KAPAN BOLEH MENGINGINKAN MATI DAN BERDOA MEMINTANYA

A. KAPAN BOLEH MENGINGINKAN MATI DAN BERDOA MEMINTANYA?

Menginginkan mati dan berdoa supaya mati dibolehkan, apabila alasannya adalah khawatir kehilangan agama.

Dalam hal ini, Allah Ta’ala berfirman menceritakan perkataan Nabi Yusuf as.,

تَوَفَّنِيْ مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِيْ بِالصَّالِحِيْنَ.

“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam, dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS. Yusuf: 101)

Firman Allah pula menceritakan perkataan Maryam as.,

يَالَيْتَنِيْ مِتُّ قَبْلَ هذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا.

“Aduhai, alangkah baiknya, andaikan aku mati sebelum ini, dan (andaikan) aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan.” (QS. Maryam: 23)

Dan diriwayatkan dari Malik, dari Abu Zinad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda,

لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ بِقَبْرِ الرَّجُلِ فَيَقُوْلُ يَا لَيْتَنِيْ مَكَانَهُ.

“Kiamat tidak terjadi sebelum ada seseorang melewati kuburan orang lain, sehingga dia berkata, ‘Alangkah baiknya andaikan aku menempati tempat dia’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

 Tidak ada kontradiksi antara keterangan yang menjelaskan boleh menginginkan mati dengan keterangan di atas.

Mengenai perkataan Nabi Yusuf tersebut di atas, Qatadah berkata, “Tidak seorang pun -Nabi atau lainnya- yang menyatakan keinginannya untuk mati, selain Nabi Yusuf as. Itu pun terjadi justru ketika segala nikmat Allah dan semua kekuatan semakin melimpah kepadanya, maka beliau merindukan bertemu dengan Tuhannya Ta’ala, sebagaimana diungkapkan,

رَبِّ قَدْ أتَيْتَنِيْ مِنَ المُلْكِ وَعَلَّمْتَنِيْ مِنْ تَأْوِيْلِ الأَحَادِيْثِ.

“Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan, dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta’bir mimpi”. (QS. Yusuf: 101)

Jadi, alasan ingin mati di sini adalah karena rindu bertemu dengan Tuhannya Ta’ala.

Ada pula yang mengatakan, bahwa Nabi Yusuf sebenarnya tidak menginginkan mati, tetapi menginginkan agar dimatikan dalam keadaan Islam. Dalam artian, “Jika datang ajalku nanti, maka matikanlah aku sebagai seorang muslim.” Pendapat yang kedua ini dipilih oleh para ahli takwil dalam menjelaskan ayat tersebut.” Wallahu A’lam.

Adapun Maryam as., dia memang pernah menyatakan ingin mati, dengan dua alasan;

Pertama, dia takut disangka buruk dalam agamanya dan dicela, sehingga khawatir terjadinya fitnah besar menggoncang imannya.

Kedua, agar orang-orang sekitar tidak terjerumus ke dalam berita bohong dan tuduhan palsu berbuat zina atas diri Maryam, yang semua itu akan membinasakan mereka. Wallahu A’lam.

Maryam adalah seorang shiddiqah (benar-benar jujur dalam beriman).

وَأُمُّهُ صِدِّيْقَةٌ.

“Dan ibunya (Isa) adalah seorang shiddiqah.” (QS. Al-Maidah: 75)

Berdasarkan uraian di atas, maka menginginkan mati bagi Maryam dalam kondisi seperti itu, adalah boleh. Wallahu A’lam.

B. MENGINGAT MATI DAN BERSIAP-SIAP UNTUKNYA

An-Nasa-i meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dia berkata, Rasulullah saw. bersabda,

أَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِ هَاذِمِ اللَّذَاتِ يَعْنِيْ المَوْتِ.

“Sering-seringlah kamu mengingat perkara yang memutus segala kelezatan.” Maksudnya, mati. (Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah dan At-Tirmidzi)

Menurut riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa ia berkata, saya pernah duduk bersama Rasulullah. Tiba-tiba datang seorang lelaki Anshar. Dia mengucapkan salam kepada Nabi lalu bertanya,

يَا رَسُولَ اللهِ ، أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ ؟ قَالَ : أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ، قَالَ : فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ ؟ قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا ، وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا ، أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ.

“Wahai Rasulullah, orang mukmin manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.” Orang itu bertanya lagi, “Orang muslim manakah yang paling cerdik?” Beliau menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat mati, dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdik.” (HR. Ibnu Majah)

As-Suddi berpendapat tentang firman Allah, “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang baik amalnya.” (QS. Al-Mulk: 2). Bahwa maksudnya, orang yang paling banyak mengingat mati, paling baik persiapannya, dan paling takut dan berhati-hati untuk menghadapinya.

Sabda Nabi saw., “Sering-seringlah kamu mengingat perkara yang memutus segala kelezatan.” Menurut para ulama kita -semoga Allah merahmati mereka- bahwa ini adalah ungkapan yang padat-ringkas, memuat segala macam peringatan, dan merupakan nasehat yang sangat ampuh. Karena orang yang mengingat mati dengan sebenar-benarnya akan menyudahi segala kelezatan yang sedang dia nikmati, dan tidak lagi menginginkannya di masa mendatang, serta membuatnya zuhud terhadap kelezatan apa pun yang pernah diidam-idamkannya.

Tetapi, jiwa yang beku dan hati yang lalai tampak masih memerlukan nasehat panjang-lebar dan kata-kata menarik. Kalau tidak, maka sabda Nabi di atas, ditambah firman Allah, “Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran [3]: 185, Al-Ankabut: 57), niscaya sudah cukup bagi siapa pun yang mendengarnya dan memikirkannya.

C. HIKMAH MENGINGAT MATI

Ketahuilah, bahwa mengingat mati itu mendatangkan hikmah yang banyak. Hal itu menimbulkan rasa gelisah atas negeri yang fan aini, lalu mengarah kepada negeri yang abadi pada setiap detiknya.

Selain itu, bahwa manusia itu tidak terlepas dari dua keadaan; sempit atau lapang, nikmat atau bencana. Jika dia dalam keadaan sempit dan sedang mendapat bencana, maka dengan mengingat mati menjadikannya terasa ringan menghadapinya. Karena tahu bahwa hal itu tidak akan kekal, dan bahwa mati lebih berat daripada semua itu. Atau, jika dalam keadaan nikmat dan sedang mendapat kelapangan, maka mengingat mati itu akan mencegahnya dari kesombongan, atau keterpedayaan terhadapnya, karena ingat bahwa semua itu bisa terputus darinya. Betapa indah untaian penyair yang mengatakan,

Ingatlah mati,

Pemutus kelezatan, dan bersiaplah.

Tiada kamu berdaya,

Kapan saja dia pasti tiba.

Semua orang sependapat bahwa kematian tidak mengenal usia, waktu, maupun penyakit tertentu. Hal ini agar siapa pun selalu waspada dan bersiap-siap menghadapinya kapan saja dan bagaimana pun juga. Untuk itu, ada seorang saleh selalu menyeru di malam hari di atas pagar sebuah kota, “Ayo berangkat! Ayo berangkat!” setelah dia meninggal, wali kota daerah itu merasa kehilangan suaranya. Maka dia menanyakan ke mana perginya. Seseorang menjawab, “Dia telah meninggal dunia.” Maka berkatalah wali kota itu,

Maka keberangkatan pun menjemputnya

Dalam keadaan sadar dan siap-siaga.

Itulah kesiapan penuh tertata,

Tiada lalai akan cita.

At-Tamimi berkata, “Ada dua hal yang memutus kelezatan dunia dariku; Mengingat mati dan mengingat bagaimana aku berdiri kelak di hadapan Allah swt.” (Adz-Dzahabi, At-Tadzkirah)

D. SI CERDIK DAN SI TOLOL

Nabi Muhammad Saw. bersabda,

اَلْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ.

“Orang yang cerdik ialah orang yang menaklukkan dirinya.” (Al-Baghawi, Syarhu as-Sunnah, hadis no. 4116, Al-Arnauth & Asy-Syawisy berkata: “Hadis ini hasan”)

Kata “daana” pada hadis ini, bisa berarti, menghitung. Dan ada pula yang mengatakan, menaklukkan. Abu Ubaid berkata, “Daana nafsahu”, artinya, menaklukkan dirinya dan memperbudaknya. Jika orang berkata, “Dintuhu-Adiinuhu”, artinya aku menaklukkannya. (Al-Qurthubi, At-Tadzkirah, hlm. 25)

Jadi arti hadis di atas, bahwa orang yang cerdik itu orang yang bisa menaklukkan dirinya sehingga mau beribadah kepada Allah, sebagai upaya mempersiapkan diri untuk menjalani kehidupan setelah mati dan bertemu dengan Allah Ta’ala.

Atau bisa juga artinya, bahwa orang itu menghitung-hitung dirinya, apa saja yang telah dia lalaikan dalam usianya, dan bersiap-siap untuk menghadapi kesudahan hidupnya, dengan cara beramal saleh, dan berupaya melepaskan diri dari kesalahan-kesalahannya di masa lalu, serta berdzikir dan mematuhi Allah dalam segala perilakunya. Inilah bekal sebenarnya untuk menyongsong hari berpulang (yaum al-ma’ad).

Wallahu A'lam, Abu Akyas Syaddad Al-Fatih.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama