SEBAB MANDI JUNUB

 

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN FIQHUS SUNNAH

Bab Mandi Tentang Definisi Mandi - Mandi Wajib

DEFINISI MANDI: 

Mandi adalah aktivitas membasahi seluruh tubuh dengan air. Mandi disyariatkan berdasarkan firman Allah swt.:

 … وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا… 

dan jika kalian junub, maka mandilah. (Al-Maidah {5}: 6)

Dan firman-Nya dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 222:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (222) 

Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan mandi:

BEBERAPA HAL YANG MEWAJIBKAN MANDI:

Hal-hal yang mewajibkan mandi ada lima macam, yaitu;

PERTAMA, KELUARNYA SPERMA KARENA RANGSANGAN SYAHWAT.

Baik keluar spermanya dalam keadaan tertidur maupun sadar, baik laki-laki maupun wanita. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama fikih yang berlandaskan pada hadits Abu Sa’id. Ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:

اَلْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ. رواه مسلم

“Mandi (wajib) dilakukan karena (keluarnya) air sperma.” H.R. Muslim

Diriwayatkan dari Ummu Salamah ra. Ia menceritakan bahwasanya Ummu Sulaim bertanya kepada Rasulullah saw.:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحِي مِنْ الْحَقِّ هَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ غُسْلٌ إِذَا احْتَلَمَتْ قَالَ نَعَمْ إِذَا رَأَتْ الْمَاءَ. رواه الشيخان وغيرهما.

“Wahai Rasulullah saw., sesungguhnya Allah tidak malu (menjelaskan) masalah kebenaran! Apakah seorang wanita wajib mandi apabila mimpi basah (keluar sperma)? Rasulullah saw. menjawab, “Ya, jika ia melihat air sperma tersebut.” H.R. Bukhari, Muslim dan lainnya.

Berikut ini merupakan beberapa hal yang sering terjadi yang berkaitan dengan air sperma:

Jika sperma keluar tanpa adanya syahwat, tetapi karena sakit atau cuaca dingin, maka kondisi yang sedemikian tidak mewajibkan mandi besar. Hal tersebut berdasarkan hadits Ali ra. yang berkata:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ لَهُ: فَإِذَا فَضَخْتَ الْمَاءَ فاغْتَسِلْ.

Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Jika air sperma itu terpancar dengan kuat (dengan syahwat), maka mandilah!” H.R. Abu Daud.

Mujahid berkata, "Ketika kami (maksudnya Ibnu Abbas; Thawus, Sa’id bin Jubair dan 'Ikrimah) duduk dengan membentuk halaqah di dalam masjid, dan Ibnu Abbas sedang melaksanakan shalat, ada seorang laki-laki menemui kami dan bertanya, 'Adakah mufti di antara kalian?" Kami pun menjawab, "Kemukakan apa yang ingin engkau tanyakan?" Ia berkata, "setiap kali saya kencing, air kencing itu selalu diiringi air yang kental.” Kami bertanya kepadanya, “Apakah yang engkau maksud adalah sperma?" Ia menjawab, "Benar!" Kami berkata kepadanya, "Kalau begitu, engkau wajib mandi.” Kemudian ia berbalik untuk melangkah pergi. Sementara itu, Ibnu Abbas yang ketika itu sedang mengerjakan shalat bergegas untuk segera menyelesaikan shalatnya. Ibnu Abbas berkata kepada 'Ikrimah, "Panggillah dan suruhlah laki-laki tadi datang menghadapku!" Ketika laki-laki itu datang kembali, Ibnu Abbas pun bertanya kepada kami, 'Apakah fatwa yang kalian berikan kepada laki-laki itu berlandaskan Kitab Allah?"

Kami pun menjawab, "Tidak!" Ibnu Abbas bertanya lagi, 'Apakah fatwa kalian tadi itu berdasarkan pada hadits Rasulullah saw.?" "Tidak!" jawab kami. Ibnu Abbas bertanya lagi, 'Apakah fatwa kalian tadi berdasarkan kepada pendapat sahabat Rasulullah saw.?" Kami jawab, "Juga tidak!" Ibnu Abbas bertanya lagi, "Kalau begitu, apa yang menjadi dasar fatwamu?" Kami jawab, "Berdasarkan pada pikiran kami." Kemudian Ibnu Abbas berkata, Itulah sebabnya Rasulullah saw. bersabda:

فَقِيْهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ ألْفِ عَابِدٍ.

"Seorang ahli fikih lebih berat bagi setan untuk memperdayanya daripada berhadapan dengan seribu orang ahli ibadah." 

Pada saat itu, laki-laki itu datang kembali dan menghadap Ibnu Abbas. Ibnu Abbas kemudian bertanya kepadanya, "Bagaimana perasaanmu bila hal tersebut terjadi? Apakah disertai dengan naiknya syahwat yang diiringi perasaan nikmat?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak!" Ibnu Abbas bertanya lagi, 'Apakah kamu merasakan letih pada tubuhmu setelah itu?" Laki-laki tadi menjawab, "Juga tidak!" Ibnu Abbas berkata, "Kalau begitu, keluarnya air sperrna itu disebabkan cuaca dingin. Untuk itu, engkau cukup berwudhu."

Jika seseorang mimpi basah, namun tidak menemukan bekas sperma pada pakaian atau tubuhnya, maka ia tidak diwajibkan mandi. Ibnu Mundzir berkata bahwa hal tersebut telah disepakati oleh seluruh ulama. Dalam hadits Ummu Sulaim disebutkan: 

فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ غُسْلٌ إِذَا احْتَلَمَتْ فَقَالَ نَعَمْ إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ.

“Wajibkah bagi wanita mandi apabila bermimpi?" Rasulullah saw. menjawab, “Ya, apabila ia melihat air sperma.” 

Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang tidak melihat adanya sperma (setelah bangun tidur), maka ia tidak wajib mandi. Namun apabila air sperma keluar setelah bangun tidur, maka ia diwajibkan mandi.

Apabila seseorang bangun dari tidurnya, lalu mendapati cairan di pakaiannya, tetapi ia tidak ingat bahwa ia telah mimpi basah. Maka ia wajib mandi jika yakin bahwa cairan tersebut adalah sperma yang keluar disebabkan oleh mimpi. Jika ia ragu, apakah cairan tersebut air sperma atau bukan, maka -untuk lebih berhati-hati- sebaiknya ia mandi wajib. Mujahid dan Qatadah berpendapat, tidak wajib mandi bagi orang yang ragu-ragu sehingga ia benar-benar yakin, kalau cairan yang ia dapati adalah sperma. Sebab pada dasarnya seseorang berada dalam keadaan suci dan keadaan tersebut tidak dapat dihapuskan dengan keraguan.

Jika seseorang merasakan memuncaknya syahwat dan spermanya akan keluar, lalu ia memegang kemaluannya dengan kuat hingga spermanya tersebut tidak keluar, maka ia tidak wajib mandi. Sebab, Rasulullah saw. mengaitkan kewajiban mandi dengan keluarnya air sperma. lika sperma tersebut tidak keluar, maka ia tidak diwajibkan mandi. Tetapi jika sperma tersebut keluar beberapa saat kemudian, maka ia wajib mandi.

Jika seseorang melihat sperma pada pakaiannya, tetapi tidak mengetahui kapan keluarnya, padahal ia sudah shalat, maka ia wajib mengulangi semua shalatnya sejak waktu tidurnya yang terakhir. Kecuali jika ia yakin bahwa sperma keluar jauh sebelum ia melaksanakan shalat, maka ia mengulangi shalat dari waktu tidur terdekat yang diduga air sperma tersebut keluar.

KEDUA: BERTEMUNYA DUA KELAMIN (BACA: HUBUNGAN INTIM). 

Maksudnya, memasukkan kepala kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita, meskipun tidak disertai dengan keluarnya sperma. Sebagai dasar atas hal ini adalah firman Allah swt. yang berbunyi:

… وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا… 

dan jika kalian junub, maka mandilah. (Al-Maidah {5}: 6)

Imam Syafi’i berkata, "Pada hakikatnya, arti junub dalam bahasa Arab adalah bertemunya kelamin laki-laki dengan wanita, meskipun tanpa disertai dengan keluarnya sperma." Lebih lanjut ia mengatakan, "setiap orang yang mendengar, bahwa si Fulan dalam keadaan junub dengan si Fulanah, maka dapat dipahami bahwa mereka telah melakukan hubungan seks, meskipun tidak disertai dengan keluarnya sperma." Ia menambahkan, "Tidak seorang pun yang menyanggah bahwa perbuatan zina yang wajib menerima hukuman cambuk adalah jimak, meskipun disertai dengan keluarnya sperma." 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda:

«إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ».

“Jika seseorang telah berada dalam pelukan wanita, lalu menyetubuhinya, maka mereka diwajibkan mandi, baik keluar sperma maupun tidak.” H.R Ahmad dan Muslim. 

Sa'id bin al-Musayyab bercerita bahwa Abu Musa al-Asy’ari ra. berkata kepada Aisyah, "Saya ingin menanyakan sesuatu, tetapi saya merasa malu padamu." Aisyah berkata, "Tanyakan dan tidak perlu malu. Sebab, saya ibumu juga." Abu Musa pun bertanya mengenai seorang laki-laki yang bersenggama, tetapi tidak mengeluarkan sperma. Aisyah menjawab dengan sabda Rasulullah saw.:

إِذَا أَصَابَ الْخِتَانُ الْخِتَانَ، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ.

“Jika kemaluan wanita mengenai kemaluan laki-laki, maka wajib mandi.” H.R Ahmad dan Malik dengan redaksi yang berbeda-beda. 

Maksud berhubungan intim adalah masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita. Sedangkan jika hanya sebatas menyentuh, maka keduanya tidak wajib mandi.

KETIGA: BERHENTINYA HAID DAN NIFAS. 

Sebagai dasar atas hal ini adalah firman Allah swt.:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (222) 

Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, "Haid itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (Al-Baqarah {2}: 222)

Juga berdasarkan pada hadits Rasulullah saw. yang disampaikan kepada Fatimah binti Abu Hubaisy ra.:

دَعِي الصَّلَاةَ قَدْرَ الْأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي. متفق عليه

“Tinggalkanlah shalat selama hari-hari haidmu. (jika sudah berhenti), mandilah dan kerjakanlah shalat.” H.R Bukhari Muslim. 

Meskipun hadits tersebut hanya menerangkan masalah haid, namun nifas juga mempunyai hukum yang sama dengan haid berdasarkan ijma' sahabat. Apabila seorang wanita melahirkan, tetapi tidak mengeluarkan darah, dalam hal ini ada dua pendapat: 

Pertama: Ia wajib mandi. 

Kedua: Ia tidak wajib mandi. Mengenai hal ini, tidak ada nash yang menjelaskan (secara khusus).

KEEMPAT: MENINGGAL DUNIA. 

Para ulama sepakat, jika seorang Muslim meninggal dunia, maka ia wajib dimandikan. Masalah ini akan dijelaskan pada bab tersendiri. 

KELIMA: ORANG KAFIR YANG MEMELUK AGAMA ISLAM. 

Apabila orang kafir memeluk Islam, maka ia wajib mandi. Sebagai dasar atas hal ini adalah hadits Abu Hurairah ra.:

عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ بَعَثَ النَّبِيُّ خَيْلاً قِبَلَ نَجْدٍ فَجَاءَتْ بِرَجُلٍ مِنْ بَنِي حَنِيفَةَ يُقَالُ لَهُ ثُمَامَةُ بْنُ أُثَالٍ فَرَبَطُوهُ بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ فَقَالَ مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ فَقَالَ عِنْدِي خَيْرٌ يَا مُحَمَّدُ إِنْ تَقْتُلْنِي تَقْتُلْ ذَا دَمٍ وَإِنْ تُنْعِمْ تُنْعِمْ عَلَى شَاكِرٍ وَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْمَالَ فَسَلْ مِنْهُ مَا شِئْتَ فَتُرِكَ حَتَّى كَانَ الْغَدُ ثُمَّ قَالَ لَهُ مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ قَالَ مَا قُلْتُ لَكَ إِنْ تُنْعِمْ تُنْعِمْ عَلَى شَاكِرٍ فَتَرَكَهُ حَتَّى كَانَ بَعْدَ الْغَدِ فَقَالَ مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ فَقَالَ عِنْدِي مَا قُلْتُ لَكَ فَقَالَ أَطْلِقُوا ثُمَامَةَ فَانْطَلَقَ إِلَى نَخْلٍ قَرِيبٍ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ يَا مُحَمَّدُ وَاللَّهِ مَا كَانَ عَلَى الْأَرْضِ وَجْهٌ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْ وَجْهِكَ فَقَدْ أَصْبَحَ وَجْهُكَ أَحَبَّ الْوُجُوهِ إِلَيَّ وَاللَّهِ مَا كَانَ مِنْ دِينٍ أَبْغَضَ إِلَيَّ مِنْ دِينِكَ فَأَصْبَحَ دِينُكَ أَحَبَّ الدِّينِ إِلَيَّ وَاللَّهِ مَا كَانَ مِنْ بَلَدٍ أَبْغَضُ إِلَيَّ مِنْ بَلَدِكَ فَأَصْبَحَ بَلَدُكَ أَحَبَّ الْبِلَادِ إِلَيَّ وَإِنَّ خَيْلَكَ أَخَذَتْنِي وَأَنَا أُرِيدُ الْعُمْرَةَ فَمَاذَا تَرَى فَبَشَّرَهُ رَسُولُ اللَّهِ وَأَمَرَهُ أَنْ يَعْتَمِرَ فَلَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ قَالَ لَهُ قَائِلٌ صَبَوْتَ قَالَ لَا وَلَكِنْ أَسْلَمْتُ مَعَ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ وَلَا وَاللَّهِ لَا يَأْتِيكُمْ مِنْ الْيَمَامَةِ حَبَّةُ حِنْطَةٍ حَتَّى يَأْذَنَ فِيهَا النَّبِيُّ .

Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Nabi saw mengutus satu pasukan berkuda ke arah Najd, lalu pasukan itu pulang membawa seorang tawanan dari Bani Hanifah (Yamamah) yang bernama Tsumamah ibn Utsal. Mereka kemudian mengikatnya di salah satu tiang masjid. Nabi saw menemuinya dan bertanya: “Apa yang kamu miliki Tsumamah?” Ia menjawab: “Saya tidak punya sesuatu yang baik hai Muhammad. Jika kamu membunuhku, maka sungguh kamu membunuh orang yang memiliki darah (orang penting). Jika kamu memberi, maka kamu memberi kepada orang yang akan membalas kebaikan. Dan jika ingin harta, maka mintalah semaumu.” Ia pun lalu dibiarkan. Pada keesokan harinya, Nabi saw bertanya lagi kepadanya: “Apa yang kamu miliki Tsumamah?” Ia menjawab: “Apa yang telah aku katakan kepadamu, jika kamu memberi, maka kamu memberi kepada orang yang akan membalas kebaikan.” Nabi saw pun kemudian membiarkannya. Keesokan harinya, Nabi saw bertanya lagi kepadanya: “Apa yang kamu miliki Tsumamah?” Ia menjawab: “Apa yang telah aku katakan kepadamu sebelumnya.” Lalu Nabi saw berkata: “Bebaskan Tsumamah.” Tsumamah pun kemudian pergi ke kebun kurma dekat masjid, ia lalu mandi dan masuk kembali masjid, kemudian berkata: “Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan bersaksi bahwasanya Muhammad Rasul Allah. Demi Allah, tidak ada satu wajah pun di muka bumi ini yang lebih aku benci daripada wajahmu, tapi sekarang wajahmu yang paling aku sukai. Demi Allah, tidak ada satu agama pun yang paling aku benci daripada agamamu, tapi sekarang agamamu yang paling aku cintai. Demi Allah, tidak ada satu negeri pun yang paling aku benci daripada negerimu, tapi sekarang negerimu yang paling aku cintai. Sungguh pasukanmu kemarin menangkapku ketika aku akan ‘umrah. Bagaimana sebaiknya menurut anda?” Nabi saw kemudian menghiburnya dan memerintahnya untuk ‘umrah. Ketika ia datang ke Makkah (sambil bertalbiyah), ada orang yang berkata kepadanya: “Kamu sudah keluar dari agamamu!” Tsumamah menjawab: “Tidak, tetapi saya sudah masuk Islam bersama Muhammad Rasulullah saw (sebab menurutnya agama Jahiliyyah bukan agama). Dan tidak akan pernah (aku keluar dari Islam). Demi Alllah tidak akan datang kepada kalian (penduduk Makkah) satu biji gandum pun dari Yamamah kecuali Nabi saw harus mengizinkannya (ancaman terhadap penduduk Makkah yang menggantungkan suplai gandum dari Yamamah agar tidak mengganggu Tsumamah yang notabene seorang tokoh dari Yamamah) (Shahih al-Bukhari kitab manaqibil-anshar bab wafdi Bani Hanifah no. 4372; Shahih Muslim kitab al-jihad was-siyar bab rabthil-asir wa habsihi no. 4688-4689).

Wallahu A'lam, Al-Ustadz Faqih Aulia, Bidang Jam'iyyah PC Pemuda Persis Batununggal Kota Bandung.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama