Paradigma Kehidupan Pemuda Masa Kini dengan Tuntunan
Syar’i
Oleh : Fahrevi Firdaus
Kehidupan dengan segala
aspek perkembangan pesatnya, selalu mempengaruhi tatanan sosial masyarakat
dalam gaya hidup. Sehingga mempengaruhi manusia untuk menemukan kemudahan dalam
menjalani kesehariannya, misalkan manusia pada masa awal untuk bertahan hidup
adalah dengan cara berburu dan lain sebagainya tetapi pada masa kini hanya
dengan menekan layar pada smartphone apapun keperluan yang kita inginkan
bisa dengan mudah dimiliki. Karena manusia berbeda dengan makhluk lainnya yang
dianugerahi akal terbatas, mereka mampu berkembang untuk mencapai kemudahan
dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Tetapi tidak sedikit manusia yang terus
menggunakan akalnya untuk mencapai kesempurnaan dengan media kekuasaan,
kekayaan maupun kecerdasan yang dimilikinya.
Maka kehadiran Islam
sebagai rahmatan lil ‘alaamiin (kasih sayang bagi seluruh alam) memiliki
peran penting untuk mengembalikan tugas pokok manusia di dunia dan menemukan
cara meraih kebahagiaan yang sempurnna hingga akhirat kelak, yaitu dengan
mengikuti segala petunjuk yang ada dalam al-Qur’an dan Sunna Rasulullah saw.
Jalan hidup dengan menggunakan ‘rambu’ ini tidak akan memberatkan yang miskin,
tidak akan merugikan yang kaya, tidak akan merendahkan harkat dan martabat
pejabat dan tidak akan mempersulit orang yang miskin. Allah SWT berfirman:
فَأَقِم وَجهَكَ لِدِّينِ حَنِيفًا فِطرَتَ اللَّهِ
الَّتي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيهَا لَا تَبدِيلَ لِخَلقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدّينُ القَيِّمُ
وَلَكِنَّ أَكثَرَ النَّاسِ لّا يَعلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah,
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fithrah
itu, tidak ada perubahan pada fithrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Al-Ruum: 30).
Trendy bernilai Lillahi Rabbi
Pengaruh westernisasi di kalangan remaja dipandang
sebagai permasalahan utama terhadap kebiasaan yang menjadi akhlaq remaja saat
ini. Mulai dari tampilan, cara bicara hingga gaya hidup menjadi dampak yang
dialami sebagai dampak pesatnya perkembangan teknologi dalam mendapatkan
informasi. Mereka sangat senang melakukan perjalanan dan petualangan, termasuk
menjelajah internet yang pada akhirnya kecanduan media sosial. Padahal
hakikatnya generasi remaja sangat rindu untuk bisa hidup senang dan bahagia,
sehingga dengan sudut pandang keliru menjadikan gaya hidup idolanya sebagai
indikator kebahagiaan.
Fenomena modernisasi ini
menjadikan definisi baru bagi para remaja, mereka akan merasa trendy
ketika melakukan prank kepada orang tua dan masih banyak lagi sifat buruk
lainnya. Hal ini tentu bertolak belakang dengan konsepsi Islam bagi generasi
remaja yang dikenal dengan sebutan Rijaalul Ghad (Bapa Masa Depan)
ataupun ummahatul ghad (Ibu Masa Depan), mereka diperintahkan untuk
selalu melakukan aktivitas terbaik yakni berdakwah demi tercapainya Islam
secara sempurna yang dihiasi dengan amal shaleh dan menjauhi segala macam
kemaksiatan yang di dasari taat sebagai imbas dari hidayah Allah SWT.
عن سَهلِ بنِ سَعدٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولُ الله صَلَى
الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ هَذَا الخَيرَ خَزَائِنُ, وَلِتِلكَ
الخَزَائِنِ مَفَاتِيحُ. فَطُوبَى لِبَعدٍ جَعَلهُ اللهُ مِفتَاحًا لِلخيرِ
مِغلَاقًا للشَّرِّ. وَوَيلٌ لِعَبدٍ جَعلَهُ اللهُ مِفتَاحًا لِلشَّرِّ مِغلَاقًا
لِلخَيرِ.
“dari Sahl bin Sa’ad semoga Allah meridhoi kepadanya,
bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya kebaikan ini merupakan
lumbung, sementara lumbung itu memiliki kunci-kunci. Maka beruntunglah bagi
seorang hamba yang telah Allah jadikan sebagai kunci pembuka kebaikan dan
penutup bagi kejahatan. Dan celakalah seorang hamba yang Allah jadikan sebagai
kunci pembuka kejahatan dan pentup bagi kebaikan”. (HR. Ibnu Majah, no. 234)
Prinsip diatas harus
dipegang kuat oleh para remaja Islam, karena perjuangan Islam hari ini akan
diteruskan oleh mereka. Peran ini mesti dipersiapkan semaksimal mungkin yakni
dengan menciptakan tradisi keilmuan, melakukan aktualisasi diri untuk menjadi
manusia yang optimal sehingga menjadikan ilmu dan agama sebagai penuntun
kehidupan. Hasan al-Bana mengatakan:
“siapkanlah dirimu untuk menggantikan angkatan tua,
mereka akan pulang tak lama lagi. Janganlah engkau menjadi pemuda kecapi suling
yang bersenandung meratapi tepian yang sudah runtuh, mengenangkan masa silam
yang telah pergi jauh. Janganlah engkau membuat kekeliruan lagi seperti pernah
dilakukan oleh angkatan yang engkau gantikan. Teruskan perjalanan ini dengan
tenaga dan kakimu sendiri”.
Setiap perjalanan yang
dilakukan pasti untuk mencapai tujuan tertentu lengkap dengan bekal yang
disiapkan mengacu kepada sejauh mana perjalanan ini ditempuh, semakin banyak
bekal yang dibawa maka semakin panjang pula perjalanan yang ditempuh. Perilaku
tersebut sama halnya dengan kehidupan yang dijalani, semakin bertambah usia maupun
kedewasaan menjadi alasan bahwa semua ini pasti ada tujuan di akhir perjalanan.
Inilah salah satu Misi Nabi Muhammad SAW, yaitu mengembalikan arah tujuan hidup
manusia kembali ke track-nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
al-Maidah ayat 48 yang artinya “... hanya kepada Allah-lah tempat kembali
kamu semuanya...” menjadi sinyal bahwa apapun yang dilakukan oleh manusia,
pada hakikatnya mereka tetap akan kembali kepada Rabb-nya di hari akhir nanti. Adapun
dunia tidak bisa dijadikan sebagai tujuan, karena tempat ini bagaikan korsel
tiada ujung. Semua yang dicari tidak abadi dan bersifat permainan dan
melalaikan. Hadist berikut menjadi contoh tidak ada kepuasan yang berujung di
dunia ini:
قَالَ
رسول الله صلى الله عليه وسلم: لَو كَا لِإِبنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِن مَالٍ
لَابتَغَى لَهُمَا ثَالِثًا وَلَا يَمْلَاُ جَوفَ ابنِ أَدَامَ إِلَّا التُّرَابُ.
“Rasulullah SAW telah bersabda: kalaulah anak Adam memiliki dua
lembah harta, pasti ia akan mencari lembah ketiga dan tidak akan memenuhi mulut
Ibnu Adam kecuali tanah (maut)”. (HR.
Bukhari-Muslim)
Istiqamah Demi Jannah
Pada dasarnya Islam tidak melarang umatnya untuk selalu up-to
date mengikuti perkembangan zaman yang dibatasi dengan rangkaian ketentuan
syariat. Namun faktanya, dewasa ini terutama kalangan remaja sering tergerus
oleh kecanggihan teknologi yang mengendalikan hawa nafsu. Maka disinilah peran
ilmu yang dapat mengantarkan hidayah untuk selalu istiqamah dalam mengerjakan
amal shaleh demi tercapainya taqwa. Dalam Tafsir al-Qurthubiy, IX: 94
dijelaskan mengenai definisi istiqamah yaitu
وَالإِستقامة: ألإستِمرَارُ فِي
جِهَةٍ وَاحِدةٍ مِن غَيرِ أخدٍ فِي جِهَةِ اليَمِينِ وِالشِّمَالِ
“Istiqamah
Ialah tetap pada arah yang satu, tidak goyah ke sebelah kanan maupun kiri”.
Istiqamah
berkaitan langsung dengan niat dalam hati, artinya ketika seseorang telah
menyatakan Iman kepada Allah dengan
otomatis dia mesti mempertahankan prinsip tersebut tidak goyah dengan apapun.
Lebih lanjut hal ini merupakan yang utama dalam pengejawantahan iman itu
sendiri, karena setiap perbaikan iman yang dilakukan dengan ilmu merupakan
wujud dari istiqamah yang mana rasa malas dan bosan dalam ibadah yang dapat
mengikis aqidah bisa terhindarkan.
فَاستَقِم كَمَا اُمِرتَ وَمن تَابَ مَعَكَ وَلاَ تَطغَو
إِنَّهُ بِمَا تَعمَلُونَ بَصِيرٌ
“maka tetaplah
kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang
yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya
Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Hud:
112)
عَن سُفيَانَ بنُ عَبدِ الله الثَّقَفِيِّ قَالَ: قُلتُ
يَارَسُولُ الله, قُل لِي الإِسلَامِ قَولًا لَا أَسأَلُ عَنهُ أحَدًا بَعدَكَ.
قَالَ: قُل: آمَنتُ بِاللهِ فَاستَقِم
“dari Sufyan
bin Abdillah ats-Tsaqafy ia berkata: aku berkata, wahai Rasulullah ucapakanlah
suatu ucapan kepadaku mengenai Islam yang aku tidak perlu menanyakan lagi
kepada orang lain setelah engkau. Rasulullah saw menjawab, Ucapkanlah olehmu
aku beriman lalu kamu tetap Istiqamah”. (HR. Muslim,
Kitabul Iman, no. 55)
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan