MENGGALI POTENSI DIRI

 

MANUSIA MAKHLUK PALING SEMPURNA

Manusia diciptakan oleh Allah Ta’ala sebagai makhluk paling sempurna, firman-Nya:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ.

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Qs. At-Tin [95]: 4.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa inilah subjek sumpah dari al-Qur’an surat at-Tin ini, yaitu bahwa Allah Swt. telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik dan rupa yang paling sempurna, tegak jalannya yang sempurna lagi baik semua anggota tubuhnya. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 14, hlm. 395.

Diantara kesempurnaan manusia dibandingkan makhluk yang lainnya adalah karunia berupa akal pikiran, firman Allah Ta’ala menggambarkan diantara do’a manusia beriman dalam setiap shalatnya berbunyi:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ.

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” Qs. Al-Fatihah [1]: 6.

Lafadz “Ihdinaa” yang berarti “Tunjukilah kami” yakni seorang hamba meminta hidayah kepada Sang Pencipta. Imam Al-Maraghi menjelaskan bahwa hidayah yang diminta pada ayat tersebut adalah hidayah taufik, sedangkan hidayah yang telah dianugerahkan oleh Allah Ta’ala kepada manusia ada empat, yakni:

1. Hidayah al-Ilham (insting), terjadi pada anak saat ia dilahirkan. Ia meminta makanan yang diinginkan dengan cara menangis. 

2. Hidayah al-Hawas (panca indera), Hidayah al-Ilham dan hidayah al-Hawas merupakan dua hidayah yang sama-sama terdapat pada manusia dan hewan ajam. Bahkan kedua hidayah tersebut pada hewan lebih sempurna dibanding pada manusia.

3. Hidayah al-‘Aql (akal), level hidayah al-‘Aql lebih tinggi dibanding hidayah al-Hawas dan hidayah al-Ilham. Manusia diciptakan untuk hidup bersama dengan makhluk lainnya. Al-Ilham (insting) dan al-Hawas (panca indera) tentu tidak cukup dalam mengarungi kehidupan ini. Maka, akal merupakan sesuatu yang harus ada baginya guna mengoreksi kesalahan-kesalahan perasaannya. 

4. Hidayah al-Adyan wa asy-Syara-i’, hidayah agama dan syariat merupakan hidayah yang harus ada bagi orang yang akalnya dikalahkan hawa nafsu.

Sementara pemberian hidayah taufik pada ayat ini “Ihdinash Shirathal Mustaqim” merupakan hak prerogatif Allah Ta’ala seutuhnya. Tidak ada satu makhluk pun yang dianugerahkan oleh Allah untuk dapat memberikan hidayah taufik, termasuk Rasulullah saw.

Oleh karena itu, memohon untuk diberikan hidayah taufik kepada Allah merupakan sebuah permohonan agung. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita. Demikian diantara paparan Tafsir Ihdinash Shirathal Mustaqim oleh Imam Al-Maraghi. Tafsir Al-Maraghi, Jilid 1, hlm. 35.

Pemaparan Imam Al-Maraghi di atas menggambarkan betapa besar potensi diri manusia atas ragam hidayah yang sedang, telah dan akan diterima. Artinya potensi diri modal untuk manusia agar menjadi makhluk yang bahagia serta jauh dari murka Allah Ta’ala dan terbebas dari berbagai kesesatan, sebagaimana bunyi ayat selanjutnya setelah ayat 6 dari al-Qur’an surat al-Fatihah yakni Allah Ta’ala berfirman:

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ.

“(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.” Qs. Al-Fatihah [1]: 7.

Imam Ibnu Katsir menjelaskan ragam tafsir tentang siapakah orang-orang yang telah Allah Ta’ala telah menganugerahkan nikmat kepada mereka. Diantara penafsiran para ulama menjelaskan bahwa mereka yang dimaksud pada ayat 7 surat al-Fatihah adalah orang-orang beriman yang mengamalkan ilmu. Adapun mereka yang dimurkai adalah orang-orang Yahudi yang berilmu namun tidak berbuah amal. Sedangkan mereka yang sesat adalah orang-orang Nasrani yang beramal namun tidak berdasarkan ilmu. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 1, hlm. 162-224.


MENGGALI POTENSI DIRI

Menggali potensi diri adalah menggunakan, memanfaatkan, mendalami dan melatih sedalam-dalamnya hidayah al-ilham, al-hawas, al-‘aql dan hidayah al-adyan wa asy-syara-i’ untuk menggapai hidayah taufik sebagai bimbingan dan pertolongan dari Allah Ta’ala dalam mengelola setiap nikmat yang dititipkan-Nya sehingga melahirkan ragam ilmu dan amal shaleh berbentuk karya nyata. 

Menggali potensi diri sebagai tanggung jawab pribadi setiap individu akan maksimal dengan tanpa halangan dari orang lain. Mengenal potensi diri akan mengefektifkan dan mengefisienkan kehidupan pribadi, apalagi jika mendapatkan hidayah taufik.

Abu Hurairah Ra. meriwayatkan hadis sabda Rasulullah Saw. sebagai berikut:

الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.

“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada seorang mukmin yang lemah. Namun, keduanya memiliki keistimewaan masing-masing. Berusahalah semaksimal mungkin untuk menggapai hal-hal yang bermanfaat untukmu! Mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah menjadi orang yang lemah! Jika ada suatu musibah yang menimpamu, janganlah engkau katakan: “seandainya aku lakukan hal lain (selain yang aku lakukan tadi), maka aku akan begini dan begitu!” Namun katakanlah: “hal tersebut merupakan bagian dari takdir yang Allah telah tentukan dan Allah telah melakukan apa yang Ia kehendaki”. Ketahuilah bahwa berandai-andai itu memberi peluang kepada syetan untuk memainkan perannya.” (HR. Muslim no. 6945, Imam Ahmad no. 8777 dan 8815, Ibnu Majah no. 79 dan 4168, Nasai no. 10457, Ibnu Hibban, Baihaqi, dan lainnya)

Ungkapan Nabi Saw., “Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada seorang mukmin yang lemah.” Merupakan memotivasi bagi umatnya untuk terus menggali potensi diri dan tidak mudah berputus asa. 

Riwayat lain yang bersumber dari kitab Sunan Abi Dawud, bahwa suatu ketika Rasulullah Saw. memutuskan perkara antara dua orang laki-laki. Maka salah satu dari mereka ketika perkaranya telah diputuskan mengatakan, ‘Hasbiyallah wa Ni’mal Wakil (cukup bagiku Allah dan Dialah sebaik-baik tempat berserah)’. Mendengar hal tersebut Rasulullah Saw. bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يَلُومُ عَلَى الْعَجْزِ وَلَكِنْ عَلَيْكَ بِالْكَيْسِ فَإِذَا غَلَبَكَ أَمْرٌ فَقُلْ حَسْبِىَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ.

“Sesungguhnya Allah mencela orang yang lemah, oleh karena itu bangkitlah!, dan apabila engkau kalah dalam suatu urusan maka ucapkanlah, ‘Hasbiyallah wa ni’mal wakil (cukup bagiku Allah dan Dialah sebaik-baik tempat berserah)’.” (HR. Abu Dawud)

Sabda Nabi Saw., “Berusahalah semaksimal mungkin untuk menggapai hal-hal yang bermanfaat untukmu! Mintalah pertolongan kepada Allah…”, Karena yang namanya perbuatan itu ada tiga macam: [1]perbuatan yang mendatangkan manfaat, [2]perbuatan yang menimbulkan bahaya, dan [3]perbuatan yang tidak mendatangkan manfaat maupun bahaya. Sedangkan yang diperintahkan adalah melakukan macam yang pertama yaitu hal yang bermanfaat, maka bersemangatlah untuk berusaha semaksimal mungkin.


HALANGAN DAN RINTANGAN DISERTAI SOLUSINYA

Ragam halangan dan rintangan eksternal maupun internal dalam menggapai potensi diri. Secara internal, halangan dan rintangan itu adalah diri sendiri seperti sifat malas, pengecut, terburu-buru, dan berkhianat. Secara eksternal, halangan dan rintangan itu adalah apa dan siapa pun yang menjauhkan diri dari kebaikan seperti orang dengki yang memusuhi, orang munafik yang membahayakan, serta orang kafir yang mengancam.

Do’a yang khusyu’ disertai ikhtiar yang maksimal adalah solusinya, karena kesuksesan seseorang bukan karena semata-mata kehebatannya tetapi yang pokok adalah karena Allah Ta’ala mengizinkannya, maka berdo’alah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ.

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan utang dan kesewenang-wenangan manusia.” Hr. Abu Dawud.

Do’a tanpa usaha ikhtiar adalah bohong, usaha ikhtiar tanpa do’a adalah sombong. Usaha ikhtiar selama raga bernyawa tidaklah boleh terjeda. Firman Allah Ta’ala:

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ.

Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). Qs.Al-Hijr:99. 

Selamat menggali potensi diri dengan mensyukuri ragam fasilitas Ilahi.

Wallahu A'lam, Abu Akyas Syaddad Al-Fatih.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama