FIQIH BERCANDA


MUQADDIMAH:

Segala perbuatan harus memiliki aturan sehingga sesuai dengan syari’at. Kapan saja suatu amalan/perbuatan tidak memiliki aturan maka terlarang. Betapa banyak orang yang lalai dari aturan-aturan tersebut sehigga ia terjatuh dalam larangan tanpa sadar.

 

Diantara amalan yang harus diatur dengan aturan-aturan syar’i adalah Mizah (bercanda) yang banyak terjadi dan sedikit sekali orang yang mengaturnya dan membatasainya dengan aturan syar’i.

 

Mizah (bercanda/bergurau) adalah wasilah atau sarana untuk mendapatkan kesenangan. Bercanda bisa mendatangkan beberapa faidah diantaranya; Dapat memberikan rasa gembira kepada teman, menghilangkan rasa kesendirian dan kesepian, mengakrabkan, melembutkan hati, menghilangkan rasa takut, marah dan stress. Disamping itu bergurau juga bisa menghilangkan kejemuan dan kebosanan.

 

Kalau kita menilik kehidupan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya, maka akan kita temukan riwayat-riwayat bagaimana Rasul dan para sahabatnya terkadang juga bergurau satu dengan yang lainnya. 

 

BEBERAPA CONTOH CANDA NABI SHALLALAHU ‘ALAIHI WA SALLAM:

PERTAMA: Anas Radhiyallahu anhu menceritakan salah satu bentuk canda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memanggilnya dengan sebutan:

 

يَا ذَا الأُذُنَيْنِ!.

Wahai, pemilik dua telinga!

 

KEDUA: Anas Radhiyallahu anhu mengisahkan, Ummu Sulaim Radhiyallahu anha memiliki seorang putera yang bernama Abu ‘Umair. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sering bercanda dengannya setiap kali beliau datang. Pada suatu hari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang mengunjunginya untuk bercanda, namun tampaknya anak itu sedang sedih. Mereka berkata: “Wahai, Rasulullah! Burung yang biasa diajaknya bermain sudah mati,” lantas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda dengannya, beliau berkata:

 

يَا اَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُغَيْرُ!

“Wahai Abu ‘Umair, apakah gerangan yang sedang dikerjakan oleh burung kecil itu?”

 

KETIGA: Anas bin Malik Radhiyallahu anhu bercerita, ada seorang pria dusun bernama Zahir bin Haram. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukainya. Hanya saja tampang pria ini jelek. Pada suatu hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuinya ketika ia sedang menjual barang dagangan. Tiba-tiba Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memeluknya dari belakang, sehingga ia tidak dapat melihat beliau. Zahir bin Haram pun berseru: “Lepaskan aku! Siapakah ini?” Setelah menoleh ia pun mengetahui, ternyata yang memeluknya ialah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka ia pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk merapatkan punggungnya ke dada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata: “Siapakah yang sudi membeli hamba sahaya ini?” Dia menyahut, “Demi Allah, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika demikian aku tidak akan laku dijual!” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas: “Justru di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala engkau sangat mahal harganya!”

 

KEEMPAT: Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, bawalah aku?” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kami akan membawamu di atas anak onta.” Laki-laki itu berkata: “Apa yang bisa aku lakukan dengan anak onta?” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Bukankah onta yang melahirkan anak onta?”

 

Beliau mencandai orang tersebut dengan menyebut ontanya dengan anak onta. Orang tersebut memahami perkataan beliau sesuai zahirnya, tetapi bukankah semua onta yang ada adalah anak-anak dari ibu onta?.

 

KELIMA: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sering kali bercanda dan menggoda Aisyah Radhiyallahu anha. Suatu kali beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Aku tahu kapan engkau suka kepadaku dan kapan engkau marah kepadaku,” Aku (‘Aisyah) menyahut: “Darimana engkau tahu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kalau engkau suka kepadaku engkau akan mengatakan, ‘Tidak, demi Rabb Muhammad,’ dan kalau engkau marah kepadaku engkau akan mengatakan, “Tidak, demi Rabb Ibrahim”. Aku (‘Aisyah) menjawab: “Benar, demi Allah! Tidaklah aku menghindari melainkan namamu saja.”

 

KEENAM: Abu Hurairah Radhiyallahu anhu menceritakan: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjulurkan lidahnya bercanda dengan al-Hasan bin Ali Radhiyallahu anhu. Ia pun melihat merah lidah beliau, lalu ia segera menghambur menuju beliau dengan riang gembira.”

 

KETUJUH:

عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: أَتَتْ عَجُوزٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ فَقَالَ: يَا أُمَّ فُلاَنٍ، إِنَّ الْجَنَّةَ لاَ تَدْخُلُهَا عَجُوزٌ. قَالَ: فَوَلَّتْ تَبْكِي فَقَالَ: أَخْبِرُوهَا أَنَّهَا لاَ تَدْخُلُهَا وَهِيَ عَجُوزٌ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا عُرُبًا أَتْرَابًا.

Diriwayatkan dari Al-Hasan radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Seorang nenek tua mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nenek itu pun berkata, ‘Ya Rasulullah! Berdoalah kepada Allah agar Dia memasukkanku ke dalam surga!’ Beliau pun mengatakan, ‘Wahai Ibu si Anu! Sesungguhnya surga tidak dimasuki oleh nenek tua.’ Nenek tua itu pun pergi sambil menangis. Beliau pun mengatakan, ‘Kabarkanlah kepadanya bahwasanya wanita tersebut tidak akan masuk surga dalam keadaan seperti nenek tua. Sesungguhnya Allah ta’ala mengatakan: (35) Sesungguhnya kami menciptakan mereka (Bidadari-bidadari) dengan langsung. (36) Dan kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. (37) Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (Q.S. Al-Waqi’ah)

Jika kita perhatikan hadits-hadits di atas, maka kita akan mendapatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercanda pada beberapa keadaan tertentu, tetapi canda beliau tidak mengandung kedustaan dan selalu benar.

 

KEBURUKAN ORANG YANG SERING BERCANDA DAN TERTAWA:

Orang yang terlalu serius dan selalu terlihat tegang dan kaku, kehidupannya akan terasa sangat penat dan suntuk. Orang jenis ini seharusnya memasukkan canda di dalam hidupnya sehingga terhindar dari pengaruh buruk tersebut.

 

Sebaliknya orang yang terlalu sering bercanda, maka sebaiknya dia belajar untuk dapat melatih lisannya agar bisa terbiasa diam dan hanya berbicara pada hal-hal yang bermanfaat saja.

 

Seorang penyair terkenal, Abul-Fath Al-Busti rahimahullah pernah mengatakan:

 

أَفْدِ طَبْعَك الْمَكْدُودَ بِالْجِدِّ رَاحَةً يُجَمُّ وَعَلِّلْهُ بِشَيْءٍ مِنْ الْمَزْحِ

وَلَكِنْ إذَا أَعْطَيْتَهُ الْمَزْحَ فَلْيَكُنْ بِمِقْدَارِ مَا تُعْطِي الطَّعَامَ مِنْ الْمِلْحِ

Berikanlah istirahat pada tabiat kerasmu yang serius

Dirilekskan dulu dan hiasilah dengan sedikit canda

Tetapi jika engkau berikan canda kepadanya, jadikanlah ia

Seperti kadar engkau memasukkan garam pada makanan.

 

Layaknya makanan, apabila tidak diberi garam maka dia akan terasa hambar. Akan tetapi, jika terlalu banyak diberikan garam, maka tidak akan enak untuk dimakan.

 

Sesuatu yang berlebih-lebihan, kebanyakan akan membawa dampak buruk. Sama halnya dengan bercanda dan tertawa. Apabila terlalu sering bercanda dan tertawa, maka akan mengakibatkan banyak keburukan.

Di antara keburukan-keburukan orang yang sering bercanda dan tertawa adalah sebagai berikut:

 

PERTAMA: Hatinya menjadi mati, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Jika hati seseorang mati, maka akan berakibat buruk baginya, di antaranya: Bermalas-malasan dalam mengerjakan kebaikan dan ketaatan, serta meremehkan suatu kemaksiatan, tidak terpengaruh hatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakan, tidak terpengaruh hatinya dengan berbagai ujian, musibah dan cobaan yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, 
tidak merasa takut akan janji dan ancaman Allahbertambahnya kecintaannya terhadap dunia dan mendahulukannya atas akhirat, tidak tenang hatinya dan selalu merasa gundah, bertambahnya dan meningkatnya kemaksiatan yang dilakukannya, tidak mengenal atau tidak membedakan perbuatan ma’ruf dan munkar dll.

 

KEDUA: Menyibukkan diri sehingga tidak mengerjakan hal-hal yang bermanfaat dan tidak memiliki wibawa
Oleh karena itu Imam Al-Mawardi pernah mengatakan:

 

وَأَمَّا الضَّحِكُ فَإِنَّ اعْتِيَادَهُ شَاغِلٌ عَنْ النَّظَرِ فِي الْأُمُورِ الْمُهِمَّةِ، مُذْهِلٌ عَنْ الْفِكْرِ فِي النَّوَائِبِ الْمُلِمَّةِ. وَلَيْسَ لِمَنْ أَكْثَرَ مِنْهُ هَيْبَةٌ وَلَا وَقَارٌ، وَلَا لِمَنْ وُصِمَ بِهِ خَطَرٌ وَلَا مِقْدَارٌ.

Adapun tertawa, apabila seseorang membiasakannya dan terlalu banyak tertawa, maka hal itu akan melalaikan dan melupakannya dari melihat hal-hal yang penting. Dan orang yang banyak melakukannya, tidak akan memiliki wibawa dan kehormatan. Dan orang yang terkenal dengan hal itu tidak akan memiliki kedudukan dan martabat.

 

KETIGA: Menimbulkan permusuhan secara tidak sengaja dan lain-lain.

 

CANDA YANG DIBOLEHKAN:

Ada kalanya kita mengalami kelesuan dan ketegangan setelah menjalani kesibukan. Atau muncul rasa jenuh dengan berbagai rutinitas dan kesibukan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini, kita membutuhkan penyegaran dan bercanda. Kadang kala kita bercanda dengan keluarga atau dengan sahabat. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat manusiawi dan dibolehkan. Begitu pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Jika kita ingin melakukannya, maka harus memperhatikan beberapa hal yang penting dalam bercanda.

 

Bercanda pun memiliki adab-adab. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita memperhatikan adab-adab tersebut. Di antara adab-adab bercanda adalah sebagai berikut:

 

PERTAMA: Tidak boleh ada kedustaan di dalam canda tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

 وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.

“Celakalah orang yang berbicara kemudian dia berdusta agar suatu kaum tertawa karenanya. Kecelakaan untuknya. Kecelakaan untuknya.”

 

Keterangan:

Di zaman sekarang ini, banyak orang yang bekerja sebagai pelawak. Kebanyakan mereka tidak bisa menjaga lisannya dari kedustaan. Oleh karena itu, sebaiknya mereka segera mencari pekerjaan lain yang benar-benar terhindar dari hal yang diharamkan.

 

Begitu pula kepada para muballigh yang gemar membuat orang tertawa, sudah sepantasnya isi ceramahnya jangan mengada-ada, harus ilmiah dan memiliki rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya saya bercanda dan saya tidaklah mengatakan selain kebenaran.” (H.R. ath-Thabarani dalam al-Kabir)

 

KEDUA: Tidak boleh ada unsur penghinaan atau pelecehan terhadap agama Islam.

 

Tidak boleh menjadikan agama dan syiar-syiarnya sebagai bahan bercanda. Sebagaimana tidak boleh menjadikan ayat-ayat Allah dan hadits Rasulullah sebagai candaan dan gurauan. Perbuatan ini dikategorikan sebagai pembatal keislaman. Allah berfirman:

 

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ. لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ.

“(65) Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” (66) Tidak usah kamu minta maaf, Karena kamu kafir sesudah beriman. jika kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (Q.S At-Taubah: 65-66)

 

Keterangan:

Berdasarkan ayat di atas orang yang menghina ajaran Islam terancam untuk keluar dari agama Islam, disadari maupun tidak. Oleh karena itu, jangan sampai kita menganggap remeh permasalahan-permasalahan seperti ini.

 

KETIGA: Tidak boleh ada unsur ghibah dan peremehan terhadap seseorang, suku atau bangsa tertentu.

Menghina orang lain atau mengejeknya meskipun hanya sebatas bercanda merupakan perbuatan haram bahkan dikategorikan dosa besar. Seperti mengejek nama, postur tubuh, kekurangan fisik, sifat dan lainnya. Allah berfirman:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiridan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S Al-Hujurat: 11)

 

KEEMPAT: Tidak boleh mengambil barang orang lain, meskipun bercanda.

Kalau mengambil harta secara serius maka dinamakan pencurian. Adapun mengambil harta secara bercanda maka ini perbuatan yang tidak ada manfaatnya bahkan bisa menimbulkan kejengkelan dan permusuhan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 

لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا .

“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.”

 

Keterangan:

Meskipun bercanda, mengambil barang teman dengan tujuan menyembunyikan dan membuat dia bingung, hal tersebut tidak diperkenankan di dalam agama Islam.

 

KELIMA: Tidak boleh menakut-nakuti orang lain. 

Seorang muslim hendaklah selalu menciptakan suasana yang tenang, nyaman dan kondusif. Namun terkadang karena kebodohannya, ia pun berbuat iseng dan bercanda yang tidak tepat, yaitu dengan cara menakut-nakuti kawan dan saudaranya yang lain. Modusnya beragam, ada yang membuat-buat pocongan, suara-suara yang menyeramkan atau modus-modus lainnya. Perbuatan konyol dan keterlaluan ini berbahaya karena bisa meninggalkan trauma pada si korban.

 

لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا.

“Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.”

 

KEENAM: Tidak boleh menghabiskan waktu hanya untuk bercanda.

 

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ.

“Di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia meninggalkan yang tidak bermanfaat baginya.”

 

KETUJUH: Tidak boleh berbicara atau melakukan hal-hal yang melanggar syariat, seperti: menyebutkan ciri-ciri wanita yang tidak halal baginya kepada orang lain, menipu, melaknat dll.

 

KEDELAPAN: Tidak mengacungkan/menodongkan senjata.

Tidak boleh menodong senjata tajam atau pisau pada orang lain baik serius maupun bercanda. Perbuatan ini dilaknat oleh malaikat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

مَنْ أَشَارَ إِلَى أَخِيهِ بِحَدِيدَةٍ فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَلْعَنُهُ حَتَّى وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لأَبِيهِ وَأُمِّهِ

Barangsiapa mengacungkan senjata tajam kepada saudaranya, maka para malaikat akan melaknatnya sampai dia meninggalkan perbuatan tersebut, walaupun saudara tersebut adalah saudara kandung sebapak dan seibu.” (H.R. Muslim, no. 2616)

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لاَ يُشِيْرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيْهِ بِالسِّلاَحِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَحَدُكُمْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ

Janganlah seseorang diantara kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya karena sesungguhnya kalian tidak tahu bisa jadi setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga mengakibatkannya masuk ke lubang api neraka.” (H.R. Bukhari, no. 7072; Muslim, no. 2617)

 

Keterangan:

Hal lain yang perlu diperhatikan saat bercanda adalah tidak bolehnya bercanda dengan mengacungkan/menodongkan senjata kepada teman kita. Ini sangat berbahaya karena bisa jadi syaitan merebut tangan kita dan akhirnya senjata tersebut melukai atau bahkan membunuh.

 

KESEMBILAN:  Tidak berlebih-lebihan dalam bercanda.

Dibolehkannya bercanda adalah dalam rangka mengganti suasana, menghilangkan kejemuan dan kebosanan. Oleh karena itu, tidak boleh berlebih-lebihan dalam bercanda sehingga waktu kita habis dan terbuang hanya untuk tertawa dan tertawa. Apalagi kalau dibarengai dengan tawa terbahak-bahak, maka ini tidak boleh. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita sering tertawa sebagaimana sabdanya:

 

لاَ تُكْثِرِ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ

“Janganlah engkau sering tertawa, karena sering tertawa akan mematikan hati.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no. 3400)

 

KESIMPULAN:

Walhasil, bercanda dan bergurau asalnya adalah perkara yang mubah dan boleh asalnya di lakukan dengan porsi yang tepat, pada waktu yang tepat dan tidak melanggar norma-norma agama. Bergurau pada waktu kita memang membutuhkannya, namun tetap tegas dan serius pada tempat yang memang menuntut kita untuk itu.

 

Ibnu Umar pernah ditanya, “Apakah dahulu para sahabat suka tertawa? Beliau menjawab, “Ya, akan tetapi iman dalam hati mereka seperti gunung”.

 

Bilal bin Sa’ad berkata, “Aku mendapatkan para sahabat adalah orang yang tegas dalam masalah kehormatan, namun sebagian mereka juga tertawa dengan yang lainnya, dan apabila malam telah datang maka mereka menjadi ahli ibadah”.

 

Demikianlah beberapa penjelasan tentang canda dan tawa yang tercela dan yang diperbolehkan. Mudah-mudahan kita semua dapat mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

 

SUMBER PENULISAN:

https://almanhaj.or.id/3108-bercanda-menurut-pandangan-islam.html

https://albinaa.sch.id/fiqih-bercanda/

https://muslim.or.id/12146-bercanda-dan-tertawa-tidak-boleh.html

https://rumaysho.com/14554-tidak-boleh-bercanda-dengan-menodong-pisau.html

 

SAUDARA KU…   PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK MENDAPATI KU DI DALAM SURGA ALLAH, MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN TARIK TANGAN KU DAN AJAK AKU MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU TELAH MENJADI SAKSI DI HADAPAN ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL DALAM MEMBELA AGAMA ALLAH (MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).

 

Al-Ustadz Faqih Aulia (Tim LITKA PC Pemuda PERSIS Batununggal Kota Bandung).

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama