tercelanya perbuatan tersebut. Dan bila memang pemukulan tersebut harus dilakukan, hendaknya memberi pelajaran dengan memukul ringan, di mana tidak menimbulkan kebencian besar. Jadi, tidak berlebihan dalam memukul juga tidak mengesampingkan pemberian pelajaran. Kemudian "beliau menasihati mereka", yakni memperingatkan mereka terkait "tertawa mereka karena kentut". Karena perbuatan ini tidak sesuai dengan sifat orang yang terhormat, karena menyinggung kehormatan (orang lain). Beliau bersabda mengecam tindakan ini, “Mengapa salah seorang dari kalian menertawakan apa yang ia (sendiri juga) lakukan?” Karena tertawa itu hanya pantas disebabkan perkara aneh dan ganjil, yang pengaruhnya terlihat pada kulit sehingga muncul senyum. Jika pengaruh ini kuat dan disertai suara maka disebut tawa. Jika lebih dari hal itu disebut terbahak-bahak. Dan jika perkara ini biasa dilakukan setiap orang, lantas apa alasan menertawakan terjadinya perkara itu dari pelakunya?
HADITS KETIGA:
وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم: «لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ»، أَوْ قَالَ: «غَيْرَهُ». رواه مسلم
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', "Janganlah seorang Mukmin itu membenci seorang Mukminah! Sebab, jika ia tidak senang satu perangai wanita itu, tentunya ia menyukai perangai lainnya." Atau beliau bersabda, "selainnya." (H.R. Muslim)
Keterangan:
Hadis Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- bahwa Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah seorang suami Mukmin itu membenci seorang Mukminah. Sebab, jika ia tidak senang satu perangai wanita itu, tentunya ia menyukai perangai lainnya." Artinya dia tidak boleh membencinya karena perangainya. Jika dia tidak suka satu perangainya, pasti dia menyukai perangai lainnya. "Al-Farku" artinya kebencian dan permusuhan. Artinya seorang Mukmin tidak boleh memusuhi Mukminah, misalnya istrinya. Dia tidak boleh memusuhinya dan membencinya jika dia melihat suatu perangai yang tidak disukainya. Sebab, manusia itu harus berlaku adil dan memperlakukan orang yang dipergaulinya sesuai dengan keadaannya. Adil adalah menimbang antara keburukan dan kebaikan, melihat mana yang paling banyak dan mana yang lebih besar dampaknya, lalu dia memilih hal yang paling banyak dan paling dahsyat pengaruhnya. Itulah keadilan.
HADITS KEEMPAT:
وعن عمرو بن الأحوصِ الجُشَمي - رضي الله عنه: أنَّهُ سَمِعَ النَّبيّ - صلى الله عليه وسلم - في حَجَّةِ الوَدَاعِ يَقُولُ بَعْدَ أَنْ حَمِدَ الله تَعَالَى، وَأثْنَى عَلَيهِ وَذَكَّرَ وَوَعظَ، ثُمَّ قَالَ: «ألا وَاسْتَوصُوا بالنِّساءِ خَيْرًا، فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٍ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذلِكَ إلاَّ أَنْ يَأتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ، فَإنْ فَعَلْنَ فَاهْجُرُوهُنَّ في المَضَاجِع، وَاضْرِبُوهُنَّ ضَربًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ، فإنْ أطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيهنَّ سَبيلًا؛ ألاَ إنَّ لَكُمْ عَلَى نِسَائِكُمْ حَقًّا، وَلِنِسَائِكُمْ عَلَيْكُمْ حَقًّا؛ فَحَقُّكُمْ عَلَيهِنَّ أَنْ لا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ، وَلا يَأْذَنَّ في بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ؛ ألاَ وَحَقُّهُنَّ عَلَيْكُمْ أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ في كِسْوَتِهنَّ وَطَعَامِهنَّ». رواه الترمذي، وَقالَ: «حديث حسن صحيح».
Dari Sulaiman Bin Amr bin Al-Ahwash yang mengatakan, Bapakku telah mengabarkan bahwa ia menyaksikan haji wada Rasulullah. Beliau ketika itu membaca hamdalah, memuji Allah, memberi peringatan dan nasihat. kemudian Ia menyampaikan hadits yang mengisahkan haji wada tersebut. Dalam nasihat tersebut Rasulullah SAW bersabda: “Ingatlah dan berwasiatlah tentang wanita secara baik. Sesungguhnya mereka itu bagaikan tawanan yang menjadi tanggung jawabmu. tidaklah kamu miliki, dari mereka selain hal tersebut, kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji secara nyata. Jika mereka berbuat jahat, maka jauhilah tempat tidurnya, pukullah dengan pukulan yang tidak melukai. Jika mereka telah taat padamu, maka jangan lah membuat kesulitan pada mereka. Ingatlah sesungguhnya bagimu ada hak yang menjadi tanggung jawab mereka. Bagi istrimu juga ada hak yang menjadi tanggung jawabmu. Adapun hakmu yang menjadi tanggung jawab mereka adalah jangan memasukan orang yang tidak kamu senangi ke kamarmu, dan jangan lah mereka mengizinkan orang yang tidak kamu senangi berada di rumahmu. Ingat lah bahwa hak mereka yang menjadi tanggung jawabmu adalah berbuat baik pada mereka seperti menyediakan pakaian dan makanan untuk mereka. (H.R Tirmidzi) Abu Isa al-Turmudzi menandaskan bahwa hadits ini termasuk Hasan Shahih.
Keterangan:
Yang dapat dipetik dalam hadits ini:
1. Hadits ini merupakan cuplikan dari nasihat Rasulullah SAW kepada umat ketika ibadah haji. Isi khuthbah Rasulullah cukup panjang, tapi dalam kajian ini hanya yang berkaitan dengan hak dan tanggung jawab suami istri. Rasulullah SAW berpesan agar para suami menjaga dan memenuhi hak dan kewajibannya dalam keluarga. Kemudian bagaimana pula sikap dan tindakan suami mengatasi krisis keluarga, khususnya bila istri menyimpang.
2. Tanggung jawab suami dalam keluarga menurut hadits ini antara lain:
a) Bersikap baik, dalam sikap ucap dan Tindakan.
b) Menyediakan nafaqah dan kiswah secara patut dan layak.
c) Mendidik keluarga.
d) Menerapkan hukum.
e) Mengatasi krisis keluarga.
f) Memproteksi anggota keluarga dari pengaruh negative.
g) Melindungi dan menjaga kemanan serta keselamatan keluarga.
3. Tanggung jawab istri berdasar hadits ini antara lain:
a) Menjaga keutuhan rumah tangga.
b) Memelihara milik suami.
c) Taat setia pada suami.
4. Setiap hak tidak terlepas dari kewajiban. Antara hak dan kewajiban tersebut tetap seimbang. Semakin banyak hak yang ingin diraih, semakin banyak kewajiban yang mesti dipenuhi.
HADITS KELIMA:
وعن معاوية بن حيدة - رضي الله عنه - قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُول الله، مَا حق زَوجَةِ أَحَدِنَا عَلَيهِ؟ قَالَ: «أنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ، وَلاَ تَضْرِبِ الوَجْهَ، وَلا تُقَبِّحْ، وَلا تَهْجُرْ إلاَّ في البَيْتِ» حديثٌ حسنٌ رواه أَبُو داود وَقالَ: معنى «لا تُقَبِّحْ» أي: لا تقل: قبحكِ الله.
Dari Mu'āwiyah bin Haidah ra., ia berkata, Aku berkata, Wahai Rasulullah, apa hak istri terhadap suaminya? Beliau bersabda, "Hendaknya engkau memberinya makan ketika engkau makan, memberinya pakaian ketika engkau berpakaian -atau ketika engkau memperoleh rezeki-, tidak memukul wajahnya, tidak mencacinya, dan tidak pula mengucilkannya kecuali di dalam rumah." (H.R. Abu Daud)
Keterangan:
Mu'āwiyah bin Haidah -raḍiyallāhu 'anhu- bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang hak-hak yang wajib bagi seorang istri. Lantas beliau menjelaskan kepadanya bahwa yang wajib dari hak-hak itu adalah memberinya makan dan memberinya pakaian sesuai dengan kemampuannya. Kemudian beliau melarang untuk memukul wajah istrinya, mencela dan mencacinya, serta mengucilkannya kecuali di dalam rumah. Janganlah ia mengucilkannya -jika ia ingin menghukumnya- kecuali di ranjangnya, janganlah ia berpindah darinya menuju rumah lain, dan jangan pula ia memindahkannya ke rumah lain!
HADITS KEENAM:
وعن أَبي هريرة - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم: «أكْمَلُ المُؤمِنِينَ إيمَانًا أحْسَنُهُمْ خُلُقًا، وخِيَارُكُمْ خياركم لِنِسَائِهِمْ». رواه الترمذي، وَقالَ: «حديث حسن صحيح».
Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan secara marfū', "Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya." (H.R. Tirmidzi)
Keterangan:
Mukmin yang paling tinggi derajatnya adalah yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling berhak untuk mendapatkan akhlak yang baik adalah seorang istri. Bahkan orang yang paling baik akhlaknya adalah orang yang akhlaknya baik terhadap istrinya.
Faedah:
1. Pertalian erat antara iman dan akhlak baik.
2. Keutamaan akhlak yang baik dalam Islam.
3. Adanya tingkatan-tingkatan iman; iman dapat bertambah dan berkurang, bukan hal yang satu.
HADITS KETUJUH:
وعن إياس بن عبد الله بن أَبي ذباب - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم: «لاَ تَضْرِبُوا إمَاء الله» فجاء عُمَرُ - رضي الله عنه - إِلَى رسولِ الله - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ: ذَئِرْنَ النِّسَاءُ عَلَى أزْوَاجِهِنَّ، فَرَخَّصَ في ضَرْبِهِنَّ، فَأطَافَ بآلِ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - نِسَاءٌ كَثيرٌ يَشْكُونَ أزْواجَهُنَّ، فَقَالَ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم: «لَقَدْ أطَافَ بِآلِ بَيتِ مُحَمَّدٍ نِسَاءٌ كثيرٌ يَشْكُونَ أزْوَاجَهُنَّ لَيْسَ أولَئكَ بخيَارِكُمْ». رواه أَبُو داود بإسناد صحيح.
Dari Iyās bin Abdillah bin Abi Żubāb -raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah kalian memukul hamba-hamba (perempuan) Allah." Kemudian Umar -raḍiyallāhu 'anhu- datang kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu berkata, "Para wanita telah berani kepada suami-suami mereka." Maka beliau memberi keringanan untuk memukul mereka. Lalu banyak wanita mendatangi rumah keluarga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- guna mengadukan apa yang telah dilakukan para suami mereka. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sungguh banyak wanita telah mendatangi rumah keluarga Muhammad guna mengadukan apa yang telah dilakukan para suami mereka. Mereka (para suami itu) bukanlah orang terbaik di antara kalian." (H.R. Abu Daud)
Keterangan:
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang memukul istri. Kemudian Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- datang dan berkata kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Para wanita sudah berani pada suami dan membangkang mereka." Maka Nabi memberi keringanan/dispensasi untuk memukul mereka dengan pukulan yang tidak melukai apabila ada penyebabnya, seperti pembangkangan dan lainnya. Kemudian, di hari berikutnya, para wanita berkumpul di rumah istri-istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- guna mengadukan pukulan suami terhadap mereka dengan pukulan yang melukai dan penyalahgunaan dispensasi ini. Maka Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Para lelaki yang memukul istri mereka dengan pukulan melukai bukanlah orang-orang terbaik di antara kalian." Di antara alasannya, karena Allah -'Azza wa Jalla- menempatkan pukulan di tahap akhir upaya mengatasi pembangkangan istri. Dia berfirman, "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan jauhilah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka...". Tiga hal ini dilakukan secara berurutan, bukan digabung di satu waktu. Yakni, suami mengawali dengan nasehat dan mengingatkan. Jika sudah bisa membuat sadar, alḥamdulillāh. Namun jika belum, suami menjauhi (mendiamkan) istri di tempat tidur. Jika belum juga membuat sadar, suami boleh memukulnya dengan pukulan mendidik, bukan pukulan menyiksa.
HADITS KEDELAPAN:
وعن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما: أنَّ رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - قَالَ: «الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيرُ مَتَاعِهَا المَرْأَةُ الصَّالِحَةُ». رواه مسلم.
Abdullah bin 'Amr bin Al-'Āṣ -raḍiyallāhu 'anhumā- meriwayatkan secara marfū', "Dunia itu perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita salehah." (H.R. Muslim)
Keterangan:
Dunia dan isinya adalah kenikmatan sesaat yang bakal lenyap. Tapi, kenikmatan paling utama di dunia fana ini adalah wanita salehah yang membantu keluarganya dalam urusan akhirat. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah menjelaskan ini dalam sabdanya, "Jika suami memandangnya maka ia menyenangkannya, jika menyuruhnya ia menaatinya, dan jika suaminya pergi ia menjaga kehormatan suaminya pada dirinya dan hartanya."
Faedah:
1. Diperbolehkan menikmati kenikmatan dunia yang Allah halalkan bagi hamba-hamba-Nya tanpa berlebihan ataupun sombong.
2. Anjuran memilih wanita yang salehah karena akan menjadi penolong suami dalam ketaatan kepada Tuhannya.
3. Sebaik-baik nikmat dunia adalah yang merupakan ketaatan kepada Allah atau yang membantu kepadanya.
Wallahu A'lam, Al-Ustadz Faqih Aulia, Kader Pemuda Persis Kota Bandung.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan