Mengalahkan
Kebatilan dengan Keadilan dan Ihsan
oleh: Fahrevi Firdaus
۞ اِنَّ اللّٰهَ
يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ
الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
"Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan
kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."
(QS. An-Nahl 16: Ayat 90)
adil, yakni pertengahan
dan seimbang (Tafsir Ibnu Katsir). syaratnya adalah memberikan sekaligus
membantu agar ketentuan dan undang-undang syariat dapat berlaku dengan
sempurna, sekalipun hal itu merugikan dirinya. ketika berlaku adil, harus
berbanding lurus dengan perilaku berbuat kebajikan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang hakikat
keadilan. Beliau menerangkan bahwa makna adil adalah menunaikan hak kepada
setiap pemiliknya. Atau bisa juga diartikan dengan mendudukkan setiap pemilik
kedudukan pada tempat yang semestinya (silakan lihat Huquuq Da’at Ilaihal Fithrah wa Qararat Haa Asy Syari’ah,
hal. 9).
Lawan dari adil adalah zalim. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan bahwa kezaliman itu ada
tiga macam:
1)
Kezaliman yang paling zalim, yaitu berbuat syirik kepada Allah. Meskipun
orang yang melakukan syirik tidaklah dikatakan menzalimi Allah, bahkan dirinya
sendirilah yang dizaliminya. Karena dia telah menghinakan dirinya kepada
sesuatu yang tidak layak untuk disembah.
2)
Kezaliman seseorang terhadap dirinya sendiri. Yaitu dia tidak menunaikan
hak dirinya sendiri. Seperti contohnya berpuasa tanpa berbuka, shalat malam
terus dan tidak mau tidur.
3)
Kezaliman seseorang kepada orang lain. Seperti misalnya ketika dia
melanggar hak orang lain dengan memukulnya, membunuhnya, merampas hartanya, dan
lain sebagainya (lihat Al Qaul Al Mufid,
I/35, Ad Daa’ wad Dawaa’ hal. 145).
وَإِيتَاءِ
ذِي الْقُرْبَى
dan memberi kepada kaum kerabat.
(An-Nahl: 90). Yaitu hendaknya dia menganjurkan untuk bersilaturahmi, seperti
pengertian yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
وَآتِ
ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ
تَبْذِيرًا
Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan; dan janganlah kalian menghambur-hamburkan (harta kalian)
secara boros. (Al-Isra: 26)
Adapun yang dimaksud
dengan al-bagyu ialah permusuhan dengan orang lain. Di dalam sebuah hadis
diterangkan:
مَا
مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرَ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ عُقُوبَتَهُ فِي الدُّنْيَا، مَعَ
مَا يُدَّخَرُ لِصَاحِبِهِ فِي الْآخِرَةِ، مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
Tiada suatu dosa pun yang
lebih berhak Allah menyegerakan siksaan terhadap (pelaku)nya di dunia ini, di
samping siksaan yang disediakan buat pelakunya di akhirat nanti, selain dari
permusuhan dan memutuskan tali silaturahmi.
وَجَزَاءُ
سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah (Asy-Syura: 40). Sehingga ketika adil dan ihsan dilakukan maka dapat membasmi kebathilan, melenyapkan kejahatan dan hilang nafsu untuk melakukan kejahatan serta pelanggaran terhadap syariat Allah Swt.
Wallahu ‘alam bii ash-shawwab.
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan