KHUTBAH PERTAMA
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ.
فَقَالَ اللهُ تَعَالَى
فِيْ القُرْآنِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا
يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا
فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ.
Katakanlah: Wahai ahli kitab!
Marilah (bersama) kepada kalimat sawa (yang adil), antara kami dan kalian,
yaitu kita tidak beribadah kecuali kepada Allah, dan kita tidak menyerikatkan
Dia dengan sesuatu pun, dan sebagian kita tidak menjadikan sebagian lagi
sebagai Tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, katakan lagi: Saksikanlah
oleh kalian bahwa kami semua adalah muslim. QS. Ali Imran: 64.
Jamaah Jumat Rahimakumullah!
Perintah Allah swt. kepada
Rasulullah saw. untuk menyeru ahli kitab agar mereka bersama-sama hanya
menyembah Allah, ini membuktikan bahwa Rasulullah saw. sebagai rasul Allah
untuk semua manusia dari zamannya sampai hari kiamat. Berbeda dengan nabi-nabi
lain, mereka diutus untuk kaumnya masing-masing. Hal ini juga dinyatakan oleh
beliau sebagaimana diterangkan oleh Jabir bin Abdullah.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي
نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا
وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ
الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ
إِلَى النَّاسِ عَامَّةً.
Dari Jabir bin Abdullah,
sesungguhnya Nabi Saw. bersabda, “Aku diberi lima perkara yang tidak
diberikan kepada seorang pun sebelum aku. 1Aku ditolong dengan ru’bu
(rasa takut di pihak lawan) sepanjang perjalanan satu bulan. 2Dan
dijadikan untukku bumi ini sebagai tempat sujud dan alat bersuci, maka siapa
saja dari umatku yang tersusul waktu shalat, maka hendaklah shalat. 3Dan
dihalalkan bagiku ghanimah dan tidak dihalalkan bagi seorang pun yang sebelum
aku. 4Dan aku diberi syafa’at, 5Dan adalah nabi yang
terdahulu diutus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk semua manusia.” Hr.
al-Bukhari.
Ahlu kitab itu adalah Yahudi dan
Nasrani. Mereka disebut ahli kitab karena ditangan mereka ada kitab samawi. Di
kalangan Yahudi ada kitab Taurat dan di kalangan Nasrani ada kitab Injil.
Selain ahli kitab terdapat pula
umat yang mengaku berpegang kepada milah Ibrahim, namun kenyataannya mereka
telah menyimpang dari dasar ajaran yang dibawa oleh rasul-rasul Allah yang
terdahulu. Dan terdapat pula umat yang berpegang kepada agama ciptaan manusia,
semuanya menjadi umat dakwah Rasulullah Saw.
Ajakan kepada ahli kitab ini,
bukanlah menunjukkan kekhususan umat dakwahnya, namun ini menunjukkan bahwa
mereka bagian dari umat dakwah.
Beliau mengajak semuanya untuk
kembali kepada kalimah yang sama, yaitu kalimah adli dan kalimah adil itu adalah
kalimah Laa ilaaha illaLlaah.
Ajakan kepada kalimah yang sama
ini menunjukkan bagian dari siyasah beliau dalam membangun kekuatan umat yang
siap melakukan tajdid yang menyeluruh, bagi tajdid li milladil-ardhi, tajdid
li milladil-insan, dan tajdid li milladil-adyan.
Dari dasar yang sama, maka akan
lahirlah rasa dan suara yang sama. Dengan demikian akan mudah pula membangun
kekuatan umat itu. Inilah pelajaran yang sangat berharga bagi pelanjut
perjuangan Rasulullah Saw. yang memiliki cita-cita besar untuk menyatukan rasa
dan suara umat, terlihat dari semboyannya, “Satu Rasa dan Satu Suara.”
Semboyan ini begitu indah dan
menarik, namun semboyan ini hanya tinggal semboyan saja, atau hanya akan
menjadi impian saja, sebagai impian besar tanpa kenyataan, apabila umat
dibiarkan berserakan akidahnya, tidak dibina dan tidak dituntun, sehingga umat
berjalan sendiri-sendiri dan menjadi mangsa umat lain yang menjadikannya
sebagai lahan subur untuk menanamkan syirik dan takhayyulnya, dan menggiringnya
lalu mengikatnya kemudian memanfaatkannya untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu
merusak Islam dari dalam.
بَارَكَ اللهُ
لِيْ وَلَكُمْ.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ للهِ
الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ
كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ.
Jamaah jumat rahimakumullah!
Kalimat sawa, adalah
kalimat pemersatu, hanya dengan kalimah inilah akan terwujudnya satu rasa dan
satu suara di kalangan umat.
Sungguh besar jasanya para da’i
yang teguh berjuang mengajak umat kepada kalimah ini dan memelihara umat yang
sudah dalam kalimah ini agar tidak menyimpang dan keluar kepada kalimah lain.
Sungguh ironis sekali, jika da’i
yang tetap mengajak umat kepada kemurnian akidah dan tetap memelihara umat agar
tetap dalam kemurnian akidah, dikecilkan dan direndahkan perjuangannya,
sementara yang mengajak syirik, takhayyul dan bid’ah dianggap besar
perjuangannya.
Jika kita pikirkan secara
mendalam dan kita renungkan, bukankah dari mereka yang dianggap kecil inilah
menghasilkan suara yang besar itu.
Pelajaran lain dari ayat di atas
ialah, agar umat Islam tetap dalam sikapnya sebagai muslim, kapan pun di mana
pun, sebagaimana perintah-Nya dalam ayat itu:
فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا
مُسْلِمُوْنَ.
Jika mereka berpaling, katakan
lagi: Saksikanlah oleh kalian bahwa kami semua adalah muslim. QS. Ali Imran: 64.
Yaitu yang tetap dalam kalimah
sawa, kalimah tauhid, tidak beribadah, melainkan hanya kepada Allah dan
tidak menyekutukannya dengan apapun dan tidak menjadikan yang sebagian menjadi
Tuhan bagi sebagian lain selain Allah.
Kekuatan sikap ini pun diwujudkan
dalam pelaksanaan ibadah, tidak terpengaruh dengan cara ibadah lain, walaupun
terlihat menarik, ramai dan menyenangkan, apabila bid’ah tidak akan dilakukan
atau dicampur adukan dengan sunnah.
Pernyataan sikap sebagai muslim ini
bukan hanya diungkapkan dengan kata-kata “Saya muslim”, tetapi yang lebih
penting adalah dengan pembuktian kepatuhan dan kerelaannya menerima segala
keputusan Allah dan segala ketetapan syari’at-Nya.
Marilah bersama-sama mewujudkan
satu rasa dan satu suara dalam umat dimulai dari diri kita masing-masing dengan
melihat kembali kepada diri kita, apakah kalimah sawa itu masih ada dan
tidak tercampuri dengan kalimah lain, setelah itu mari kita bina umat agar
tetap dalam kalimah itu, kemudian kita ajak yang lain menuju kepada kalimah
ini. Namun pesan tersirat dalam Alquran dan sunnah, perlu diperhatikan yaitu
janganlah kalimah ini dijadikan alat untuk memenuhi kepentingan pribadi, itu
akan mengganggu keikhlasan umat dan merusak kesatuan rasa dan suara umat.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.
Oleh: KH.
Zae Nandang (Ketua Dewan Hisbah PP PERSIS)
Ditulis ulang
oleh: Hanafi Anshory
Sumber: Majalah
al Qudwah No. 51 Rabiuts Tsani 1425 H/ 2004 M hlm. 53-56.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan