بسم الله الرحمن الرحيم
KAJIAN RIYADHUS SHALIHIN
باب وجوب أمره أهله وأولاده المميزين وسائر من في رعيته بطاعة الله تعالى ونهيهم عن المخالفة وتأديبهم ومنعهم من ارتكاب مَنْهِيٍّ عَنْهُ
KEWAJIBAN MEMERINTAH KELUARGA DAN ANAK-ANAK YANG SUDAH TAMYIZ, JUGA SEMUA ORANG YANG DALAM LINGKUNGAN PENJAGAANNYA, SUPAYA TAAT KEPADA ALLAH TA'ALA DAN MELARANG MEREKA DARI MENYALAHINYA, HARUS PULA MENDIDIK MEREKA DAN MENCEGAH MEREKA DARI MELAKUKAN APA-APA YANG DILARANG
ALLAH SWT BERFIRMAN:
AYAT PERTAMA:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى (132)
Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa. (Q.S. Thaha {20}: 132)
Keterangan:
Setelah memahami apa yang akan terjadi pada orang musyrik dan kafir, maka taatlah kepada-Nya dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Wahai nabi Muhammad, Kami tidak meminta rezeki kepadamu, melainkan Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Orang yang taat akan mendapat pahala, dan akibat yang baik itu adalah balasan yang paling layak bagi orang yang bertakwa.
Ayat ini menjelaskan amanat berikutnya yang tidak kurang pentingnya dari perintah sebelumnya ialah perintah Allah kepada Nabi saw menyuruh untuk keluarganya mengerjakan salat dan sabar dalam melaksanakan salat dengan menjaga waktu dan kesinambungannya. Perintah itu diiringi dengan perintah yang kedua yaitu dengan peringatan bahwa Allah tidak minta rezeki kepada Nabi, sebaliknya Allah yang akan memberi rezeki kepadanya, sehingga Nabi tidak perlu memikirkan soal rezeki keluarganya. Oleh sebab itu keluarganya agar jangan terpengaruh atau menjadi silau matanya melihat kekayaan dan kenikmatan yang dimiliki oleh istri-istri orang kafir itu. Demikianlah amanat Allah kepada Rasul-Nya sebagai bekal untuk menghadapi perjuangan berat, yang patut menjadi contoh teladan bagi setiap pejuang yang ingin menegakkan kebenaran di muka bumi. Mereka harus lebih dahulu menjalin hubungan yang erat dengan Khaliknya yaitu dengan tetap mengerjakan salat dan memperkokoh batinnya dengan sifat tabah dan sabar. Di samping itu haruslah seisi rumah tangganya mempunyai sifat seperti yang dimilikinya. Dengan demikian ia akan tabah berjuang tidak diombangambingkan oleh perhiasan kehidupan dunia seperti kekayaan, pangkat dan kedudukan.
Amanat-amanat inilah yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya sehingga mereka benar-benar sukses dalam perjuangan mereka sehingga dalam masa kurang lebih 23 tahun saja Islam telah berkembang dengan pesatnya di seluruh jazirah Arab dan jadilah kalimah Allah kalimah yang paling tinggi dan mulia.
Jika Rasul dan keluarganya menghadapi berbagai kesuliltan, beliau mengajak keluarganya untuk salat, sebagaimana diriwayatkan dari sabit, ia berkata: Apabila keluarga Nabi ditimpa kesusahan, beliau memerintahkan mereka, "Ayo salatlah, salatlah," sabit berkata, "Para nabi jika tertimpa kesusahan mereka segera menunaikan salat." (Riwayat Ibnu Abi hatim)
AYAT KEDUA:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (6)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim {66}: 6)
Keterangan:
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dengan mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dari api neraka, yakni dari murka Allah yang menyebabkan kamu diseret ke dalam neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; ada manusia yang dibakar dan ada manusia yang menjadi bahan bakar; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka sehingga tidak ada malaikat yang bisa disogok untuk mengurangi atau meringankan hukuman; dan mereka patuh dan disiplin selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman agar menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah. Mereka juga diperintahkan untuk mengajarkan kepada keluarganya agar taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka. Keluarga merupakan amanat yang harus dipelihara kesejahteraannya baik jasmani maupun rohani.
Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah: Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan salat dan sabar dalam mengerjakannya. (thaha/20: 132). Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat. (asy-Syu'ara'/26: 214)
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke-6 ini turun, 'Umar berkata, "Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?" Rasulullah saw menjawab, "Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkan mereka melakukan apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Begitulah caranya menyelamatkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat. Mereka diberi kewenangan mengadakan penyiksaan di dalam neraka. Mereka adalah para malaikat yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.
Adapun haditsnya antara lain:
HADITS PERTAMA:
عن أَبي هريرة -رضي الله عنه- قَالَ: أخذ الحسنُ بنُ عليٍّ رضي الله عنهما تَمْرَةً مِنْ تَمْرِ الصَّدَقَةِ فَجَعَلَهَا فِي فِيْهِ، فَقَالَ رَسُول الله -صلى الله عليه وسلم-: «كَخْ كَخْ إرْمِ بِهَا، أمَا عَلِمْتَ أنَّا لا نَأكُلُ الصَّدَقَةَ!؟». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ. وفي رواية: «أنَّا لا تَحِلُّ لَنَا الصَّدَقَةُ».
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Al-Hasan bin Ali -raḍiyallāhu 'anhumā- mengambil sebiji kurma dari kurma sedekah lalu ia memasukkannya ke dalam mulutnya. Lantas Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Eak, eak, buanglah kurma itu! Tidakkah kau tahu bahwa kita tidak makan barang (harta) sedekah?" (H.R. Bukhari dan Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan, "Bahwa kita (Ahli Bait) tidak halal makan sesuatu dari hasil sedekah."
Keterangan:
Al-Hasan bin Ali -raḍiyallāhu 'anhumā- mengambil sebiji kurma yang dikumpulkan dari zakat kurma. Lalu ia meletakkannya di mulutnya. Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Eak, eak," yakni, kurma ini tidak baik untukmu. Beliau menyuruhnya untuk mengeluarkan kurma itu dari mulutnya dan bersabda, "Sesungguhnya kita tidak halal makan sesuatu dari hasil sedekah." Sedekah tidak halal bagi keluarga Muhammad karena mereka adalah manusia paling mulia. Sedangkan sedekah dan zakat itu kotoran manusia, dan manusia-manusia bermartabat paling mulia tidak layak untuk mengambil kotoran-kotoran manusia sebagaimana sabda Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada pamannya, Al-Abbās bin Abdil Muṭṭalib -raḍiyallāhu 'anhu-, "Sesungguhnya kita keluarga Muhammad tidak halal makan sedekah. Sesungguhnya sedekah itu adalah daki (kotoran) manusia."
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1. Nabi dan keluarganya haram menerima sedekah, tetapi ada hak dari ghanimah, yakni sebesar 4%.
2. Kewajiban memberikan arahan kepada seseorang yang hendak melakukan kebaikan agar tidak salah sasaran.
3. Zakat itu sejatinya dikumpulkan dan disalurkan oleh penguasa. Oleh karena itu penguasa harus jujur, Amanah dan penuh tanggung jawab.
HADITS KEDUA:
وعن أَبي حفص عمر بن أَبي سلمة عبد الله بن عبد الأسدِ ربيبِ رَسُول الله -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: كُنْتُ غلاَمًا في حجر رَسُول الله -صلى الله عليه وسلم- وَكَانَتْ يَدي تَطِيشُ في الصَّحْفَةِ، فَقَالَ لي رَسُول الله -صلى الله عليه وسلم-: «يَا غُلامُ، سَمِّ الله تَعَالَى، وَكُلْ بيَمِينكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ» فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتي بَعْدُ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Umar bin Abi Salamah berkata, "Sewaktu aku masih kecil, saat berada dalam asuhan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, pernah suatu ketika tanganku ke sana ke mari (saat mengambil makanan) di nampan, lalu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda kepadaku, 'Wahai anak kecil! Ucapkanlah, 'Bismillāh', makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang terdekat darimu!' Maka hal ini senantiasa menjadi kebiasaan makanku setelah itu." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Keterangan:
Umar bin Abi Salamah -raḍiyallāhu 'anhumā- putra istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yaitu Ummu Salamah -raḍiyallāhu 'anhā-, dahulu dia berada di bawah didikan dan asuhan beliau. Disebutkan di dalam hadis ini bahwa di antara perilakunya; tatkala makan ia menggerakkan tangannya di semua sisi nampan untuk mengambil makanan, maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di dalam hadis ini mengajarkannya tiga adab makan;
Pertama: Mengucapkan “bismillāh” pada awal makan.
Kedua: Makan dengan tangan kanan.
Ketiga: Makan makanan yang terdekat dengannya karena makan di tempat tangan kawannya termasuk adab yang buruk.
Para ulama berkata, “Kecuali jika makanan tersebut bermacam-macam seperti jika terdapat di dalamnya labu, terong, daging, dan lain-lain, maka tidak mengapa tanganmu mengambil makanan ini atau itu. Demikian pula jika seseorang makan sendiri, maka tidak mengapa ia makan dari sisi nampan lainnya karena dia tidak mengganggu seorang pun pada saat itu.
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1. Pendidikan adab sebaiknya diterapkan sejak dini, tanamkan kepada anak-anak tentang akhlak mulia, serta beritahukan pula perihal akhlak-akhlak yang tercela.
2. Di dalam hadits ini akhlak terpuji yang diajarkan adalah adab makan, yaitu menggunakan tangan kanan, membaca basmalah, jika sedang makan bersama, maka makanlah yang terdekat, tidak menjangkau yang jauh.
HADITS KETIGA:
وعن ابن عمر رضي الله عنهما، قَالَ: سمعت رَسُول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول: «كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتهِ: الإمَامُ رَاعٍ وَمَسْؤولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، والرَّجُلُ رَاعٍ في أهْلِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأةُ رَاعِيَةٌ في بيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا، وَالخَادِمُ رَاعٍ في مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Ibnu Umar ra., ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut." Aku menduga Ibnu 'Umar menyebutkan: "Dan seorang laki-laki adalah pemimpin atas harta bapaknya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atasnya. Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Keterangan:
Setiap kalian adalah penjaga dan bertanggung jawab atas apa yang dijaganya serta akan dimintai pertanggungan jawab. Penguasa akan ditanya tentang rakyatnya di hari kiamat. Demikian pula seorang laki-laki bertanggungjawab menjaga keluarganya; memerintahkan mereka untuk taat kepada Allah dan melarang mereka dari mendurhakai-Nya, juga melaksanakan kewajibannya terhadap keluarganya, dan dia akan ditanya tentang hal itu pada hari kiamat. Seorang wanita bertanggung jawab menjaga rumah suaminya, demikian pula bertanggung jawab terhadap anak-anak, dan ia akan ditanya tentang hal itu pada hari kiamat. Seorang budak adalah penjaga dan penanggung jawab atas harta tuannya, dan pada hari kiamat kelak ia akan ditanya tentang tanggungjawab ini. Jadi semua orang diberi amanat dan terpercaya atas apa yang berada dalam wewenangnya, dan ia akan ditanya tentang hal itu di hari kiamat.
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1. Ada dua bentuk tanggung jawab yang akan dituntut oleh seseorang atas perbuatannya, yaitu tanggung jawab agama yang akan dituntut di akhirat, sedangkan tanggung jawab dunia adalah tuntutannya di pengadilan.
2. Setiap individu itu ada tanggung jawabnya atas suatu perbuatan, namun ada perbedaan besar dan kecilnya tanggung jawab itu.
3. Tanggung jawab seorang suami sebagai kepala keluarga yang akan dimintai pertanggung jawabannya adalah didikannya kepada istri dan anak-anaknya, selain memberi nafkah kepada mereka.
HADITS KEEMPAT:
وعن عمرو بن شعيب، عن أبيه، عن جدهِ -رضي الله عنه- قَالَ: قَالَ رَسُول الله -صلى الله عليه وسلم-: «مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أبْنَاءُ سَبْعِ سِنينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ في المضَاجِعِ». حديث حسن رواه أَبُو داود بإسناد حسن.
Dari Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Suruhlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat saat mereka berusia tujuh tahun! Pukullah mereka untuk melaksanakan shalat ketika berusia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka!" (H.R. Abu Daud dengan sanad yang hasan)
Keterangan:
Ajarkanlah salat kepada anak-anak kalian; laki-laki dan perempuan, dan suruhlah mereka untuk melaksanakan salat jika sudah berusia tujuh tahun, serta pukullah mereka untuk melaksanakannya jika mereka menolaknya saat berusia sepuluh tahun! Lalu pisahkanlah tempat tidur diantara mereka!
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1. Kewajiban utama orang tua dan para wali terhadap anak-anak yang menjadi asuhannya adalah melaksanakan shalat, mengajar hukum-hukum Islam dan membiasakan untuk melaksanakannya. Hukum pukulan diberikan sebagai bentuk pendidikan.
2. Selain didikan dalam hal ibadah, di dalam hadits ini ada pendidikan seks bagi anak yang beranjak remaja, yakni memahami tentang aurat mereka dan memisahkan tidurnya jika berlainan jenis kelamin.
HADITS KELIMA:
وعن أَبي ثُرَيَّةَ سَبْرَةَ بن معبدٍ الجُهَنِيِّ -رضي الله عنه- قَالَ: قَالَ رَسُول الله -صلى الله عليه وسلم-: «عَلِّمُوا الصَّبِيَّ الصَّلاةَ لِسَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا ابْنَ عَشْرِ سِنِينَ» حديث حسن رواه أَبُو داود والترمذي، وَقالَ: «حديث حسن». ولفظ أَبي داود: «مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ».
Dari Abu Tsurayyah Sabrah bin Ma'bad Al-Juhani -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Ajarkan shalat kepada anak ketika berusia tujuh tahun dan pukullah ia untuk melaksanakannya ketika berusia sepuluh tahun!" (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi). Redaksi Abu Daud, "Suruhlah anak untuk shalat jika sudah berusia tujuh tahun!"
Keterangan:
Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:
1. Ada kesamaan makna hadits ini dengan hadits sebelumnya, yaitu tentang pendidikan anak.
2. Kewajiban bagi orang tua adalah menjadi teladan bagi anak-anaknya, utamanya dalam hal ibadah (shalat). Diawali pada anak usia 7 tahun sebagai usia anak yang sudah bisa membedakan baik dan buruk, dan jangan berhenti mendidik dan memberikan arahan tentang kewajiban shalat itu, maka pada usia 10 tahun jika masih lalai melaksanakan shalat tidak ada salahnya memberikan pukulan yang sifatnya mendidik mereka menjelang usia baligh.
Wallahu A'lam, Al-Ustadz Faqih Aulia, Bidang Jam'iyyah PC Pemuda Persis Batununggal Kota Bandung.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan