بسم الله الرحمن الرحيم
الثقة بالكفار واطلاعهم على الأسرار وموقفهم الثابت من المؤمنين
“KEPERCAYAAN TERHADAP ORANG KAFIR, PERHATIAN MEREKA KEPADA RAHASIA, POSISI MEREKA YANG KOKOH DARI ORANG-ORANG YANG BERIMAN”
(Tafsir Q.S. Ali-Imran {3}:118-120)
Oleh: Faqih Aulia (14.3887)
MUQADDIMAH:
Setelah pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan bahwa amal perbuatan orang kafir tidak akan mendatangkan kebaikan karena tidak dilandasi keimanan, maka pada ayat ini Allah memperingatkan umat Islam agar tidak menjadikan orang kafir sebagai orang kepercayaan, karena mereka akan berkhianat. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu, yaitu orang-orang yang tidak beriman atau beriman tidak secara benar seperti orang-orang munafik, sebagai teman kepercayaanmu, sehingga kamu membocorkan rahasiamu, karena mereka tidak henti-hentinya menyusahkan dan menimbulkan kemudaratan atas kamu. Mereka berbuat itu karena mengharapkan kehancuranmu yang diawali dengan perpecahan dan bercerai-berai.
Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka berupa ucapan-ucapan buruk yang menyakitkan, umpatan dan mereka senang ketika kalian kesusahan. Hal itu telah cukup menjadi bukti kedengkian mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat daripada yang mereka ucapkan dan tampakkan. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat sebagai tanda yang membedakan antara lawan dengan kawan, dan jika kamu mengerti pastilah kamu tidak menjadikan mereka sebagai teman kepercayaan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبالاً وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضاءُ مِنْ أَفْواهِهِمْ وَما تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآياتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (118) هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتابِ كُلِّهِ وَإِذا لَقُوكُمْ قالُوا آمَنَّا وَإِذا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذاتِ الصُّدُورِ (119) إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِها وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئاً إِنَّ اللَّهَ بِما يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ (120)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami), jika kalian memahaminya. Beginilah kalian. Kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian, dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata, "Kami beriman," dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. Katakanlah (kepada mereka), "Matilah kalian karena kemarahan kalian itu." Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati; tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepada kalian. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (Q.S. Ali-Imran {3}: 118-120)
SABABUN NUZUL:
1. Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa sebagian kaum Muslimin ada yang mengadakan hubungan dengan segolongan kaum Yahudi, karena di zaman jahiliah pernah menjadi tetangga dan bersekutu dalam peperangan. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Q.S. Ali-Imran {3}: 118) yang melarang mereka mengadakan hubungan yang intim, untuk menghindari fitnah. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq, yang bersumber dari Ibnu Abbas. (Asbabun Nuzul hal 109)
2. Tentang sebab turunnya ayat di atas, Ibnu Abbas menjelaskan, “Ada beberapa orang kaum muslimin yang menjalin hubungan dekat dengan beberapa orang Yahudi mengingat mereka adalah tetangga dan orang-orang yang pernah saling bersumpah untuk saling mewarisi di masa jahiliyyah lalu Allah menurunkan ayat yang berisi larangan menjadikan orang-orang Yahudi sebagai teman dekat karena dikhawatirkan menjadi sebab munculnya godaan iman. Ayat yang dimaksudkan adalah ayat di atas.” (Riwayat Ibnu Abi hatim dengan sanad yang hasan).
TAFSIR MUFRADAT:
Allah Swt. berfirman seraya melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin mengambil orang-orang munafik sebagai teman kepercayaan dengan menceritakan kepada mereka semua rahasia kaum mukmin dan semua rencana yang dipersiapkan kaum mukmin terhadap musuh-musuhnya. Orang-orang munafik akan berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuan mereka tanpa henti-hentinya untuk menimbulkan mudarat terhadap kaum mukmin. Dengan kata lain, mereka (orang-orang munafik) itu terus berupaya menentang kaum mukmin dan menimpakan mudarat terhadap mereka dengan segala cara yang mereka dapat dan dengan memakai tipu daya serta kepalsuan yang mampu mereka kerjakan. Mereka suka dengan semua hal yang mencelakakan kaum mukmin, gemar pula melukai kaum mukmin serta menyukai hal-hal yang memberatkan kaum mukmin.
Firman Allah Swt.:
{لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ}
Janganlah kalian ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian. (Ali Imran: 118)
Yakni selain dari kalangan kalian yang tidak seagama. Bitanah artinya teman dekat yang mengetahui semua rahasia pribadi.
Dalam ayat ini terkandung larangan keras untuk simpati dan memihak kepada orang-orang kafir, karena yang dimaksud bithonah dalam ayat tersebut adalah orang-orang dekat yang mengetahui berbagai hal yang bersifat rahasia. Bithonah diambil dari kata-kata bathnun yang merupakan kebalikan dari zhahir yang berarti yang nampak. Sedangkan Imam Bukhari mengatakan bahwa yang dimaksud dengan bithonah adalah orang-orang yang sering menemui karena sudah akrab. Kata Ibnu Hajar, penjelasan tersebut merupakan pendapat Abu ‘Ubaidah (Fathul Bari, 13/202, lihat Jami’ Tafsir min Kutub al Ahadits, 1/396)
Tentang makna bithonah, Zamakhsyari mengatakan bahwa bithonah adalah orang kepercayaan dan orang pilihan, tempat untuk menceritakan hal-hal yang pribadi karena merasa percaya dengan orang tersebut (Tafsir al Kasysyaf, 1/406, lihat Tafsir al Qasimi, 2/441 cetakan Darul Hadits Kairo)
Dengan ayat ini, Allah melarang orang-orang yang beriman untuk menjadikan orang-orang kafir baik Yahudi ataupun ahlu ahwa’ (pengekor hawa nafsu, ahli bid’ah) sebagai orang-orang dekat yang menjadi tempat bermusyawarah dan mengadukan permasalahan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, “Seseorang itu mengikuti agama teman dekatnya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Hakim dan dinilai shahih oleh Hakim serta disetujui oleh adz Dzahabi. Demikian juga dinilai shahih oleh an Nawawi, dll)
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, beliau mengatakan, “Nilailah seseorang dengan teman dekatnya.”
Setelah itu Allah menjelaskan sebab dilarangnya menjalin kedekatan dengan mereka. Mereka selalu mencurahkan segala daya upaya untuk menyengsarakan kalian. Dengan kata lain, jika mereka tidak memerangi kalian secara terang-terangan maka mereka tidak pernah kenal lelah membuat tipu daya untuk kalian.
Ketika menjelaskan potongan ayat ini, Muqatil bin Hayyan mengatakan, “Mereka hendak menyesatkan kalian sebagaimana mereka telah sesat. Maka Allah melarang orang-orang beriman untuk memasukkan orang-orang munafik dengan meninggalkan orang-orang yang beriman ke dalam rumah atau menjadikan mereka sebagai orang dekat.” (Riwayat Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang hasan).
Terkait ayat ini, Abu Umamah mengatakan, “Yang Allah maksudkan adalah orang-orang khawarij (orang yang memiliki pemahaman mudah mengafirkan orang lain tanpa alasan yang jelas)”
Imam Bukhari dan Imam Nasai serta selain keduanya meriwayatkan melalui hadis sejumlah perawi, antara lain ialah Yunus ibnu Yahya ibnu Sa'id, Miisa ibnu Uqbah, dan Ibnu Abu Atiq, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Sa'id (Al-Khudri), bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا بَعَثَ اللهُ مِنْ نَبِي وَلا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَة إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْخيرِ وتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالسُّوءِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَم اللهُ"
Tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi dan tidak pula mengangkat seorang khalifah, melainkan didampingi oleh dua teman terdekatnya. Seorang teman menganjurkannya untuk ber-buat kebaikan dan memberinya semangat untuk melakukan kebaikan itu. Dan teman lainnya selalu memerintahkan kejahatan kepadanya dan menganjurkan kepadanya untuk melakukan kejahatan, sedangkan orang yang terpelihara ialah orang yang dipelihara oleh Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Ayyub (yaitu Muhammad ibnul Wazin), telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Abu Hibban At-Taimi, dari Abuz Zamba", dari Ibnu Abud Dihqanah yang menceritakan bahwa pernah dilaporkan kepada Khalifah Umar ibnul Khattab r.a., "Sesungguhnya di sini terdapat seorang pelayan dari kalangan penduduk Al-Hairah yang ahli dalam masalah pembukuan dan surat-menyurat, bagaimanakah jika engkau mengambilnya sebagai juru tulismu?" Maka Khalifah Umar menjawab: Kalau demikian, berarti aku mengambil teman kepercayaan selain dari kalangan orang-orang mukmin.
Di dalam asar serta ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa ahluz zimmah (kafir zimmi) tidak boleh dipekerjakan untuk mengurus masalah kesekretarisan yang di dalamnya terkandung rahasia kaum muslim dan semua urusan penting mereka. Karena dikhawatirkan dia akan menyampaikannya kepada musuh kaum muslim dari kalangan kafir harbi. Karena itu, Allah Swt. berfirman:
{لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ}
mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. (Ali Imran: 118)
قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْرَائِيلَ، حَدَّثَنَا هُشَيم، حَدَّثَنَا العَوَّام، عَنِ الْأَزْهَرِ بْنِ رَاشِدٍ قَالَ: كَانُوا يَأْتُونَ أنَسًا، فَإِذَا حَدَّثهم بِحَدِيثٍ لَا يَدْرُونَ مَا هُوَ، أتَوا الْحَسَنَ -يَعْنِي الْبَصْرِيَّ-فَيُفَسِّرُهُ لَهُمْ. قَالَ: فحدَّث ذَاتَ يَوْمٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قال: "لا تَسْتَضِيؤوا بِنَارِ الْمُشْرِكِينَ، وَلَا تَنْقُشُوا فِي خَوَاتِيمِكُمْ عَرَبيا فَلَمْ يَدْرُوا مَا هُوَ، فَأَتَوُا الْحَسَنَ فَقَالُوا لَهُ: إِنَّ أَنَسًا حَدّثنا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال: "لا تَسْتَضِيؤوا بِنَارِ الشِّركِ وَلَا تَنْقُشُوا فِي خَوَاتِيمِكُمْ عَرَبيا فَقَالَ الْحَسَنُ: أَمَّا قَوْلُهُ: "وَلَا تَنْقُشُوا فِي خَوَاتِيمِكُمْ عَرَبيا: مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وأما قوله: "لا تَسْتَضِيؤوا بِنَارِ الشِّركِ" يَقُولُ: لَا تَسْتَشِيرُوا الْمُشْرِكِينَ فِي أُمُورِكُمْ. ثُمَّ قَالَ الْحَسَنُ: تَصْدِيقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللَّهِ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ}
Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Israil, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam, dari Al-Azhar ibnu Rasyid yang menceritakan bahwa mereka datang kepada Anas, ternyata Anas menceritakan sebuah hadis yang maknanya tidak dimengerti oleh mereka. Lalu mereka datang kepada Al-Hasan (Al-Basri). Maka Al-Hasan menafsirkan makna hadis ini kepada mereka, yang kisahnya seperti berikut. Pada suatu hari Anas menceritakan sebuah hadis dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Janganlah kalian meminta penerangan dari api kaum musyrik dan janganlah kalian mengukir lafaz Arab dalam khatimah (cap) kalian. Mereka tidak mengerti apa yang dimaksud oleh hadis tersebut. Lalu mereka datang kepada Al-Hasan dan bertanya kepadanya bahwa Anas pernah menceritakan sebuah hadis kepada mereka, yaitu sabda Rasulullah Saw.: Janganlah kalian mengambil penerangan dari api kaum musyrik dan jangan pula kalian mengukir pada cap kalian lafaz Arab. Maka Al-Hasan mengatakan, yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw. yang mengatakan, "Janganlah kalian mengukir lafaz Arab pada cap kalian," ialah lafaz Muhammad Saw. Dan yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw. yang mengatakan, "Janganlah kalian mengambil penerangan dari api orang-orang musyrik," ialah janganlah kalian meminta saran dari orang-orang musyrik dalam urusan-urusan kalian. Kemudian Al-Hasan mengatakan bahwa hal yang membenarkan pengertian ini berada di dalam Kitabullah, yaitu melalui firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian. (Ali Imran: 118)
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la rahimahullah. Hal ini telah diriwayatkan pula oleh Imam Nasai, dari Mujahid ibnu Musa, dari Hasyim. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Hasyim dengan sanad yang semisal, tetapi tanpa disebutkan tafsir Al-Hasan Al-Basri. Tafsir Al-Hasan Al-Basri ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat makna hadis sudah jelas: Janganlah kalian mengukir lafaz Arab pada cap kalian.
Dengan kata lain, janganlah kalian mengukir tulisan Arab pada cap kalian, agar tidak serupa dengan ukiran yang ada pada cap milik Nabi Saw., karena sesungguhnya pada cap Nabi Saw. diukirkan kalimat "Muhammadur Rasulullah".
Untuk itu disebutkan di dalam sebuah hadis sahih bahwa Nabi Saw. melarang seseorang membuat ukiran seperti ukiran milik beliau Saw.
Makna mengambil penerangan dari api kaum musyrik ialah 'janganlah kalian (kaum muslim) bertempat tinggal dekat dengan mereka, yang membuat kalian berada bersama di negeri mereka; melainkan menjauhlah kalian dan berhijrahlah dari negeri mereka'.
Dengan demikian, berarti menginterprestasikan makna hadis seperti apa yang dikatakan oleh Al-Hasan rahimahullah serta mengambil dalil ayat ini untuk memperkuatnya masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
قَدْ بَدَتِ الْبَغْضاءُ مِنْ أَفْواهِهِمْ وَما تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ
Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. (Ali Imran: 118)
Yakni sesungguhnya terbaca pada roman wajah dan lisan mereka ungkapan permusuhan mereka terhadap kaum mukmin, selain dari apa yang tersimpan di dalam hati mereka, yaitu kebencian yang sangat kepada agama Islam dan para pemeluknya. Hal itu mudah dibaca oleh orang yang jeli lagi cerdik. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:
{قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ}
Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika kalian memahaminya. (Ali Imran: 118)
Adapun firman Allah Swt.:
هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ
Begitulah kalian, kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian. (Ali Imran: 119)
Yakni kalian, hai orang-orang mukmin, menyukai orang-orang munafik karena apa yang mereka lahirkan kepada kalian berupa iman. Oleh sebab itu, kalian menyukai mereka, padahal baik batin maupun lahirnya mereka sama sekali tidak menyukai kalian.
وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتابِ كُلِّهِ
dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. (Ali Imran: 119)
Maksudnya, pada kalian tiada rasa bimbang dan ragu terhadap suatu kitab pun; sedangkan diri mereka (orang-orang munafik) diliputi oleh keraguan, kebimbangan, dan kebingungan terhadapnya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Said ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. (Ali Imran: 119) Yakni iman kepada kitab kalian dan kitab-kitab mereka, serta kitab-kitab lainnya sebelum mereka, sedangkan mereka kafir kepada kitab kalian. Karena itu, sebenarnya kalian lebih berhak membenci mereka daripada mereka membenci kalian. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
وَإِذا لَقُوكُمْ قالُوا آمَنَّا وَإِذا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنامِلَ مِنَ الْغَيْظِ
Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata, "Kami beriman," dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. (Ali Imran: 119)
Al-anamil adalah ujung-ujung jari.
Demikianlah sikap orang-orang munafik. Mereka menampakkan kepada orang-orang mukmin iman dan kesukaan mereka kepada orang-orang mukmin, padahal di dalam batin mereka memendam perasaan yang bertentangan dengan semuanya itu dari segala seginya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya:
{وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ}
dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. (Ali Imran: 119)
Sikap demikian menunjukkan kebencian dan kemarahan mereka yang sangat, sehingga di dalam firman berikutnya disebutkan:
{قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ}
Katakanlah (kepada mereka), "Matilah kalian karena kemarahan kalian itu." Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran: 119)
Yakni betapapun kalian dengki terhadap kaum mukmin karena iman kaum mukmin yang hal tersebut membuat kalian memendam rasa amarah terhadap mereka. Ketahuilah bahwa Allah pasti menyempurnakan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, dan Dia pasti menyempumakan agama-Nya, meninggikan kalimah-Nya, dan memenangkan agama-Nya. Maka matilah kalian dengan amarah kalian itu.
{إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ}
Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran: 119)
Artinya, Dia Maha Mengetahui semua yang tersimpan dan disembunyikan di dalam hati kalian berupa kemarahan, kedengkian, dan rasa jengkel terhadap kaum mukmin. Dia pasti akan membalas kalian di dunia ini, yaitu dengan memperlihatkan kepada kalian apa yang bertentangan dengan hal-hal yang kalian harapkan. Sedangkan di akhirat nanti Allah akan membalas kalian dengan azab yang keras di dalam neraka yang menjadi tempat tinggal abadi kalian; kalian tidak dapat keluar darinya, dan tidak dapat pula menyelamatkan diri darinya.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
{إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا}
Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati; tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. (Ali Imran: 120)
Keadaan ini menunjukkan kerasnya permusuhan mereka terhadap kaum mukmin. Yaitu apabila kaum mukmin mendapat kemakmuran, kemenangan, dukungan, dan bertambah banyak bilangannya serta para penolongnya berjaya, maka hal tersebut membuat susah hati orang-orang munafik. Tetapi jika kaum muslim tertimpa paceklik atau dikalahkan oleh musuh-musuhnya, hal ini merupakan hikmah dari Allah. Seperti yang terjadi dalam Perang Uhud, orang-orang munafik merasa gembira akan hal tersebut.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada orang-orang mukmin:
{وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا }
Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepada kalian. (Ali Imran: 120), hingga akhir ayat.
Allah Swt. memberikan petunjuk kepada kaum mukmin jalan keselamatan dari kejahatan orang-orang yang jahat dan tipu muslihat orang-orang yang zalim, yaitu dengan cara bersabar dan bertakwa serta bertawakal kepada Allah Yang Maha Meliputi musuh-musuh mereka. Maka tidak ada daya dan tidak ada upaya bagi kaum mukmin kecuali dengan pertolongan Allah. Karena Allah-Iah semua apa yang dikehendaki-Nya terjadi, sedangkan semua yang tidak dikehendaki-Nya niscaya tidak akan terjadi. Tiada sesuatu pun yang lahir dalam alam wujud ini kecuali berdasarkan takdir dan kehendak Allah Swt. Barang siapa bertawakal kepada-Nya, niscaya Dia memberinya kecukupan. (Umdatut Tafsir juz 1 hal 361-363)
TAFSIR AYAT:
Peringatan kepada orang mukmin agar jangan bergaul rapat dengan orang kafir yang telah nyata sifat-sifatnya yang buruk itu, jangan mempercayai mereka dan jangan menyerahkan urusan kaum Muslimin kepada mereka.
Ayat ini ditutup dengan ungkapan "Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat kepada kamu agar kamu mengerti," agar orang beriman benar-benar mengerti dan menyadari tentang sifat-sifat buruk orang kafir dan oleh sebab itu tidak sepantasnya mereka dijadikan teman dekat dalam pergaulan selama mereka itu bersikap buruk terhadap orang beriman.
Janganlah orang mukmin menjadikan orang kafir sebagai teman kepercayaan yang mempunyai sifat yang dinyatakan dalam ayat ini, yaitu mereka:
1. Senantiasa menyakiti dan merugikan Muslimin dan berusaha menghancurkan mereka.
2. Menyatakan terang-terangan dengan lisan rasa amarah dan benci terhadap kaum Muslimin, mendustakan Nabi Muhammad saw dan Al-Qur'an dan menuduh umat Islam sebagai orang-orang yang bodoh dan fanatik.
3. Kebencian dan kemarahan yang mereka ucapkan dengan lisan itu adalah amat sedikit sekali bila dibandingkan dengan kebencian dan kemarahan yang disembunyikan dalam hati mereka. Tetapi bila sifat-sifat itu telah berubah menjadi sifat-sifat yang baik atau mereka tidak lagi mempunyai sifat-sifat yang buruk terhadap kaum Muslimin, maka Allah tidak melarang untuk bergaul dengan mereka.
Firman Allah: Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim. (al-Mumtahanah/60:8-9).
Banyak ditemui dalam sejarah berbagai peristiwa penting yang terkait dengan Ahli Kitab, seperti pengkhianatan Yahudi Banu Qainuqa, Banu Nadhir dan Banu Quraidhah di Yasrib terhadap Nabi dan kaum Muslimin, sampai terjadinya Perang Khandaq. Kemudian kaum Nasrani yang membantu kaum Muslimin dalam perjuangan Islam seperti dalam penaklukan Spanyol dan pembebasan Mesir. Mereka mengusir orang-orang Romawi dengan bantuan orang Qibti. Banyak pula di antara orang Nasrani yang diangkat sebagai pegawai pada kantor-kantor pemerintah pada masa Umar bin Khattab dan pada masa Daulah Umayah dan Abbasiah, bahkan ada di antara mereka yang diangkat menjadi duta mewakili pemerintah Islam.
Demikianlah Allah telah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada kaum Muslimin agar diperhatikan dengan sebaik-baiknya, jangan terperosok ke dalam jurang kebinasaan karena kurang hati-hati dan tidak waspada ketika berteman akrab dengan orang kafir itu.
Beginilah kamu, wahai umat Islam! Kamu salah telah menyukai mereka lantaran sikap manis mereka yang pura-pura, padahal mereka tidak menyukaimu karena agama dan pandangan hidupmu tidak sama dengan mereka, dan kamu beriman kepada semua kitab termasuk kitab yang diturunkan kepada Nabi mereka, padahal mereka beriman hanya kepada sebagian isi kitab yang diturunkan kepada Nabi mereka dan mengingkari kerasulan Nabi Muhammad dan kebenaran Al-Qur'an. Apabila sebagian dari mereka berjumpa kamu, mereka berkata," Kami beriman ," padahal ucapan itu hanya untuk menipu kamu. Hal tersebut terbukti apabila mereka menyendiri berada di belakangmu dan jauh dari kamu, mereka menggigit ujung jari karena marah yang mencapai puncaknya dan disertai rasa benci kepadamu karena kamu beriman kepada Allah dan kerasulan Nabi Muhammad. Mereka berharap agar nikmat iman itu lenyap dari kamu. Katakanlah kepada mereka, "Matilah kamu karena kemarahanmu itu, yaitu marahlah dan bencilah kami sampai kamu mati!" Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati, mengetahui kebencianmu, kemarahanmu, kedengkianmu dan kebohonganmu kepada kami.
Ayat ini menambah penjelasan mengenai sebab-sebab mengapa orang-orang kafir itu tidak boleh dijadikan teman akrab yaitu:
1. Mereka tidak menyukai kesuksesan kaum Muslimin dan menginginkan agar Muslimin selalu dalam kesulitan dan kesusahan, padahal mereka telah dianggap sebagai saudara dan kepada mereka telah diberikan hak yang sama dengan hak kaum Muslimin sendiri.
2. Kaum Muslimin mempercayai semua Kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk membenci Ahli Kitab karena banyak di antara Muslimin yang sayang kepada mereka, bergaul secara baik dengan mereka. Tetapi mereka tidak juga menyenangi Muslimin bahkan tetap mempunyai keinginan untuk mencelakakan.
3. Banyak di antara mereka yang munafik, apabila berhadapan dengan Muslimin mereka mengucapkan kata-kata manis seakan-akan benar-benar teman sejati, percaya kepada kebenaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, tetapi bila mereka kembali kepada golongannya, mereka bersikap lain dan mengatakan dengan terang-terangan kebencian dan kemarahan mereka terhadap kaum Muslimin.
Mereka sampai menggigit jari karena iri melihat kaum Muslimin tetap bersatu, seia sekata, dan selalu berhasil dalam menghadapi musuh Islam.
Oleh sebab itu Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar dengan tegas mengatakan kepada mereka: "Matilah kamu karena kemarahanmu itu!" Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala isi hati. (Ali 'Imran/3:119).
Allah mengetahui segala niat yang tersimpan dalam hati kaum Muslimin yang mencintai orang-orang kafir itu sebagaimana Dia mengetahui pula keburukan hati orang-orang kafir. Maka Dia akan membalas kebaikan hati kaum Muslimin dengan balasan yang berlipat ganda dan akan membalas pula kejahatan orang kafir dengan balasan yang setimpal.
Jika mereka yang berhati dengki itu melihat kamu memperoleh kebaikan, kemenangan perang, rezeki yang melimpah, kesehatan dan kemuliaan, niscaya mereka bersedih hati bahkan hal tersebut membuat mereka marah, tetapi jika kamu tertimpa bencana, seperti sakit, kemiskinan atau kalah perang, maka mereka bergembira karenanya. Allah memberi umat Islam tuntunan agar tetap bersabar dan bertakwa kepada Allah ketika menghadapi orang yang bersifat demikian. Karena jika kamu bersabar tidak terbawa hawa nafsu untuk membalasnya dengan perbuatan jahat, dan bertakwa kepada Allah dengan tetap istiqamah dalam bersabar, maka tipu daya mereka tidak akan menyusahkan dan mendatangkan bahaya bagi kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan dan Maha Mengetahui tipu daya yang mereka rahasiakan.
Selain dari sifat-sifat yang tersebut di atas yang menyebabkan timbulnya larangan bagi kaum Muslimin mengambil mereka sebagai teman setia, dalam ayat ini disebutkan kembali sikap yang menggambarkan bagaimana jahatnya hati orang-orang kafir dan hebatnya sifat dengki yang bersemi dalam dada mereka. Allah berfirman: Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya) mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya. (Ali 'Imran/3:120).
Qatadah berkata dalam menjelaskan firman Allah ini sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, "Apabila orang-orang kafir itu melihat persatuan yang kukuh di kalangan kaum Muslimin dan mereka memperoleh kemenangan atas musuh-musuh Islam, mereka merasa dengki dan marah. Tetapi bila terdapat perpecahan dan perselisihan di kalangan Muslimin dan mereka mendapat kelemahan dalam suatu pertempuran, mereka merasa senang dan bahagia. Memang sudah menjadi sunatullah, baik pada masa dahulu sampai masa sekarang maupun pada masa yang akan datang sampai hari kiamat, bila timbul di kalangan orang kafir seorang cendekiawan sebagai penantang agama Islam, Allah tetap akan membukakan kebohongannya, melumpuhkan hujahnya dan memperlihatkan cela dan aibnya."
Karena itu Allah memerintahkan kepada umat Islam dalam menghadapi kelicikan dan niat jahat kaum kafir itu agar selalu bersifat sabar dan takwa serta tawakal kepada-Nya. Dengan demikian kelicikan mereka itu tidak akan membahayakan sedikitpun. Allah Maha Mengetahui segala tindak tanduk mereka.
Wallahu A'lam, Al-Ustadz Faqih Aulia, Kader Pemuda Persis Kota Bandung.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan