1. TANDA-TANDA IMAN PADA DIRI ORANG MATI
Seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan beriman, bisa ditandai dengan keluarnya keringat pada pelipisnya. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Buraidah ra., bahwa Nabi saw. bersabda,
الْمُؤْمِنُ يَمُوتُ بِعَرَقِ الْجَبِينِ.
“Orang mukmin itu meninggal dengan keringat di pelipisnya.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata: Hasan)
Abu Abdullah At-Tirmidzi Al-Hakim dalam kitabnya, Nawadir Al-Ushul, bahwa Abdullah berkata: “Sesungguhnya orang mukmin itu masih tersisa padanya beberapa kesalahannya. Maka kesalahan-kesalahan itu dikurangi saat dia meninggal, maksudnya dibalas. Oleh karena itu, pelipisnya berkeringat.”
Sebagian ulama mengatakan, mukmin itu pelipisnya berkeringat karena malu kepada Tuhannya atas pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukannya. Karena anggota-anggota tubuh bagian bawah telah mati, dan masih tersisa kekuatan hidup dan aktivitas-aktivitasnya di bagian atas. Maka, rasa malu itu tampak di kedua matanya. Dan saat itulah memang waktunya merasa malu.
Adapun orang kafir, semua itu tidak dia alami. Sedang orang ahli tauhid yang mendapat siksa, juga tidak mengalami pengalaman seperti tadi, karena sibuk dengan siksaan yang menimpanya. Keringat yang tampak di pelipis adalah tanda pada orang yang mendapat rahmat. Karena tidak seorang pun dari para wali, shiddiq atau orang yang berbakti, melainkan dia merasa malu kepada Tuhannya, disertai rasa senang menerima kabar gembira, hadiah-hadiah dan kemuliaan-kemuliaan lainnya.
Dalam hadis riwayat Ibnu Mas’ud disebutkan, “Kematian orang mukmin itu (bisa ditandai) dengan keringat di pelipis. Masih ada padanya sisa dosa-dosanya, maka akan dikurangi saat dia meninggal dunia.” (Al-Albani, Ahkam Al-Janaiz, no. 49)
Maksudnya, diperberat guna membersihkan dosa-dosanya. (Al-Qurthubi, At-Tadzkirah, hlm. 43)
2. APA YANG DIALAMI MANUSIA SAAT NYAWANYA DICABUT
Sebelum nyawa manusia dicabut, terlebih dahulu ia akan mengalami berkali-kali pingsan (sakaratul maut), anggota-anggota tubuhnya mengucapkan selamat berpisah satu sama lain, dan hal-hal lainnya.
Allah Ta’ala menerangkan tentang sakaratul maut itu betapa berat proses kematian yang dialami manusia, pada empat ayat;
Pertama, firman Allah Ta’ala,
وَجاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذلِكَ ما كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ.
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” (QS. Qaf [50]: 19)
Kedua, firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرى عَلَى اللَّهِ كَذِباً أَوْ قالَ أُوحِيَ إِلَيَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قالَ سَأُنْزِلُ مِثْلَ ما أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَوْ تَرى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَراتِ الْمَوْتِ وَالْمَلائِكَةُ باسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذابَ الْهُونِ بِما كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ آياتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ.
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: "Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: "Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah." Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu" Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” (QS. Al-An’am [6]: 93)
Ketiga, firman Allah Ta’ala,
فَلَوْ لا إِذا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ.
“Maka kenapa ketika nyawa sampai di kerongkongan.” (QS. Al-Waqi’ah [56]: 83)
Keempat, firman Allah Ta’ala,
كَلاَّ إِذا بَلَغَتِ التَّراقِيَ.
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 26)
Imam Al-Bukhari telah meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa di hadapan Rasulullah saw. (pada saat beliau akan meninggal) ada sebuah wadah atau bejana berisi air. Maka mulailah beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air dan mengusap-nya ke wajah, seraya mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, sesungguhnya kematian itu diiringi sakarat-Ar-Rafiq Al-A’la,” sampai beliau dicabut nyawanya, dan tangannya pun condong. (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, no. 6510)
At-Tirmidzi telah meriwayatkan pula dari Aisyah ra., dia berkata, “Aku tidak bisa berharap seseorang akan mengalami keringanan maut, setelah saya melihat betapa beratnya kematian yang dialami Rasulullah saw.” (HR. At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, no. 979, Al-Albani: “Sahih”)
Dalam Shahih Al-Bukhari, dari Aisyah ra., dia berkata, “Rasulullah saw. meninggal, dan sesungguhnya beliau benar-benar berada di antara tulang selangkaku dan ujung daguku. Aku tidak akan membenci selamanya terhadap beratnya kematian seseorang setelah Nabi saw.” (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, no. 4446)
Syahr bin Hausyab, dia berkata, ketika ‘Amr bin Al-‘Ash ra. akan meninggal dunia, anaknya berkata, “Wahai, ayah, sesungguhnya engkau pernah berkata kepada kami, ‘Andaikan aku bertemu dengan seorang pandai yang tetap berotak cerdas walau dalam kedatangan maut, agar dia menerangkan kepadaku apa yang dia rasakan.’ Dan ternyata, orang itu adalah engkau sendiri. Maka, terangkanlah kepadaku kematian itu.”
‘Amr ra. berkata, “Oh, anakku, demi Allah, seakan-akan lambungku terhimpit dalam lemari. Seakan-akan aku bernafas melalui lubang jarum. Dan seakan-akan ada dahan berduri ditarik dari kedua telapak kakiku sampai ke ujung kepalaku.” Kemudian dia pun berkata,
“Andai saja di celah-celah bukit ku berada,
dengan kawanan kambing yang ku gembala,
sebelum datangnya apa
yang kini di hadapanku tampak nyata.”
Cerita yang serupa dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad. Begitu pula dalam At-Tahrir Al-Murassakh (no. 176, 177), dimana pada catatan pinggirnya ada pernyataan, “Cerita yang shahih, diriwayatkan oleh Ahmad (no. 199-200) dan Ibnu Asakir, bahkan juga oleh Adz-Dzahabi dalam Biografi ‘Amr bin Al-‘Ash dalam kitabnya, Siyar A’lam An-Nubala.”
Orang-orang pun menyenandungkan syair:
Aku memang ingat akan binasa.
Tapi tak kurasa takut kepadanya.
Keras nian hati di dada,
Bagai batu tidak berharga.
Aku tak henti mencari harta
Seolah kan kekal di dunia.
Padahal maut mengejar di belakangku
Langkah demi langkah terus menguntitku.
Maka ketahuilah, hai sahabat.
Cukuplah maut sebagai penasehat,
Bagi siapa yang pasti tiba,
Tercabut nyawa telah ditakdirkan.
Intipan maut dari segala penjuru
Tempat bersembunyi pasti kan tahu
Ke mana saja dia tangkap
Untuk selamat, tiada terhindar. (Al-Qurthubi, At-Tadzkirah, hlm. 49)
Wallahu A'lam, Abu Akyas Syaddad Al-Fatih.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan