TEGURAN PERANG UHUD

MUQADDIMAH:

Ketika beredar berita bahwa Nabi gugur dalam Perang Uhud, pasukan muslim yang imannya lemah meninggalkan medan perang bahkan ada yang kembali kafir dan minta perlindungan Abu Sufyan, pemimpin pasukan kafir. Allah kemudian mengingatkan bahwa Nabi Muhammad hanyalah seorang Rasul yang suatu saat pasti akan meninggal dunia sebagaimana sebelumnya telah berlalu, yakni telah meninggal dunia, beberapa rasul baik karena terbunuh atau sakit biasa. Apakah jika dia wafat atau dibunuh lalu kamu berbalik ke belakang meninggalkan Islam dan menjadi murtad? Barang siapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun, tetapi ia sendiri yang akan rugi dan celaka karena kembali kepada kesesatan. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur, yang tetap mempertahankan iman dan melaksanakan tugas dengan baik dalam situasi terancam sekalipun.

 

Sebagian pasukan muslim lari dari medan Perang Uhud karena takut mati. Mereka lupa bahwa setiap yang bernyawa tidak akan mati dengan sebab apa pun kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya sehingga tidak bisa disegerakan dengan tetap bertahan dalam medan pertempuran atau ditunda dengan meninggalkan medan perang. Barang siapa berperang dan berusaha karena menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya sebagian pahala dunia itu bagi siapa yang Kami kehendaki, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala akhirat itu sebagai anugerah Kami atas syukur mereka yang telah menggunakan nikmat Kami sebagaimana seharusnya, dan pasti Kami akan memberi balasan kebaikan kepada orang-orang yang bersyukur (Lihat: Surah al-Isra '/17: 18-19)

 

Ayat ini (Ayat 146) masih berisi kritikan terhadap pasukan Islam yang tidak taat kepada perintah Rasulullah dalam Perang Uhud dengan memaparkan keadaan nabi dan umat terdahulu. Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikutnya yang bertakwa juga terluka dan terbunuh. Tetapi mereka, yakni para pengikut nabi tersebut, tidak menjadi lemah kondisi fisiknya karena bencana kekalahan yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak pula menyerah kepada musuh dengan meminta perlindungan kepada mereka. Dan Allah mencintai, serta memberi anugerah kepada orang-orang yang sabar dalam menjalankan kewajiban dan menghadapi musuh.

 

Setelah pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan kondisi fisik dan semangat pantang menyerah pengikut nabi terdahulu, lalu dalam ayat ini (Ayat 147) Dia menjelaskan situasi batin mereka yang tercermin pada ungkapan mereka. Dan tidak lain ucapan mereka hanyalah doa, "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dan melampaui batas hukum yang ditetapkan Allah dalam urusan kami berkaitan dengan persiapan perang, dan tetapkanlah pendirian kami supaya tidak berubah niat dan tujuan kami, dan tolonglah, anugerahkan kemenangan kepada kami atas orang-orang kafir."

 

Maka Allah mengabulkan doa mereka dan memberi mereka pahala di dunia berupa kemenangan, memperoleh harta rampasan perang, nama baik dan kehormatan, dan pahala yang baik di akhirat, yaitu surga dan keridaan Allah. Dan Allah mencintai, memberi anugrah kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.

 

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ (144) وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ (145) وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148)

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang. maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. (Q.S. Ali-Imran {3}: 144-148)

 

TAFSIR MUFRADAT:

Setelah kaum muslim mengalami kekalahan dan terpukul mundur dalam perang uhud serta banyak yang gugur diantara mereka, maka setan berseru, "Ingatlah, sesungguhnya Muhammad telah terbunuh!"
Ibnu Qumaiah kembali kepada pasukan kaum musyrik, lalu berkata kepada mereka, "Aku telah membunuh Muhammad." Padahal sesungguhnya dia hanya memukul Rasulullah saw dan melukai kepala beliau. Tetapi seruan tersebut memang mempengaruhi sebagian besar pasukan kaum muslim sehingga mereka menyangka bahwa Rasulullah Saw. benar-benar telah terbunuh (gugur), dan mereka berkeyakinan bahwa terbunuh adalah suatu hal yang mungkin terjadi pada diri Rasulullah Saw. Seperti yang dikisahkan oleh Allah Swt. perihal nasib yang dialami oleh banyak nabi terdahulu. Maka mereka menjadi kendur semangatnya dan lemah serta mundur dari medan perang; sehubungan dengan peristiwa inilah diturunkan firman-Nya:

 

{وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ}

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. (Ali Imran: 144), hingga akhir ayat.

 

Yakni dia mempunyai teladan pada mereka dalam hal kerasulan, juga dalam hal dapat terbunuh (sebagaimana banyak dari kalangan mereka yang dibunuh oleh kaumnya).

 

Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari ayahnya, bahwa seorang lelaki dari kalangan Muhajirin bersua dengan seorang lelaki dari kalangan Ansar (dalam medan perang), sedangkan orang Ansar itu tubuhnya dipenuhi oleh darah (dari lukanya). Lalu lelaki Muhajirin berkata kepadanya, "Hai Fulan, tahukah kamu bahwa Muhammad Saw. telah terbunuh?" Maka lelaki Ansar itu menjawab, "Jika Muhammad telah terbunuh, berarti beliau telah menyampaikan risalahnya. Karena itu, berperanglah kalian untuk membela agama kalian." Lalu turunlah firman-Nya: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. (Ali Imran: 144)

 

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalailun Nubuwwah; kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini berpredikat munkar mengingat ada di antara perawinya yang daif.

 

{أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ}

Apakah jika dia wafat atau dibunuh kalian berbalik ke belakang? (Ali Imran: 144)

 

Yakni kalian mundur ke belakang.

 

{وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ}

Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Ali Imran: 144)

 

Yang dimaksud dengan 'orang-orang yang bersyukur' ialah mereka yang menjalankan ketaatan kepada-Nya, berperang membela agama-Nya, dan mengikuti Rasul-Nya, baik sewaktu beliau masih hidup ataupun sudah wafat.

Demikian pula telah ditetapkan di dalam kitab-kitab sahih serta kitab-kitab musnad, juga kitab-kitab sunnah serta kitab-kitab Islam lainnya sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur yang memberikan pengertian adanya suatu kepastian. Kami mengetengahkan hal tersebut di dalam kedua kitab Musnad Syaikhain, yaitu Abu Bakar dan Umar radiyallahu anhuma. Disebutkan bahwa ketika Rasulullah Saw. wafat, Abu Bakar As-Siddiq r.a. membacakan ayat ini.

 

قَالَ الْبُخَارِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَير، حَدَّثَنَا اللَّيْثُ، عَنْ عُقيل عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمة؛ أَنَّ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَخْبَرَتْهُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَقْبَلُ عَلَى فَرَس مِنْ مَسْكنه بالسَّنْح حَتَّى نَزَلَ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ، فَلَمْ يُكلم النَّاسَ حَتَّى دَخَلَ عَلَى عَائِشَةَ فتيمَّم رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم وَهُوَ مُغَشى بِثَوْبٍ حِبَرَةٍ، فَكَشَفَ عَنْ وَجْهِهِ [صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] ثُمَّ أَكُبَّ عَلَيْهِ وقَبَّله وَبَكَى، ثُمَّ قَالَ: بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي. وَاللَّهِ لَا يَجْمَعُ اللَّهُ عَلَيْكَ موْتَتَين؛ أَمَّا الْمَوْتَةُ الَّتِي كُتبت عَلَيْكَ فَقَدْ مُتَّها.

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Aqil, dari Ibnu Syihab, telah menceritakan kepadaku Abu Salamah, bahwa Siti Aisyah menceritakan kepadanya bahwa Abu Bakar r.a. (di hari wafatnya Rasulullah Saw.) tiba memakai kendaraan kuda dari tempat tinggalnya yang terletak di As-Sanah, lalu ia turun dan masuk ke dalam Masjid (Nabawi). Orang-orang tidak ada yang berbicara, hingga Abu Bakar masuk menemui Siti Aisyah. Lalu menuju ke arah jenazah Rasulullah Saw. yang saat itu telah diselimuti dengan kain hibarah (kain yang bersalur). Kemudian ia Membuka penutup wajah Rasulullah Saw., lalu menangkupinya dan menciuminya seraya menangis. Setelah itu Abu Bakar berkata:  Demi Ayah dan Ibuku menjadi tebusanmu. Demi Allah, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan atas dirimu sekarang telah engkau laksanakan.

 

وَقَالَ الزُّهْرِيُّ: وَحَدَّثَنِي أَبُو سَلمة عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ أَبَا بَكْرٍ خَرَجَ وَعُمَرُ يُحَدِّث النَّاسَ فَقَالَ: اجْلِسْ يَا عُمَرُ فَأَبَى عمرُ أَنْ يَجْلِسَ، فَأَقْبَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ وَتَرَكُوا عُمَرَ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: أَمَّا بَعْدُ، مَنْ كانَ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ، وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللَّهَ فَإِنَّ اللَّهَ حَيّ لَا يَمُوتُ، قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ} إِلَى قَوْلِهِ: {وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ} قَالَ: فَوَاللَّهِ لكَأنّ النَّاسَ لَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ هَذِهِ الْآيَةَ حَتَّى تَلَاهَا أَبُو بَكْرٍ، فَتَلَقَّاهَا النَّاسُ مِنْهُ كُلُّهُمْ، فَمَا سَمِعَهَا بَشَرٌ مِنَ النَّاسِ إِلَّا تَلَاهَا.

Az-Zuhri mengatakan telah menceritakan kepadaku Abu Salamah, dari Ibnu Abbas bahwa ketika Umar sedang berbicara dengan orang-orang, Abu Bakar keluar, lalu berkata, "Duduklah kamu, hai Umar." Lalu Abu Bakar berkata: Amma ba'du Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat Dan barang siapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah hidup kekal dan tidak akan mati.
Kemudian Ia membacakan firman-Nya: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul Sampai dengan firman-Nya: dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Ali Imran: 144) Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak menyadari bahwa Allah Swt. telah menurunkan ayat ini sebelum Abu Bakar membacakannya kepada mereka. Maka semua orang ikut membacakannya bersama bacaan Abu Bakar dan tidak ada seorang pun yang mendengarnya melainkan ia ikut membacanya."

 

وَأَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ المُسَيَّب أَنَّ عُمر قَالَ: وَاللَّهِ مَا هُوَ إِلَّا أَنْ سَمِعْتُ أَبَا بَكْرٍ تَلَاهَا فَعقرتُ حَتَّى مَا تُقِلُّنِي رِجْلَايَ وَحَتَّى هَوَيتُ إِلَى الْأَرْضِ.

Telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnul Musayab bahwa sahabat Umar r.a. pernah mengatakan, "Demi Allah aku masih dalam keadaan belum sadar kecuali setelah aku mendengar Abu Bakar membacakannya, maka tubuhku penuh dengan keringat hingga kedua kakiku tidak dapat menopang diriku lagi karena lemas, hingga aku terjatuh ke tanah."

 

Abul Qasim At-Tabrani mengatakan telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Hammad ibnu Talhah Al-Qainad. telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Nasr dari samak ibnu Harb. dari ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa sahabat ali -semasa Rasulullah Saw. masih hidup- pernah membacakan firman-Nya: Apakah jika dia wafat atau terbunuh kalian berbalik ke belakang? (Ali lmran: 144), hingga akhir ayat. Lalu ia berkata: "Demi Allah. kami tidak akan berbalik mundur ke belakang setelah Allah memberi kami petunjuk. Demi Allah, sekiranya beliau wafat atau terbunuh, sungguh aku akan tetap bertempur meneruskan perjuangannya hingga tetes darah penghabisan. Demi Allah, sesungguhnya aku adalah saudaranya, walinya anak paman-nya, dan ahli warisnya. siapakah orangnya yang lebih berhak terhadap beliau selain daripada diriku sendiri."

 

Firman Allah Swt.:

وَما كانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتاباً مُؤَجَّلًا

Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. (Ali Imran: 145)

 

Artinya, tidak ada seorang pun yang mati melainkan berdasarkan takdir Allah dan setelah ia memenuhi waktu yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya. Karena itulah dalam ayat ini diungkapkan:

 

{كِتَابًا مُؤَجَّلا}

sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. (Ali Imran: 145)

 

Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:

 

وَما يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلَّا فِي كِتابٍ

Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz). (Fathir: 11)

 

Seperti firman-Nya yang lain, yaitu:

 

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ طِينٍ ثُمَّ قَضى أَجَلًا وَأَجَلٌ مُسَمًّى عِنْدَهُ

Dialah Yang menciptakan kalian dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal (kematian kalian) dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan (untuk berbangkit) yang ada pada sisi-Nya (yang Dia sendirilah mengetahuinya). (Al-An'am: 2)

 

Ayat ini mengandung makna yang memberikan semangat kepada orang-orang yang pengecut dan membangkitkan keberanian mereka untuk berperang. Sesungguhnya maju dan menggeluti peperangan tidak dapat mengurangi atau menambah umur.

 

Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Yazid Al-Abdi, bahwa ia pernah mendengar Abu Mu'awiyah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Habib ibnu Zabyan yang mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan pasukan kaum muslim yang dikenal dengan nama Hijr ibnu Addi berkata, "Apakah gerangan yang menghambat kalian untuk menyeberangi Sungai Tigris ini untuk menghadapi musuh kita, padahal seseorang tidak akan mati kecuali dengan seizin Allah menurut ketetapan waktu yang telah ditentukan-Nya." Selanjutnya lelaki itu maju, menyeberangi Sungai Tigris dengan kudanya. Ketika ia maju, maka semua pasukan kaum muslim mengikuti jejaknya. Ketika musuh melihat mereka berani menyeberangi sungai itu, maka musuh mereka menjadi kecut dan takut, lalu mereka lari.

 

Firman Allah Swt.:

 

{وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا}

Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu; dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. (Ali Imran: 145)

 

Yakni barang siapa yang amalnya hanya untuk dunia saja, niscaya dia akan mendapatkannya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuknya, sedangkan di akhirat nanti ia tidak mendapat bagian apa pun. Barang siapa yang berniat dengan amalnya untuk pahala akhirat, niscaya Allah akan memberinya, juga diberikan apa yang telah dibagikan oleh Allah untuknya dalam kehidupan dunia ini. Seperti yang dijelaskan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya:

 

{مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نزدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ}

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat. akan Kami tambah keutungan itu baginya; dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan Kepadanya sebagian dari keumungan di dunia dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat. (Asy-Syura: 20)

 

مَنْ كانَ يُرِيدُ الْعاجِلَةَ عَجَّلْنا لَهُ فِيها مَا نَشاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلاها مَذْمُوماً مَدْحُوراً وَمَنْ أَرادَ الْآخِرَةَ وَسَعى لَها سَعْيَها وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولئِكَ كانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُوراً

Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki dan kami tentukan baginya neraka jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan ia mukmin maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan kebaikan. (Al-Isra 18-19)

 

Karena itulah maka dalam ayat berikut ini disebutkan melalui firman-Nya:

 

{وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ}

Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (Al- Imran: 145)

 

Yakni Kami akan memberikan kepada mereka (seluruh) anugerah dan rahmat Kami di dunia dan akhirat sebanding dengan rasa syukur dan amal mereka.

 

Kemudian Allah Swt. menghibur kaum mukmin dari musibah yang telah menimpa mereka dalam Perang Uhud, yang sebelum itu mempengaruhi jiwa mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

 

{وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ}

Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. (Ali Imran: 146)

 

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah berapa banyak nabi yang terbunuh dan terbunuh pula bersamanya sejumlah besar pengikutnya yang bertakwa. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, karena sesungguhnya dia mengatakan, "Adapun orang-orang yang membaca qutila ma'ahu ribbiyyuna kasir, sesungguhnya mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan orang yang terbunuh ialah nabi dan sebagian dari para ulama yang mengikutinya, bukan seluruhnya. Kemudian dinafikan (ditiadakan) rasa lesu dan lemah dari orang-orang yang tersisa yang tidak terbunuh."

 

Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang yang membaca qatala mengemukakan alasan yang menjadi pilihannya itu, bahwa seandainya mereka terbunuh, maka firman Allah Swt. yang mengatakan: Mereka tidak menjadi lemah. (Ali Imran: 146) tidak mempunyai kaitan yang dapat dimengerti, mengingat mustahil bila mereka digambarkan sebagai orang-orang yang tidak lemah dan tidak lesu setelah mereka terbunuh.

 

Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat ulama yang membaca qutila ma'ahu ribbiyyuna kasir (yang terbunuh bersamanya sejumlah besar dari para pengikutnya). Alasannya ialah karena Allah Swt. melalui ayat ini dan ayat-ayat sebelumnya menegur orang-orang yang lari karena kalah dalam Perang Uhud dan meninggalkan medan perang ketika mereka mendengar seruan yang mengatakan bahwa Muhammad telah terbunuh. Maka Allah mencela dan menegur mereka karena mereka melarikan diri dan meninggalkan medan perang.  Allah berfirman kepada mereka: Apakah jika dia wafat atau dibunuh, lalu kalian berbalik ke belakang? (Ali Imran: 144) Yaitu kalian murtad dari agama kalian, hai orang-orang mukmin? Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud ialah berapa banyaknya nabi yang terbunuh di hadapannya sejumlah besar dari para pengikutnya yang setia.

Pendapat Ibnu Ishaq di dalam kitab As-Sirah menunjukkan pengertian yang lain, karena sesungguhnya dia mengatakan bahwa berapa banyaknya nabi yang terbunuh, padahal dia ditemani oleh sejumlah orang yang banyak, tetapi ternyata para pengikutnya tidak lesu dan tidak lemah dalam meneruskan perjuangan nabi mereka sesudah nabi mereka tiada. Mereka tidak takut menghadapi musuh mereka dan tidak menyerah kepada musuh karena kekalahan yang mereka derita dalam jihad demi membela Allah dan agama mereka. Sikap seperti inilah yang dinamakan sifat sabar. Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 146) Dengan demikian, berarti ia menjadikan firman-Nya: sedangkan ia ditemani oleh sejumlah besar pengikutnya yang bertakwa. (Ali Imran: 146) sebagai jumlah hal (kata keterangan keadaan).

 

Pendapat ini ternyata mendapat dukungan dari As-Suhaili, dan ia membela pendapat ini dengan pembelaan yang berlebihan. Tetapi dia memang beralasan karena berdasarkan firman-Nya: Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka. (Ali Imran: 146), hingga akhir ayat.

 

Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Umawi di dalam kitab Al-Magazi, yang ia nukil dari kitab Muhammad ibnu Ibrahim; tiada orang lain yang meriwayatkan pendapat ini selain dia.

 

Sebagian dari mereka ada yang membaca firman-Nya: yang berperang bersama-sama   mereka sejumlah besar dari pengikut(nya). (Ali Imran: 146) Yang dimaksud dengan ribbiyyuna ialah ribuan.

 

Ibnu Abbas, Mujahid, Sa'id ibnu Jubair, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, Ar-Rabi', dan Ata Al-Khurrasani semuanya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ribbiyyuna ialah jamaah-jamaah yang banyak jumlahnya.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari ibnul Hasan, sehubungan dengan firman-Nya: sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. (Ali Imran: 146) Yang dimaksud dengan ribbiyyuna kasir ialah ulama yang banyak jumlahnya. Diriwayatkan pula dari Ma'mar, dari ibnul Hasan, bahwa mereka adalah para ulama yang sabar, yakni yang berbakti dan bertakwa.

 

Ibnu Jarir meriwayatkan dari salah seorang ahli nahwu Basrah, bahwa ribbiyyun adalah orang-orang yang menyembah Rabb (Tuhan) Yang Mahaagung lagi Mahatinggi. Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini disanggah oleh sebagian dari kalangan mereka. Disebutkan bahwa seandainya makna yang dimaksud adalah seperti itu, niscaya huruf ra-nya di-fathah-kan hingga menjadi rabbiyyun.

 

Ibnu Zaid mengatakan bahwa ribbiyyuna adalah para pengikut dan rakyat, sedangkan rabbabiyyun artinya para penguasa.

 

{فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا}

Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). (Ali Imran: 146)

 

Menurut Qatadah dan Ar-Rabi' ibnu Anas, makna firman-Nya: dan mereka (sama sekali) tidak lesu. (Ali Imran: 146) Yakni mereka tidak lemah semangat karena terbunuhnya nabi mereka. dan tidak (pula) mereka menyerah. (Ali Imran: 146) Yaitu mereka sama sekali tidak pernah mundur dari kewajiban membantu nabi-nabi mereka dan agama mereka, yakni dengan berperang meneruskan perjuangan nabi Allah hingga bersua dengan Allah, sampai titik darah penghabisan.

 

Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak pula mereka menyerah. (Ali Imran: 146) Maksudnya, tunduk dan menyerah kepada musuh. Menurut Ibnu Zaid, artinya mereka tidak pernah menyerah kepada musuh mereka.

 

Menurut Muhammad ibnu Ishaq, As-Saddi, dan Qatadah, semangat juang mereka sama sekali tidak pernah kendur karena bencana yang menimpa mereka, yaitu ketika nabi mereka terbunuh.

 

{وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ. وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ}

Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan, "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (Ali Imran: 146 -147)

 

Yakni mereka tidak mengucapkan kecuali hanya doa tersebut.

 

{فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا}

Karena itu, Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia. (Ali Imran: 148)

 

Yaitu berupa pertolongan, kemenangan, dan akibat yang terpuji.

 

{وَحُسْنَ ثَوَابِ الآخِرَةِ}

dan pahala yang baik di akhirat. (Ali Imran: 148)

 

Artinya, dihimpunkan bagi mereka pahala di dunia dan pahala akhirat.

 

{وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ}

Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. (Ali Imran: 148)

 

TAFSIR AYAT:

Muhammad hanyalah seorang Rasul Allah. Kalau dia mati terbunuh, maka itu adalah hal biasa sebagaimana telah terjadi pula pada nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya. Ada yang mati biasa dan ada yang terbunuh. Mengapa ada di antara kaum Muslimin yang murtad disebabkan mendengar berita Muhammad telah mati terbunuh?

Ketahuilah bahwa orang yang murtad tidak akan menimbulkan sesuatu mudarat kepada Allah. Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur kepada-Nya. Pengertian bersyukur biasa diartikan terima kasih. Berterima kasih dalam ayat ini bukanlah sekedar ucapan, tetapi dengan suatu perbuatan dan bukti yang nyata.

 

Bersyukur kepada manusia ialah berbuat baik kepadanya sebagai balas jasa, sedang bersyukur kepada Allah ialah berbakti kepada-Nya, sesuai dengan perintah-Nya. Di dalam menegakkan kebenaran, kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh, berjuang dengan penuh iman dan kesabaran dan rela menerima segala macam cobaan dan penderitaan. Orang-orang semacam inilah yang benar-benar bersyukur kepada Allah dan yang pasti akan mendapat balasan yang dijanjikan-Nya.

 

Allah menyatakan, "Semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya." Artinya: persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan Perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah. Seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya: ... Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu. (Ali 'Imran/3:145).

 

Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekedar untuk memperoleh balasan dunia, maka biar bagaimanapun besar perjuangannya, maka balasannya hanya sekedar yang bersifat dunia saja. Dan barang siapa yang niatnya untuk mendapat pahala akhirat, maka Allah akan membalasnya dengan pahala akhirat. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur yaitu orang-orang yang mematuhi perintah-Nya dan selalu mendampingi Nabi-Nya.

 

Allah kembali memberikan koreksi kepada sebagian pengikut Nabi Muhammad saw yang lemah dan tidak setia dalam Perang Uhud dengan mengemukakan keadaan umat nabi-nabi sebelumnya bahwa dalam jihad fisabilillah, semangat dan iman mereka tetap kuat, tidak lemah, tidak lesu dan tidak menyerah di kala menderita bencana. Orang-orang semacam itulah yang dicintai Allah karena kesabarannya.

 

Mereka di samping kesabaran dan ketabahan berjihad fisabilillah bersama Nabi, tidak lupa mengadakan hubungan langsung dengan Allah swt dengan berdoa agar dosanya dan tindakan yang berlebih-lebihan diampuni oleh Tuhan, pendiriannya ditetapkan agar mereka dimenangkan terhadap orang-orang kafir.

 

Oleh karena kesungguhan, keikhlasan, keteguhan iman dan kesabaran para pengikut nabi-nabi yang terdahulu dalam menghadapi segala macam penderitaan dalam memperjuangkan kebenaran di jalan Allah, maka Allah memberikan kepada mereka balasan dunia dan pahala yang setimpal di akhirat.

 

SAUDARA KU… 

PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK MENDAPATI KU DI DALAM SURGA ALLAH, MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN TARIK TANGAN KU DAN AJAK AKU MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU TELAH MENJADI SAKSI DI HADAPAN ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL DALAM MEMBELA AGAMA ALLAH (MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).

Al-Ustadz Faqih Aulia, Tim LITKA PC Pemuda PERSIS Batununggal Kota Bandung.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama