INVESTASI PADA USAHA JAMIYAH, WAJIB ZAKAT?
Saya usaha dalam penggemukan sapi yang
modalnya 50 % lembaga PERSIS, 50 % saya pribadi. Apakah yang Modal lembaga
PERSIS wajib mengeluarkan zakat? Apakah dari zakat tijarah dari penjualan sapi
boleh disalurkan ke PW, PD, dan PC untuk keperluan uang kas masing-masing?
Jawaban:
Kewajiban zakat terikat dengan rukun dan syarat yang menentukan sahnya
zakat yang ditunaikan. Dalam syarat zakat ada yang terkait dengan orangnya
(muzakki); seperti Islam, baligh, berakal dan merdeka; dan ada pula yang berhubungan
dengan hartanya (maal), seperti mencapai nishab, haul, halal dan
pemilikan penuh. Sehubungan dengan pertanyaan di atas, yaitu 50 % modal
bisnisnya dari lembaga PERSIS, maka kepemilikannya bukanlah kepemilikan penuh,
karena bukan milik seseorang yang tentu. Al-Buti menjelaskan maksud dari
kepemilikan penuh sebagai berikut,
اَلْمِلْكُ التَّامُّ عِبَارَةٌ عَمَّا كَانَ بِيَدِهِ لَمْ يَتَعَلَّقُ
بِهِ غَيْرُهُ يَتَصَرَّفُ فِيْهِ عَلَى حَسَبِ اخْتِيَارِهِ وَفَوَائِدُهُ
حَاصِلَهُ لَهُ.
Kepemilikan penuh adalah istilah
untuk apa yang ada dalam kekuasaannya, yang tidak terikat oleh orang lain, dia
bebas bertindak sesuai kehendaknya, dan manfaatnya diraih olehnya. (Kasyf
al-Qina’ ‘an Matn al-Iqna’, 4/314)
Penetapan syarat kepemilikan
penuh atas kewajiban zakat ini berlaku bagi seluruh jenis zakat mal,
berdasarkan beberapa argumentasi berikut,
Idhafah kata maal (harta) kepada pemiliknya dalam ayat
al-Quran maupun hadis Nabi Saw. Allah Swt berfirman,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Qs.
At-Taubah [9]: 103.
عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْيَمَنِ قَالَ
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ
إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ
اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ
فَإِذَا فَعَلُوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً مِنْ
أَمْوَالِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِذَا أَطَاعُوا بِهَا فَخُذْ
مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ.
Dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma bahwa ketika Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam mengutus Mu'adz radliallahu 'anhu ke negeri Yaman,
Beliau berkata,: "Kamu akan mendatangi Ahlul Kitab, maka hendaklah
da'wah yang pertama kali lakukan kepada mereka adalah mengajak mereka untuk
ber'ibadah kepada Allah. Jika mereka telah mengenal Allah, maka beritahukanlah
bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Dan jika
mereka telah melaksanakannya, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan
atas mereka shadaqah (zakat) dari harta mereka yang akan diberikan kepada
orang-orang faqir dari mereka. Jika mereka telah menaatinya, maka ambillah dari
mereka (sesuai ketentuannya) dan peliharalah kesucian harta manusia". Hr.
al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, 2/119.
Maksud dari harta-harta mereka adalah harta-harta milik
mereka, artinya harta yang dimiliki secara penuh, sehingga tidak ada kewajiban
zakat bagi harta yang tidak dimiliki oleh orang tertentu.
Menyerahkan zakat kepada para mustahiknya adalah
penyerahan kepemilikan secara penuh. Apabila muzakkinya bukan pemilik penuh
atas harta tersebut, maka tidak bisa memberikan kepemilikan harta tersebut
kepada para mustahiknya.
Pendapat ini disepakati oleh madzhab yang empat dan
kebanyakan Ahli ilmu, Ibnu Qudamah berkata, “Sesungguhnya zakat tidak wajib,
kecuali bagi muslim merdeka yang memiliki harta secara penuh, dan ini merupakan
pendapat kebanyakan ahli ilmu, dan kami tidak mengetahui adanya perselisihan
dikalangan mereka kecuali Atha dan Abu Tsaur yang mengatakan bahwa hamba sahaya
tetap wajib mengeluarkan zakat hartanya.” (al-Mughni, 2/488)
Syaikh Zakariya al-Anshari mengatakan, “Tidak ada
kewajiban zakat pada harta wakaf yang digunakan untuk keperluan masjid atau
yang serupa, serta pada dana umum seperti untuk kaum miskin, karena tidak ada
pemilik yang tentu untuknya.” (Asna al-Mathalib fi Syuruh Raudl ath-Thalib, 1/369)
Imam An-Nawawi pun berkata dalam al-Majmu’, “Para ulama
kami berkata: Jika ternak itu diwakafkan untuk kepentingan umum seperti untuk
kaum fakir, masjid, pejuang, anak yatim, atau yang sejenisnya, maka tidak ada
zakat yang dikenakan padanya tanpa perbedaan pendapat, karena tidak ada pemilik
yang tentu untuknya.” (al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab, 5/340)
Namun demikian, perlu diperhatikan apabila dalam usaha
milik jam’iyah tersebut terdapat saham-saham perorangan, maka tetap saham-saham
tersebut terkena kewajiban zakat.
Pertanyaan berikutnya, apakah boleh zakat didistribusikan
untuk keperluan kas jam’iyah? Untuk menjawabnya dapat diperhatikan dalam
al-Quran surat at-Taubah [9]: 60 tentang mustahik-mustahik zakat. Allah Swt berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ
وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ
اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ.
Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang
fakir, orang-orang miskin. pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berutang untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana. Qs. At-Taubah [9]: 60.
Salah satu mustahik zakat yang
diterangkan dalam ayat ini adalah fi sabilillah (untuk jalan Allah). Imam
Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya mengatakan,
وَاعْلَمْ أَنَّ
ظَاهِرَ اللَّفْظِ فِيْ قَوْلِهِ: ﴿وَفِى سَبِيلِ اللهِ﴾ لَا يُوْجِبُ القَصْرَ
عَلَى كُلِّ الغَزَّاةِ؛ فَلِهذَا الْمَعْنَى نَقَلَ القَفَّالُ فِيْ "تَفْسِيْرِهِ"
عَنْ بَعْضِ الفُقَهَاءِ أَنَّهُمْ أَجَازُوْا صَرْفَ الصَّدَقَاتِ إِلَى جَمِيْعِ
وُجُوْهِ الْخَيْرِ مِنْ تَكْفِيْنِ الْمَوْتَى وَبِنَاءِ الْحُصُوْنِ وَعَمَّارَةِ
الْمَسَاجِدِ؛ لِأَنَّ قَوْلَهُ ﴿وَفِى سَبِيلِ اللهِ﴾ عَامٌّ فِيْ الكُلِّ.
Ketahuilah bahwa secara dzahir
dalam firman-Nya, “dan di jalan Allah” tidak mesti membatasi (pemberian
zakat) untuk setiap orang yang berperang. Oleh karena itu, dalam tafsirnya,
al-Qaffal meriwayatkan dari beberapa fuqaha bahwa mereka memperbolehkan
pemberian zakat untuk segala bentuk kebaikan seperti mengurus jenazah,
membangun banteng, atau kemakmuran masjid, karena firman-Nya, “dan di jalan
Allah” bersifat umum untuk semua itu. (Mafatih al-Gaib, 8: 76)
Dengan demikian, pendistribusian
zakat untuk kepentingan jihad jam’iyah melalui kas-kas yang ada di tingkat PJ,
PR, PC, PW dan PP diperbolehkan.
Kesimpulan:
1.
Usaha milik jam’iyyah tidak terkena kewajiban zakat.
2.
Saham-saham perorangan yang ada dalam usaha milik jam’iyah
terkena kewajiban zakat.
3.
Distribusi zakat untuk kepentingan jihad jam’iyah
termasuk fi sabilillah.
Oleh: THAIFAH
MUTAFAQQIHINA FIDDIN (Ust. H. Zae Nandang, Ust. H.
Jalaluddin, Ust. H. M. Rahmat Najieb, Ust. H. Uus M. Ruhiat, Ust. H. Wawan
Shofwan S., Ust. H. Wawa Suryana, Ust. H. Agus Ridwan, Ust. Amin Muchtar, Ust.
H. M. Nurdin, Ust. Ginanjar Nugraha, Ust. H. Dede Tasmara, Ust. Latief
Awaludin, Ust. Hamdan Abu Nabhan, Ust. Gungun Abdul Basith.
Ditulis ulang oleh: Hanafi Anshory.
Bersumber dari: MAJALAH RISALAH NO. 1 THN. 62
APRIL 2024 Hlm. 40-42.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan