MUQADDIMAH:
Segala perbuatan harus
memiliki aturan sehingga sesuai dengan syari’at. Kapan saja suatu
amalan/perbuatan tidak memiliki aturan maka terlarang. Betapa banyak orang yang
lalai dari aturan-aturan tersebut sehigga ia terjatuh dalam larangan tanpa
sadar.
Diantara amalan yang
harus diatur dengan aturan-aturan syar’i adalah Mizah (bercanda) yang banyak
terjadi dan sedikit sekali orang yang mengaturnya dan membatasainya dengan
aturan syar’i.
Mizah
(bercanda/bergurau) adalah wasilah atau sarana untuk mendapatkan kesenangan.
Bercanda bisa mendatangkan beberapa faidah diantaranya; Dapat memberikan rasa
gembira kepada teman, menghilangkan rasa kesendirian dan kesepian,
mengakrabkan, melembutkan hati, menghilangkan rasa takut, marah dan stress. Disamping
itu bergurau juga bisa menghilangkan kejemuan dan kebosanan.
Kalau kita menilik
kehidupan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka
akan kita temukan riwayat-riwayat bagaimana Rasul dan para sahabatnya terkadang
juga bergurau satu dengan yang lainnya.
BEBERAPA CONTOH CANDA
NABI SHALLALAHU ‘ALAIHI WA SALLAM:
PERTAMA:
Anas Radhiyallahu anhu menceritakan salah satu bentuk canda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
memanggilnya dengan sebutan:
يَا ذَا الأُذُنَيْنِ!.
Wahai, pemilik dua
telinga!
KEDUA:
Anas Radhiyallahu anhu mengisahkan, Ummu Sulaim Radhiyallahu anha memiliki
seorang putera yang bernama Abu ‘Umair. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sering bercanda dengannya setiap kali beliau datang. Pada suatu hari
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang mengunjunginya untuk bercanda,
namun tampaknya anak itu sedang sedih. Mereka berkata: “Wahai, Rasulullah!
Burung yang biasa diajaknya bermain sudah mati,” lantas Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bercanda dengannya, beliau berkata:
يَا اَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُغَيْرُ!
“Wahai Abu ‘Umair,
apakah gerangan yang sedang dikerjakan oleh burung kecil itu?”
KETIGA:
Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bercerita, ada seorang pria dusun bernama
Zahir bin Haram. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukainya.
Hanya saja tampang pria ini jelek. Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menemuinya ketika ia sedang menjual barang dagangan.
Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeluknya dari belakang,
sehingga ia tidak dapat melihat beliau. Zahir bin Haram pun berseru: “Lepaskan
aku! Siapakah ini?” Setelah menoleh ia pun mengetahui, ternyata yang memeluknya
ialah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia pun tidak
menyia-nyiakan kesempatan untuk merapatkan punggungnya ke dada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
berkata: “Siapakah yang sudi membeli hamba sahaya ini?” Dia menyahut, “Demi
Allah, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika demikian aku tidak
akan laku dijual!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas: “Justru
di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala engkau sangat mahal harganya!”
KEEMPAT: Diriwayatkan
dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, bawalah aku?”
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kami akan membawamu di atas
anak onta.” Laki-laki itu berkata: “Apa yang bisa aku lakukan dengan anak
onta?” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Bukankah onta yang melahirkan
anak onta?”
Beliau mencandai orang
tersebut dengan menyebut ontanya dengan anak onta. Orang tersebut memahami
perkataan beliau sesuai zahirnya, tetapi bukankah semua onta yang ada adalah
anak-anak dari ibu onta?.
KELIMA: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sering kali bercanda dan menggoda Aisyah
Radhiyallahu anha. Suatu kali beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
kepadanya: “Aku tahu kapan engkau suka kepadaku dan kapan engkau marah
kepadaku,” Aku (‘Aisyah) menyahut: “Darimana engkau tahu?” Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: “Kalau engkau suka kepadaku engkau akan mengatakan,
‘Tidak, demi Rabb Muhammad,’ dan kalau engkau marah kepadaku engkau akan
mengatakan, “Tidak, demi Rabb Ibrahim”. Aku (‘Aisyah) menjawab: “Benar, demi
Allah! Tidaklah aku menghindari melainkan namamu saja.”
KEENAM: Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan al-Hasan bin Ali
Radhiyallahu anhu. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur
menuju beliau dengan riang gembira.”
KETUJUH:
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: أَتَتْ عَجُوزٌ إِلَى
النَّبِيِّ –صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ–،
فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ
يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ فَقَالَ: يَا أُمَّ فُلاَنٍ، إِنَّ الْجَنَّةَ
لاَ تَدْخُلُهَا عَجُوزٌ. قَالَ: فَوَلَّتْ تَبْكِي فَقَالَ: أَخْبِرُوهَا
أَنَّهَا لاَ تَدْخُلُهَا وَهِيَ عَجُوزٌ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: إِنَّا
أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا عُرُبًا
أَتْرَابًا.
Diriwayatkan dari Al-Hasan radhiallahu ‘anhu, dia
berkata, “Seorang nenek tua mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Nenek itu pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Berdoalah kepada Allah agar
Dia memasukkanku ke dalam surga!’ Beliau pun mengatakan, ‘Wahai Ibu si Anu!
Sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek tua.’ Nenek tua itu pun pergi
sambil menangis. Beliau pun mengatakan, ‘Kabarkanlah kepadanya bahwasanya
wanita tersebut tidak akan masuk surga dalam keadaan seperti nenek tua.
Sesungguhnya Allah ta’ala mengatakan: (35) Sesungguhnya kami
menciptakan mereka (Bidadari-bidadari) dengan langsung. (36) Dan kami jadikan
mereka gadis-gadis perawan. (37) Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Q.S.
Al-Waqi’ah)
Jika kita perhatikan hadits-hadits di
atas, maka kita akan mendapatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bercanda pada beberapa keadaan tertentu, tetapi canda beliau
tidak mengandung kedustaan dan selalu benar.
KEBURUKAN ORANG YANG SERING BERCANDA DAN TERTAWA:
Orang yang terlalu serius dan selalu terlihat tegang dan kaku,
kehidupannya akan terasa sangat penat dan suntuk. Orang jenis ini seharusnya
memasukkan canda di dalam hidupnya sehingga terhindar dari pengaruh buruk
tersebut.
Sebaliknya orang yang terlalu sering bercanda, maka sebaiknya dia
belajar untuk dapat melatih lisannya agar bisa terbiasa diam dan hanya
berbicara pada hal-hal yang bermanfaat saja.
Seorang penyair terkenal, Abul-Fath Al-Busti rahimahullah pernah mengatakan:
أَفْدِ طَبْعَك الْمَكْدُودَ بِالْجِدِّ
رَاحَةً يُجَمُّ وَعَلِّلْهُ بِشَيْءٍ مِنْ الْمَزْحِ
وَلَكِنْ إذَا أَعْطَيْتَهُ الْمَزْحَ
فَلْيَكُنْ بِمِقْدَارِ مَا تُعْطِي الطَّعَامَ مِنْ الْمِلْحِ
Berikanlah istirahat pada tabiat kerasmu yang serius
Dirilekskan dulu dan hiasilah dengan sedikit canda
Tetapi jika engkau berikan canda kepadanya, jadikanlah ia
Seperti kadar engkau memasukkan garam pada makanan.
Layaknya makanan, apabila tidak diberi garam maka dia akan terasa
hambar. Akan tetapi, jika terlalu banyak diberikan garam, maka tidak akan enak
untuk dimakan.
Sesuatu yang berlebih-lebihan, kebanyakan akan membawa dampak
buruk. Sama halnya dengan bercanda dan tertawa. Apabila terlalu sering bercanda
dan tertawa, maka akan mengakibatkan banyak keburukan.
Di antara keburukan-keburukan orang yang sering bercanda dan
tertawa adalah sebagai berikut:
PERTAMA:
Hatinya menjadi mati, sebagaimana yang dikatakan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Jika hati seseorang mati, maka akan berakibat buruk baginya, di antaranya: Bermalas-malasan
dalam mengerjakan kebaikan dan ketaatan, serta meremehkan suatu kemaksiatan,
tidak terpengaruh hatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan, tidak
terpengaruh hatinya dengan berbagai ujian, musibah dan cobaan yang diberikan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala, tidak merasa takut akan janji dan
ancaman Allah, bertambahnya kecintaannya terhadap dunia dan
mendahulukannya atas akhirat, tidak tenang hatinya dan selalu merasa gundah,
bertambahnya dan meningkatnya kemaksiatan yang dilakukannya, tidak mengenal
atau tidak membedakan perbuatan ma’ruf dan munkar dll.
KEDUA: Menyibukkan
diri sehingga tidak mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan tidak memiliki
wibawa
Oleh karena itu Imam Al-Mawardi pernah mengatakan:
وَأَمَّا الضَّحِكُ فَإِنَّ اعْتِيَادَهُ
شَاغِلٌ عَنْ النَّظَرِ فِي الْأُمُورِ الْمُهِمَّةِ، مُذْهِلٌ عَنْ الْفِكْرِ فِي
النَّوَائِبِ الْمُلِمَّةِ. وَلَيْسَ لِمَنْ أَكْثَرَ مِنْهُ هَيْبَةٌ وَلَا
وَقَارٌ، وَلَا لِمَنْ وُصِمَ بِهِ خَطَرٌ وَلَا مِقْدَارٌ.
Adapun tertawa, apabila seseorang membiasakannya dan
terlalu banyak tertawa, maka hal itu akan melalaikan dan melupakannya dari
melihat hal-hal yang penting. Dan orang yang banyak melakukannya, tidak akan
memiliki wibawa dan kehormatan. Dan orang yang terkenal dengan hal itu tidak
akan memiliki kedudukan dan martabat.
KETIGA: Menimbulkan
permusuhan secara tidak sengaja dan lain-lain.
CANDA YANG DIBOLEHKAN:
Ada kalanya kita mengalami kelesuan dan ketegangan setelah
menjalani kesibukan. Atau muncul rasa jenuh dengan berbagai rutinitas dan
kesibukan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, kita membutuhkan penyegaran
dan bercanda. Kadang kala kita bercanda dengan keluarga atau dengan sahabat.
Hal ini merupakan sesuatu yang sangat manusiawi dan dibolehkan. Begitu pula Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Jika kita ingin melakukannya,
maka harus memperhatikan beberapa hal yang penting dalam bercanda.
Bercanda pun memiliki adab-adab. Oleh karena itu, sudah
sepantasnya kita memperhatikan adab-adab tersebut. Di antara adab-adab bercanda
adalah sebagai berikut:
PERTAMA:
Tidak boleh ada kedustaan di dalam canda tersebut. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
وَيْلٌ
لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
“Celakalah orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu
kaum tertawa karenanya. Kecelakaan untuknya. Kecelakaan untuknya.”
Keterangan:
Di zaman sekarang ini, banyak orang yang bekerja
sebagai pelawak. Kebanyakan mereka tidak bisa menjaga lisannya dari kedustaan.
Oleh karena itu, sebaiknya mereka segera mencari pekerjaan lain yang
benar-benar terhindar dari hal yang diharamkan.
Begitu pula kepada para muballigh yang gemar membuat
orang tertawa, sudah sepantasnya isi ceramahnya jangan mengada-ada, harus
ilmiah dan memiliki rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya saya bercanda dan
saya tidaklah mengatakan selain kebenaran.” (H.R. ath-Thabarani dalam al-Kabir)
KEDUA:
Tidak boleh ada unsur penghinaan atau pelecehan terhadap agama
Islam.
Tidak
boleh menjadikan agama dan syiar-syiarnya sebagai bahan bercanda. Sebagaimana
tidak boleh menjadikan ayat-ayat Allah dan hadits Rasulullah sebagai candaan
dan gurauan. Perbuatan ini dikategorikan sebagai pembatal keislaman. Allah
berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا
كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ
تَسْتَهْزِئُونَ. لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ
نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا
مُجْرِمِينَ.
“(65) Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (66) Tidak usah kamu
minta maaf, Karena kamu kafir sesudah beriman. jika kami memaafkan segolongan
kamu (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain)
disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (Q.S At-Taubah:
65-66)
Keterangan:
Berdasarkan ayat di atas orang yang menghina ajaran
Islam terancam untuk keluar dari agama Islam, disadari maupun
tidak. Oleh karena itu, jangan sampai kita menganggap remeh
permasalahan-permasalahan seperti ini.
KETIGA: Tidak
boleh ada unsur ghibah dan peremehan terhadap seseorang, suku atau bangsa
tertentu.
Menghina
orang lain atau mengejeknya meskipun hanya sebatas bercanda merupakan perbuatan
haram bahkan dikategorikan dosa besar. Seperti mengejek nama, postur tubuh,
kekurangan fisik, sifat dan lainnya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ
قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ
نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ
وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ
وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan
orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan
itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah
suka mencela dirimu sendiridan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S
Al-Hujurat: 11)
KEEMPAT:
Tidak boleh mengambil barang orang lain, meskipun bercanda.
Kalau
mengambil harta secara serius maka dinamakan pencurian. Adapun mengambil harta
secara bercanda maka ini perbuatan yang tidak ada manfaatnya bahkan bisa
menimbulkan kejengkelan dan permusuhan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ
لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا .
“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang
saudaranya, baik bercanda maupun serius.”
Keterangan:
Meskipun bercanda, mengambil barang teman dengan
tujuan menyembunyikan dan membuat dia bingung, hal tersebut tidak diperkenankan
di dalam agama Islam.
KELIMA: Tidak boleh menakut-nakuti orang lain.
Seorang
muslim hendaklah selalu menciptakan suasana yang tenang, nyaman dan kondusif.
Namun terkadang karena kebodohannya, ia pun berbuat iseng dan bercanda yang
tidak tepat, yaitu dengan cara menakut-nakuti kawan dan saudaranya yang lain.
Modusnya beragam, ada yang membuat-buat pocongan, suara-suara yang menyeramkan
atau modus-modus lainnya. Perbuatan konyol dan keterlaluan ini berbahaya karena
bisa meninggalkan trauma pada si korban.
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ
مُسْلِمًا.
“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti
muslim yang lain.”
KEENAM: Tidak
boleh menghabiskan waktu hanya untuk bercanda.
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا
لاَ يَعْنِيهِ.
“Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah
dia meninggalkan yang tidak bermanfaat baginya.”
KETUJUH: Tidak
boleh berbicara atau melakukan hal-hal yang melanggar syariat, seperti:
menyebutkan ciri-ciri wanita yang tidak halal baginya kepada orang lain,
menipu, melaknat dll.
KEDELAPAN: Tidak
mengacungkan/menodongkan senjata.
Tidak
boleh menodong senjata tajam atau pisau pada orang lain baik serius maupun
bercanda. Perbuatan ini dilaknat oleh malaikat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
أَشَارَ إِلَى أَخِيهِ بِحَدِيدَةٍ فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَلْعَنُهُ حَتَّى
وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لأَبِيهِ وَأُمِّهِ
“Barangsiapa mengacungkan
senjata tajam kepada saudaranya, maka para malaikat akan melaknatnya sampai dia
meninggalkan perbuatan tersebut, walaupun saudara tersebut adalah saudara
kandung sebapak dan seibu.” (H.R. Muslim, no. 2616)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ
يُشِيْرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيْهِ بِالسِّلاَحِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَحَدُكُمْ
لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
“Janganlah seseorang diantara
kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya karena sesungguhnya kalian tidak
tahu bisa jadi setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga
mengakibatkannya masuk ke lubang api neraka.” (H.R. Bukhari, no.
7072; Muslim, no. 2617)
Keterangan:
Hal lain yang perlu diperhatikan saat bercanda adalah tidak
bolehnya bercanda dengan mengacungkan/menodongkan senjata kepada teman kita.
Ini sangat berbahaya karena bisa jadi syaitan merebut tangan kita dan akhirnya
senjata tersebut melukai atau bahkan membunuh.
KESEMBILAN: Tidak berlebih-lebihan
dalam bercanda.
Dibolehkannya
bercanda adalah dalam rangka mengganti suasana, menghilangkan kejemuan dan
kebosanan. Oleh karena itu, tidak boleh berlebih-lebihan dalam bercanda
sehingga waktu kita habis dan terbuang hanya untuk tertawa dan tertawa. Apalagi
kalau dibarengai dengan tawa terbahak-bahak, maka ini tidak boleh. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita sering tertawa sebagaimana sabdanya:
لاَ
تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ
“Janganlah engkau sering tertawa, karena sering
tertawa akan mematikan hati.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3400)
KESIMPULAN:
Walhasil,
bercanda dan bergurau asalnya adalah perkara yang mubah dan boleh asalnya di
lakukan dengan porsi yang tepat, pada waktu yang tepat dan tidak melanggar
norma-norma agama. Bergurau pada waktu kita memang membutuhkannya, namun tetap
tegas dan serius pada tempat yang memang menuntut kita untuk itu.
Ibnu
Umar pernah ditanya, “Apakah dahulu para sahabat suka tertawa? Beliau menjawab,
“Ya, akan tetapi iman dalam hati mereka seperti gunung”.
Bilal
bin Sa’ad berkata, “Aku mendapatkan para sahabat adalah orang yang tegas dalam
masalah kehormatan, namun sebagian mereka juga tertawa dengan yang lainnya, dan
apabila malam telah datang maka mereka menjadi ahli ibadah”.
Demikianlah beberapa penjelasan tentang canda dan tawa yang
tercela dan yang diperbolehkan. Mudah-mudahan kita semua dapat mengamalkannya
dalam kehidupan kita sehari-hari.
SUMBER PENULISAN:
https://almanhaj.or.id/3108-bercanda-menurut-pandangan-islam.html
https://albinaa.sch.id/fiqih-bercanda/
https://muslim.or.id/12146-bercanda-dan-tertawa-tidak-boleh.html
https://rumaysho.com/14554-tidak-boleh-bercanda-dengan-menodong-pisau.html
SAUDARA
KU… PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK
MENDAPATI KU DI DALAM SURGA ALLAH, MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN
TARIK TANGAN KU DAN AJAK AKU MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU
TELAH MENJADI SAKSI DI HADAPAN ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL
DALAM MEMBELA AGAMA ALLAH (MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).
Al-Ustadz
Faqih Aulia (Tim LITKA PC Pemuda PERSIS Batununggal Kota Bandung).
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan