Sakaratul maut yang dialami Nabi Muhammad saw. tercermin dalam pernyataan istrinya, Sayyidah Aisyah ra. pada hadis tersebut di atas, yakni,
“Di hadapan Rasulullah saw. (pada saat beliau akan meninggal) ada sebuah wadah atau bejana berisi air. Maka mulailah beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air dan mengusapkan ke wajahnya, seraya mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah, sesungguhnya kematian itu diiringi sakarat-sakarat.’ Kemudian beliau menegakkan tangannya seraya berkata, ‘Bersama Ar-Rafiq Al-A’la,’ sampai beliau dicabut nyawanya, dan tangannya pun condong.” (Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari)
Adapun sabda Nabi, “Sesungguhnya kematian itu diiringi sakarat-sakarat,” maksudnya, kesusahan-kesusahan. Jadi, sakaratul maut, maksudnya ialah kesusahan menjelang kematian. (Al-Qurthubi, At-Tadzkirah, hlm. 51-53)
2. ARTI SAKARATUL MAUT YANG DIALAMI PARA NABI
Kata para ulama kita Rahimahumullah, kalau sakaratul maut yang susahnya seperti itu dialami juga oleh para nabi, para utusan Allah, para wali dan orang-orang yang bertakwa, kenapa kita masih lalai dari mengingatnya? Dan kenapa kita masih juga tidak bersiap-siap menghadapinya?
قُلْ هُوَ نَبَأٌ عَظِيمٌ. أَنْتُمْ عَنْهُ مُعْرِضُونَ.
“Katakanlah: "Berita itu adalah berita yang besar, yang kamu berpaling daripadanya.” (QS. Shad [38]: 67-68)
Masih kata para ulama, Adapun kalau para nabi mengalami sakaratul maut dan kesusahan-kesusahan menjelang kematian, hal itu dikarenakan adanya dua pelajaran penting.
Pertama, agar semua orang tahu betapa pedihnya kematian.
Kedua, barangkali ada sebagian orang yang bertanya-tanya, bukankah mereka itu kekasih-kekasih Allah, para nabi dan para utusan-Nya? Tapi, kenapakah mereka mengalami kesusahan-kesusahan yang sedemikian besarnya? Padahal, Allah bisa meringankan mereka semua, sebagaimana yang dinyatakan dalam kisah Ibrahim, “Padahal sungguh, Kami benar-benar telah meringankannya untukmu, hai Ibrahim.” (Al-Qurthubi, At-Tadzkirah)
Maka jawabannya ialah, sebagaimana dinyatakan dalam sabda Nabi saw.,
أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنِبْيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلٰى حَسًبِ ( وَفِي رِوَايَةٍ قَدْرِ ) دِيْنُهُ فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صَلَبًا اِشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَةٌ اُبْتُلِيُ عَلٰى حَسَبِ دِيْنُهِ فَمَا يَبْرَحُ اْلبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتىٰ يَتْرُكَهُ يَمْشِيْ عَلَى اْلأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةُ .
“Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa. Seseorang itu diuji menurut ukuran (dalam suatu riwayat ‘kadar’) agamanya. Jika agama kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya. Maka cobaan akan selalu menimpa seseroang sehingga membiarkannya berjalan di muka bumi, tanpa tertimpa kesalahan lagi.”
Hadis ini diriwaytkan oleh At-Tirmidzi (2/64), Ibnu Majah (4023), Ad-Darimi (2/320), Ath-Thahawi (3/21), Ibnu Hibban (699), Al-Hakim (1/40, 41), Imam Ahmad (1/171, 172, 180, 185)
Dari Sa’ad dengan riwayat kedua:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُوْنَ إِنْ كَانَ أَحَدَهُمْ لَيُبْتَلٰى بِالْفَقْرِ حَتىّٰ مَا يَجْدِ أَحَدُهُمْ إِلاَّ الْعَبَاءَةَ الَّتِيْ يَحْوِيْهَا وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيَفْرَحُ بِالْبَلاَءِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدَكُمِ بِالرَّخَاءِ .
“Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang shalih. Sungguh ada salah seroang mereka diuji dengan kefakiran hingga dia tidak menemukan kecuali sehelai selimut yang dibungkusnya. Sungguh ada kalanya salah seorang dari mereka suka mendapat cobaan seperti bila salah seroang dari kamu suka mendapatkan kesenangan (kemudahan).”
Hadis ini dikelurakan oleh Ibnu Majah (4024), Ibnu Sa’ad (2/208) dan Al-Hakim (2/307).
Dari jalur Hisyam bin Sa’ad, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar dari Abi Sa’id Al-Khudri yang mengisahkan:“Aku mengunjuni Nabi SAW, dimana dia sedang tidak enak badan. Lalu aku meletakkan tanganku ke atasnya. Maka aku dapati panas-nya pada tangan di atas selimut. Lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, betapa dashyatnya ia atas engkau.”Dia berkata, “Memang aku demikian, bahwa cobaan itu dilipatgandakan bagiku dan pahala juga dilipatkan.” Aku berkata lagi. “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling dashyat cobaannya?” Dia menjawab, “Para anbiya’.” Kemudian aku berkata; “Wahai Rasulullah, kemudian siapa?” Dia menjawab: “Kemudian orang-orang shalih,” Al-Hadis.
Al-Hakim menilai: “Hadis ini shahih menurut syarat Muslim.”
Hadis ini mempunyai syahid (hadis pendukung) lain yang lebih ringkas, yaitu:
إِنَّ مِنْ أَشَدِ النَّاسِ بَلاَءً اَلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ .
“Sesungguhnya termasuk manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’, kemudian orang-orang yang mengikutinya, kemuidan orang-orang yang mengikutinya, kemudian orang-orang yang mengikutinya.”
Hadis ini diiriwayatkan oleh Imam Ahmad (6/369) dan Al-Mahamili dalam Al-Amali (3/442).
Dari Abu Ubaidah bin Hudzaifah dari bibinya Fatimah, yang mengatakan: “Kami datang ke rumah Rasulullah SAW untuk menjenguknya di (rumah) isterinya. Maka ternyata ada kantung air tergantung di atasnya, yang meneteskan air ke atasnya karena dashyatnya panas badan yang dideritanya. Saya berkata. “Wahai Rasulullah, kalau saja engkau berdoa kepada Allah, maka ia akan menyembuhkanmu.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda…” (lalu perawi menyebutkan hadis itu).
Sanadnya adalah hasan. Para perwainya tsiqah kecuali Abu Ubaidah, dimana tidak ada yang menganggapnya tsiqah kecuali Ibnu Hibban (1/275). Namun segolongan orang yang tsiqah meriwayatkan darinya. (Al-Albani, Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah)
Hadis-hadis itu jelas menunjukkan bahwa seorang mukmin makin bertambah imannya, makin besar ujian yang menimpanya. Demikian pula sebaliknya. Jadi hadis-hadis itu dengan sendirinya membantah orang-orang yang mengira bahwa manakala seorang mukmin ditimpa cobaan; seperti dipenjara, diasingkan atau dipecat dari jabatannya dan lain sebagainya, adalah pertanda bahwa ia tidak diridhai oleh Allah SWT Dugaan semacam itu salah sama sekali. Sedangkan Rasulullah sendiri, adalah orang yang paling mulia, namun sekaligus dia sebagai orang yang paling dashyat cobaannya, bila dibandingkan dengan para nabi lainnya. Wallahu A’lam.
Abu Akyas Syaddad Al-Fatih.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan