Ketahuilah bahwa maut adalah peristiwa paling dahsyat, kejadian paling mengerikan, dan sebuah piala yang rasanya paling dibenci dan tidak disukai. Dialah pembinasa yang memutuskan segala kelezatan, pemenggal segala kesenangan, dan pembawa segala kepedihan. Jika ada suatu perkara yang memutus seluruh ruas-ruas tulangmu, memisah-misahkan seluruh anggota-anggota tubuhmu, dan menghancurkan seluruh sendi-sendimu, itulah dia maut. Sebuah perkara terbesar, bencana paling dahsyat, dan hari terjadinya adalah hari paling hebat.
Diriwayatkan bahwa Harun Ar-Rasyid ketika menderita sakit keras, dia mendatangkan seorang dokter dari Thus, Persia. Dokter itu meminta supaya diperlihatkan kepadanya air seni Ar-Rasyid beserta air seni beberapa orang lainnya, yang sakit maupun yang sehat. Kemudian dia meneliti air seni yang berada di dalam botol-botol yang disediakan. Ketika meneliti air seni Ar-Rasyid, dokter menyeru, “Katakan kepada pemilik air seni ini, supaya menulis wasiat. Sesungguhnya kekuatannya telah memudar, bangunan fisiknya telah runtuh.”
Ketika dokter itu hendak meneliti air seni lainnya, tiba-tiba terdengar seruan iqamat, maka dia pun pergi. Ternyata, di sana Ar-Rasyid merasa putus asa terhadap kondisi dirinya, sehingga bersenandung,
Sungguh, tabib dengan ketabibannya
Dan obat juga, ternyata
Tak dapat menahan ajal manusia
Bila ia telah tiba.
Kenapakah tabib ternyata mati juga,
Oleh penyakit yang serupa,
Yang biasanya dapat dia sembuhkan,
Seperti yang sudah-sudah dia lakukan?
Ternyata memang semua akan mati.
Si pemberi obat, dan yang diobati,
Si pengangkut obat, dan si pembeli,
Dan yang menjualnya juga mati.
Ar-Rasyid agaknya mendengar bahwa berita tentang kematiannya menggemparkan khalayak ramai. Maka, dia minta didatangkan seekor keledai untuk membawanya pergi. Dan ternyata, kedua pahanya lunglai. Maka dia berkata, “Turunkan aku, benarlah orang-orang yang gempar itu.”
Selanjutnya dia minta beberapa lembar kain kafan untuk dipilih yang paling menarik baginya. Lalu, dia diperintahkan supaya digalikan kuburnya di depan tempat tidurnya. Dia pandangi bagian dalam kubur itu, lalu berkata,
ما Ø£َغْنى عَÙ†ِّÙŠ مالِÙŠَÙ‡ْ. Ù‡َÙ„َÙƒَ عَÙ†ِّÙŠ سُÙ„ْطانِÙŠَÙ‡ْ.
“Hartaku sama sekali tidak berguna bagiku. Kekuasaanku pun telah hilang dariku.” (QS. Al-Qashshash: 28-29)
Malam itu juga Ar-Rasyid meninggal dunia.
Oleh karena itu, apa yang kamu pikirkan -semoga Allah merahmatimu- dengan datangnya maut yang pasti menimpamu, yang merenggut ketampanan dan kecantikanmu, merubah penampilan dan raut wajahmu, dan memisahkanmu dari orang-orang dekatmu. Bahkan kenikmatan dan kegemerlapan, kekuasaan dan kemampuan, kebanggaan dan keagungan, semuanya kamu tinggalkan. Kini tidak berdaya dan terpuruk ke dalam suatu keadaan, dimana orang yang paling kamu cintai dan sayangi akan bergegas datang kepadamu, lalu melemparkan dirimu ke dalam lubang di tanah, yang sangat sempit sisi-sisinya, gelap, dan pengap karena himpitan tanah dan batu yang kokoh. Tak lama kemudian, binatang-binatang kecil dan cacing-cacing menghampiri dan mempecundangimu. Maka, hancur-leburlah jasadmu, bercampur dengan tanah. Kamu menjadi tanah yang diinjak-injak kaki siapa saja. Bahkan mungkin, tanah yang terdiri dari jasadmu itu kemudian dijadikan bejana tembikar, dijadikan batu bata untuk membangun dinding rumah, dijadikan pelepa kamar mandi, atau tungku api. (Al-Qurthubi, At-Tadzkirah, I: 23, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
Wallahu A'lam, Abu Akyas Syaddad Al-Fatih.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan