STRATEGI MEMAKMURKAN MASJID

 


Mesjid, secara bahasa artinya tempat sujud. Adapun secara istilah syar’i, mesjid adalah tempat khusus yang dipersiapkan untuk digunakan ibadah oleh kaum muslimin dan memiliki aturan-aturan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan arti mesjid dalam bahasa Indonesia adalah tempat khusus yang diistimewakan oleh Allah swt dan semua mesjid harus diwakafkan hanya milik Allah swt. Allah berfirman:

 

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدًا. الجن:18

Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Oleh sebab itu janganlah kamu meminta kepada seseorang bersama Allah. Q.S. Al-jinn:18.

 

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ * إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ فَعَسَى أُوْلَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنْ الْمُهْتَدِينَ. التوبة:17-18

Tidaklah layak orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa diri mereka sendiri kafir. Mereka itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka * Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, mendirikan salat menunaikan zakat dan mereka tidak takut kecuali kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan yang mendapat petunjuk. Q.S. At-Taubah:17-18

 

FUNGSI MASJID BAGI UMMAT ISLAM:

Masjid adalah bangunan rumah Allah yang sangat penting bagi ummat Islam dan menjadi pusat kegiatan ummat. Fungsi masjid antara lain: Sebagai tempat shalat, tempat taklim, tempat berlatih, tempat istirahat, dan aneka kepentingan kemaslahatan ummat lainnya.

 

MASJID SEBAGAI TEMPAT SHALAT:

Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat shalat. Rasulullah SAW memerintahkan kita melakukan shalat di masjid, sebagaimana hadits sbb:

 

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا سَلَّامٌ يَعْنِي أَبَا الْأَحْوَصِ عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ عَنْ سَيَّارِ بْنِ الْمَعْرُورِ قَالَ سَمِعْتُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَخْطُبُ وَهُوَ يَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَنَى هَذَا الْمَسْجِدَ وَنَحْنُ مَعَهُ الْمُهَاجِرُونَ وَالْأَنْصَارُ فَإِذَا اشْتَدَّ الزِّحَامُ فَلْيَسْجُدْ الرَّجُلُ مِنْكُمْ عَلَى ظَهْرِ أَخِيهِ وَرَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ صَلُّوا فِي الْمَسْجِدِ.

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Bin Daud Abu Daud Telah menceritakan kepada kami Sallam yaitu Abul Ahwas dari Simak Bin Harb dari Sayyar Bin Al Ma’rur dia berkata; aku mendengar Umar berkhutbah dan berkata; “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membangun masjid ini, dan kami dari muhajirin maupun anshar bersama beliau, ketika masjid menjadi penuh sesak sampai-sampai seseorang dari kalian sujud di atas punggung saudaranya dan beliau melihat orang-orang shalat di jalanan, maka beliau bersabda: “Shalatlah kalian di dalam masjid.” (AHMAD – 212)

 

Rasulullah ingin kita senantiasa shalat di masjid dan gemes dengan mereka yang tidak melakukannya, sebagaimana tergambar di dalam hadits berikut:

 

حَدَّثَنَا النُّفَيْلِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو الْمَلِيحِ حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ الْأَصَمِّ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ فِتْيَتِي فَيَجْمَعُوا حُزَمًا مِنْ حَطَبٍ ثُمَّ أَتي قَوْمًا يُصَلُّونَ فِي بُيُوتِهِمْ لَيْسَتْ بِهِمْ عِلَّةٌ فَأُحَرِّقَهَا عَلَيْهِمْ قُلْتُ لِيَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ يَا أَبَا عَوْفٍ الْجُمُعَةَ عَنَى أَوْ غَيْرَهَا قَالَ صُمَّتَا أُذُنَايَ إِنْ لَمْ أَكُنْ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَأْثُرُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا ذَكَرَ جُمُعَةً وَلَا غَيْرَهَا.

Telah menceritakan kepada kami An-Nufaili telah menceritakan kepada kami Abu Al-Malih telah menceritakan kepadaku Yazid bin Yazid telah menceritakan kepadaku Yazid bin Al-Asham dia berkata; Saya telah mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Sungguh saya ingin sekali memerintahkan para pemudaku untuk mengumpulkan tumpukan-tumpukan kayu bakar, kemudian saya pergi mendatangi kaum yang mengerjakan shalat di rumah- rumah mereka tanpa udzur, lalu saya membakar rumah-rumah mereka.” Kata Yazid bin Yazid; Saya katakan kepada Yazid bin Asham: “Wahai Abu Auf, apakah Shalat Jumat yang dimaksud Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ataukah lainnya?” Dia menjawab: “Kedua telingaku tersumbat, sekiranya saya tidak mendengar Abu Hurairah meriwayatkannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sama sekali beliau tidak menyebutkan shalat Jumat dan juga shalat yang lain”. (ABU DAUD – 462)

 

Keterangan:

Hadits Rasulullah tersebut menunjukkan bahwa shalat fardhu terbaik adalah di masjid, dan kebolehan melakukannya di rumah hanya bila ada udzur, seperti sakit, hujan atau sulit mengakses masjid. Keadaan tubuh yang cacat, bila masih memungkinkan ke masjid tidak termasuk udzur.  Pernah seorang buta datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid.” Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk shalat di rumah. Ketika sahabat itu berpaling, beliau kembali bertanya: “Apakah engkau mendengar panggilan shalat (adzan)?” laki-laki itu menjawab; “Benar.” Beliau bersabda: “Penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat).”

 

Marilah kita membangun kebiasaan melaksanakan shalat -khususnya shalat fardhu- di masjid. Kita juga berkewajiban mengusahakan agar senantiasa terselenggara shalat berjama’ah di setiap shalat fardhu di masjid lengkap dengan pelaksanan muadzin dan imam.

 

MASJID SEBAGAI TEMPAT TAKLIM:

Masjid juga berfungsi sebagai tempat taklim atau belajar dan mengajar, sebagaimana hadits berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي أَبُو صَخْرٍ أَنَّ سَعْدَ بْنَ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيَّ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ إِنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُمَنْ دَخَلَ مَسْجِدَنَا هَذَا يَتَعَلَّمُ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمُهُ كَانَ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ دَخَلَهُ لِغَيْرِ ذَلِكَ كَانَ كَالنَّاظِرِ إِلَى مَا لَيْسَ لَهُ.

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yazid, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Haiwah, dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Abu Shakhr bahwa Sa’d bin Abu Sa’id Al Maqburi menceritakan kepadanya, bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata; ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa masuk ke dalam masjid kami ini, kemudian ia belajar atau mengajarkan kebaikan, maka ia seperti mujahid di jalan Allah, dan barangsiapa masuk ke dalamnya untuk tujuan selain itu maka ia seperti orang yang melihat sesuatu yang bukan miliknya.” (AHMAD – 10394)

 

Keterangan:

Keutamaan belajar dan mengajar di dalam masjid Nabi tersebut juga berlaku untuk masjid-masjid lainnya pada umumnya. Pada kesempatan lain berdasar hadits dari Abu Bakar bin Abdurrahman, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berangkat di waktu pagi atau sore menuju masjid, ia tidak mempunyai niat lain kecuali masjid, untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, kemudian dia kembali ke rumahnya. Maka dia seperti orang yang berjihad di jalan Allah; pulang dengan mendapatkan ghanimah.”

 

Rasulullah SAW mengapresiasi orang-orang yang berada di masjid untuk kegiatan belajar mengajar. Dari Abdullah bin ‘Amru ia berkata; Pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dari salah satu kamarnya dan masuk ke dalam masjid. Lalu beliau menjumpai dua kelompok, salah satunya sedang membaca Al Qur`an dan berdo’a kepada Allah, sedang yang lainnya melakukan proses belajar mengajar. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Masing-masing berada di atas kebaikan, mereka membaca Al Qur`an dan berdo`a kepada Allah, jika Allah menghendaki maka akan memberinya dan jika tidak menghendakinya maka tidak akan memberinya. Dan mereka sedang belajar, sementara diriku di utus sebagai pengajar,” lalu beliau duduk bersama mereka. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Darimi – HN 352

 

Fungsi masjid sebagai tempat belajar mengajar sebaiknya diwujudkan dalam bentuk layanan masjid yang dikelola dengan manajemen yang baik sehingga masyarakat di sekitarnya memiliki akses yang baik dalam belajar Islam. Bentuknya dapat berupa kursus baca al-Qur’an, kursus tafhimul Qur’an, kursus ibadah, pengajian rutin, dll. Peserta kursus atau pengajian dapat dikelompokkan berdasarkan usia atau lainnya. Idealnya, masjid berfungsi sebagai madrasah diniyah bagi masyarakat di sekitarnya.

 

Di samping belajar-mengajar yang terstruktur dan berkelompok dalam pengajian atau kursus, sebaiknya kita membiasakan diri berada di dalam masjid untuk belajar mandiri seperti tadarrus al-Qur’an atau belajar ilmu lainnya utamanya pada waktu-waktu afdhal, seperti saat-saat menjelang waktu shalat.

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang paling banyak mendapatkan pahala dalam shalat adalah mereka yang paling jauh (jarak rumahnya ke masjid), karena paling jauh dalam perjalanannya menuju masjid. Dan orang yang menunggu shalat hingga dia melaksanakan shalat bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang melaksanakan shalat kemudian tidur.” 

 

Membiasakan tadarrus di masjid menjelang waktu shalat mendatangkan pahala besar dari pahala shalat, pahala menunggu, dan pahala membaca al-Qur’an.

 

MASJID SEBAGAI TEMPAT BERLATIH:

Masjid berfungsi pula sebagai tempat berlatih dan bermain, sebagaimana tergambar dari hadits sebagai berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ قَالَتْ : لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا عَلَى بَابِ حُجْرَتِي وَالْحَبَشَةُ يَلْعَبُونَ فِي الْمَسْجِدِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتُرُنِي بِرِدَائِهِ أَنْظُرُ إِلَى لَعِبِهِمْ  زَادَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْحَبَشَةُ يَلْعَبُونَ بِحِرَابِهِمْ.

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’d dari Shalih bin Kaisan dari Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepadaku ‘Urwah bin Az Zubair bahwa ‘Aisyah berkata, “Pada suatu hari aku penah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri di pintu rumahku sedangkan budak-budak Habasyah sedang bermain di dalam Masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menutupiku dengan kain selendangnya saat aku menyaksikan permainan mereka.” Ibraim bin Al Mundzir menambahkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah dari ‘Aisyah berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyaksikan budak-budak Habasyah mempertunjukkan permainan tombak mereka.” (BUKHARI – 435)

 

Keterangan:

Rasulullah menyaksikan permainan tombak para budak Habasyah dan membiarkan mereka tetap melakukannya. Bahkan ketika tiba-tiba Umar masuk lalu mengambil kerikil kemudian melemparkannya kepada mereka, beliau bersabda: “Biarkanlah mereka wahai ‘Umar”.

 

Bermain tombak berfungsi sebagai latihan dalam meningkatkan ketrampilan menggunakan tombak sekaligus sebagai sarana hiburan. ‘Aisyah sempat menonton sampai puas, dan Nabi SAW menyaksikankannya. Ketika Umar merasa tidak nyaman dengan yang dilakukan para budak tersebut dan memberi isyarat dengan melempar kerikil ke arah mereka supaya berhenti, beliau menegur Umar supaya membiarkan saja permainan mereka.  Ketrampilan bermain tombak adalah ketrampilan yang sangat diperlukan untuk jihad menegakkan agama Allah pada saat itu. Rasulullah SAW juga membiarkan orang bersyair di dalam masjid.

 

Menjadikan masjid sebagai tempat berlatih dan bermain sudah dilakukan semenjak jaman Rasulullah SAW masih hidup. Seharusnya kita juga melakukannya, meskipun bentuknya bukan dengan bermain tombak saja. Kita bisa berlatih berkhutbah, berceramah, berdiskusi, berorganisasi, atau ketrampilan-ketrampilan lainnya yang diperlukan dalam dakwah Islam.

 

MASJID SEBAGAI TEMPAT ISTIRAHAT:

Rasulullah dan para sahabat memanfaatkan masjid sebagai tempat istirahat, sebagaimana termaktub dalam hadits sbb:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَبَّادِ بْنِ تَمِيمٍ عَنْ عَمِّهِ أَنَّهُ رَأَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْتَلْقِيًا فِي الْمَسْجِدِ وَاضِعًا إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الْأُخْرَى وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ كَانَ عُمَرُ وَعُثْمَانُ يَفْعَلَانِ ذَلِكَ.

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Ibnu Syihab dari ‘Abbad bin Tamim dari Pamannya bahwa dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbaring di dalam masjid dengan meletakkan satu kakinya di atas kaki yang lain.” Dan dari Ibnu Syihab dari Sa’id bin Al Musayyab berkata, “‘Umar dan ‘Utsman juga melakukan hal serupa.” (BUKHARI – 455)

 

Keterangan:

Sahabat Shafwan bin Umayyah bahkan tidur dengan berselimut seharga 30 dirham di masjid dengan sepengetahuan Rasulullah. Di bulan Ramadhan ada pula sahabat yang tidur di masjid.

 

Pada jaman Rasulullah SAW, masjid dijadikan sebagai tempat istirahat, mulai dari sekedar duduk-duduk, berbaring, bahkan sampai untuk tidur. Tentu fungsi sebagai tempat istirahat ini jangan sampai mengganggu fungsi utama masjid sebagai tempat shalat. Begitu waktu shalat tiba, semua yang beristirahat harus segera bergegas mempersiapkan diri melaksanakan shalat jama’ah. Pengurus atau takmir masjid dapat menata dan menentukan tempat-tempat di mana orang boleh duduk-duduk atau berbaring sehingga orang yang mau mengerjakan shalat tidak terganggu.

 

MASJID SEBAGAI TEMPAT RUPA-RUPA KEGIATAN:

 

Semasa Rasulullah, masjid juga digunakan untuk aneka kegiatan seperti:

 

BERKONSULTASI:

Ibnu Umar menceritakan, bahwa seorang laki-laki berkonsultasi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau berada di dalam masjid; “Wahai Rasulullah, bagaimana aku melakukan witir di shalat malam?” Beliau menjawab: “Barangsiapa shalat (malam), maka shalatlah dua raka’at-dua raka’at, jika ia khawatir akan tiba (waktu shalat) subuh, hendaklah ia bersujud sekali sujud (satu raka’at), yang berarti sujudnya (raka’atnya) sebagai witir shalat yang telah ia lakukan.” 

 

BERTAHKIM:

Seorang laki-laki dari Bani Aslam mendatangi Nabi SAW yang saat itu sedang berada di dalam Masjid. Laki-laki itu mengatakan bahwa ia telah berzina, namun beliau berpaling darinya. Maka laki-laki itu menghadap ke arah wajah beliau seraya bersaksi atas dirinya dengan empat orang saksi. Akhirnya beliau memanggil laki-laki itu dan bertanya: “Apakah kamu memiliki penyakit gila?” ia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi: “Apakah kamu telah menikah?” ia menjawab, “Ya.” Akhirnya beliau memerintahkan untuk merajamnya di lapangan luas. Dan ketika lemparan batu telah mengenainya, ia berlari hingga ditangkap dan dirajam kembali hingga meninggal.

 

MASUK ISLAM:

Dari Sa’id bin Abu Sa’id bahwa beliau mendengar Abu Hurairah berkata; “Tsumamah bin Utsal Al Hanafi pergi ke tempat air mengalir dekat masjid untuk mandi, kemudian masuk ke dalam masjid dan berkata: “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang diibadahi selain Allah, tidak ada sekutu baginya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai Muhammad! Demi Allah di muka bumi ini, dulu tidak ada wajah yang paling aku benci melainkan wajahmu, dan sekarang wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. 

 

MENERIMA UTUSAN:

Rasulullah sering menerima utusan dari kabilah-kabilah di masjid.

 

BOLEH MAKAN DI MASJID:

Di masjid kita boleh makan. Dari Abdullah bin Al Harits bin Juz` Az Zubaidi dia berkata, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kami pernah makan roti dan daging di dalam masjid.” 

Berdasarkan fakta sejarah pada jaman Rasulullah, masjid adalah pusat kegiatan ummat Islam dengan shalat berjama’ah sebagai kegiatan utama. Fungsi-fungsi lainnya yang dianjurkan adalah sebagai tempat taklim atau belajar-mengajar dan tempat berlatih. Masjid juga menjadi tempat yang dianjuran untuk berkonsultasi, bertahkim, masuk Islam, menerima utusan. Kita boleh beristirahat, makan dan minum di dalam masjid.

 

Kita semua wajib berupaya mengfungsikan masjid sebagaimana mestinya, antara lain dengan senantiasa melaksanakan shalat fardhu secara berjamaah di masjid, mengikuti taklim, menyemarakkan kegiatan di masjid, dan menjadikan masjid selalu bersih, rapi dan harum sehingga nyaman bagi yang berada di dalamnya.

(SUMBER PENULISAN: https://muhammadiyah.or.id/memakmurkan-masjid/)

 

STRATEGI MEMAKMURKAN MASJID:

Bapak, Ibu, Abang, Kakak yang dirahmati Allah. Kita sedang melangkah, menuju dan mempersiapkan kematian yang baik dengan cara menjadi orang masjid. Dan kita belum ada apa-apanya. Pencapaian kita belum ada apa-apanya. Maka jangan berpuas diri. Kita baru saja mulai membangun peradaban dari masjid.

 

Ini dua fungsi takmir masjid. Memobilisasi masyarakat untuk menegakkan shalat berjamaah, dan memakmurkan masyarakat agar bisa menjadi pembayar zakat. (Kyai Muhammad Jazir)

 

Ikatan menjadi takmir adalah ikatan kekeluargaan. Dan kekeluargaan ini dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Ust. Salim A. Fillah)

 

Mendirikan masjid penting, tapi memakmurkan masjid jauh lebih penting. Memakmurkan dengan shalat berjamaah. (UAS)

 

Harus bangga. Manusia pandang ini rendah. Padahal di hari kiamat, orang yang mengurus masjid ini dimuliakan oleh Allah. (Ust. Luqmanulhakim)

 

Masjid Makmur bukan sekedar masjid tempat beribadah, tapi masjid yang menjadi pusat kegiatan umat muslim sekitarnya. Masjid sebagai pusat peradaban.

 

Masjid yang pertama kali dibangun di muka bumi adalah Masjidil Haram. Jauh sebelum diciptakannya manusia, para malaikat diperintah oleh Allah untuk membangunnya. Masjidil Haram sendiri adalah refleksi rumah di surga yang bernama Baitul Makmur.

 

Di dalam Masjidil Haram ini terdapat Baitullah yakni Ka’bah. Ketika Nabi Ibrahim alaihissalam dan Nabi Ismail alaihissalam diutus, Allah memerintahkan mereka untuk meninggikan pondasi Ka’bah. Pondasinya terpendam sekian lama pasca zaman Nabi Adam alaihissalam.

 

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.

Dan (ingatlah) ke­tika Ibrahim meninggikan (membina) dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 127)

 

Empat puluh tahun kemudian, Nabi Ya’qub alaihissalam membangun Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsha di Palestina. Masjid ini kemudian direnovasi oleh Nabi Daud alaihissalam dan disempurnakan oleh Nabi Sulaiman alaihissalam. Masjidil Aqsha adalah masjid kedua yang dibangun di atas muka bumi dan kiblat pertama kaum muslimin.

 

Adapun Masjidil Haram sendiri menjadi tujuan berhaji setelah Allah perintahkan Nabi Ibrahim untuk menyerukan kepada manusia.

 

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ (27) لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (28) ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ (29)

Dan serulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah). (QS. Al-Hajj: 27-29)

 

Ribuan tahun kemudian, diutuslah Rasulullah saw. di kota Mekah. Pada masa beliau, Allah menjadikan bumi ini sebagai masjid untuk umatnya. Sehingga, bangunan masjid bisa didirikan di selain dua masjid awal tadi. Shalat bisa dilaksanakan di belahan bumi mana pun.

 

Ketika Rasulullah saw. datang ke Madinah, salah satu hal yang dilakukan pertama kali adalah membangun masjid, yakni Masjid Nabawi. Bahkan sebelum beliau sampai di Madinah, beliau singgah di Quba dan membangun sebuah masjid di sana. Inilah Masjid Quba.

 

Rasulullah kemudian menjadikan masjid Nabawi sebagai pusat kegiatan ibadah, dakwah, sosial, politik, bahkan pada waktu itu pemerintahan. Saat itu, masjid menjadi titik nol, awal, starting point, trigger untuk membangun peradaban.

 

Begitulah. Masjid mengiringi setiap peradaban yang dibangun oleh kaum Muslimin. Masjidil Aqsa menjadi cahaya peradaban kaum muslimin semenjak Nabi Ya’qub. Masjidil Haram menjadi magnet peradaban kaum Nabi Ismail yang tinggal di Mekah. Masjid Nabawi menjadi pusat peradaban bahkan pemerintahan Rasulullah di Madinah.

 

Lalu, bagaimana dengan Indonesia?

Lebih dari seribu tahun diutusnya Rasulullah, negeri gemah ripah loh jinawi yang dijuluki Nusantara mendapat ujian. Bergantian, penjajah Portugis, Spanyol, Belanda dan Jepang ingin menguasai Nusantara. Tetapi, selama ratusan tahun, api perjuangan senantiasa berkobar dalam dada kaum muslimin Nusantara. Tak mudah bagi penjajah menaklukan mereka. Penjajah tak pernah bisa membumi-hanguskan Islam di Nusantara. Padahal mereka berhasil melakukannya di Andalusia. Tapi tidak di bumi Nusantara.

 

Bagaimana bisa? Karena Nusantara disinari cahaya tauhid Islam yang didakwahkan oleh para ulama. Para ulama mendidik kaum muslimin melalui pasantren-pasantren dan masjid-masjid yang didirikan.

 

Perjuangan berlanjut hingga Indonesia Merdeka. Saat itu, tersebutlah salah satu masjid tertua di Jogjakarta bernama Masjid Syuhada. Nama masjid ini mengandung filosofi bahwa untuk meraih kemerdekaan, kaum muslimin harus berani menjadi Syuhada. Mengorbankan harta, jiwa dan raga. Mengorbankan segalanya.

 

Setelah Indonesia berhasil meraih kemerdekaan dibangunlah Masjid Istiqlal. Masjid kemerdekaan. Ini adalah bentuk rasa syukur para pendahulu dan pendiri bangsa. Peran ulama bergitu besar di dalamnya. Rasa syukur itu diwujudkan dalam banyak hal. Salah satunya dengan membangun Masjid Istiqlal ini.

 

Setelah itu dibangunlah masjid di Istana Negara Bernama Masjid Baiturrahim. Baiturrahim berarti rumah Ar-Rahim. Ar-Rahim berarti Allah yang Maha Pemberi Rahmat. Maha Penyayang. Harapannya, Allah merahmati atau memberi kasih sayang-Nya kepada negara yang baru terlahir ini.

 

Seiring berjalannya waktu, dibangunlah berbagai masjid. Salah satunya masjid ITB dengan nama Masjid Salman. Nama ini diberikan langsung oleh Presiden RI Pertama Ir. Soekarno. “Siapa itu sahabat yang menggali parit pada saat Perang Khandaq?” tanya Presiden Soekarno waktu itu sambil menoleh pada orang di sampingnya, Saifuddin Zuhri, Menteri Agama RI. Pertanyaan itu refleks terlontar darinya. Sang Menteri yang juga pimpinan Nahdlatul Ulama dengan sigap menjawab, “Salman”. Jawabannya bersambut sang Presiden, “Nah, itu. Masjid ini saya namakan Salman!”.

 

Salman Al-Farisi adalah jenius dari Persia yang menempuh perjalanan berat menuju Madinah. Perjalanan untuk menemui Rasulullah. Inilah inspirasinya. Setelah Indonesia merdeka, setelah Indonesia mendapat rahmat Allah, maka diisilah kemerdekaan oleh orang-orang cendekiawan, orang-orang pemikir dan orang-orang cerdik yang lahir dari masjid. Begitulah masjid menjadi menara peradaban yang dibangun oleh para Nabi dan dilanjutkan para ulama.

 

Masjid yang Makmur akan menerangi masyarakat dan membuat mereka bertakwa. Sayangnya, banyak masjid di Indonesia yang belum benar-benar memberi dampak ketakwaan kepada masyarakat sekitarnya. Belum mampu menjadi pusat peradaban umat. Bahkan, banyak pula masjid yang terbengkalai. Hidup segan, mati pun tak mau. Inilah yang menjadi kerisauan dalam hati saya. Bangunan tidak terawat. Azan sering telat. Kamar mandi tidak bersih. Padahal kas masjid menumpuk. Jutaan, puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

 

Bagaimana mungkin masjid bisa menyinari masyarakat sekitar dengan segala kebaikannya, lha kondisi masjidnya saja mengenaskan. Masjidnya tidak Makmur. Padahal memakmurkan masjid adalah tugas kita semua.

Memakmurkan yang pertama berarti membangun dan memperbagus masjid dan termasuk menyediakan segala sarana dan prasarananya. Memakmurkan juga berarti memanfaatkan masjid untuk melaksanakan ibadah dan amal-amal shalih. Rasulullah sendiri menggunakan masjid sebagai pusat ibadah, dakwah, pendidikan, termasuk juga pusat kegiatan politik dan pemerintahan.

 

Maka, membuat masjid penuh orang shalat berjamaah lima waktu dan membuat jamaah membayar zakat adalah tugas dari para takmir masjid, tugas dari DKM atau dewan kemakmuran masjid.

 

Dengan izin Allah, langkah-langkah yang sudah terbukti dan aplikatif (dalam memakmurkan masjid) saya susun menjadi 5 strategi:

 

PERTAMA: Strategi Takmir. Inilah kunci pertama kemakmuran masjid. Jika strategi pertama ini tidak jalan, jangan harap bisa menjalankan strategi-strategi selanjutnya.

 

KEDUA: Strategi Jamaah.

 

KETIGA: Strategi Layanan.

 

KEEMPAT: Strategi Dana.

 

KELIMA: Strategi Manajemen. Strategi terakhir ini digunakan untuk mengunci sistem yang dijalankan dari strategi pertama hingga keempat.

 

Masjid bukan sekedar beton dan besi, tapi fungsi dan kontribusi. Jadi, tidak ada alasan masjid anda tidak bisa makmur. Man jadda wajada. Jika ada niat, pasti ada jalan. Jika tidak ada niat, pasti ada alasan.

 

STRATEGI PERTAMA: STRATEGI TAKMIR.

Jika kita ingin memperbaiki kondisi di sekitar kita, maka paling cepat adalah dengan memperbaiki diri kita. Perbaiki dahulu apa yang ada di dalam, maka yang di luar akan lebih mudah diperbaiki.

 

Untuk merubah kondisi masjid yang tidak makmur menjadi masjid makmur, kita harus memperbaiki hal internal terlebih dahulu. Untuk membuat masjid kita menjadi masjid pelopor kebaikan, maka yang harus diperbaiki adalah takmir masjid dahulu. Saya menyebutnya revolusi mental takmir. Inilah strategi pertama. Strategi takmir.

 

Mengapa memperbaiki masjid harus mulai dari takmir? Karena, takmir adalah pihak yang memiliki otoritas atau kewenangan mengelola masjid. Program sebagus apapun tidak akan berhasil jika takmirnya enggan melaksanakannya atau bahkan menjadi penghalang program. Takmir adalah kunci pertama kemakmuran masjid.

 

Perhatikan pesan saya. Jika revolusi mental takmir ini tidak terwujud, jangan harap bisa melakukan strategi-strategi selanjutnya. Jika takmir belum berubah mental dan visinya, jangan harap masjidnya bisa makmur.

 

Nah, sebelum lanjut membahas apa saja yang harus diperbaiki, hal pertama yang harus kita pahami adalah makna dari takmir masjid. Dengan kata lain, siapakah yang disebut takmir masjid?

 

Perhatikan kembali firman Allah berikut:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللهِ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلاَّ اللهَ فَعَسَى أُوْلَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنْ الْمُهْتَدِينَ.

Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, mendirikan salat menunaikan zakat dan mereka tidak takut kecuali kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan yang mendapat petunjuk. (QS. At-Taubah: 18)

 

Keterangan:

Ayat di atas menyebutkan bahwa hanya orang-orang beriman yang memakmurkan masjid Allah. Hal ini menyiratkan bahwa orang-orang beriman memiliki ciri suka memakmurkan masjid Allah. Orang yang memakmurkan masjid ini disebut ‘amiru masjid.

 

Adapun takmir berbeda. Asal katanya adalah ‘ammaro yu’ammiru ta’mir, berarti usaha membuat makmur. Jadi tidak hanya memakmurkan masjid, tetapi membuat orang-orang memakmurkan masjid. Orang yang melaksanakan tugas ini disebut pengurus takmir. Hanyasaja, sekarang ini kata “pengurus” sering kali dihilangkan. Jadi, ketika orang menyebut takmir berarti pengurus takmir atau pengurus masjid.

 

Di Jawa dan Jogjakarta, istilah takmir ini seing digunakan. Di Jakarta dan Jawa Barat, biasanya digunakan istilah DKM atau dewan kemakmuran masjid.

 

Adapun tanggung jawab utama takmir masjid adalah memobilisasi jamaah untuk shalat di masjid. Para ustadz Jogokariyan menyebutnya dengan menshalatkan orang hidup.

 

Ust. Salim A. Fillah dalam sebuah kajian menyebutkan, “Kalau menshalatkan orang mati itu mudah. Cukup 4 kali takbir dan 1 kali salam. Tapi upaya untuk menshalatkan orang hidup ini harus ditempuh dengan berbagai cara yang sangat menguras berbagai hal dan sumber daya. Semuanya ditempuh untuk membuat yang belum shalat menjadi shalat. Yang belum rutin menjadi rutin. Yang sudah rutin menjadi rajin ke masjid.”

 

Oleh karena tanggung jawab takmir itu tidak ringan, maka perlu strategi dan cara yang tepat dalam melaksanakannya.

 

Ada ungkapan populer yang dijadikan pegangan oleh orang-orang sukses: “Jika ingin hasil berbeda, maka harus dilakukan cara yang berbeda.” Jangan mengharapkan hasil yang berbeda jika caranya masih sama. Jangan mengharapkan hasil luar biasa jika cara yang dilakukan biasa-biasa saja.

 

Dalam mengelola masjid pun demikian. Jika kita ingin masjid kita yang belum makmur menjadi makmur, maka kita harus mengelola masjid dengan cara berbeda dari yang selama ini kita lakukan. Untuk menjadikan masjid kita makmur dalam waktu yang tidak begitu lama, kita butuh prinsip revolusioner mengelola masjid.

 

Nah, prinsip revolusioner dalam mengelola masjid adalah kita harus mengelola masjid dengan IHSAN. Apa itu IHSAN? IHSAN adalah Ikhlas, Handal, Serius, Amanah dan Iman.

 

Dalam bahasa arab, ihsan sendiri bermakna sebaik mungkin. Sebaik-baiknya. Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ اللهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ.

“Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan pada segala hal.” (HR. Muslim)

 

Ihsan dalam hadis ini bermakna melakukan dengan sebaik mungkin seolah-olah kita diawasi. Maka, mengurus masjid pun harus dilakukan dengan ihsan. Kita lakukan sebaik-baiknya karena kita diawasi oleh Allah Yang Maha Melihat.

 

Jika takmir melaksanakan prinsip-prinsip ini, dengan izin Allah kemakmuran masjid pasti akan terwujud. Jamaah akan mencintai mereka. Allah pun kelak melimpahkan rahmat dan pahala bagi para takmir.

 

Tetapi sebaliknya, jika prinsip-prinsip ini dilanggar, jangan harap bisa memakmurkan masjid. Jangan harap jamaah benar-benar bahagia dengan masjid yang takmir kelola. Jangan harap jamaah mencintai para takmir masjidnya. Jangan-jangan, jamaah justru menyimpan rasa tidak suka apalagi benci kepada para takmir karena dipandang menjadi penghambat kemakmuran masjid. Na’udzu billah. 

 

Prinsip Pertama: Ikhlas.

Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ.

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]

 

Keterangan:

Setiap takmir yang ingin masjidnya makmur, pertama yang harus dilakukan adalah memiliki niat ikhlas untuk memakmurkan masjid semakmur-makmurnya.

 

Ikhlas bukan berarti tanpa pamrih. Ikhlas berarti meniatkan amal untuk mencari ridha Allah. Jadi pamrihnya kepada Allah. Diniatkan untuk mencari ridha Allah. Ini penting dan utama. Tanpa niat yang ikhlas, yang didapat takmir hanyalah capeknya mengurus masjid dan beratnya amanah. Tidak mendapat pahala.

 

Nah, agar bisa ikhlas dalam mengelola masjid, para takmir harus memahami dua poin ini.

 

Masjid milik Allah bukan milik takmir.

Takmir masjid jangan sampai salah memandang masjid. Masjid bukan milik takmir. Masjid adalah milik Allah. Dibangun agar digunakan oleh umat. Yang wakaf tanahnya adalah umat. Yang donasi pembangunannya adalah umat. Yang infaq rutin adalah umat. Yang dipanggil dengan seruan azan adalah umat, tidak hanya takmirnya.

 

Jadi, kemanfaatan masjid harus diberikan sebesar-besarnya untuk umat. Masjid menjadi tempat ibadah yang nyaman bagi umat. Tak lupa, donasi ke masjid harus bisa dirasakan oleh umat melalui program-program ibadah maupun sosial.

 

Takmir dipilih untuk melayani, bukan menguasai.

Jika umat diibaratkan rakyat, maka takmir masjid adalah pemerintahannya. Dalam Islam, tugas pemerintah dan para pemimpin adalah melayani rakyat. Rasulullah saw. bersabda:

سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ.

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Ibnu Asakir dan Abu Nu’aim)

 

Begitu pula dalam konteks masjid, tugas para takmir adalah melayani jamaah agar mereka dengan senang hati memakmurkan masjid yang dikelola oleh para takmir. Para takmir harus menyadari ini. Jangan sampai mereka mengkhianati amanah ini.

 

Masjid harus dibuka seluas-luasnya bagi kepentingan ibadah jamaah. Kas masjid digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan ibadah, dakwah dan sosial masjid.

 

Jika kita pergi ke hotel, para pegawai hotel akan memperlakukan kita dengan sebaik-baiknya. Menyapa kita. Membawakan barang kita. Membantu mengisi formulir administrasi. Menunjukkan ruangan kita. Mereka melakukan hal tersebut karena kita tamu hotel.

 

Nah, masjid adalah rumah Allah. Orang-orang yang datang ke masjid adalah tamu-tamu Allah. Tamu Allah harus dimuliakan dan dilayani sebaik-baiknya. Ini adalah tanggung jawab takmir masjid.

 

Masukkan kegembiraan dalam hati jamaah. Jangan sampai terbalik. Takmir masjid bukannya menyambut dan melayani tamu-tamu Allah, tapi justru membuat mereka tidak betah berada di masjid karena merasa dialah pengurus masjid tersebut.

 

Jangan sampai masjid tidak makmur hanya gara-gara takmirnya egois. Terutama sang ketua takmir. Petugas azan ketua takmir. Iqamah ketua takmir. Imam ketua takmir, tidak ada yang boleh ganti. Padahal banyak jamaah lain yang lebih baik bacaannya.

 

Maka, takmir harus ikhlas niatnya untuk meraih ridha Allah dan kemuliaan Islam. Jangan harapkan timbal balik apapun dari selain Allah. Yakinlah Allah sudah menyiapkan bagi kita pahala yang melimpah. Yang penting Allah ridha. Inilah yang akan membuat hati kita nyaman dan tentram.

 

Singkirkan jauh-jauh perasaan merasa paling berjasa karena itu adalah warisan Iblis. Buang jauh-jauh keinginan untuk dihormati. Campakkan pula niat menjadi takmir karena mengejar keuntungan duniawi. Jangan sampai pahala melimpah menjadi takmir gugur karena niat duniawi atau keinginan hawa nafsu. Na’udzubillah

 

Prinsip Kedua: Handal.

Agar masjid menjadi pusat peradaban, maka masjid harus dikelola dengan handal alias ahli atau profesional. Jika orang-orang yang mencari keuntungan dunia saja berusaha mengelola usahanya dengan handal alias professional, maka pengelola masjid harusnya tidak kalah.

 

Takmir masjid mestinya juga menerapkan profesionalisme ini. Masjid dikelola dengan baik. Koordinasi rutin dilaksanakan. Saran saya sepekan sekali takmir rapat di masjid untuk membahas hal-hal terkait perkembangan masjid. Ini ciri masjid yang hidup. Kalau takmir tidak pernah rapat menandakan tidak adanya program masjid. Kalau rapat takmirnya cuma setahun dua kali sebelum Ramadhan dan qurban berarti masjidnya juga kurang hidup.

Agar profesional, jika perlu masjid punya pegawai masjid. Maka tidak mengapa mengelola masjid dengan profesional. Tidak mengapa mengangkat karyawan masjid. Tidak mengapa menggaji karyawan masjid.

 

Prinsip Ketiga: Serius.

Salah satu penghambat kemakmuran masjid adalah takmirnya tidak bisa serius dalam mengelola masjid. Delapan jam sehari bahkan lebih dicurahkan untuk mencari dunia. Tapi, amat sedikit yang disisihkan untuk masjid.

Agar masjid makmur, dibutuhkan orang-orang yang serius dan totalitas mengurus masjid. Jangan gunakan waktu sisa. Pikiran sisa. Tenaga sisa. Dana sisa. Yang penting asal jalan shalat lima waktu dan shalat Jum’at. Kalau begitu, masjid tidak akan makmur.

 

Biasanya memang orang mengurusi masjid itu sebagai sambilan. Kita harus fokus dan totalitas mengurus masjid. Orang yang tidak bisa totalitas, lebih baik tidak usah menjadi takmir. Pasrahkan kepada yang bisa totalitas.

Jika memakmurkan masjid kita jadikan prioritas, Allah akan jadikan kita hamba prioritas.

 

Prinsip Keempat: Amanah.

Seorang takmir masjid harus bersikap amanah atas tugas yang dia emban.

 

Amanah itu berarti takmir membuka masjid selebar-lebarnya untuk jamaah. Takmir dipilih untuk membuka masjid, bukan untuk menutupnya. Rata-rata, masjid tidak buka 24 jam dalam sehari. Masjid yang paling lama bukanya biasanya dari jam 3 dini hari sampai jam 10 malam alias 19 jam. Padahal, umat membutuhkan masjid tersebut. Ada yang butuh untuk melaksanakan ibadah sunah semisal shalat tahajud dan juga shalat dhuha. Ada orang-orang yang butuh tempat menyendiri untuk mengadu dan curhat kepada Allah. Ada musafir yang butuh tempat rehat dan persinggahan. Jika malam, bisa jadi ada orang yang butuh tempat istirahat karena kehabisan bekal dalam perjalanan.

 

Masjid-masjid ditutup padahal minimarket-minimarket di pinggir jalan buka 24 jam selama 7 hari non-stop. Padahal mereka hanya mencari dunia. Jualan shampo. Jualan mie instan. Bahkan jualan rokok. Masjid-masjid ditutup, padahal masjid jualannya adalah pahala. Jualan surga. Tetapi ditutup. Betapa banyak umat yang kecewa akan hal ini. Ingat, takmir dipilih untuk memakmurkan masjid, bukan menutupnya.

 

Tak jarang ketika mengunjungi masjid-masjid di Indonesia kita mendapati pengumuman sebagai berikut: BARANG PRIBADI HARAP DIJAGA SENDIRI. KEHILANGAN BUKAN TANGGUNG JAWAB TAKMIR MASJID.

 

Dalam hati saya heran, takmir masjid kok tidak bertanggung jawab. Lebih heran lagi dengan orang-orang yang mengangkat mereka. Orang-orang tidak bertanggung jawab kok diangkat menjadi takmir.

 

Berbeda 180 derajat dengan Masjid Jogokariyan Jogjakarta. Ketika saya sowan ke Kyai Jazir untuk belajar manajemen masjid, saya mendapati pengumuman istimewa: TAKMIR BERTANGGUNG JAWAB ATAS SEGALA KEHILANGAN BARANG MILIK JAMAAH DI LINGKUNGAN MASJID.

 

Akhirnya saya mendapat inspirasi ketika berkunjung ke Masjid Daarut Tauhid pimpinan Aa Gym. Di sana terpampang pengumuman: MASJID INI DILIHAT OLEH ALLAH, DIAWASI OLEH MALAIKAT, DAN DIREKAM OLEH CCTV.

 

Poin penting yang ingin saya sampaikan adalah bahwasanya takmir harus bertanggung jawab atas masjid dan jamaahnya. Tidak hanya tentang kehilangan barang. Akan tetapi juga bertanggung jawab atas kemakmuran masjid dan kemanfaatannya untuk jamaah.

 

Prinsip Kelima: Iman.

Tidak ada kekhawatiran dalam mengurus masjid. Dana sebesar apapun akan Allah cukupi. Memakmurkan masjid adalah perintah Allah untuk orang-orang beriman. Maka, jika kita jujur dalam berniat dan melaksanakannya, Allah akan menolong kita.

 

Seringkali, ketika membuat program untuk Masjid Raya Al-Falah, posisi kas tidak cukup untuk mengeksekusi program tersebut. Tetapi, takmir yakin bahwa jika program yang dibuat adalah untuk umat, untuk kemakmuran masjid, dan bukan untuk takmir, maka Allah akan menolong.

 

Allah itu dekat. Doa pasti dikabulkan. Tapi ada syaratnya. Ada password-nya. Apa syarat atau password-nya? Perhatikan ayat ini:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (52)

Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS. An-Nur: 52)

 

Syarat mendapat kemenangan adalah iman dan taat. Ngurus masjid adalah urusan iman. Allah pasti beri kemudahan. Dan, syarat untuk mempercepat pertolongan adalah taat.

 

Jadi, tanamkan prinsip penting ini. Mengelola masjid itu dengan logika iman, bukan hanya dengan logika akal.

Inilah dia 5 prinsip mengelola masjid. Ikhlas, handal, serius, amanah, iman. Disingkat menjadi IHSAN. Gunakan prinsip IHSAN ini untuk merovolusi mental takmir. In sya Allah masjidnya makmur.

 

SYARAT MENJADI TAKMIR:

Betapa banyak orang yang ditunjuk menjadi takmir masjid akan tetapi tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Akhirnya cuma numpang nama di papan struktur organisasi. Strukturnya lengkap, pengurusnya banyak. Tapi biasanya hanya segelintir yang bekerja. Yang lain cuma numpang nama. Cuma penggembira. Imbasnya, program-program masjid pasti tidak bisa dilaksanakan dengan maksimal. Masjid pun jauh dari kata makmur.

 

Yang lebih parah, namanya tercantum di struktur pengurus tapi justru memberi kontribusi negatif terhadap masjid. Selalu menentang program-program masjid. Mengkritik pengurus lain yang bekerja maksimal. Kalau model pertama tadi cuma diam, model kedua ini menjadi sumber masalah. Trouble maker.  

 

Di dalam perusahaan, kedua orang seperti di atas pastinya dipecat. Hanya orang-orang dengan kriteria tertentu dan yang memberikan kontribusi positif saja yang bisa bertahan bekerja di perusahaan. Tentu saja di masjid hal ini tidak bisa langsung dilaksanakan karena masjid memang bukan perusahaan.

 

Untuk mencegah masuknya orang yang tidak tepat menjadi takmir, setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh calon takmir.

 

PERTAMA: Berkompeten.

Begitulah, takmir yang harus kompeten di bidangnya. Jika takmir yang diangkatnya tidak berkompeten, maka tugasnya bisa terbengkalai. Atau tugasnya dilaksanakan oleh pengurus lain, terutama ketua takmirnya. Ujung-ujungnya cuma numpang nama.

 

KEDUA: Berkemauan.

Tidak hanya berkompeten, takmir juga harus berkemauan. Tidak ada gunanya kemampuan jika tidak ada niat melaksanakan. Pekerjaan tidak akan pernah tuntas. Tanggung jawab tidak dilaksanakan.

 

Maka, syarat menjadi takmir adalah memiliki kemauan. Yang tidak memiliki kemauan bekerja untuk masjid tidak perlu diangkat menjadi takmir. Cukup menjadi jamaah saja.

 

GENERASI MUDA DAN GENERASI TUA:

Sudah saya singgung sebelumnya bahwa salah satu kendala saya dalam mengelola Masjid Al-Falah di awal adalah pertentangan dari generasi tua. Mereka adalah takmir yang sudah menjabat 20 tahunan lebih.

 

Bisa dirasakan dan dilihat ada perasaan tidak senang dalam diri mereka. Apalagi cara-cara yang saya tempuh tergolong revolusioner. Meniru Masjid Jogokariyan. Saya nolkan saldo masjid. Sound system dan karpet saya ganti. Saya cari imam baru hafiz Al Qur’an yang suaranya bagus dan saya gaji. Hal-hal ini tidak masuk akal bagi mereka. Hampir setahun kami generasi muda dimusuhi. Sampai-sampai saya berniat mundur.

 

Pengalaman saya ini saya harap tidak terjadi di masjid lain. Tidak perlu ada pertentangan antar generasi tua dan generasi muda. Bahkan keduanya harus bersinergi. Generasi tua sebagai penasehat, pengarah dan pelindung. Generasi muda yang menjalankan dan mengelola.

 

Dalam sebuah kajian, moderator menyampaikan bahwa kebanyakan takmir di Indonesia itu S2. Sampun Sepuh. Sudah Tua. Atau bahkan S3. Sampun sepuh sanget. Sudah tua sekali. Lalu apa yang harus ditempuh generasi muda agar bisa berkontribusi dalam memakmurkan masjid? Padahal, tak jarang generasi muda dipinggirkan.

 

Intinya kalau yang tua masih sanggup dan terbukti, tidak mengapa tetap menjadi takmir. Tapi kalau tidak, alangkah baiknya berkolaborasi dan bersinergi dengan yang muda.

 

Generasi tua harus mulai legowo. Kesehatan sudah mulai menurun. Tapi kalau anak muda, mereka lincah, lebih gesit, lebih trengginas. Kajian-kajian bisa live dan nanti bisa di-share untuk bahan dakwah. Siapa yang bisa melakukan hal ini? Pastinya anak muda. Kalau orang tua, pegang HP Android saja bingung.

 

Zaman sudah berubah. Generasi tua harus mendorong generasi muda untuk tampil menjadi takmir masjid.

Tapi, selain generasi tua, generasi muda juga harus sadar diri. Bantu generasi tua memahami. Doakan mereka di sepertiga malam agar terbuka hati mereka mengkader takmir generasi selanjutnya.

 

STRATEGI KEDUA: STRATEGI JAMAAH.

Strategi kedua yang harus dilakukan adalah strategi jamaah. Strategi ini penting sekali, tapi banyak dilalaikan oleh takmir masjid. Tujuan strategi ini adalah mengenali jamaah dengan benar.

 

Mengapa takmir harus mengenal dan memahami jamaah dengan benar? Karena tugas takmir masjid tidak hanya mengurus bangunan masjid, tapi takmir bertugas mengurus jamaah dan membangun umat.

 

Pastinya kita tahu pepatah “tak kenal maka tak sayang”. Bagaimana mungkin takmir membahagiakan kalau mengenal mereka saja tidak? Bagaimana mungkin bisa memberi pelayanan yang tepat kalau memahami mereka saja tidak? Oleh karena itu, pada strategi kedua ini, akan kita bahas hal-hal terkait jamaah yang wajib kita pahami sebagai takmir masjid.

 

Pertama yang harus kita ketahui adalah kategori masjid yang kita kelola. Mengapa? Karena setiap kategori masjid memiliki komposisi jamaah yang berbeda. Komposisi jamaahnya beda, berarti pendekatannya tidak sama, komposisi jamaahnya beda, layanan yang diberikan masjidnya pun bisa jadi tidak sama.

 

Ditinjau dari besar kecilnya, ada beberapa strata masjid yang telah ditentukan oleh Dewan Masjid Indonesia (DMI) sebagai berikut:

1.      Masjid Negara; masjid utama Negara Indonesia. Status masjid negara ini dipegang satu-satunya oleh Masjid Istiqlal.

2.      Masjid Raya; masjid utama tingkat provinsi. Masjid ini terletak di ibu kota provinsi.

3.      Masjid Agung; masjid utama tingkat kabupaten atau kota.

4.      Masjid Besar; masjid utama tingkat kecamatan.

5.      Masjid Jami; masjid utama tingkat kelurahan.

6.      Masjid Biasa; masjid yang tidak masuk ke dalam enam tingkatan di atas.

 

Saya sendiri biasa melihat kategori masjid berdasarkan letaknya. Adapun dilihat dari letaknya, ada beberapa kategori masjid berikut:

 

Masjid Transit:

Masjid transit terletak di pinggir jalan. Biasanya tidak begitu banyak warga setempat yang menjadi jamaah masjid transit mengingat jumlah pemukiman warga sekitar terbatas. Para musafirlah yang sering meramaikan masjid transit ini. Mereka singgah untuk melaksanakan shalat dan melepas lelah perjalanan.

 

Pelayanan seperti apa yang diberikan? Bisa disediakan teh, kopi atau air hangat. Sehingga kalau ada jamaah mampir bisa minum, ibu-ibu bisa membuatkan susu hangat untuk anaknya. Sediakan tempat istirahat baik sekedar tempat duduk di taman masjid atau bahkan tempat tidur.

 

Masjid transit seperti ini sebenarnya memiliki potensi dana yang besar. Diantara musafir yang singgah terdapat pengusaha-pengusaha dan pejabat-pejabat muslim yang kaya. Mereka senantiasa mencari kantong-kantong untuk menyalurkan infaq. Jika takmir masjid bisa memahami hal ini dan mengelola program dengan baik, jangan heran jika kontak infaq masjid dipenuhi uang ratusan ribu rupiah.

 

Masjid Perkampungan:

Masjid perkampungan berarti terletak di perkampungan kota seperti Masjid Jogokariyan. Mayoritas jamaah masjidnya warga setempat. Jika siang, banyak pula orang yang tinggal jauh dari masjid tapi bekerja di sekitar masjid yang menjadi jamaah.

 

Masjid ini memiliki potensi kemakmuran yang besar mengingat warga sekitar yang padat. Potensi infaq juga besar mengingat tempatnya yang strategis di perkotaan.

 

Masjid Perumahan:

Masjid perumahan berarti terletak di perumahan. Perumahan sendiri biasanya terletak di daerah sub-urban atau pinggir kota. Semisal di Solo Jawa Tengah, banyak perumahan yang terletak di kota-kota satelit yang mengelilingo kota Solo itu sendiri.

 

Target dakwah masjid perumahan berarti warga perumahan tersebut. Jelas. Lebih mudah mengelolanya. Level ekonomi mereka biasanya menengah dan menengah ke atas. Potensi infaq masjid perumahan lumayan tinggi. Bisa jadi sekitar 5 hingga 30 juta per bulan, bahkan bisa lebih, tergantung lokasi masjid dan jenis perumahannya.

Warga setempat lebih sering berjamaah di masjid waktu shalat Maghrib hingga Subuh mengingat jika siang mereka kebanyakan bekerja di kota terdekat. Jika siang hari, jamaah shalat biasanya diisi oleh para pendatang yang beraktivitas kerja atau bisnis di dekat masjid.

 

Masjid Perusahaan:

Di Indonesia, sebagian besar kantor, pabrik, atau tempat kerja memiliki masjid atau paling tidak mushola. Hal ini karena tentu saja sebagian besar pekerja adalah muslim. Di kota-kota besar, sebagian masjid kantor bahkan menyelenggarakan shalat Jumat mengingat banyaknya jumlah karyawan mereka. Jamaah utama masjid tempat kerja otomatis para karyawan masjid tersebut dan pemilik usahanya.

 

Masjid Mall:

Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tempat ibadah masjid dan mushola menjadi sangat penting keberadaannya di tempat-tempat umum. Hadirnya masjid dan mushola ditempat umum memberikan kenyamanan masyarakat ketika memasuki waktu-waktu sholat telah tiba. Mereka dengan mudah menemukan masjid dan mushola sehingga waktu sholat tertunaikan dengan baik.

 

Di kota besar pusat perbelanjaan adalah salah satu tempat yang banyak dikunjungi orang, selama ini fasilitas tempat ibadah masjid atau mushola letaknya selalu terpisah dengan pusat perbelanjaan tersebut. Selain itu, fasilitas yang kurang nyaman bisa membuat orang yang melakukan ibadah sholat menjadi kurang khusyuk, seperti luas mushola yang kecil dan harus mengantri. Tetapi sekarang di pusat perbelanjaan mulai perhatian dengan masalah satu ini agar orang yang belanja akan lebih nyaman jika memasuki waktu-waktu sholat.

 

Masjid Pedesaan:

Sesuai namanya, masjid ini terletak di pedesaan dan target dakwahnya adalah warga desa. Masjid desa juga bisa sukses dan makmur. Masjid kecil di desa pun bisa Makmur. Apalagi masjid besar. Apalagi masjid kota. Tantangan biasanya datang dari yang wakaf. Kalau sudah memiliki lalu menguasai memang agak susah.

 

Masjid Lembaga Pendidikan:

Sebagaimana tempat kerja, lembaga-lembaga pendidikan muslim dan umum juga memiliki masjid atau mushala. Jamaah utama masjid ini adalah para pengajar dan pelajar sekolah atau pasantren tersebut. Masjid sekolah biasanya hanya dipakai di waktu Dzuhur dan Ashar sesuai jam masuk siswa. Masjid kampus biasanya lebih banyak difungsikan untuk ibadah dan bisa jadi dilaksanakan 5 waktu shalat berjamaah. Kegiatan-kegiatan keislaman juga sering dilaksanakan. Adapun masjid pesantren biasanya makmur dengan kegiatan-kegiatan ibadah dan pengajaran pasantren tersebut.

 

Nah, sekarang pastinya anda sudah memahami kategori masjid yang anda kelola dan siapa saja target dakwahnya. Sekali lagi ini penting dipahami agar nanti kita bisa menyusun visi dengan benar dan program-program dengan tepat.

 

Hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah memetakan jamaah. Takmir harus menentukan area dakwah masjidnya serta siapa saja orang yang masuk dalam area dakwah tersebut. Berapa jumlah mereka dan berapa yang sudah menjadi jamaah tetap.

 

Setelah melakukan pemetaan jamaah, langkah selanjutnya adalah mendata jamaah. Berbekal data jamaah, takmir masjid akan lebih mudah menyusun program dan layanan yang sesuai untuk jamaah. Semakin lengkap semakin bagus. Semakin lengkap, semakin banyak informasi yang bisa digunakan oleh takmir masjid.

 

Setelah pemetaan dan pendataan jamaah selesai, alangkah baiknya kita pahami karakter jamaah kita. Takmir masjid harus memahami jamaah dengan baik agar benar-benar bisa memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan diinginkan jamaah. Jadi, agar pendekatan kepada mereka pas.

 

Pendekatan yang pas membuat mereka nyaman dan hormat kepada takmir. Jamaah akan menautkan hatinya di masjid. Tetapi, pendekatan yang tidak pas bisa jadi malah menjauhkan mereka dari masjid yang kita kelola.

 

Jamaah masjid sendiri terdiri dari berbagai kalangan. Mulai dari pria maupun wanita, dari tua hingga anak-anak, orang kaya dan orang papa. Memahami komposisi mereka dengan baik membuat takmir masjid bisa meracik program-program yang dibutuhkan oleh jamaah.

 

Jamaah Usia Lanjut:

Jamaah usia lanjut menyukai ritual-ritual ibadah seperti shalat, zikir, munajat dan lainnya. Mereka juga senang mengikuti pengajian terutama kaum wanita. Hal ini didasari kesadaran akan usianya yang lanjut dan ingin mempersiapkan diri menjemput husnul khatimah.

 

Jamaah Dewasa:

Jamaah dewasa sangat menyukai keilmuan. Zikir dan munajat mereka bisa jadi kalah panjang dengan jamaah usia lanjut, tapi keinginan mencari ilmu agama biasanya besar. Jamaah dewasa juga kritis dan penuh masukan. Selain itu, jamaah dewasa biasanya penyumbang infaq terbesar bagi masjid.

 

Jamaah Anak Muda:

Jamaah anak muda termasuk remajanya sering kali belum begitu tertarik dengan kajian-kajian keislaman. Anak-anak muda sering kali kita temui belum bisa bersikap sopan dan santun. Hal ini mestinya kita maklumi. Kita rangkul mereka dan kita bina mereka. Setiap masjid mestinya menjadi masjid ramah pemuda.

 

Untuk anak muda, ajak mereka naik gunung, touring ke pantai dilanjut camping, arung jeram dan aktivitas anak muda positif lainnya. Jadi tidak melulu mereka dikumpulkan di dalam masjid untuk mendengarkan ceramah. Dari sekian banyak agenda kegiatan, kita bisa berikan waktu-waktu tausiah. Mendengarkan tausiah di sekitar api unggun dengan ditemani kopi hangat akan sangat membekas bagi mereka.

 

Saya sendiri sering menyampaikan sebuah prinsip pendekatan ke anak-anak muda. Apa itu prinsipnya? Prinsipnya adalah cah enom iku doyan sego ora doyan sworo. Anak muda itu doyan nasi tapi tidak doyan suara. Suka makan-makan, tidak suka dengarkan ceramah.

 

Ada resep cespleng, supaya anak muda betah di masjid. Yaitu dengan 6 I.

1.      Kasih Wifi.

2.      Kasih Nasi.

3.      Kasih Kopi.

4.      Kasih Rekreasi.

5.      Kasih Gaji.

6.      Kasih Istri.

 

Remaja adalah fase pencarian jati diri dan mengenali potensi diri. Maka program-program yang diberikan berupa pendampingan dalam bidang olahraga, hobi, dan penggalian bakat.

 

Nah, anak-anak muda yang sudah konsisten berjamaah bisa kita wadahi dalam wadah remaja masjid atau pemuda masjid. Tentunya kegiatan-kegiatan yang mereka sukai kita berikan. Selain itu, mereka bisa juga diberi amanah mengurus sosmed dan website masjid karena mereka lebih melek teknologi dan tren kekinian.

 

Jamaah anak:

Anak-anak adalah penerus generasi di masa depan. Mereka harus dididik dan dikelola dengan baik. Mereka punya kecenderungan bermain di semua tempat, terutama yang belum tamyiz. Program untuk anak-anak biasanya berupa pendidikan dan pengajaran seperti TPA, tahfiz, bimbingan belajar dan lainnya. Jurus menaklukan mereka bisa berupa pemberiaan hadiah, makanan atau jajan.

 

Jamaah Wanita:

Tentunya, jamaah wanita membutuhkan perhatian khusus. Mereka butuh majelis ilmu khusus yang membahas hukum-hukum tentang wanita dalam Islam. Ini harus dipenuhi oleh takmir.

 

Mereka juga butuh fasilitas khusus seperti tempat shalat, tempat wudhu dan kamar mandi terpisah dan terhindar dari pandangan jamaah pria dan juga fasilitas mukena. Untuk masjid transit, alangkah bagusnya disiapkan ruang menyusui untuk menjaga kehormatan para ibu yang harus menyusui dalam perjalanan.

 

Intinya, takmir masjid harus memahami kategori masjidnya dan memahami peta, data serta karakter jamaah. Ini adalah kunci kedua memakmurkan masjid. Dua hal ini adalah acuan untuk menyusun layanan masjid yang akan kita bahas di bab selanjutnya.

 

STRATEGI KETIGA: STRATEGI LAYANAN.

Strategi ketiga adalah strategi layanan masjid berupa fasilitas dan program. Strategi inilah yang akan memobilisasi jamaah untuk berbondong-bondong datang ke masjid.

 

Tujuan layanan bukan sekedar yang biasa ke masjid jadi semakin betah di masjid. Tetapi, orang yang belum ke masjid jadi tertarik datang ke masjid. Menjadikan masjid yang menggembirakan jamaah. Masjid yang dirindukan. Masjid yang dikangeni. Masjid yang dicintai.

 

Oleh karenanya, masjid harus punya fasilitas prima dan program unggulan agar bisa menjadi tautan hati jamaah. Masjid yang tadinya kosong jamaah akan menjadi penuh tidak muat lagi. Masjid yang tadinya sepi akan jadi ramai. Jamaah datang setiap waktu. Pagi, siang, malam bahkan sampai menginap di masjid.

 

Selain itu, infaq jamaah akan bertambah berkali-kali lipat. Kepercayaan terhadap masjid pun meningkat sehingga program pembangunan dan perbaikan fasilitas masjid akan lebih mudah mencari dananya.

 

Dengan begitu, pengurus takmir bisa benar-benar mewujudkan tugasnya untuk memakmurkan masjid. Semuanya dengan izin Allah tentunya.

 

Masjid harus memberikan layanan berupa fasilitas terbaik untuk menunjang jamaah yang datang untuk memakmurkan masjid. Semakin memadai fasilitasnya, semakin betah jamaah di masjid. Semakin Makmur masjid yang dikelola. Fasilitas yang dimaksud adalah:

 

Fasilitas Pertama: Parkir luas memadai.

Fasilitas pertama yang harus disediakan oleh masjid adalah lahan parkir yang memadai agar jamaah mudah mengakses ke masjid. Jangan habiskan semua lahan untuk bangunan masjid. Pastikan pula tidak becek dan ditata dengan baik. Semakin mudah lahan parkirnya, semakin banyak jamaah bermobil yang mampir. In sya Allah semakin besar pula infaqnya.

 

Khusus masjid transit besar di pinggir jalan, keberadaan petugas security akan semakin menambanh nyaman jamaah. Petugas yang ramah, menyapa dan mendoakan. Begitu pula dengan CCTV. Ingat, semakin nyaman, semakin senang mereka datang. Semakin nyaman, semakin banyak pula infaqnya.

 

Nah, kalau lahan parkirnya milik masjid, saya sarankan untuk tidak menarik tarif parkir. Alih-alih, sediakan kotak infaq parkir di pintu keluar. Kotak tanpa tutup atas atau boleh dengan lubang yang besar. Nominalnya in sya Allah akan jauh berbeda. Akan kita bahas hal ini di bab strategi dana.

 

Fasilitas Kedua: Tempat wudhu dan kamar mandi bersih wangi.

Sayang sekali. Di banyak masjid, tempat wudhu dan kamar mandi tidak mendapat perhatian serius dan tidak dikelola dengan baik. Tempat wudhunya kotor. Kamar mandinya bau tidak sedap. Setiap kali masuk kamar mandi, jamaah harus menahan napas. Apalagi jika tempat wudhunya dekat kamar mandi, setiap kali hendak wudhu saja harus menahan napas. Tempat wudhu yang kotor dan kamar mandi yang jorok ini membuat jamaah enggan datang ke masjid.

 

Jika kita bandingkan dengan hotel, bagaikan bumi dan langit. Semua serba bersih. Semua serba wangi. Padahal masjid adalah rumah Allah. Yang datang adalah tamunya Allah. Tapi tamu Allah pelayanannya jauh dengan hotel yang notabene tamunya manusia. Pengelola hotel lebih profesional dari pengelola masjid.

 

Kenapa bisa seperti itu? Bisa jadi standar kebersihan di rumah takmirnya rendah sehingga masjid yang kondisi seperti itu sudah dianggap ideal baginya. Atau dia sendiri tidak pernah menggunakan tempat wudhu dan kamar mandi masjid. Tidak pernah menggunakan dan tidak pernah mengecek. Jadi tidak tahu kalau kondisinya mengenaskan.

 

Bisa pula takmir masjid belum pernah ke hotel. Jadi belum pernah lihat ada kamar mandi yang bersih, wangi dan harum. Makanya saya sering sampaikan takmir masjid jalan-jalanlah ke hotel. Atau sesekali, adakan acara di hotel.

 

Intinya, standar kebersihan masjid juga harus sama dengan standar kebersihan jamaah saat ini. Jamaah saat ini terutama di perkotaan sangat sadar kebersihan. Kamar mandi mereka berkeramik, wangi dan harum. Maka kamar mandi masjid juga harus begitu.

 

Semakin banyak jamaah, berarti kebutuhan kamar mandinya juga semakin banyak. Pisahkan pula lokasi kamar kecil dan tempat wudhu laki-laki dan perempuan. Pastikan ini menjadi perhatian para takmir.

 

Fasilitas Ketiga: Sound system masjid.

Dulu, salah satu hal yang saya lakukan di awal menjabat ketua takmir adalah mencopot semua sound system Masjid Al-Falah. Sudah tidak layak. Saya bagikan ke masjid-masjid sekitar yang kondisi sound systemnya lebih parah.

 

Pokoknya kalau suaranya berdengung, tidak enak didengar berarti harus dicopot. Sound system masjid harus enak didengar, suaranya jernih. Apalagi jika masjidnya besar dan digunakan untuk kegiatan-kegiatan. Sound system masjid harus menjadi perhatian khusus. Tempat karaoke saja sound-nya bagus. Masak masjid rumahnya Allah kalah dengan tempat karaoke?

 

Jadi, langsung action. Ganti sound system yang sudah tidak layak. Saya pernah mengisi di sebuah masjid di Kendal. Sound-nya jelek. Saya sampaikan bagaimana bisa jamaah senang ke masjid kalau suara imamnya tidak terdengar bagus. Tausiahnya tidak terdengar bagus. Alhamdulillah saya dapat laporan bahwa esoknya sound-nya dicopot diganti yang bagus. Nah, hal seperti inilah yang harus anda lakukan untuk masjid.

 

Fasilitas Keempat: Karpet masjid.

Intinya, karpet masjid harus bagus. Jangan sampai memakai karpet seadanya. Apalagi jika target dakwah masjidnya kelas menengah ke atas, atau masjid transit pinggir jalan. Saat terbaik dalam shalat adalah saat jamaah sujud. Maka jangan sampai kita mengganggu sujud mereka dengan karpet yang sudah tidak layak. Kebersihan karpet pun harus dijaga. Cuci karpet secara berkala agar tidak timbul bau tak sedap.

 

Fasilitas Kelima: Kipas angin dan AC.

Salah satu fasilitas yang harus diperhatikan takmir masjid adalah kipas angin dan AC. Buat kondisi di dalam ruangan masjid senyaman mungkin untuk jamaah. Masjid sejuk seperti di rumah jamaah membuat mereka betah berlama-lama. Zikirnya lama. Senang kegiatan di masjid. Senang menghadiri kajian masjid. Kalau jumatan datang bisa awal karena tidak takut gerah. Untuk masjid yang besar, perlu memperhatikan aliran udara keluar masuk. Pemasangan AC dan kipas angin pun ditata agar jamaah tetap nyaman berkegiatan di masjid meski jumlahnya banyak.

 

Fasilitas Keenam: Kebersihan masjid.

Secara keseluruhan, kebersihan masjid harus senantiasa dijaga. Lantai, karpet, kaca jendela, tempat imam, teras, halaman dan lain sebagainya harus senantiasa dijaga. Lantai pastikan dipel setiap hari. Kalau perlu 5 kali sehari seperti di Masjid Al-Falah. Teras harus senantiasa bersih. Halaman masjid juga jangan sampai kotor berserakan. Sediakan tempat-tempat sampah. Tempat wudhu dan kamar mandi senantiasa wangi bersih terjaga. Sangat perlu untuk menunjuk petugas khusus kebersihan. Kami bahkan punya satu orang petugas khusus kebersihan tempat wudhu dan kamar mandi.

 

Fasilitas Ketujuh: Minuman gratis 24 jam.

Sediakan pula minuman gratis di masjid. Minimal air putih. Persilahkan jamaah untuk minum atau mengisi ulang botol air minum pribadi mereka. Ini akan membuat jamaah semakin cinta datang ke masjid.

 

Banyak fasilitas lain yang bisa diberikan oleh masjid. Misalnya seperti di bawah ini:

1.      Free wifi untuk jamaah.

2.      Charge HP di masjid bisa diberikan mengingat HP adalah kebutuhan semua orang saat ini.

3.      Payung masjid terutama untuk masjid perumahan atau perkampungan. Jika turun hujan dan jamaah tidak membawa payung, jamaah bisa meminjam ke masjid untuk dikembalikan esoknya.

4.      Perpustakaan anak muslim berisi buku-buku anak islami.

 

Banyak sekali fasilitas yang bisa masjid berikan untuk jamaah. Intinya, takmir harus kreatif melihat kebutuhan jamaah. Kebutuhan jamaah terpenuhi, hati jamaah pun akan terikat ke masjid.

 

Sekarang kita bicara tentang program masjid. Program masjid disusun untuk memobilisasi jamaah ke masjid. Program yang tepat akan mendatangkan jamaah sekaligus memantik peningkatan infaq jamaah ke masjid. Oleh karenanya, program yang disusun harus tepat. Sekali lagi, harus tepat.

 

Agar bisa Menyusun program unggulan dengan tepat, ada dua poin yang harud dipahami oleh takmir masjid. Pertama, jenis-jenis program. Kedua, kriteria-kriteria dari program yang akan dilaksanakan.

 

Mari kita bahas satu per satu. Pertama tentang jenis program. Ada dua jenis program masjid yang harus diketahui oleh takmir.

 

Jenis Pertama: Program utama.

Program utama berarti program yang seharusnya ada di setiap masjid. Setiap masjid yang ingin makmur semestinya melaksanakan program-program tersebut. Program-program utama itu adalah: Shalat berjamaah, Shalat Jumat, Shalat Tarawih di bulan Ramadhan, TPA, Remaja Masjid, Kajian Umum dan Kajian Muslimah.

 

Jenis Kedua: Program pendukung.

Adapun program pendukung berarti program-program yang dilaksanakan setelah program utama ditunaikan.

Jangan terbalik melakukan yang pendukung dahulu dan yang utama ditinggalkan. Ini seperti orang yang gemar melakukan ibadah sunah tapi ibadah yang wajib ditinggalkan. Jika demikian maka berdosa.

 

Nah, jika masjid belum mampu melaksanakan program-program pendukung, lakukan program-program yang wajib terlebih dahulu. Termasuk juga perbaiki cara-cara pelaksanaannya. Adapun program-program pendukung yang bisa dilakukan begitu banyak. Bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan jamaah.

 

Kemudian pembahasan kedua adalah tentang kriteria program. Setiap program yang disusun dan akan dijalankan wajib memenuhi dua kriteria berikut ini.

 

Kriteria Pertama: Program yang dilaksanakan harus sesuai kebutuhan jamaah.

 

Program-program yang disusun harus sesuai dengan kebutuhan jamaah. Jika tidak, maka jamaah tidak akan mengikuti atau mensukseskan program tersebut. Maka takmir harus peka akan hal ini. Selain kebutuhan akan ritual ibadah utama, apa saja kebutuhan mereka? Kenali jamaah baik-baik. Ajak mereka berbincang. Tanyakan apa yang mereka butuh dari masjid.

 

Kriteria Kedua: Program yang dilaksanakan harus berdampak besar dengan usaha yang efektif.

Setiap program yang diluncurkan harus berdampak besar dan usahakan mengeluarkan sumber daya seefektif mungkin. Untuk lebih memahami prinsip ini, akan saya bahas Effort vs Impact Quadrant. Effort adalah usaha. Impact adalah dampak. Perhatikan kuadran ini:

 

Kuadran Pertama adalah high impact low effort. Dampak besar didapat dengan usaha yang rendah.

 

Kuadran Kedua adalah high impact big effort. Dampak besar, usahanya pun besar.

 

Di kedua kuadran di atas sebaiknya kita merencanakan program-program masjid kita. Yang paling bagus adalah yang pertama. Dengan usaha yang kecil kita bisa mendapat dampak positif yang luar biasa. Jika toh kita tidak bisa melakukan yang ini, paling tidak kita melakukan yang kedua. Yakni, melaksanakan program berdampak besar dengan usaha yang besar pula.

 

Jangan sampai kita terjebak di kuadran ketiga, yakni low impact low effort. Dampaknya kecil karena usahanya pun kecil. Ini menandakan kita tidak serius menjadi takmir.

 

Kemudian yang paling parah adalah kuadran keempat, yakni low impact big effort. Dampak kegiatannya kecil, tapi usahanya besar. Sudah habis-habisan, eh yang dilaksanakan tidak bermanfaat. Ini namanya takmir tidak bisa mengelola masjid dengan baik. Takmir tidak paham apa yang dibutuhkan jamaah, malah menghamburkan dana untuk hal-hal yang tidak utama dan tidak bermanfaat.

 

Jadi, sekali lagi, tujuan layanan bukan sekedar yang biasa ke masjid jadi semakin betah di masjid. Tetapi, orang yang belum ke masjid jadi tertarik datang ke masjid.

 

STRATEGI KEEMPAT: STRATEGI DANA.

Dalam rangka mensukseskan program-program yang telah direncanakan, takmir masjid tentunya membutuhkan dana. Di sini kadang muncul rasa pesimis dari takmir masjid karena selama ini tidak begitu banyak yang infaq di masjidnya.

 

Memang biasanya masjid-masjid mengandalkan infaq jamaah secara organik. Pihak masjid hanya menyediakan kotak infaq. Sering pula kotak infaq masjid ala kadarnya. Ada yang kecil, ada yang besar tapi tidak terawat, dan mayoritas lubangnya sempit agar tidak bisa dikutil maling yang iseng.

 

Dana yang terkumpul biasanya banyak yang mengendap di kas atau saldo masjid. Laporan pemasukan dan penggunaan dana pun belum semua masjid punya. Semua serba apa adanya.

 

Jika ingin masjid kita makmur, mengelola pendanaan masjid ini harus dengan strategi. Straregi ini mencakup cara pandang tentang dana masjid, cara mencari dananya, penyalurannya dan pertanggung-jawabannya.

 

Tanpa strategi dana yang jitu, takmir masjid tak akan mampu mewujudkan visi besarnya. Tak akan mampu melaksanakan layanan-layanan unggulannya. Maka strategi dana ini penting dilakukan.

 

Sebelum lanjut saya berpesan, hati-hati mengurus dana masjid. Takmir dan bagian keuangan harus amanah. Jangan sampai salah jalan dan kejadian dihukum oleh Allah. Pegang uang masjid itu berat. Berat godaannya. Berat pula hukumannya kalau tidak amanah. Akan tetapi bagi yang amanah, Allah akan menyediakan pahala berlimpah.

 

Kalau masjid memang digunakan untuk melayani umat, takmir tidak perlu khawatir dananya darimana. Masjid adalah milik Allah, pasti Allah akan mencukupi kebutuhan masjid.

 

Takmir jangan takut kehabisan dana. Kalau takmir masih khawatir uang masjid dari mana, berarti takmir kurang yakin terhadap kuasa Allah swt. Semua terjadi dengan izin Allah. Akan tetapi, apa rahasianya? Kenapa para jamaah berlomba-lomba memberikan hartanya ke masjid? Jawabannya adalah Allah menggerakkan hati para jamaah setelah melihat program-program yang dicanangkan oleh takmir masjid. Mereka melihat ketulusan para takmir melayani jamaah dan umat. Para jamaah lah yang menilai masjid mana yang pantas mendapatkan infaq besar dari mereka dan yang tidak. Inilah prinsip timbal baik. Inilah prinsip yang saya yakini.

 

Di luar sana, begitu banyak orang muslim yang ingin menyalurkan hartanya untuk amal kebaikan. Tetapi mereka butuh pihak yang kredibel dan profesional untuk mengelola infaq harta mereka. Hanya saja, sering kali kita dilihat tidak pantas mengelola infaq dari mereka.

 

Oleh karena itu, takmir masjid harus berubah menjadi lebih baik. Program-program pun berubah menjadi program-program yang dibutuhkan oleh jamaah. Inilah masjid yang profesional. Inilah masjid yang kredibel.

Prinsipnya, takmir masjid harus kreatif mencari dana. Perbaiki cara mengelola masjid, maka dana pun akan berdatangan ke masjid. Pikatlah hati jamaah dengan niat yang ikhlas, layanan yang tulus, dan program yang bermanfaat. Dengan izin Allah, jamaah akan menyalurkan infaqnya ke masjid anda.

 

Ingat, kas masjid itu bukan uang yang dipegang bendahara, bukan yang disimpan di rekening masjid. Tapi kas masjid ada di uang saku jamaah. Kas masjid ada di kantong-kantong jamaah. Punya program apa, tinggal bilang kepada jamaah. Hal ini sudah terbukti. Tidak perlu diragukan lagi. Betapa banyak masjid berdiri, padahal takmirnya tidak punya dana.

 

Ada tiga prinsip yang penting dalam strategi dana ini:

1.      Dana masjid bukan hanya uang yang ada di kas masjid, tapi dana masjid adalah uang yang ada di kantong-kantong jamaah.

2.      Takmir masjid harus kreatif dalam mencari dana untuk masjid.

3.      Jamaah yang menilai masjid mana yang pantas mendapat dana terbaik mereka.

 

Resapi tiga hal di atas. Jadikan prinsip dalam menggalang dana untuk masjid. Masjid adalah milik Allah. Allah pula yang akan mencukupi kebutuhannya. Mengurus masjid tidak pakai logika akal, tapi memakai logika iman.

Adapun pendanaan dan pemasukan masjid, biasanya bersumber dari:

 

PERTAMA: Infaq Rutin Masjid.

Infaq rutin adalah pemasukan utama mayoritas masjid di Indonesia. Infaq rutin terdiri dari infaq rutin harian, infaq rutin pekanan, infaq rutin bulanan.

a)      Infaq rutin harian berupa kotak-kotak infaq yang disediakan masjid.

b)      Infaq rutin pekanan biasanya berupa infaq jumatan dan infaq kajian rutin pekanan.

c)      Infaq bulanan biasanya berupa infaq kajian bulanan.

 

Masjid biasanya menyediakan kotak infaq di pintu-pintu masjid. Kotak infaq juga sering diedarkan di shaf para jamaah saat khutbah Jumat. Sering kali, infaq Jumat inilah yang menjadi andalan para takmir masjid.

 

Nah, agar pemasukan dari kotak infaq ini optimal, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh takmir masjid.

·         Program Istimewa, Infaq Melimpah.

Prinsip dasarnya adalah layanan paripurna. Dituangkan menjadi program istimewa. Maka jamaah akan senang. Senang hati mengikuti acara. Senang hati menyalurkan infaqnya. Tidak usah khawatir membuat program yang bagus. In sya Allah dana akan ada.

·         Jurus Jitu Kotak Infaq.

Berikut ini beberapa strategi kotak infaq yang perlu dilakukan oleh takmir.

a)      Membuat kotak infaq tinggi besar dengan lubang besar.

b)      Menyebar kotak infaq di berbagai titik.

c)      Membuat kotak infaq yang banyak sesuai dengan penggunaan kotak infaq tersebut.

d)      Mengedarkan kotak infaq di shaf para jamaah.

e)      Menyediakan kotak infaq brangkas anti mainstream. Terobosan selanjutnya adalah menyediakan kotak infaq berupa brangkas. Ekstrim memang. Tapi ini dilakukan oleh Masjid Al-Falah. Ukurannya tidak besar, harganya 10 juta. Sulit dibawa lari maling, harus diangkat 6 orang. Satu gepok 10 juta bisa langsung masuk brangkas infaq. Kotak infaq dari brangkas juga mempengaruhi psikis yang infaq. Kotak infaqnya mahal malu kalau yang dimasukkan Cuma dua ribu rupiah.

f)       Infaq parkir masjid transit. Masjid transit di pinggir jalan termasuk yang paling mudah mencari dana dari infaq parkir. Asal pelayanannya bagus, dana gampang sekali. Jadi, berakit-rakit ke hulu, berenang ketepian. Pelayan masjid dahulu, infaq jamaah kemudian.

g)      Teknologi Cashless. Dengan kencleng digital, jamaah bisa menyalurkan infaqnya secara cashless. Di masa depan, jika kebiasaan masyarakat Indonesia bertransaksi cashless benar-benar menggeser kebiasaan mereka menggunakan uang tunai, berarti teknologi kencleng digital atau kotak infaq digital ini harus diadopsi oleh para takmir masjid di Indonesia.

 

KEDUA: Infaq Insidental.

Infaq insidental bisa berupa infaq di acara-acara insidental yang dilaksanakan oleh masjid seperti kajian akbar dan lain sebagainya. Infaq ini juga bisa berupa infaq dari jamaah dalam jumlah besar yang langsung dipasrahkan kepada takmir masjid. Meski tidak rutin, infaq ini biasanya berjumlah besar sehingga mestinya jadi perhatian takmir masjid.

 

KETIGA: Donatur Tetap, Pemasukan Tetap.

Sumber dana ini sering kali tidak digarap oleh takmir-takmir masjid. Bahkan, bisa jadi masih ada takmir masjid yang tidak berpikir bahwa ada sumber dana berupa donatur tetap untuk masjid. Padahal, infaq dari donatur tetap ini termasuk infaq yang bisa ditarget dan diukur pendapatannya.

 

Lalu, siapakan yang bersedia menjadi donatur tetap masjid? Jawabannya siapa saja. Bisa jadi dia pengusaha muslim, pejabat muslim, pegawai muslim atau karyawan muslim, pedagang muslim dan lain sebagainya. Mulai dari jamaah terdekat, mantan jamaah yang sudah pindah, atau bahkan bukan jamaah tetap masjid kita.

Nah, mengingat sumber dana dari donatur tetap ini cenderung bisa diandalkan dan potensinya besar, takmir masjid mestinya menggarap hal ini dengan sebaik-baiknya.

 

Jangan malu. Ingat, anda bukanlah pengemis ketika menawarkan mereka untuk menjadi donatur tetap masjid. Bahkan sebaliknya, anda sedang membantu saudara anda yang berkecukupan untuk beramal shalih dengan hartanya. Karena kedekatannya dengan masjid, anda menawarkan amal shalih ini kepada dia terlebih dahulu. Anda menawarkan jalan surga kepadanya. Anda prioritaskan dia sebelum orang lainnya. Ini berarti anda membantunya menggapai ridha Allah.

 

Adapun langkah awalnya adalah dengan bertegur sapa dan berkunjung. Ajaklah mereka berbincang-bincang. Sisipkan pembahasan tentang program masjid dalam perbincangan. Ingatkan mereka untuk bersyukur atas nikmat Allah dan tidak lalaikan zakat infaq sedekah dan wakaf. Jika mereka punya tempat usaha di dekat masjid, tidak ada salahnya takmir masjid berkunjung barang sejenak, lalu mendoakan mereka keberkahan dan keberlimpahan.

 

KEEMPAT: Donasi Program.

Donasi program adalah donasi yang ditawarkan kepada para jamaah untuk mensukseskan program tertentu. Donasi program ini sangat membantu pendanaan program-program non rutin yang dilaksanakan. Jika donasi programnya mencukupi, kas masjid yang ada bisa difokuskan untuk membiayai kegiatan-kegiatan lain yang bersifat rutin.

 

KELIMA: BUMM.

BUMM alias Badan Usaha Milik Masjid. Ini adalah usaha bisnis yang dimiliki oleh masjid. Modalnya punya masjid. Bisa juga dari donatur. Hasil usahanya untuk dana operasional masjid. Saya harap ke depan operasional masjid tidak mengandalkan kotak infaq lagi, tapi dari hasil BUMM.

 

Mungkin ada yang tidak setuju dengan ide masjid mempunyai usaha. Nanti menyaingi usaha jamaah sekitar. Ya solusinya mudah menurut saya. Jamaah jangan disaingi, tapi diberdayakan. Ajak mengelola bersama. Jadi, masjid memberdayakan jamaah. Atau kalau tidak memungkinkan, masjid memiliki usaha yang tidak digarap oleh jamaah. Begitu banyak pilihan usaha. Buat usaha baru yang belum ada. Karyawannya dari jamaah juga. Lagi-lagi masjid memberdayakan jamaah. Saran saya, gandenglah pengusaha atau pebisnis yang sudah berhasil. Lebih bagus lagi jika hal ini dipasrahkan kepada pengusaha masjid. Agar lebih terarah dan menghasilkan profit. Harus hati-hati. Ingat, dana usahanya dari umat.

 

Inspirasi BUMM ini berasal dari wakaf Utsman bin Affan. Beliau wakaf pada zaman Nabi, tapi wakafnya langgeng sampai sekarang. Kalau tidak salah per tahun menghasilkan 300 milyar. Korma, apartemen, hotel dan lain sebagainya. Hasilnya digunkan salah satunya untuk Masjid Nabawi. Benar-benar berkah. Beliau membantu dakwah Rasulullah saw. tidak hanya sewaktu hidup, ketika sudah meninggal pun masih menyokong dakwah Rasulullah saw.

 

Kapan mendirikan BUMM? Jangan terburu-buru mendirikan BUMM. Sebab, ada empat tahap membangun masjid. Lakukan secara urut dan jangan terbalik.

 

Pertama: Bangunlah Baitullah. Maksudnya, makmurkan masjid dengan ibadah-ibadah kepada Allah. Azan dan shalatnya tepat waktu. Para takmir aktif berjamaah di masjid. Hidupkan dengan tahajud dan ibadah-ibadah lainnya.

 

Kedua: Bangunlah Baitul Qur’an. Bumikan Al-Qur’an di masjid. Ajarkan Al-Qur’an. Ajak jamaah untuk membaca Al-Qur’an.

 

Ketiga: Bangunlah Baitul Mal. Infaq masjid tidak hanya untuk operasional tapi untuk kebutuhan umat. Ajak jamaah untuk berinfaq, wakaf, sedekah, donasi, hibah dan yang lainnya. Jika dilakukan dengan baik, in sya Allah masjid tidak akan kekurangan dana.

 

Keempat: Bangunlah Baitul Muamalah. Masjid memiliki usaha. Ini harus dengan profesional menjalankannya.

Nah, membangun BUMM itu di tahap keempat. Jangan dibalik, baitullahnya belum beres sudah bicarakan usaha. Saya khawatir masjidnya tidak makmur tapi bisa jadi konflik antara takmir dan jamaah. Apalagi jika tidak profesional mengelolanya.

 

NOL-KAN SALDO, MINUSKAN SALDO:

Dimana pun kita melihat laporan dana masjid, rata-rata akan kita temui kas masjid yang mengendap. Infaq dari jamaah ditampung oleh takmir dan diendapkan. Diendapkan dan tidak disalurkan kecuali sedikit. Bisa jadi masjid punya kas puluhan juta rupiah, tapi pengeluarannya tiap bulan hanya satu atau dua juta untuk kebutuhan operasional masjid.

 

Seringkalu guru TPA digaji amat rendah, bahkan gratis. Padahal dia mengajar Al-Qur’an di masjid. Yang diajarkan adalah ilmu terbaik. Tempat mengajarnya adalah tempat terbaik. Tetapi dia mendapat gaji yang tidak baik. Ini kesalahan besar takmir. Maka tidak heran guru TPA sering gonta-ganti. Akhirnya dakwah pembinaan anak sekitar pun tidak optimal. Ini sangat tidak benar. Apalagi jika di kanan kiri masjid banyak orang yang lapar. Banyak orang yang haus. Lalu masjid tidak mengambil peran. Ini tambah salah.

 

Semua itu terjadi karena salah kaprah takmir masjid memandang dana masjid. Takmir bangga dengan kas masjid yang banyak dan mengendap. Padahal itu aslinya uang jamaah. Jamaah infaq ke masjid agar dananya dipakai untuk kegiatan masjid. Bahkan untuk diendapkan. Hal ini harus dirubah.

 

Masjid adalah milik Allah. Dananya dari Allah. Cara mengelolanya harus sesuai ketentuan Allah. Jadi, infaq harus disalurkan semuanya dan disalurkan segera. Nol-kan saldo. Gunakan semuanya untuk kepentingan masjid dan jamaah. Inilah prinsip yang harus dilakukan oleh semua takmir masjid.

 

Lalu, jika habis bagaimana? Jangan khawatir, Allah akan datangkan dana masjid yang sudah habis. Ini sudah terbukti di berbagai masjid, terutama di Jogokariyan yang mempelopori hal ini.

Semakin banyak dana masjid yang diendapkan, semakin susah mencari dana. Semakin banyak dana yang disalurkan, semakin mudah mendari dana. Kenapa bisa seperti itu? Karena jamaah yang cerdas tahu bahwa kalau dia infaq banyak, paling-paling ditimbun oleh takmirnya. Mending dia infaqkan ke tempat lain yang langsung disalurkan. Langsung berbuah manfaat.

 

Seringkali, jamaah cerdas seperti ini justru infaq di masjid yang lebih jauh bukan ke masjid terdekatnya. Kenapa? Karena masjid yang lebih jauh itu memiliki program-program unggulan dan dikelola dengan baik. Fasilitasnya baik, kamar mandi bersih dan wangi, ada program subuh berjamaah, Jumat berkah, khitanan masal dan lain sebagainya. Sementara masjid terdekatnya, tidak dikelola takmir dengan baik. Hidup enggan mati tak mau.

Ingat prinsip ketiga tentang mencari dana yang sudah saya sampaikan di depan: Jamaah yang menilai masjid mana yang pantas mendapat dana terbaik mereka.

 

Setiap kali orang berinfaq dengan ikhlas, saat itu pula dia mendapat pahala, terlepas infaqnya itu digunakan dengan baik atau tidak oleh pihak yang menerima atau mengelolanya. Yang perlu jadi perhatian justru takmir masjid jangan sampai menjadi penghalang tersebarnya kebaikan dan manfaat untuk jamaah masjid. Jangan sampai takmir terhambat masuk surga karena mengendapkan dana begitu lama.

 

Nah, bagi anda yang ingin meniru hal ini (Nol-Kan Saldo & Minus-Kan Saldo), ada prinsip yang harus dipenuhi sebagai berikut:

1.      Takmir masjid boleh minus-kan saldo masjid dengan catatan takmir masjid tahu cara membayarnya.

2.      Besarnya hutang tidak boleh melebihi kemampuan membayar masjid.

3.      Hutang tersebut harus menjadi pengungkit kemakmuran masjid. Ini prinsip penting. Hutang tersebut digunakan untuk membangun fasilitas yang dibutuhkan atau mengadakan program-program yang menarik minat jamaah untuk memakmurkan masjid.

 

Demikianlah penjelasan tentang bagaimana cara mengelola dana masjid. Gunakan semuanya untuk kemakmuran masjid. Jangan diendapkan karena ini tidak baik.

 

GAJI KARYAWAN:

Pertanyaannya berapakah gaji karyawan masjid?

Sebisa mungkin karyawan tetap mendapat minimal UMK kota yang bersangkutan. Agar karyawan bisa fokus totalitas bekerja di masjid. Kalau belum dapat UMK, karyawan akan mencari-cari sumber penghasilan lain di luar masjid. Istilahnya pekerjaan sambilan. Bukan karena tidak qonaah, tapi karena tuntunan nafkah keluarga.

 

Kalau sudah demikian, dia tak akan maksimal kerja di masjid. Ibarat orang kerja di dua tempat. Waktu dan energi akan terkuras. Kerja tidak bisa maksimal. Makanya minimal UMK. Bagus lagi kalau dapat tunjangan-tunjangan.

Itu untuk karyawan paling bawah pangkatnya. Untuk coordinator, imam atau direktur mestinya lebih tinggi. Kualitas mereka berbeda. Maka yang mereka dapatkan pun berbeda. Dahulu Rasulullah juga membedakan jatah pembagian ghaniman antara pasukan pejalan kaki dan pasukan berkuda. Pasukan berkuda lebih banyak. Selain karena harus merawat kuda, pasukan berkuda lebih besar sumbangannya dalam pertempuran.

 

Kembali ke masjid. Adapun untuk imam, saya sarankan minimal 3 kali UMK. Kalau bisa lebih Alhamdulillah. Berarti bagus. Anda yang terbiasa bekerja di perusahaan mestinya tidak kaget.

 

Mengapa gajinya 3 kali UMK? Ya agar imam bisa fokus merawat ruh masjid. Tidak memikirkan lagi mencari nafkah di luar. Sudah sejahtera.

 

Gaji UMK pertama adalah gaji imam tersebut. Gaji UMK kedua adalah bagian dari pendapatan istri imam. Kebanyakan istri masih harus bekerja untuk menutup kebutuhan rumah tangga karena suaminya cuma mendapat gaji 1 UMK. Maka istri imam masjid tidak perlu bekerja. Jatah gajinya sudah datang lewat suami. Istri imam bisa fokus mendidik anak-anak yang kelak menjadi generasi imam-imam masa depan.

 

Lalu gaji UMK yang ketiga adalah keluarga imam masjid bisa merasakan kesejahteraan lebih. Tidak sekedar kebutuhan dasar yang terpenuhi. Tapi juga kebutuhan sekunder. Imamnya bisa punya motor baru yang bagus, bukan motor bekas yang sudah rusak-rusak. Bisa beli baju yang bagus karena akan tampil di depan jamaah. Bisa mengajak keluarga tamasya. Keluarga bahagia, imam pun semangat berkhidmat untuk masjid.

 

Dulu pertama kali saya umumkan kalau Masjid Al-Falah akan menggaji imam, saya ditentang oleh generasi tua. Dua puluhan tahun imam sebelumnya tidak digaji. “Ngurus masjid seperti ngurus PT. Mentang-mentang Kusnadi punya perusahaan, ngurus masjid seperti ngurus perusahaan.” Hehe. Rame pokoknya.

 

Bahkan ada pula tokoh dari sebuah organisasi yang menyindir. “Ya yang saya soroti itu tentang gaji imam. Nanti bagaimana keikhlasannya.”

 

Kami jawab dengan tegas, “Takmir Masjid Al-Falah tidak mengurusi keikhlasan. Tetapi, takmir mengurusi kemakmuran masjid. Keikhlasan adalah perkara antara yang bersangkutan dengan Allah.”

 

Yang mengkritik seperti itu mungkin jalan-jalannya kurang jauh. Imam-imam haramain itu saat ini digaji. Imam digaji di Timur Tengah itu sudah biasa.

 

Kalau ustadz yang mengajar Al-Qur’an saja boleh digaji, kenapa imam tidak boleh? Dulu, Rasulullah dan khalifah empat juga menggaji orang-orang yang berkhidmat mengurusi urusan-urusan umat.

 

Jadi, jangan ragu mengangkat dan menggaji karyawan. Terutama untuk melaksanakan tugas-tugas harian. Cari donatur-donatur tetap agar tidak terlalu deg-degan menggaji.

 

MEMBANGUN ATAU MEMAKMURKAN:

Jangan hanya fokus di pembangunan. Tapi yang terpenting adalah pelayanan umat untuk membangun peradaban.

Takmir masjid kan biasanya ngumpulin duit buat bangun pagar. Ngumpulin duit untuk bangun menara. Ngumpulin duit untuk beli keramik. Stop melakukan hal ini.

 

Lha sekarang masjid banyak yang megah dan bagus tapi kosong. Kasihan yang wakaf tidak dapat amal jariyah. Lantainya bagus, karpetnya bagus, tapi sedikit yang sujud. Kalau masjidnya makmur, banyak yang sujud, banyak pahala yang mengalir.

 

Kyai Jazir mewanti-wanti, jangan sampai nanti ada candi-candi Islam. Bangunan masjid megah, tapi tidak digunakan untuk ibadah.

 

Candi-candi Budha dan Hindu dahulu pastinya luar biasa. Untuk ibadah. Tapi sekarang hanya sekedar tujuan pariwisata. Jangan sampai masjid kelak menjadi destinasi wisata masjid Islam.

 

Daripada masjidnya megah tapi tidak ada pengajian dan jamaah. Bangga dengan lantai granitnya. Bangga dengan menaranya. Tapi tidak ada jamaahnya. Buat apa? Masjid itu bukan masalah bangunannya seperti apa. Tapi masjid itu makmurnya seperti apa. Itu yang lebih penting.

 

Bagunan Masjid Al-Falah sendiri biasa-biasa saja. Tapi hidup selalu masjidnya. Ada yang jaga. Lampunya menyala terus. Buka 24 jam. Masjid Mekah-Madinah kan tidak dikunci. Buka terus. Meniru itu masjid yang makmur. Jangan meniru masjid yang kosong melompong tidak makmur. Kalau masih ngotot membuat masjid kosong melompong, ganti saja takmirnya.

 

Jadi, gunakan dana masjid untuk kemakmuran masjid. Kalau butuh perbaikan, renovasi, perluasan dan lain sebagainya, buatkan program infaq atau wakaf khusus.

 

LAPORAN KEUANGAN:

Setelah menghimpun dana, setelah mengelola dana, pekerjaan selanjutnya adalah melaporkannya kepada umat. Ini bentuk amanah. Uang masjid harus dikembalikan kepada umat. Lalu dilaporkan juga ke umat. Semua serba transparan. Serahkan pekerjaan ini kepada yang ahli keuangan. Jika jamaah ada yang ahli akuntansi, takmir bisa mengangkatnya menjadi bendahara. Beri tanggung jawab untuk mengelola keuangan. Beri tugas untuk membuat laporan. Laporannya sendiri disampaikan ke jamaah. Cetak, tempel di masjid secara rutin. Dengan laporan yang besar dan dipampang di depan masjid, jamaah bisa melihat. “Oh, saldonya minus 50 juta. Kalau begitu saya mau infaq sekarang,” hehe. Begitu triknya.

 

STRATEGI KELIMA: STRATEGI MANAJEMEN.

Kita memasuki strategi kelima. Strategi manajemen masjid. Sebagaimana saya sampaikan di awal, strategi manajemen masjid digunakan sebagai sistem yang mengunci empat strategi sebelumnya.

 

Di bagian ini, kita akan banyak membahas hal-hal manajerial. Harapannya bisa menambah managerial skill atau kemampuan manajerial kita. Kemampuan manajerial ini dibutuhkan untuk memimpin.

 

Kemampuan teknis adalah kemampuan untuk melakukan sebuah tugas teknis. Adapun kemampuan manajerial adalah kemampuan mengelola berbagai hal seperti mengelola tim, mengelola bahan baku dan lain-lain.

 

Semakin tinggi jabatan seseorang dalam perusahaan, semakin tinggi kemampuan manajerial yang dituntut. Dan, semakin kecil kemampuan teknis yang dituntut. Oleh karena itulah manajer restoran tidak bisa memasak. Memasak adalah pekerjaan teknis. Yang pandai memasak adalah chef dan para kokinya.

 

Dalam mengelola masjid pun seharusnya seperti ini. Para takmir jangan sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan teknis. Delegasikan pekerjaan-pekerjaan teknis.

 

Menjadi ketua takmir bukan berarti harus menjadi imam, menjadi khatib, mengajar TPA, menjadi imam tarawih dan lain sebagainya. Kesemuanya itu adalah hal-hal teknis. Serahkan pada ahlinya. Fokuslah di manajemen masjidnya. Dengan kemampuan manajemen ini, takmir masjid akan lebih terarah dan mudah mengelola masjid.

Tidak berpanjang lebar, kita akan mulai dengan membahas bagaimana Menyusun target atau goal jangka pendek. Pembahasan ini sangat terkait dengan visi, misi dan budaya.

 

Visi dan misi jangka panjang masjid tidak bisa serta merta dicapai. Agar lebih mudah mencapainya, visi dan misi kita turunkan menjadi sasaran jangka pendek. Sasaran ini biasanya disebut goal.

 

Apa bedanya visi misi dengan sasaran? Visi berupa impian atau tujuan jangka panjang, biasanya minimal 5 tahunan. Misi adalah langkah-langkah untuk mencapai visi. Ini juga jangka panjang.

 

Adapun sasaran bersifat jangka pendek. Biasanya dibuat tahunan. Tapi ingat, sasaran yang dibuat adalah turunan dari visi. Dalam artian, jika kita ingin mencapai visi kita, yang kita lakukan adalah cukup mencapai sasaran-sasaran yang kita buat. Untuk menyusun sasaran ini kita harus memakai prinsip SMART GOAL. SMART adalah singkatan dari specific, measurable, achievable, relevant, time limit.

 

Specific artinya spesifik atau bersifat khusus. Sasaran yang dibuat harus jelas dan tidak abstrak. Jangan membuat sasaran “membuat masjid lebih makmur,” karena terlalu umum dan tidak bisa diukur. Buatlah sasaran semisal, “meningkatkan jumlah jamaah Subuh menjadi 100 jamaah.”

 

Measurable artinya bisa diukur. Sasaran yang dibuat harus bisa diukur, oleh karena itu harus menggunakan angka.

 

Achievable artinya bisa dicapai. Sasaran yang dibuat harus menantang tapi bisa dicapai. Tidak terlalu tinggi mengangkasa. Jangan bermimpi mencapai kemakmuran masjid hanya dalam semalam. Ingat, kota Baghdad tidak dibangun dalam satu hari.

 

Relevant artinya relevan atau terkait bersangkut-paut. Sasaran yang dibuat harus terkait dengan visi utama yaitu kemakmuran masjid. Sasaran juga harus relevan dengan bidang atau bagian yang membuatnya.

 

Time limit artinya batas waktu. Sasaran harus dibatasi waktu agar bisa diukur pencapaiannya.

Nah, jadi sasaran yang dibuat harus SMART. Yakni spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, relevan dan dibatasi waktu.

 

Yang perlu diingat, sasaran masjid ini diturunkan dari visi dan misi masjid. Jadi pastikan sasaran harus relevan dengan keduanya.

 

Kalau masing-masing bidang sudah punya sasaran, ketua takmir akan lebih mudah mengelola masjid. Akan lebih mudah memimpin takmirnya. Tinggal setiap pekan diajak rapat, minta semuanya laporan. Kajiannya bagaimana? TPA nya bagaimana? Santunannya bagaimana? Ada kendala tidak? Jika ada kendala, solusinya dicari bersama.

 

Makanya sejak awal saya sampaikan bahwa tanda takmir serius itu rapatnya setiap pekan. Rapat setiap pekan menunjukkan adanya program. Ada rencana, ada pelaksanaan dan ada evaluasi. Semua dibahas di rapat. Kalau rapatnya setahun dua kali berarti kurang serius. Kemakmurannya tidak bisa dibandingkan dengan masjid yang rapatnya sepekan sekali.

 

STRUKTUR PENGURUS:

Struktur pengurus yang baik semestinya disusun berdasarkan sasaran yang dibuat. Apa saja sasaran yang harus dicapai, dibuatlah posisi dalam pengurus untuk mencapai sasaran itu. Terkait struktur ini, ada beberapa model atau bentuk kepengurusan masjid yang bisa dipilih.

 

PERTAMA: Model Umum.

Model pertama adalam model yang sudah umum dipakai di masjid mana pun di Indonesia. Bentuknya adalah ketua, sekretaris, bendahara dan dilanjutkan seksi-seksi di bawahnya. Biasanya seksi ibadah, seksi dakwah, seksi sarana dan prasarana, seksi humas. Bisa ditambah bisa dikurangi.

 

Model seperti ini punya tantangan tersendiri yakni takmir tidak bisa fokus mengelola masjid. Takmir sibuk dengan kegiatan masing-masing, terutama pekerjaan mencari nafkah.

 

Akhirnya ketua takmir yang menjadi satu-satunya orang yang mengurus masjid. Dia yang jadi imam, khutbah Jumat, mengajar TPA, imam tarawih dan lain sebagainya. Kadang dibantu oleh satu orang muazin. Dalam bahasa bisnis, ketua takmir menjadi CEO masjid. Tapi bukan CEO yang artinya chief excecutive officer. Tetapi chief everything officer. Dalam bahasa Jawa artinya ngabehi. Satu-satunya yang kerja.

 

Jika masjid tidak dikelola dan diurus oleh orang-orang yang totalitas dan profesional, masjid tidak akan maju. Masjid tidak akan makmur dan cenderung terbengkalai. Saran saya, angkatlah beberapa karyawan masjid. Gajilah mereka dengan baik sesuai pekerjaan dan waktu yang mereka sumbangkan untuk masjid.

 

KEDUA: Model Dua Bagian.

Inilah yang dipakai oleh Masjid Al-Falah. Di bawah takmir, ada bagian yang disebut Badan Eksekutif Masjid atau BEM. Badan eksekutif berarti tugasnya eksekusi atau pelaksanaan program-program masjid. Seorang direktur diangkat untuk memimpin BEM ini.

 

Dibuat dua bagian seperti ini untuk menjembatani takmir yang rata-rata tidak bisa fokus menjadi pelaksana harian. Tugas Badan Eksekutif Masjid ini adalah mengelola semua kegiatan operasional dan pelayanan masjid. Tuga itu harus dilakukan dengan totalitas dan profesional. Mereka pun digaji secara profesional oleh masjid.

 

Lalu, jika operasional masjid sudah dikelola oleh Badan Eksekutif, apa tanggung jawab para takmir?

 

Para takmir bertanggung jawab untuk menentukan arah dan tujuan masjid menjadi masjid peradaban. Takmir bertanggung jawab mewujudkan visi dan misi masjid menjadi masjid yang makmur. Untuk mewujudkan hal besar ini, takmir masjid harus terbebas dari kesibukan-kesibukan teknis seperti memimpin ibadah, mengisi khutbah, mengajar TPA, atau kegiatan-kegiatan lainnya.

 

KETIGA: Model Perusahaan.

Struktur takmir masjid dibuat mirip seperti perusahaan. Kenapa tidak? Cara ini sudah dilakukan di salah satu masjid yang dikelola anak-anak muda. Anak-anak muda pengusaha.

 

Struktur masjidnya disusun berdasarkan empat pilar usaha atau empat pilar bisnis. Empat pilar itu apa saja? Finance, marketing, operational dan human resource. Terjemahannya adalah keuangan, pemasaran, operasional dan SDM.

 

Pilar keuangan berarti mengurusi keuangan masjid. Di dalamnya ada tugas akuntan yang mencatat dan melaporkan keuangan, ada kasir atau bagian penerimaan uang, ada juga bagian penggalangan dana.

 

Pilar marketing berarti mengelola pemasaran. Dalam konteks masjid berarti mengenalkan masjid ke publik. Profilnya, kegiatannya, programnya dll. Terutama kalau zaman sekarang secara online.

 

Pilar operasional berarti melaksanakan tugas-tugas operasional baik harian maupun bukan. Operasional harian seperti ibadah shalat lima waktu, kebersihan masjid dan lain-lain. Operasional juga mengelola pelaksanaan program seperti TPA, pengajian dan lain-lain.

 

Pilar SDM berarti mengurusi manusia. Tugas utamanya bisa berupa pendataan dan pemberdayaan jamaah masjid.

Mungkin ada model-model setruktur masjid yang lain. Intinya kita tidak boleh kolot dan menutup diri dengan berbagai cara dan hal-hal baru dalam hal manajemen masjid. Jika hal-hal tersebut memang bagus, tidak ada salahnya dipraktekkan. (SUMBER PENULISAN: DISARIKAN DARI BUKU “STRATEGI MEMAKMURKAN MASJID” KARYA KUSNADI IKHWAN KETUA TAKMIR MASJID RAYA AL-FALAH SRAGEN)

 

PESAN HIKMAH UNTUK TAKMIR MASJID:

1.      BUKALAH PINTU MASJIDMU 24 JAM, agar engkau tidak malu di hadapan Allah yg telah membukakan pintu rezeki dan ampunan-Nya untuk kita semua di setiap waktu, karena barangkali ada saudara kita yg ingin menghabiskan malamnya untuk beribadah.

2.      JANGAN PERNAH ENGKAU TULIS "DILARANG TIDUR DI MASJID", karena engkau tidak tahu ada beberapa musafir yg sama sekali tidak punya uang untuk menginap di hotel atau di penginapan, akibatnya di lantai depan masjid-lah mereka mengistirahatkan kepenatannya.

3.      JANGAN PERNAH ENGKAU TULIS "SELAIN JAMAAH MASJID DILARANG MENGGUNAKAN TOILET" ATAU "TOILET BUKAN UNTUK MANDI", mengapa begitu perhitungannya kita dengan musafir, hanya menumpang buang air kecilpun atau untuk membersihkan diri harus dicegah, padahal ceramah khatib mengatakan "KEBERSIHAN SEBAGIAN DARI IMAN".

4.      JANGAN PERNAH ENGKAU TULIS "JANGAN MEMBAWA ANAK KECIL" ATAU "HUUS... JANGAN BERISIK!", ketahuilah anak-anak kecil itulah yg akan menjadi penerus kita nanti sebagai pemakmur masjid, baik selagi kita masih hidup maupun setelah kita wafat, biasakanlah anak-anak kita dengan masjid.

5.      BANGUNLAH MASJIDMU SENYAMAN MUNGKIN. Karena masjid bukan hanya sekedar tempat bersujud, tetapi bisa digunakan untuk bermusyawarah, mengurusi masalah umat, menimba ilmu, serta menenangkan hati dan mengistirahatkan dzahir dan batin kita.

6.      JANGAN BANGGA DENGAN INFAQ YANG RATUSAN JUTA, TETAPI TIDAK DIGUNAKAN UNTUK KEMAKMURAN MASJID. Ingatlah, orang yg berinfak ke masjid berharap pahala jariyyah, bagaimana mereka mendapatkan pahala amal jariyyah dan anda mendapatkan pahala menjaga amanahnya, sedangkan uang infaq tidak kamu gunakan untuk kemaslahatan umat?

 

KESIMPULAN:

Berkembangnya jumlah masjid khususnya di Jam’iyyah PERSIS, di satu sisi merupakan media dan fasilitas dakwah yang sangat potensial dalam pengembangan dakwah PERSIS yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Sunnah, namun di sisi lain, merupakan tantangan tersendiri sebab memerlukan pengelolaan yang baik dan professional.

 

Dalam rangka pengelolaan masjid yang baik dan professional itu, di Jam’iyyah Persis dikelola oleh seorang atau kelompok yang dikenal dengan Qayyimul Masjid. Dengan demikian, keberadaan Qayyimul Masjid baik perorangan maupun kelompok selain menempati tempat terhormat di hadapan Allah swt., juga merupakan titik sentral yang akan menjadikan masjid Persis benar-benar dapat dirasakan manfaatnya sebagai media dakwah PERSIS.

 

Qayyimul Masjid, bertanggungjawab atas kemakmuran masjid, terpelihara kebersihan zhahirnya, sebagai tempat sujud hamba kepada Allah swt. dan terpelihara kebersihan ma’nawiyyahnya, yaitu terpelihara ruh masjid itu yaitu hidayah Allah swt. sehingga setiap pelaksanaan acara dan upacara di masjid itu sesuai dengan tuntunan dari Allah swt. Karena itu kemampuan Qayyim dalam mengelola kemakmurannya sangat diperlukan, baik yang menyangkut dengan statusnya sebagai wakaq dalam arti tidak boleh dijual, dihadiahkan, diwariskan dan lainnya, sehingga keberadaan dan statusnya tetap terjamin, maupun yang menyangkut dengan segala aturan atas segala kegiatan di masjid itu.

 

Dengan dibuatnya makalah “Strategi Memakmurkan Masjid” bagi Qayyimul Masjid ini, semoga lebih meningkatkan kualitas peran ke-Qayyiman-nya dan semoga amal jariyyah bagi muwaqqif dan semua yang beramal untuk kemakmurannya tetap terpelihara pula.

 

SAUDARA KU… 

PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK MENDAPATI KU DI DALAM SURGA ALLAH, MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN TARIK TANGAN KU DAN AJAK AKU MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU TELAH MENJADI SAKSI DI HADAPAN ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL DALAM MEMBELA AGAMA ALLAH (MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).

Wallaahu A’lam, al-Ustadz Faqih Aulia (Tim LKA PC Pemuda PERSIS Batununggal).

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama