BERBUAT BAIK KEPADA TEMAN KELUARGA

 


بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN RIYADHUS SHALIHIN

باب فضل بر أصدقاء الأب والأم والأقارب والزوجة وسائر من يندب إكرامه

KEUTAMAAN BERBUAT BAIK KEPADA TEMAN AYAH DAN IBU, KERABAT, ISTERI DAN ORANG-ORANG YANG PANTAS DIHORMATI


HADITS PERTAMA:

عن ابن عمر رضي الله عنهما: أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: «إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ أنْ يَصِلَ الرَّجُلُ وُدَّ أبيهِ».

Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Sesungguhnya kebajikan yang terbaik adalah seseorang menyambung hubungan baik dengan orang yang dicintai oleh ayahnya.” (H.R. Muslim)

HADITS KEDUA:

وعن عبد الله بن دينار، عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: أنَّ رَجُلاً مِنَ الأعْرَابِ لَقِيَهُ بطَريق مَكَّةَ، فَسَلَّمَ عَلَيهِ عبدُ الله بْنُ عُمَرَ، وَحَمَلَهُ عَلَى حِمَارٍ كَانَ يَرْكَبُهُ، وَأعْطَاهُ عِمَامَةً كَانَتْ عَلَى رَأسِهِ، قَالَ ابنُ دِينَار: فَقُلْنَا لَهُ: أصْلَحَكَ الله، إنَّهُمُ الأعرَابُ وَهُمْ يَرْضَوْنَ باليَسير، فَقَالَ عبد الله بن عمر: إن أَبَا هَذَا كَانَ وُدّاً لِعُمَرَ بنِ الخطاب وإنِّي سَمِعتُ رَسُول الله يقول: «إنَّ أبرَّ البِرِّ صِلَةُ الرَّجُلِ أهْلَ وُدِّ أبِيهِ».

Dan dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma: Bahwa seorang laki-laki Arab Badui menemuinya di jalan Makkah. Abdullah bin Umar mengucapkan salam kepadanya, memboncengkannya di atas keledai yang dikendarainya, dan memberinya surban yang dikenakan di atas kepalanya. Ibnu Dinar menuturkan, "Maka kami berkata, "Semoga Allah memperbaikimu, mereka itu orang-orang Arab Badui dan mereka sudah rela dengan pemberian yang sedikit." Abdullah bin Umar berkata, "Sesungguhnya ayah orang ini adalah orang yang dicintai Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu-. Dan aku pernah mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya perbuatan bakti yang paling baik adalah seseorang menyambung hubungan baik dengan keluarga orang yang dicintai ayahnya." 

وفي رواية عن ابن دينار، عن ابن عمر: أنَّهُ كَانَ إِذَا خَرَجَ إِلَى مَكّةَ كَانَ لَهُ حِمَارٌ يَتَرَوَّحُ عَلَيهِ إِذَا مَلَّ رُكُوبَ الرَّاحِلةِ، وَعِمَامَةٌ يَشُدُّ بِهَا رَأسَهُ، فَبيْنَا هُوَ يَوماً عَلَى ذلِكَ الحِمَارِ إِذْ مَرَّ بِهِ أعْرابيٌّ، فَقَالَ: ألَسْتَ فُلاَنَ بْنَ فُلاَن؟ قَالَ: بَلَى. فَأعْطَاهُ الحِمَارَ، فَقَالَ: ارْكَبْ هَذَا، وَأعْطَاهُ العِمَامَةَ وَقالَ: اشْدُدْ بِهَا رَأسَكَ، فَقَالَ لَهُ بعضُ أصْحَابِهِ: غَفَرَ الله لَكَ أعْطَيْتَ هَذَا الأعْرَابيَّ حِمَاراً كُنْتَ تَرَوَّحُ عَلَيهِ، وعِمَامةً كُنْتَ تَشُدُّ بِهَا رَأسَكَ؟ فَقَالَ: إنِّي سَمِعتُ رَسُول الله، يَقُولُ: «إنَّ مِنْ أبَرِّ البِرِّ أنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أهْلَ وُدِّ أبيهِ بَعْدَ أنْ يُولِّيَ» وَإنَّ أبَاهُ كَانَ صَديقاً لعُمَرَ. رَوَى هذِهِ الرواياتِ كُلَّهَا مسلم.

Dalam riwayat lain dari Ibnu Dinar, dari Ibnu Umar, "Bahwasanya apabila ia pergi ke Mekkah, ia membawa keledai untuk bersantai di atasnya jika ia bosan mengendarai unta dan membawa surban yang diikatkan di kepalanya. Ketika di suatu hari ia tengah mengendarai keledai tersebut, tiba-tiba seorang laki-laki Arab Badui melewatinya. Ia bertanya, "Bukankah engkau fulan bin fulan?" Orang itu menjawab, "Ya." Lantas Ibnu Umar memberikan keledai itu padanya, ia berkata, "Naikilah ini." Ia pun memberinya surban, dan berkata, "Ikatkan ini di kepalamu." Maka beberapa orang sahabatnya berkata kepadanya, "Semoga Allah mengampuni anda. Mengapa anda memberi orang Badui ini keledai yang anda gunakan bersantai dan surban yang anda ikatkan di kepala?" Ia menjawab, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Sesungguhnya perbuatan bakti yang paling baik adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga orang yang dicintai ayahnya setelah ia meninggal." Dan ayah orang ini adalah kawan Umar -raḍiyallāhu 'anhu-." 

Keterangan:

Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- apabila pergi ke Mekkah untuk menunaikan haji ia membawa serta keledai untuk digunakan bersantai jika ia bosan mengendarai unta. Ia beristirahat di atas keledai ini, kemudian mengendarai unta. Pada suatu hari, seorang laki-laki Arab Badui bertemu dengannya. Ibnu Umar menanyainya, "Apakah engkau fulan bin fulan?" Ia menjawab, "Ya." Lantas Ibnu Umar turun dari punggung keledai dan berkata, "Ambillah keledai ini, naiklah ke atasnya." Ia juga memberinya surban yang ia ikatkan di kepalanya dan berkata pada laki-laki Badui ini, "Ikatkanlah ini di kepalamu!" Abdullah bin Umar pun ditanya, "Semoga Allah memperbaikimu atau semoga Allah mengampunimu. Mereka itu orang-orang Arab Badui, dan orang-orang Arab Badui itu rida dengan pemberian yang sedikit. Maksudnya, mengapa engkau turun dari keledai dan berjalan kaki, serta memberikan surban yang engkau ikatkan di kepalamu kepadanya, padahal orang Badui itu bisa menerima pemberian yang kurang dari itu." Ia menjawab, "Sesungguhnya perbuatan bakti yang lebih baik adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga orang yang dicintai ayahnya." Maksudnya, perbuatan bakti yang paling baik ketika ayah, atau ibu seseorang, atau salah satu kerabatnya meninggal dunia adalah engkau berbuat baik pada keluarga orang yang dicintainya. Artinya, bukan hanya pada kawannya saja, namun juga pada kerabat-kerabat kawannya. Dan "Sesungguhnya ayah orang ini adalah kawan Umar", yakni, Umar bin Al-Khaṭṭāb, ayahnya. Karena Umar kawan ayah orang Arab Badui tadi, Ibnu Umar memuliakannya sebagai bentuk baktinya pada sang ayah, Umar -raḍiyallāhu 'anhu-. 

Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:

Bentuk bakti seorang anak kepada ayahnya adalah meneruskan persahabatan yang sudah dibangun ayahnya setelah ia meninggal.

HADITS KETIGA:

وعن أَبي أُسَيد -بضم الهمزة وفتح السين- مالك بن ربيعة الساعدي قَالَ: بَيْنَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ رَسُول الله إذ جَاءهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلَمَةَ، فَقَالَ: يَا رسولَ اللهِ! هَلْ بَقِيَ مِنْ برِّ أَبَوَيَّ شَيء أبرُّهُما بِهِ بَعْدَ مَوتِهمَا؟ فَقَالَ: «نَعَمْ، الصَّلاةُ عَلَيْهِمَا، والاسْتغْفَارُ لَهُمَا، وَإنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِما، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتي لا تُوصَلُ إلا بِهِمَا، وَإكرامُ صَدِيقهمَا». رواه أَبُو داود.

Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata, “Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (H.R. Abu Daud)

Keterangan:

Hadis ini mengisyaratkan bahwa berbakti pada kedua orang tua tidak terbatas pada keduanya, tapi juga pada kawan-kawan dan orang-orang yang dicintai keduanya. Pun tidak bergantung pada saat keduanya hidup, tapi terus berlanjut hingga setelah keduanya meninggal. Pertanyaan sahabat tersebut, "apakah masih ada bentuk bakti pada kedua orang tua yang bisa aku lakukan setelah keduanya meninggal?" menunjukkan ia sosok anak yang berbakti pada kedua orang tuanya. Di samping juga mengandung kesiap sediaannya dan kecintaannya pada kebaikan. Adapun bentuk-bentuk berbakti seperti yang disebutkan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah: 

Aṣ-ṣalātu 'alaihima, yakni mendoakan keduanya. Kata Aṣ-ṣalāh di sini berarti doa.

Al-istigfār lahumā, yakni seseorang memohonkan ampunan untuk kedua orang tuanya dengan mengatakan, "Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku", dan semacamnya. 

Infāżu `ahdihimā, yakni melaksanakan wasiat keduanya. 

Bersedekah untuk keduanya. Sedekah itu bermanfaat bagi kedua orang tua. Demikian pula memuliakan kawan keduanya, yakni jika keduanya memiliki kawan, hendaklah ia memuliakannya. Ini termasuk bakti kepada orang tua. 

Menyambung silaturahmi (kekerabatan) yang engkau tidak dapat menjalinnya kecuali melalui keduanya. Yakni, menyambung hubungan dengan para kerabat. Ini termasuk berbakti pada keduanya. 

Jadi inilah lima perkara; mendoakan kedua orang tua, memohonkan ampunan untuk keduanya, memuliakan kawan keduanya, melaksanakan wasiat keduanya dan menyambung silaturrahmi yang engkau tidak dapat menjalinnya kecuali melalui keduanya. Perkara-perkara ini termasuk bentuk berbakti pada kedua orang tua setelah keduanya meninggal.  

Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:

Rasulullah mengajarkan cara berbakti kepada orang tua, baik yang masih hidup ataupun sudah meninggal.

Jika orang tuanya masih hidup maka manfaatkanlah untuk berbuat baik kepada keduanya, tetapi jika sudah meninggal maka doakanlah keduanya, sebagaimana doa yang diajarkan melalui Q.S. Al-Isra: 24, “… sayangilah keduanya sebagaimana mereka telah mendidikku ketika kecil.” Ayat lain menyatakan, “Ya Tuhanku, ampunilah kedua orang tuaku.”

Cara lain berbakti kepada orang tua adalah dengan melaksanakan wasiatnya jika mereka sudah meninggal.

Doa anak shaleh kepada orang tuanya niscaya akan dikabulkan oleh Allah dan pahalanya akan terus mengalir.

HADITS KEEMPAT:

وعن عائشة رضي الله عنها قَالَتْ: مَا غِرْتُ عَلَى أحَدٍ مِنْ نِسَاءِ النَّبيِّ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَة رضي الله عنها، وَمَا رَأيْتُهَا قَطُّ، وَلَكِنْ كَانَ النَّبيُّ يُكْثِرُ ذِكْرَهَا، وَرُبَّمَا ذَبَحَ الشَّاةَ، ثُمَّ يقَطِّعُهَا أعْضَاء، ثُمَّ يَبْعثُهَا في صَدَائِقِ خَديجَةَ، فَرُبَّمَا قُلْتُ لَهُ: كَأنْ لَمْ يَكُنْ في الدُّنْيَا امرأة إلا خَديجَةَ!. فَيَقُولُ: «إنَّهَا كَانَتْ وَكَانَتْ وَكَانَ لي مِنْهَا وَلَدٌ». مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

وفي رواية: وإنْ كَانَ لَيَذْبَحُ الشَّاةَ، فَيُهْدِي في خَلاَئِلِهَا مِنْهَا مَا يَسَعُهُنَّ. وفي رواية: كَانَ إِذَا ذبح الشاة، يقولُ: «أَرْسِلُوا بِهَا إِلَى أصْدِقَاءِ خَديجَةَ». وفي رواية: قَالَت: اسْتَأذَنتْ هَالَةُ بِنْتُ خُوَيْلِد أُخْتُ خَدِيجَةَ عَلَى رَسُول الله، فَعرَفَ اسْتِئذَانَ خَديجَةَ، فَارتَاحَ لِذَلِكَ، فَقَالَ: «اللَّهُمَّ هَالةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ».

Dari Aisyah ra., ia berkata: Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap istri-istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melebihi kecemburuanku terhadap Khadijah -raḍiyallāhu 'anhā- padahal aku tidak pernah berjumpa dengannya. Akan tetapi beliau sering sekali menyebutnya. Terkadang beliau menyembelih kambing lalu memotong-motongnya menjadi beberapa bagian, kemudian mengirimnya kepada teman-teman Khadijah. Sampai pernah aku berkata kepadanya, "Seakan-akan tidak ada wanita lain di dunia ini kecuali Khadijah." Maka beliau menjawab, "Sesungguhnya dia itu wanita begini dan begini, darinya aku dikarunia anak." Dalam salah satu riwayat disebutkan, "Apabila beliau menyembelih kambing, maka beliau selalu menghadiahkan bagian kambing itu kepada sahabat-sahabat Khadijah apa yang dapat mencukupi mereka." Dalam riwayat lain, "Apabila beliau menyembelih kambing, maka beliau mengatakan, "Kirimkanlah daging kambing itu kepada sahabat-sahabat Khadijah." Dan di dalam riwayat lain, Aisyah berkata, "Hālah binti Khuwailid saudari Khadijah pernah meminta izin untuk masuk ke rumah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Beliau mengenal suara minta izinnya mirip dengan suara Khadijah hingga membuat beliau merasa senang. Lalu beliau berkata, "Ya Allah, ternyata Hālah binti Khuwailid."

Keterangan:

Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- berkata, "Aku tidak pernah merasa cemburu terhadap salah seorang dari istri-istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seperti kecemburuanku terhadap Khadijah -raḍiyallāhu 'anhā-. Dia adalah istri pertama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan telah wafat sebelum Aisyah menjumpainya. Dahulu tatkala Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyembelih kambing di Madinah, maka beliau mengambil sebagian dagingnya dan menghadiahkannya kepada teman-teman Khadijah -raḍiyallāhu 'anhā-, dan Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- tidak sabar dengan hal itu. Lantas dia berkata, "Wahai Rasulullah, seakan-akan tidak ada wanita lain di dunia kecuali Khadijah." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyebutkan bahwa dia (Khadijah) dahulu melakukan begini dan begini, beliau menyebutkan sifat-sifat Khadijah -raḍiyallāhu 'anhā-. Dan beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- juga menambahkan rahasia kecintaan, kasih sayang, dan hubungan (keterikatan) mendalam ini (dengan ucapan), "Dan darinya aku dikaruniai anak." Anak-anak beliau ada empat orang perempuan dan tiga orang laki-laki, mereka semua dari Khadijah kecuali satu orang anak laki-laki yaitu Ibrahim -raḍiyallāhu 'anhu-, dia dari Mariyah Al-Qibṭiyah yang dihadiahkan kepada beliau oleh raja Al-Qibṭ (Mesir). Suatu ketika Hālah binti Khuwailid saudari Khadijah -raḍiyallāhu 'anhuma- datang, lalu ia meminta izin, dan cara minta izinnya menyerupai cara minta izin Khadijah karena suara Khadijah mirip dengan suara saudarinya, lantas beliau teringat Khadijah dengan hal itu. Maka beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pun gembira dan senang dengan itu.  

Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:

Hadits yang menjelaskan keutamaan Khadijah binti Khuwailid ra., dan kecintaan Nabi saw. kepada beliau.

Begitu besarnya jasa beliau sehingga Nabi saw. tidak melupakannya walaupun telah lama meninggal.

Nabi saw. menjalankan hak-hak dan menjaga silaturahmi dengan teman-teman orang yang telah meninggal.

HADITS KELIMA:

وعن أنس بن مالك قَالَ: خرجت مَعَ جرير بن عبد الله البَجَليّ في سَفَرٍ، فَكَانَ يَخْدُمُني، فَقُلْتُ لَهُ: لا تَفْعَل، فَقَالَ: إِنِّي قَدْ رَأيْتُ الأنْصَارَ تَصْنَعُ برسول الله شيئاً آلَيْتُ أنْ لا أصْحَبَ أحَداً مِنْهُمْ إلا خَدَمْتُهُ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, "Aku keluar bersama Jarir bin Abdillah Al-Bajaliy -raḍiyallāhu 'anhu- dalam suatu perjalanan. Ternyata ia melayaniku. Aku berkata padanya, "Jangan lakukan!" Ia menjawab, "Sungguh aku telah melihat orang-orang Ansar melakukan sesuatu (kebaikan) pada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, di mana aku bersumpah terhadap diriku bahwa aku tidak menyertai salah seorang dari mereka kecuali aku akan melayaninya." (Muttafaq Alaih)

Keterangan:

Hadis Jarir bin Abdillah Al-Bajaliy -raḍiyallāhu 'anhu- ini menceritakan bahwa ia dalam suatu perjalanan. Ia melayani kawan-kawannya yang termasuk orang-orang Ansar. Di antara mereka adalah Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- yang notabenenya lebih muda dibanding Jarir. Maka ia ditanya tentang sikapnya ini, yakni mengapa engkau melayani mereka padahal engkau seorang sahabat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-? Ia menjawab, "Aku telah melihat orang-orang Ansar melakukan sesuatu (kebaikan) pada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, di mana aku bersumpah terhadap diriku bahwa aku tidak menemani salah seorang dari mereka kecuali aku melayaninya. Ini termasuk memuliakan orang yang memuliakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Memuliakan sahabat-sahabat seseorang sama dengan memuliakan orang tersebut dan menghormati mereka sama dengan menghormatinya. Oleh sebab ini, Jarir -raḍiyallāhu 'anhu- memandang memuliakan mereka ini termasuk memuliakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.  

Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:

Menghormati orang yang memuliakan Rasulullah saw., padahal usia Rasulullah lebih muda darinya.

Keutamaan dan ketawadhuan sahabat Nabi saw., yang bernama Jarir bin Abdillah al-Bajaliy.

Sahabat yang satu menghormati sahabat lainnya, terutama kepada sahabat yang selalu melayani Nabi saw. 

Wallahu A'lam, Al-Ustadz Faqih Aulia, Bidang Jam'iyyah PC Pemuda Persis Batununggal Kota Bandung.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama