MALAIKAT MAUT

 

Hai manusia, bagi orang yang tidur, kini tiba saatnya bangun. Bagi orang yang lalai, telah tiba saatnya sadar, sebelum maut menyerbu dengan sagala rasa pahitnya. Sebelum semua aktivitas terdiam, dan nafas terhenti, lalu dipaksa masuk ke kubur, dan tinggal bersama tulang-belulang yang telah binasa.

Umar bin Abdul Aziz meriwayatkan, dia pernah menulis surat kepada beberapa orang sahabatnya, berisi nasehat, antara lain, “Amma ba’du, sesungguhnya aku berpesan kepada kamu sekalian, bertakwalah kepada Allah yang Maha Agung, dan senantiasa takut kepada-Nya. Jadikan takwa dan sikap wara’ sebagai bekal kamu sekalian. Sesungguhnya kamu saat ini tinggal di negeri yang sebentar lagi akan berubah penduduknya. Sedang Allah di hamparan kiamat kelak dengan praharanya, pasti akan menanyakan kepadamu tentang berbagai hal yang sekecil-kecilnya dan serinci-rincinya.

Maka, ingatlah Allah, ingatlah Allah, hai hamba-hamba Allah! Ingatlah mati yang pasti datang, dan simak firman Allah Ta’ala, ‘Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.’ (QS. Ali Imran [3]: 185).

Dan firman Allah Ta’ala, ‘Semua yang di bumi akan binasa.’ (QS. Ar-Rahman: 26). Firman-Nya pula,

فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَٰرَهُمْ.

“Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka?.” (QS. Muhammad: 27)

Saya (Umar bin Abdul Aziz) dengar, Wallahu A’lam, bahwa Malaikat Maut itu memukul dengan cambuk api. Dan Allah Ta’ala memang berfirman,

‘Katakanlah: Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu, akan mematikan kamu, kemudian hanya kepada Tuhanmu kamu akan dikembalikan.’ (QS. As-Sajdah: 11)

Dan saya dengar juga, Wallahu A’lam, bahwa Malaikat Maut itu, kepalanya di langit dan kedua kakinya di bumi. Dan, bahwa dunia ini di hadapan Malaikat Maut hanyalah seperti piring di hadapan salah seorang dari kamu sekalian, tempat dia makan.

Kemudian saya dengar juga, Wallahu A’lam, bahwa Malaikat Maut itu memandang wajah Bani Adam sebanyak 366 kali. Dan, bahwa Malaikat Maut itu memandang ke setiap rumah yang ada di bawah naungan langit sebanyak 600 kali.

Dan saya dengar lagi, bahwa Malaikat Maut itu berdiri di tengah-tengah dunia ini. Dia memandang ke segala penjurunya; daratan, lautan, dan gunung-gunungnya. Dunia di hadapannya hanyalah seperti sebutir telur di antara sepasang kaki seorang dari kamu sekalian. …” (Al-Qurthubi, At-Tadzkirah, hlm. 49-50)

Menurut sebuah khabar, bahwa apabila kematian seorang mukmin sudah dekat, maka turunlah empat malaikat. Satu malaikat menarik nyawa si mukmin itu dari kaki kanan. Satu lainnya menarik dari kaki kiri. Maka, nyawanya mengalir bagaikan tetesan air dari pancuran. Lalu, mereka menariknya dari ujung-ujung jari. Adapun orang kafir, nyawanya dicabut seperti batang besi pemanggang daging yang dicabut dari dalam gulungan wol yang basah. Demikian disebutkan oleh Abu Hamid dalam “Kasyf Ulum Al-Akhirah.”

Mendengar semua itu, bayangkan dirimu, hai orang yang terpedaya! Ketika dirimu mengalami sakaratul maut. Bayangkan dirimu saat itu sedang merintih dan susah payah menanggung derita, tapi orang lain justru berkata, “Sesungguhnya Fulan telah memberi wasiat, dan hartanya sudah dihitung.” Ada lagi yang berkata, “Sungguh, Fulan sudah berat lidahnya. Dia sudah tidak kenal lagi tetangganya, dan tidak bisa bicara kepada saudara-saudaranya.”

Ya, begitulah, seakan-akan saya bisa melihatmu saat itu mendengar pembicaraan mereka, tetapi kamu tidak bisa menjawabnya.

Kemudian anak perempuanmu menangis bagaikan seorang tawanan. Dengan menunduk dia mengadu, “O, kekasihku! O, ayahandaku, siapakah yang akan menanggung hidupku yang sebatangkara sepeninggalmu nanti? Siapakah yang akan memenuhi keperluan-keperluanku?” Demi Allah, saat itu kamu pasti mendengar perkataan mereka, tetapi kamu tidak bisa menjawabnya.

Bayangkan dirimu, hai anak Adam! Ketika kamu diambil dari tempat tidurmu menuju papan pemandian jenazah. Lalu kamu pun dimandikan dan dibungkus kain kafan. Keluarga dan tetanggga-tetanggamu untuk sementara merasa kehilangan dirimu, dan kamu ditangisi teman-teman dan saudara-saudaramu. Sedang orang yang memandikan tubuhmu berkata, “Mana istri Fulan? Kau telah berpisah dengan suamimu! Mana anak-anak yatim? Kalian telah ditinggalkan ayahmu! Kalian tidak melihatnya lagi sejak hari ini untuk selama-lamanya.”

Wallahu A'lam, Abu Akyas Syaddad Al-Fatih.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama