KEUTAMAAN SHALAT MALAM

 


KEUTAMAAN SHALAT MALAM:

PERTAMA: Allah memerintahkan Rasulullah saw. agar mengerjakan shalat malam, sebagaimana dalam firman-Nya:

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (79) وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا (80(

Dan pada sebagian malam hari, salat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah, "Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong." (Q.S. Al-Isra’ {17}: 79-80)

Meskipun perintah ini khusus untuk Rasulullah saw., namun seluruh umat Islam termasuk di dalamnya dengan ketentuan bahwa mereka dituntut meneladani Rasulullah saw.

Keterangan:

Dan pada sebagian malam, yaitu pada sepertiga malam yang terakhir, bangunlah dan lakukanlah salat tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu wahai Nabi Muhammad, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji di mana engkau memberikan syafaat agung kelak di hari kiamat.

Ayat ini memerintahkan Rasulullah dan kaum Muslimin agar bangun di malam hari untuk mengerjakan salat tahajud. Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali memerintahkan Rasulullah mengerjakan salat malam sebagai tambahan atas salat yang wajib. Salat malam ini diterangkan oleh hadis Nabi saw: Bahwasanya Nabi saw ditanya orang, "Salat manakah yang paling utama setelah salat yang diwajibkan (salat lima waktu)." Rasulullah saw menjawab, "Salat tahajud." (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah)

Dari hadis-hadis Nabi yang sahih, yang diriwayatkan dari 'A'isyah dan Ibnu 'Abbas dipahami bahwa Nabi Muhammad saw bangun untuk mengerja-kan salat tahajud, setelah beliau tidur. Kebiasaan Nabi ini dapat dijadikan dasar hukum bahwa salat tahajud itu sunat dikerjakan oleh seseorang, setelah tidur beberapa saat di malam hari, kemudian pada pertengahan malam hari ia bangun untuk salat tahajud.

Kemudian Allah swt menerangkan bahwa hukum salat tahajud itu adalah sebagai ibadah tambahan bagi Rasulullah di samping salat lima waktu. Oleh karena itu, hukumnya bagi Rasulullah adalah wajib, sedang bagi umatnya adalah sunat.

Dalam ayat ini, diterangkan tujuan salat tahajud bagi Nabi Muhammad ialah agar Allah swt dapat menempatkannya pada maqaman mahmudan (di tempat yang terpuji).

Yang dimaksud dengan maqaman mahmudan ialah syafaat Rasulullah saw pada hari kiamat. Pada hari itu manusia mengalami keadaan yang sangat susah yang tiada taranya. Yang dapat melapangkan dan meringankan manusia dari keadaan yang sangat susah itu hanyalah permohonan Nabi Muhammad saw kepada Tuhannya, agar orang itu dilapangkan dan diringankan dari penderitaannya.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw berkata, "Maksud maqaman mahmudan dalam ayat ini ialah syafaatku." (hadis hasan sahih)

Ibnu Jarir ath-thabari mengatakan bahwa kebanyakan para ahli berkata, "Yang dimaksud dengan maqaman mahmudan itu ialah suatu kedudukan yang dipergunakan oleh Rasulullah saw pada hari kiamat untuk memberi syafaat kepada manusia, agar Allah swt meringankan kesusahan dan kesulitan yang mereka alami pada hari itu.

Diriwayatkan oleh an-Nasa'i, al-hakim, dan segolongan ahli hadis dari Hudzaifah, "Allah mengumpulkan manusia pada suatu daratan yang luas pada hari kiamat, mereka semua berdiri dan tidak seorang pun yang berbicara pada hari itu kecuali dengan izin-Nya. Orang-orang yang mula-mula diseru namanya ialah Muhammad, maka Muhammad berdoa kepada-Nya. Inilah yang dimaksud dengan maqaman mahmudan dalam ayat ini.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Jabir bin 'Abdullah bahwa Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang membaca doa setelah selesai mendengar azan, "Wahai Tuhanku, Tuhan Yang memiliki seruan yang sempurna dan salat yang dikerjakan ini, berilah kepada Muhammad wasilah dan keutamaan dan angkatlah ia kepada al-maqam al-mahmud (kedudukan yang terpuji) yang telah Engkau janjikan kepadanya," maka dia memperoleh syafaatku.

Diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri bahwa Rasulullah saw berkata, "Aku adalah pemimpin anak cucu Adam pada hari kiamat. Aku tidak membanggakan diri, dan di tangankulah terpegang liwa'ul hamdi (bendera pujian) aku tidak membanggakan diri. Tidak ada seorang nabi pun pada hari itu, sejak dari Adam sampai nabi-nabi yang lain, kecuali berada di bawah benderaku itu, aku adalah orang yang pertama kali keluar dari bumi, dan aku tidak membanggakan diri. Manusia saat itu ditakutkan oleh tiga hal yang menakutkan. Kemudian mereka mendatangi Adam. Mereka berkata, "Kamu adalah bapak kami, tolonglah kami kepada Tuhanmu." Adam menjawab, "Saya punya dosa yang menyebabkan saya diturunkan ke bumi. Datanglah kepada Nuh!" maka mereka mendatangi Nuh. (setelah mereka mengadukan masalahnya kepada Nuh), Nuh berkata, "Saya telah mendoakan penghuni bumi sehingga mereka dihancurkan. Tetapi datanglah kepada Ibrahim. Maka mereka mendatangi Ibrahim. Ibrahim kemudian menyuruh mereka mendatangi Musa. Musa berkata, "Saya pernah membunuh orang. Datanglah kepada Isa." Isa kemudian berkata, "Saya pernah disembah selain Allah. Datang sajalah kepada Muhammad." Maka mereka mendatangi aku. Aku kemudian pergi bersama mereka, lalu aku pegang lingkaran pintu surga, kemudian aku tarik. Kemudian aku ditanya, "Siapa itu?" aku menjawab, "Muhammad." Kemudian mereka membukakan pintu untukku, dan berkata, "Selamat datang." lalu aku tersungkur bersujud. Kemudian Allah mengilhami aku untuk memuji, bertahmid, dan mengagungkan-Nya. Lalu aku diperintah, "Angkatlah kepalamu, mintalah! Kamu akan diberi. Mintalah hak syafaat, maka kamu akan diizinkan untuk memberi syafaat. Dan berkatalah, akan didengar perkataanmu.

Itulah maqam yang terpuji, yang difirmankah Allah, "Semoga Tuhanmu memberikan maqam yang terpuji kepadamu." (Riwayat at-Tirmidzi)

Dari ayat dan hadis-hadis di atas dipahami bahwa Nabi Muhammad saw dengan mengerjakan salat tahajud akan diangkat oleh Allah swt ke tempat dan kedudukan yang dipuji oleh umat manusia, para malaikat, dan Allah Tabaraka wa Taala, yaitu kedudukan untuk memintakan syafaat bagi umat manusia pada waktu berada di Padang Mahsyar dengan izin Allah. Umat manusia memang berhak mendapat syafaat karena amal saleh dan budi pekerti mereka semasa di dunia, yaitu diampuni dosanya oleh Tuhan atau dinaikkan derajatnya.

Pada firman Allah yang lain diterangkan bahwa bangun di tengah malam untuk salat tahajud dan membaca Al-Qur'an dengan khusyuk akan dapat membuat iman jadi kuat dan membina diri pribadi. Allah swt berfirman: Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (Yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu, atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu. Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan di waktu itu) lebih berkesan. (al-Muzzammil/73: 1-6)

Dan katakanlah, wahai Nabi Muhammad, "Ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan dengan cara yang benar, baik dalam urusan dunia maupun akhirat, dan keluarkan pula aku ke tempat keluar yang benar dan dengan cara yang benar pula, baik dalam urusan dunia maupun akhirat, dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolongku menghadapi orang yang memusuhiku." Ayat ini berkaitan dengan hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah. Di dalamnya terkandung perintah agar Nabi memohon kepada Allah agar memasuki Madinah dengan cara yang benar, dan keluar dari Mekah dengan cara yang benar pula. Ada juga yang menafsirkan agar kita memasuki kubur dengan baik dan keluar darinya pada hari berbangkit dengan baik pula.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa Nabi berada di Mekah, lalu diperintahkan Allah untuk hijrah. Maka turunlah ayat ini.

Allah swt memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar mengucap-kan doa yang tersebut dalam ayat ini, yang maksudnya "Wahai Tuhanku, masukkanlah aku ke tempat yang Engkau kehendaki, baik di dunia maupun di akhirat, dan tempatkan aku ke tempat yang Engkau kehendaki, baik di dunia maupun di akhirat."

Di antara contoh masuknya Rasulullah ke suatu tempat dengan benar ialah beliau dan para sahabat memasuki kota Medinah sebagai orang-orang yang hijrah dari Mekah, memasuki kota Mekah di waktu penaklukan kota itu, masuk kubur setelah mati, dan memasuki tempat yang diridai Allah, seperti masuk masjid, rumah sendiri, rumah sahabat, dan kenalan setelah minta izin darinya, dan sebagainya. Keluar dari semua tempat yang dikehendaki Allah, seperti keluar dari kota Mekah waktu hijrah, keluar dari kubur waktu hari kebangkitan, atau keluar dari semua tempat yang dikehendaki Allah, seperti kota-kota yang menjadi tempat melakukan perbuatan maksiat dan sebagainya.

Allah swt juga memerintahkan kepada Nabi agar berdoa kepada-Nya supaya dijadikan orang yang menguasai hujah dan alasan yang dapat diterima dan ketika berdakwah, dapat memuaskan orang-orang yang mendengarkannya sehingga bertambah kuat imannya. Jika yang mendengar orang kafir, hati mereka menjadi lunak dan mau masuk Islam. Sebagai jawaban terhadap doa Nabi Muhammad itu, Allah menerangkan bahwa Dia memelihara Nabi dari segala macam tipu daya manusia dan akan me-menangkannya terhadap orang-orang kafir, sebagaimana tersebut dalam firman-Nya: Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir. (al-Ma'idah/5: 67)

KEDUA: Allah menjelaskan bahwa orang-orang yang senantiasa melakukan shalat malam adalah orang-orang yang berbuat kebaikan dan layak menerima karunia serta rahmat-Nya. Allah swt. berfirman:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالأسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah). (Q.S. Az-Zariyat {51}: 15-18)

Keterangan:

Pada ayat yang lalu dijelaskan tentang balasan bagi orang-orang yang durhaka, maka pada ayat-ayat berikut ini diterangkan tentang ganjaran bagi mereka yang bertakwa. ”Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa dan selalu melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larang-an-Nya akan diberi ganjaran yang baik dan berada di dalam taman-taman, yaitu surga yang indah, menyenangkan, dan selain itu mereka juga berada di mata air yang jernih lagi sejuk menyegarkan. Mereka sangat menikmati ganjaran ini dan mengambil apa yang diberikan Tuhan kepada mereka. Orang-orang yang bertakwa itu mendapat anugerah yang membahagiakan ini karena sesungguhnya mereka sebelum itu, yakni saat kehidupannya di dunia adalah orang-orang yang selalu tekun beribadah dan berbuat baik kepada sesama dengan tujuan untuk mendapatkan rida-Nya.

Ayat ini menjelaskan bahwa sesungguhnya orang-orang yang bertakwa, yang menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya berada di dalam taman-taman surga yang mengalir di bawahnya air yang jernih dan murni, sangat menyenangkan, sangat nyaman, di luar perkiraan dan bayangan yang tergores dalam hati dan terpandang oleh mata; terlebih-lebih karena mereka tetap abadi di dalamnya, tidak akan keluar lagi, tetap berada dalam keridaan Allah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengasih. Pahala yang demikian itu ada kaitannya dengan amal perbuatan mereka ketika di dunia yaitu mereka mengambil segala pemberian yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada mereka itu, karena sesungguhnya mereka ketika berada di dunia selalu mengerjakan amal kebajikan, baik terhadap Allah maupun terhadap sesama manusia dengan tujuan semata-mata untuk mencapai keridaan-Nya.

Mereka, orang-orang yang bertakwa itu, sedikit sekali tidur pada waktu malam. Sebagian waktunya dipergunakan untuk melakukan kebaikan dan ibadah kepada Tuhannya, dan pada akhir malam, setelah melaksanakan salat tahajud mereka melanjutkan dengan zikir dan memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun kepada semua makhluk-Nya yang bertobat.

Ayat ini menerangkan tentang sifat-sifat orang yang takwa, yaitu sedikit sekali tidur di waktu malam karena mengisi waktu dengan salat Tahajud. Mereka dalam melakukan ibadah tahajudnya merasa tenang dan penuh dengan kerinduan dan dalam munajatnya kepada Allah sengaja memilih waktu yang sunyi dari gangguan makhluk lain seperti dua orang pengantin baru dalam menumpahkan isi hati kepada kesayangannya, tentu memilih tempat dan waktu yang nyaman dan aman bebas dari gangguan siapa pun. Mereka ingat bahwa hidup berkumpul dengan keluarga dan yang lainnya tidak dapat berlangsung selama-lamanya. Bila telah tiba ajal, pasti berpisah, masuk ke dalam kubur, masing-masing sendirian saja. Oleh karena itu, sebelum tiba waktu perpisahan, mereka merasa sangat perlu mengadakan hubungan khidmat dan mahabbah dengan Tuhan Yang Mahakuasa, satu-satunya penguasa yang dapat memenuhi segala harapan. Di akhir-akhir malam (pada waktu sahur) mereka memohon ampun kepada Allah. Sengaja dipilihnya waktu sahur itu oleh karena kebanyakan orang sedang tidur nyenyak, keadaan sunyi dari segala kesibukan sehingga mudah menjalin hubungan dengan Tuhannya.

KETIGA: Mereka dipuji dan disanjung Allah serta dimasukkan dalam golongan hamba-hamba-Nya yang berbakti. Allah swt. berfirman:

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا (63) وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا (64)

Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati; dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. (Q.S. Al-Furqan {25}: 63-64)

Keterangan:

Jika pada ayat-ayat yang lalu disebutkan sifat-sifat orang kafir yang tidak mau bersujud kepada Allah, pada ayat berikut ini disebutkan ciri dan sifat ‘Ibàdurrahmàn atau para pengabdi Allah. Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati tidak dibuat-buat, tapi berjalan secara wajar, tidak menyombongkan diri, dalam sikap dan tindakan, karena dia tahu bahwa sikap itu tidak terpuji, akan mengakibatkan hal-hal yang negatif dalam pergaulan. Dan apabila orang-orang bodoh yang tidak tahu nilai-nilai sosial kemasyarakatan menyapa mereka dengan kata-kata yang menghina, atau kasar, mereka tidak membalasnya dengan ucapan yang semisal, namun dengan penuh sopan dan rendah hati mereka mengucapkan “salàm,” yang berarti mudah-mudahan kita berada dalam keselamatan, damai, dan sejahtera. Nabi Muhammad telah memberikan contoh sendiri, bahwa semakin dikasari, beliau semakin santun, arif dan bijaksana.

Sifat-sifat hamba Allah Yang Maha Pengasih dijelaskan mulai ayat 63 ini dan ayat-ayat berikutnya. Sifat-sifat itu semua dapat disimpulkan menjadi 9 sifat yang bila dimiliki oleh seorang muslim, dia akan mendapat keridaan Allah di dunia dan di akhirat, serta akan ditempatkan di posisi yang tinggi dan mulia yaitu di surga Na'im. Sifat-sifat tersebut ialah:

Pertama: Apabila mereka berjalan, terlihat sikap dan sifat kesederhanaan, mereka jauh dari sifat kesombongan, langkahnya mantap, teratur, dan tidak dibuat-buat dengan maksud menarik perhatian orang atau untuk menunjukkan siapa dia. Itulah sifat dan sikap seorang mukmin bila ia berjalan. Allah berfirman: Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong. (al-Isra'/17: 37)

Kedua: Apabila ada orang yang mengucapkan kata-kata yang tidak pantas atau tidak senonoh terhadap mereka, mereka tidak membalas dengan kata-kata yang serupa. Akan tetapi, mereka menjawab dengan ucapan yang baik, dan mengandung nasihat dan harapan semoga mereka diberi petunjuk oleh Allah Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih, dan Penyayang. Demikian pula dengan sikap Rasulullah bila ia diserang dan dihina dengan kata-kata yang kasar, beliau tetap berlapang dada dan tetap menyantuni orang-orang yang tidak berakhlak itu.

Al-hasan al-Basri menjelaskan bahwa orang-orang mukmin senantiasa berlapang hati, dan tidak pernah mengucapkan kata-kata kasar. Bila kepada mereka diucapkan kata-kata yang kurang sopan, mereka tidak emosi dan tidak membalas dengan kata-kata yang tidak sopan pula. Mungkin ada orang yang menganggap bahwa sifat dan sikap seperti itu menunjukkan kelemahan dan tidak tahu harga diri, karena wajar bila ada orang yang bertindak kurang sopan dibalas dengan tindakan kurang sopan pula. Akan tetapi, bila direnungkan secara mendalam, pasti hal itu akan membawa pertengkaran dan perselisihan yang berkepanjangan. Setiap mukmin harus mencegah perselisihan dan permusuhan yang berlarut-larut. Salah satu cara yang paling tepat dan ampuh untuk membasminya ialah dengan membalas tindakan yang tidak baik dengan tindakan yang baik sehingga orang yang melakukan tindakan yang tidak baik itu akan merasa malu, dan sadar bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang tidak wajar. Sikap seperti ini dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya: Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak akan dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. (Fussilat/41: 34-35).

Demikianlah sifat dan sikap orang-orang mukmin di kala mereka berada di siang hari di mana mereka selalu ingat dengan sesama hamba Allah.

Sifat ‘ibàdurahman berikutnya adalah senantiasa salat malam, dan orang-orang yang menghabiskan atau menggunakan sebagian waktu malamnya terutama waktu sepertiga malam terakhir, untuk beribadah mendekatkan diri kepada Tuhan mereka yang telah memelihara mereka dengan bersujud dan berdiri. Beribadah pada saat itu betul-betul mencerminkan keikhlasan, hati lebih khusyuk, lebih konsentrasi kepada Sang Khalik.

Ketiga: Kemudian Allah menjelaskan pula sikap dan sifat mereka ketika berhubungan dengan Tuhan Pencipta alam pada malam hari. Apabila malam telah sunyi sepi, manusia lelap dibuai oleh tidur nyenyak, mereka mengerjakan salat Tahajud dan berdiri menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Mereka tinggalkan kesenangan dan kenyamanan tidur, mereka resapkan dengan sepenuh jiwa dan raga bagaimana nikmat dan tenteramnya bermunajat dengan Tuhan. Mereka mengerjakan salat malam salat Tahajud seperti yang dilakukan Rasulullah karena dengan salat di malam hari itu jiwa mereka menjadi suci dan bersih. Iman mereka bertambah, keyakinan menjadi mantap bahwa tiada Tuhan selain Dia, rahmat dan kasih sayang-Nya Maha Luas meliputi semua makhluk-Nya. Di sanalah mereka memohon dan berdoa dengan penuh khusyuk dan tawaduk agar diampuni dosa dan kesalahan mereka dan dilimpahkan rahmat dan keridaan-Nya. Setelah melakukan salat malam itu, barulah mereka tidur dengan perasaan bahagia penuh tawakal dan takwa.

Ibnu 'Abbas berkata, "Barang siapa yang melakukan salat dua rakaat atau lebih sesudah salat Isya berarti dia telah salat sepanjang malam."

Dalam ayat lain, Allah menjelaskan pula sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengerjakan salat malam ini: Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (as-Sajdah/32: 16).

Dan firman-Nya: (Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? (az-Zumar/39: 9).

Dan firman-Nya: "Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam; dan pada akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." (adz-dzariyat/51: 17“18)

KEEMPAT: Keimanan mereka kepada ayat-ayat Allah diakui oleh Allah. Allah swt. berfirman:

إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ (15) تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (16) فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (17)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat (Kami), mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedangkan mereka tidak menyombongkan diri. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. As-Sajdah {32}: 15-17)

Keterangan:

Setelah menjelaskan sikap dan balasan bagi orang kafir, Allah beralih menjelaskan sifat dan balasan bagi orang mukmin. Hanyalah yang beriman dengan ayat-ayat Kami, baik yang tersurat dalam Al-Qur’an maupun yang tersebar di alam raya, itulah orang-orang yang apabila menyimak ayat-ayat kami dan diperingatkan dengannya mereka langsung menyungkur sujud, tunduk, dan patuh kepada Allah dengan khusyuk, dan dalam sujud mereka bertasbih menyucikan Allah dari hal-hal yang tidak patut dengan keagungan-Nya serta memuji Tuhannya atas nikmat-Nya, dan mereka tidak menyombongkan diri dari menghamba dan menaati-Nya sebagaimana orang-orang kafir.

Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan mengakui bahwa Muhammad itu adalah rasul Allah adalah orang-orang yang apabila diperingatkan kepada mereka ayat-ayat Allah dan dibacakan di hadapan mereka, mereka lalu bersujud kepada-Nya. Mereka juga bertasbih memuji-Nya seraya membaca, "Subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil 'adhim." Sujud yang demikian dinamakan sujud tilawah. Hukumnya sunah, baik dalam salat maupun di luar salat.

Tindakan mereka itu adalah tanda ketaatan dan ketundukan mereka. Hal itu juga sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menghayati ajaran dan petunjuk ayat-ayat yang dibacakan kepada mereka. Tidak sedikit pun terdapat sikap angkuh dan sombong dalam menghambakan diri kepada Allah. Mereka juga senang dan khusyuk dalam beribadah.

Orang yang beriman itu terbiasa bangun pada malam hari untuk salat malam, membuat lambung mereka jauh dari tempat tidurnya. Usai salat malam mereka berdoa kepada Tuhannya dengan penuh rasa takut terhadap azab Allah dan penuh harap atas rahmat-Nya, dan mereka senantiasa menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka, terutama kepada yang membutuhkan.

Pada ayat ini, Allah menerangkan tanda-tanda lain lagi bagi orang-orang yang beriman. Di antaranya adalah mereka mengurangi tidur, dan sering bangun di pertengahan malam untuk melakukan salat dan berdoa kepada Allah agar dihindarkan dari siksaan-Nya. Mereka juga menginfakkan sebagian dari rezeki yang telah mereka peroleh dari Allah.

Banyak ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi saw yang menerangkan keutamaan dan manfaat salat malam, terutama untuk mendekatkan diri kepada Allah untuk menambah kekuatan iman di dalam dada.

Salat Tahajud dapat mengangkat manusia ke tempat yang terpuji, sebagaimana Allah berfirman: Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat Tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (al-Isra'/17: 79)

Pada ayat yang lain, Allah menerangkan bahwa salat dan membaca Al- Qur'an di malam hari dapat menguatkan jiwa. Dengan demikian, jiwa itu akan dapat menerima kewajiban yang lebih berat dan besar dari Allah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk salat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil, (yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu, atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu. Sungguh, bangun malam itu lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan pada waktu itu) lebih berkesan. (al-Muzzammil/73: 1-6)

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Abu Dawud, dan ath-thabrani bahwa Mu'adz bin Jabal bertanya kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku perbuatan yang dapat memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari api neraka. Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya engkau benar-benar telah menanyakan sesuatu yang besar, sesungguhnya perbuatan itu mudah dilakukan oleh orang yang dimudahkan Allah baginya, Engkau menyembah Allah, tidak menyekutukan Nya dengan sesuatupun, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, berhaji ke Baitullah." Kemudian Rasulullah meneruskan sabdanya, "Maukah engkau aku tunjukkan kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai, sedekah menghapuskan kesalahan seperti air memadamkan api, dan salat pada pertengahan malam." Kemudian beliau membaca Tatajafa . . . sampai akhir ayat. (Riwayat at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Abu Dawud, dan ath-thabrani)

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir ath-thabari dari Ibnu 'Abbas, beliau berkata, "Maksud "lambung mereka jauh dari tempat tidur mereka" ialah beribadah kepada Allah, zikir, salat, berdiri, duduk atau berbaring, mereka selalu mengingat Allah."

Maka atas ibadah itu kelak di hari kiamat mereka berhak memperoleh surga yang tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu bermacam nikmat yang menyenangkan hati, sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan di dunia berupa amal saleh.

Ayat ini menerangkan bahwa seseorang tidak dapat mengetahui betapa besar kebahagiaan dan kesenangan yang akan diberikan Allah kepadanya di akhirat nanti, dan betapa enak dan nyamannya tinggal di dalam surga itu. Semua itu adalah balasan perbuatan baik yang telah dikerjakan selama hidup di dunia.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dan imam-imam hadis yang lain dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: Allah berfirman, "Aku telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang belum pernah mata melihatnya, belum pernah telinga mendengarnya dan belum pernah tergores di dalam hati manusia, kecuali apa yang telah Aku kemukakan kepadamu. Bacalah, jika kamu menghendakinya "Fala talamu nafs . . . sampai akhir."

Diriwayatkan oleh al-Firyabi, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Jarir ath-thabari, ath-thabrani, al-hakim dan dinyatakan sebagai hadis sahih dari Ibnu Mas'ud, ia berkata, "Sesungguhnya termaktub dalam Taurat bahwa Allah menjanjikan kepada orang-orang yang jauh lambung mereka dari tempat tidurnya, apa yang belum dilihat mata, belum didengar telinga, belum tergores dalam hati manusia. Malaikat yang dekat kepada Tuhan tidak mengetahuinya demikian pula para rasul yang diutusnya. Sesungguhnya itu terdapat pula di dalam Al-Qur'an, sebagaimana tersebut dalam ayat ini."

KELIMA: Penafian kesamaan antara orang-orang yang melakukan shalat Tahajud dengan orang lain yang tidak memiliki karakteristik sebagaimana yang mereka miliki. Allah swt. berfirman:

أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُواْ الألْبَابِ (9)

(Apakah kamu hai orang-orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar {39}: 9)

Keterangan:

Wahai orang kafir, siapakah yang lebih mulia di sisi Allah; kamu yang memohon kepada-Nya hanya saat tertimpa bencana ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan membaca Al-Qur’an, salat, dan berzikir dalam sujud dan berdiri karena cemas dan takut kepada azab Allah di akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Wahai Nabi Muhammad, katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui, berilmu, berzikir, dan melaksanakan salat, dengan orang-orang yang tidak mengetahui, tidak berilmu, dan selalu mengikuti nafsunya?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat dan berpikiran jernih yang dapat menerima pelajaran serta mampu membedakan antara kebenaran dan kebatilan.

Kemudian Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada orang-orang kafir Mekah, apakah mereka lebih beruntung daripada orang yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri dengan sangat khusyuk. Dalam melaksanakan ibadah itu, timbullah dalam hatinya rasa takut kepada azab Allah di akhirat, dan memancarlah harapannya akan rahmat Allah.

Perintah yang sama diberikan Allah kepada Rasul-Nya agar menanyakan kepada mereka apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui. Yang dimaksud dengan orang-orang yang mengetahui ialah orang-orang yang mengetahui pahala yang akan diterimanya, karena amal perbuatannya yang baik, dan siksa yang akan diterimanya apabila ia melakukan maksiat. Sedangkan orang-orang yang tidak mengetahui ialah orang-orang yang sama sekali tidak mengetahui hal itu, karena mereka tidak mempunyai harapan sedikit pun akan mendapat pahala dari perbuatan baiknya, dan tidak menduga sama sekali akan mendapat hukuman dari amal buruknya.

Di akhir ayat, Allah menyatakan bahwa hanya orang-orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran. Pelajaran tersebut baik dari pengalaman hidupnya atau dari tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat di langit dan di bumi serta isinya, juga yang terdapat pada dirinya atau teladan dari kisah umat yang lalu.

Itulah beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang keutamaan shalat malam. Adapun keterangan yang terdapat dalam Sunnah Rasulullah saw. adalah sebagai berikut:

HADITS PERTAMA:

قَالَ عَبْدُ اللهِ بْن سَلَامٍ: أَول مَا قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم المدينةَ اِنْجَفَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ، فَكُنْتُ مِمَّنْ جَاءَهُ، فَلَّمَا تَأَمَّلْتُ وَجْهَهُ وَاسْتَبَنْتُهُ عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ. قَالَ: فَكَانَ أَوَّل مَا سَمِعْتُ مِنْ كَلَامِهِ أَنْ قَالَ: (أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوْا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْاَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ). رواه الحاكم وابن ماجه والترمذي وقال: حديث حسن صحيح.

Abdullah bin Salam berkata, saat pertama kali Rasulullah saw. datang ke Madinah, kaum muslimin datang berbondong-bondong mengerumuni beliau. Aku adalah salah seorang yang datang untuk melihat beliau. Ketika aku memperhatikan wajah beliau bukan wajah seorang pendusta. Perkataan yang pertama kali aku dengar dari Rasulullah saw. adalah: "Wahai manusia! Sebarkanlah salam, sambunglah silaturrahmi, berilah makanan, dan salatlah ketika orang-orang tidur, kalian pasti masuk surga dengan selamat." (H.R. Hakim, Ibnu Majah, dan Tirmidzi). Tirmidzi mengatakan, hadits ini hasan shahih.

Keterangan:

Hadis ini mengandung anjuran dan peringatan tentang empat perangai terpuji dan sifat baik. Barangsiapa memiliki sifat itu, niscaya ia masuk surga dengan selamat. Sifat-sifat tersebut adalah menyebarkan salam, menyambung silaturrahmi, memberi makanan dan salat malam ketika manusia sedang tidur. Sebarkanlah salam maksudnya, perlihatkan dan tunjukkan serta perbanyak mengucap salam. Berilah makanan kepada orang yang membutuhkan, seperti keluargamu mencakup istri, anak-anak laki-laki dan perempuan serta orang yang ada di rumahmu. Jika seseorang bangun di malam hari bertahajjud untuk Allah -'Azza wa Jalla-; mendekatkan dirinya kepada-Nya dengan ucapan dan doanya yang khusyuk di hadapan-Nya, sementara itu manusia tidur, maka ini adalah amal paling utama yang dapat memasukkan ke surga dengan selamat tanpa siksaan dan azab.

HADITS KEDUA:

Di antara ibadah yang telah hampir terlupakan dari sebagian kaum muslimin pada saat ini, bahkan sedikit yang mengetahui disyariatkannya ibadah tersebut yaitu melakukan qiyamul lail (shalat malam). Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berkata bahwa diantara ciri-ciri kebiasaan orang-orang shalih yaitu melakukan shalat malam.

وَقَالَ سَلْمَانُ الفَارِسِيُّ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ، وَمَقْرَبَةٌ لَكُمْ إِلَى رَبِّكُمْ، وَمَكْفَرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ، وَمَنْهَاةٌ عَنِ الْاِثْمِ، وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنِ الْجَسَدِ).

Salman al-Farisy berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Hendaknya kalian melakukan shalat malam, karena itu adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, mendakatkan diri kepada Allah Ta’ala, mencegah dari perbuatan dosa, menghapus keburukan, dan mencegah penyakit dari badan.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim dalam Shahihul Jami’)

Keterangan:

Di malam yang dingin, di mana manusia berada pada puncak kenikmatan lelapnya tidur dan larut dalam mimpi. Namun seorang muslim diharuskan berusaha untuk bangkit dan meninggalkan itu semua demi menghadap Sang Pencipta untuk bermunajat kepadaNya, mengeluhkan segala keluh kesah, memohon apa yang dia butuhkan, dan berusaha tunduk serta menghinakan diri di hadapan-Nya.

Tidak mudah bagi setiap orang untuk bisa melakukan hal di atas. Untuk melakukannya membutuh perjuangan yang besar dalam peperangan melawan hawa nafsu. Hanya orang-orang yang diberikan taufik oleh Allah Ta’ala yang bisa melakukankannya.

Sungguh Allah maha pengasih lagi maha penyayang. Allah tidak pernah menyia-nyiakan usaha hambaNya. Oleh karenanya, Allah janjikan keutamaan yang sangat besar bagi hambaNya yang melakukan shalat malam.

HADITS KETIGA:

وَقَالَ سَهْلُ بْنُ سَعْدٍ: جَاءَ جِبْرِيْلُ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مُجْزي به، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مُفَارِقُهُ، وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ الْمُؤْمِنِ قِيَامُ اللَّيْلِ وَعِزَّهُ اِسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ.

Sahl bin Sa’ad berkata, Jibril datang kepada Rasulullah saw. lalu berkata, "Wahai Muhammad, hiduplah sesuka hatimu, sesungguhnya kamu pasti akan mati. Lakukanlah apa saja yang kamu sukai, sesungguhnya kamu pasti menerima balasannya. Cintailah siapa saja yang kamu senangi, sesungguhnya kamu pasti akan berpisah dengannya. Ketahuilah, bahwa kemuliaan orang yang beriman ada pada shalat malamnya, dan kemuliaannya ada pada merasa cukup (tidak menggantungkan, red) pada manusia." (H.R. Thabrani dalam Al-Ausath {4290} dan dalam Al-Majma {2: 252}

Keterangan:

Jibril adalah salah satu dari Malaikat yang agung, beliau diberi tugas untuk menyampaikan wahyu, dan dengan wahyu itulah keadaan manusia menjadi baik, baik dalam urusan dunia maupun agama mereka.

Jibril datang kepada Nabi kita Muhammad shallallohu 'alaihi wasallam lalu berbicara kepada beliau dalam konteks beliau sebagai salah seorang hamba dari hamba-hamba Allah, dia tidak berbicara kepada beliau dalam konteks sebagai Nabi ataupun Rasul, sehingga perkataan Jibril dalam hadits ini adalah sebuah perkataan yang cocok dan baik untuk semua hamba Allah. Oleh sebab itu marilah kita cermati perkataan Jibril ini dengan seksama untuk seterusnya kita amalkan, karena ilmu menuntut kita untuk mengamalkannya. Dan kalimat yang disampaikan oleh Jibril di sini adalah kalimat yang ringkas, namun sarat akan makna.

Benar, kalimat tersebut adalah kalimat yang terbatas, yang dengannya Jibril memberi nasihat kepada Nabi Muhammad. Dan sekaligus ia adalah pengingat dan peringatan bagi setiap individu dari ummat beliau sepeninggal beliau. Jika Nabi shallallohu 'alaihi wasallam dinasehati! dan diingatkan! Maka bagaimana dengan manusia selain beliau?! Maka pasti mereka lebih membutuhkan terhadap nasihat dan peringatan, mereka tidak bisa lepas dari keduanya.

Jibril memulai nasehatnya dengan mengingatkan dengan kematian, karena ia adalah hal yang paling buruk dan paling menyeramkan bagi manusia (Faidhul Qadir, hal 102). Dia berkata, “Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati,” maksudnya akan sampai (menuju) kepada kematian dalam waktu yang dekat.

Kematian ini akan mendatangimu -wahai hamba Allah- dan pasti menghampirimu, tidak mungkin meleset darimu. Dan sekalipun engkau melihatnya jauh, namun di sisi Allah ia adalah dekat, dan setiap yang akan datang pasti datang, dan setiap yang akan datang adalah sesuatu yang dekat.

Dan di antara buah dari mengingat kematian adalah menghilangkan ketergantungan hati terhadap dunia ketamakan terhadap kesenangan-kesenangannya. Dan di antara buahnya yang lain adalah memperpendek angan-angan dalam dunia ini. Maka ahli Akhirat, mereka tidak memiliki panjang angan-angan di dalamnya, akan tetapi mereka hanya mengharapkan kehidupan di negeri yang kekal (Akhirat). Allah swt. berfirman, artinya, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. al-‘Ankabut: 64)

Maksudnya adalah kehidupan yang sempurna dan tetap (kekal). “Hiduplah sesukamu karena sesungguhnya engkau akan mati.” Maknanya adalah hendaklah mempersiapkan diri seseorang yang tujuan akhirnya adalah kematian, dengan cara menyiapkan diri untuk sesuatu setelahnya (setelah kematian) (Faidhul Qadir, 4/500).

Kemudian dia berkata kepada beliau, “Dan cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya,” maksudnya adalah cintailah siapa saja yang kamu suka di antara makhluk, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya. Maka jangan sampai -wahai hamba Allah- engkau menyibukkan hatimu dengan kesenangan-kesenangan dunia yang fana berupa istri, anak, harta dan selainnya dari hal-hal yang kamu cintai. Karena itu semua, bisa jadi akan pergi darimu, atau bisa jadi kamu yang pergi darinya! Maka sibukkanlah hatimu dengan kecintaan terhadap Dzat yang tidak berpisah denganmu dan kamu tidak berpisah dengannya, yaitu mengingat Allah dan amal shalih yang dicintai Allah dengan mendekatkan pelakunya dengan-Nya. Karena hal itu akan menemanimu di alam kubur, sehingga tidak akan berpisah denganmu (Faidhul Qadir)

Dan di antara tempat yang baik untuk mengingat kematian adalah ketika kita sedang shalat. Sebagaimana sabda Nabi, dalam hadits Anas:

اذْكُرِ المَوْتَ فِي صَلاَتِكَ، فَإِنَّ الرَّجُلَ إِذَا ذَكَرَ المَوْتَ فِي صَلاَتِهِ لَحَرِيٌّ أن يُحْسِنَ صَلاَتَهُ، وَصَلِّ صلاةَ رَجُلٍ لاَ يَظُنُّ أَنَّهُ يُصَلِّي صلاةً غيرَهَا

“Ingatlah kematian dalam shalatmu, karena seseorang jika mengingat kematian di dalam shalatnya, niscaya hal itu akan menjadikan dia memperbagus shalatnya. Dan shalatlah dengan shalatnya seseorang yang tidak mengira kalau ia akan melakukan shalat selainnya (selain shalat yang dia lakukan saat itu).” (Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah, no 1421)

Maka seharusnya engkau -wahai hamba Allah- mengingat-ingat kematian dalam shalatmu, dalam rangka mengamalkan wasiat Nabi tersebut.

Kemudian Jibril berkata kepada beliau, “Dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.” “Berbuatlah sesukamu,” maknanya adalah berbuatlah sesukamu, berupa perbuatan yang baik maupun yang buruk, karena sungguh akhir kehidupanmu adalah kematian, lalu setelah kematian ada perhitungan dan pembalasan (di hari Kiamat). “Karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya” maksudnya sebagai ganjaran atas perbuatan tersebut, dan engkau akan diberi keputusan sesuai dengan konsekuensi dari perbuatanmu. Dia berfirman, artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. az-Zalzalah: 7-8)

Dan dalam hal ini ada ancaman dan peringatan yang serupa dengan firman-Nya, artinya, “Berbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushilat: 40)

Maksudnya membalasmu berdasarkan amalan tersebut, sehingga jika amalan tersebut baik, maka balasannya akan menyenangkanmu dan jika buruk maka perjumpaan dengan balasan tersebut akan menyedihkanmu. (Faidhul Qadir)

Ketika umur manusia itu pendek jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat, dan ketika seorang hamba diciptakan untuk menegakkan kalimat Allah dan memakmurkan dunia ini dengan ketaatan kepada Rabbnya dan beribadah kepada Penciptanya, maka Jibril menjelaskan kepada Nabi kita hal terbesar yang bermanfaat baginya dan yang bisa menyelamatkannya dari kengerian hari Kiamat yang akan dilalui oleh semua hamba Allah, yaitu dengan perkataannya: “Wahai Muhammad, sesungguhnya kemuliaan seorang mu’min adalah berdirinya dia pada malam hari (untuk shalat malam)”. Maksudnya adalah ketinggian dan kehormatannya adalah usahanya menghidupkan malam dengan merutinkan tahajjud di dalamnya, berdzikir dan membaca al-Qur’an. Dan ini adalah amalan yang paling agung dan paling mulia, yang dengannya seorang hamba menghadap Rabbnya karena shalat adalah amalan terbaik -setelah dua kalimat syahadat- yang dibawa seorang hamba menghadap Rabbnya. Beliau bersabda: “Shalat adalah sebaik-baik amalan yang Allah tetapkan bagi para hamba untuk mendekatkan diri kepada-Nya.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath, dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir 3870)

Beliau juga bersabda:

واعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاة

“Dan ketahuilah bahwasanya sebaik-baik amalan kalian adalah shalat.” (HR. para imam, yaitu Malik dalam al-Muwatha’, Ahmad dalam Musnad, Ibnu Majah dan ad-Darimi. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil)

Hal itu karena shalat mengumpulkan/menggabungkan beberapa jenis ibadah, seperti membaca (al-Qur’an), tasbih, takbir dan tahlil. Nabi bersabda:

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلَاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib (fardhu) adalah shalat (sunnah) di tengah malam.” (Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami, no. 1116)

Kemudian Jibril berkata kepada beliau, “Dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia,” maksudnya adalah bahwa kekuatannya, keperkasaannya dan keunggulannya dari orang lain adalah ketercukupannya dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadanya, dan ketidakbutuhannya terhadap apa yang ada di tangan manusia. (Faidhul Qadir, 134)

Dan karena mulianya hamba ini di tengah-tengah manusia, maka ia menjadi orang yang dicintai di tengah-tengah mereka. Beliau bersabda:

ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللهُ وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاسُ

“Zuhudlah dalam urusan dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Dan zuhudlah terhadap apa-apa yang pada manusia, niscaya manusia akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah, no. 4102)

Maka kesimpulannya -wahai para hamba Allah- bahwasanya nasihat ini, yang disampaikan Jibril kepada Nabi kita mencakup beberapa perkara:

1. Peringatan agar tidak panjang angan-angan.

2. Mengingatkan kematian.

3. Tidak tertipu dengan berkumpulnya dia dengan keluarga, orang yang dicintai dan anak-anaknya.

4. Mengingatkan agar memanfaatkan umur untuk beribadah.

5. Anjuran agar menunaikan shalat tahajjud.

Dan nasihat ini sekalipun singkat, namun ia mencakup kebaikan dunia dan akhirat, dan memberikan jaminan dengan kebahagiaan di dua negeri tersebut (dunia dan akhirat).

HADITS KEEMPAT:

وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (ثَلَاثَةٌ يُحِبُّهُمُ اللهُ وَيَضْحَكُ إِلَيْهِمْ وَيَسْتَبْشِرُ بِهِمْ: الَّذِيْ إِذَا اِنْكَشَفَتْ فِئَةٌ قَاتَلَ وَرَاءَهَا بِنَفْسِهِ للهِ عَزَّ وَجَلَ. فَإِمَّا أَنْ يُقْتَلَ وَإِمَّا أَنْ يَنْصُرَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَ وَيَكْفِيْهِ فَيَقُوْلُ: اُنْظُرُوْا إِلَى عَبْدِيْ هَذَا كَيْفَ صَبَرَ لِيْ بِنَفْسِهِ. وَالَّذِيْ لَهُ اِمْرَأَةٌ حَسَنَةٌ وَفِرَاشٌ لَيِّنٌ حَسَنٌ فَيَقُوْمُ مِنَ اللَّيْلِ فَيَقُوْلُ: يَذَرُ شَهْوَتَهُ وَيَذْكُرُنِي، وَلَوْ شَاءَ رَقَدَ. وَالَّذِي إِذَا كَانَ فِي سَفَرٍ وَكَانَ مَعَهُ رَكْبٌ فَسَهَرُوْا ثُمَّ هَجَعُوا فَقَامَ فِي السَّحَرِ فِي ضَرَّاءَ وَسَرَّاءَ).

Dari Abu Darda` radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi saw., beliau bersabda, ada tiga golongan manusia yang dicintai Allah serta disambut dengan bangga penuh gembira, (yaitu): (Yang Pertama) Orang yang begitu satu pasukan tersingkap (beralih dari pertempuran di depannya) dia bertempur sendiri di belakang mereka karena Allah, bisa jadi dia terbunuh, dan bisa jadi Allah memberi pertolongan dan mencukupinya. Allah berfirman (kepada para malaikat); lihatlah hamba-Ku ini, bagaimana dia bersabar sendirian demi Aku. (Yang Kedua) Orang yang mempunyai istri cantik dan tempat tidur yang bagus dan nyaman, lalu dia bangun untuk mengerjakan shalat malam. Allah berfirman: Dia meninggalkan syahwatnya dan berdzikir kepada-Ku, seandainya dia mau, dia bisa tidur. (Yang Ketiga) Dan orang yang berpergian bersama rombongan. Mereka bergadang lalu tidur, namun dia bangun di waktu sahur (waktu malam bagian akhir) untuk mengerjakan shalat malam baik dalam keadaan sulit maupun lapang.

Wallahu A'lam, Al-Ustadz Faqih Aulia, Kader Pemuda Persis Kota Bandung.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama