MELIHAT DENGAN MATA HATI

KHUTBAH PERTAMA

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ.

فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ القُرْآنِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ:

اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ. وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ. وَكَذَّبُوا وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ وَكُلُّ أَمْرٍ مُسْتَقِرٌّ. وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنَ الأنْبَاءِ مَا فِيهِ مُزْدَجَرٌ. حِكْمَةٌ بَالِغَةٌ فَمَا تُغْنِ النُّذُرُ.

Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, "(Ini adalah) sihir yang terus menerus". Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan (dari kekafiran), itulah suatu hikmah yang sempurna, maka peringatan-peringatan itu tiada berguna (bagi mereka). QS. Al-Qamar: 1-5.

Jama'ah Jum'at Rahimakumullah!

Sungguh banyak sekali hikmah-hikmah yang terkandung pada setiap ayat-ayat Allah, baik ayat qauliyyah maupun kauniyyah. Setiap orang yang bisa melihat dengan mata hatinya dan mengambil hikmah dari ayat-ayat itu, itulah orang yang beruntung. Semakin banyak hikmah yang didapatkan semakin takut dan tawadhu (merendah diri) kepada Allah. Oleh karena itu Allah mengangkat derajatnya semakin tinggi di sisi-Nya.

Sebagai contoh yang nyata adalah orang-orang yang terdahulu, khususnya para rasul Allah. Mereka semua dengan pandainya mengambil hikmah dari setiap ayat Allah, mereka semakin tawadhu dan takut kepada Allah. Terbukti mereka telah mencapai derajat yang tinggi baik di dunia maupun akhirat. Begitu juga dari kalangan para sahabat Rasulullah Saw. mereka bisa melihat terhadap ayat-ayat Allah dan mendapatkan hikmah daripadanya. Merekapun mendapatkan derajat yang tinggi pula di sisi Allah.  Sebagai contoh di antaranya:

Seorang yang bernama Abdullah Ibnu Ummi Maktum, ia seorang yang buta mata zahirnya tetapi awas mata batinnya. Ia datang menghadap Rasulullah Saw. dan berkata, "Berilah petunjuk kepadaku."

Sementara itu Rasulullah Saw. sedang menghadapi tokoh-tokoh Quraisy, mereka itu dipandang sebagai orang-orang yang terhormat, mereka awas mata zahirnya namun buta mata hatinya. Rasulullah Saw. tidak menghiraukan Ibnu Ummi Maktum yang buta itu, karena beliau sedang menghadapi mereka dan beliau sangat berharap mereka masuk Islam. Seketika itu turunlah ayat-ayat teguran kepada beliau, karena sikapnya mengacuhkan Ibnu Ummi Maktum itu. Seperti ayat berikut ini:

عَبَسَ وَتَوَلّٰىٓۙ اَنْ جَاۤءَهُ الْاَعْمٰىۗ وَمَا يُدْرِيْكَ لَعَلَّهٗ يَزَّكّٰىٓۙ اَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرٰىۗ اَمَّا مَنِ اسْتَغْنٰىۙ فَاَنْتَ لَهٗ تَصَدّٰىۗ وَمَا عَلَيْكَ اَلَّا يَزَّكّٰىۗ وَاَمَّا مَنْ جَاۤءَكَ يَسْعٰىۙ وَهُوَ يَخْشٰىۙ فَاَنْتَ عَنْهُ تَلَهّٰىۚ كَلَّآ اِنَّهَا تَذْكِرَةٌ ۚ فَمَنْ شَاۤءَ ذَكَرَهٗ ۘ فِيْ صُحُفٍ مُّكَرَّمَةٍۙ مَّرْفُوْعَةٍ مُّطَهَّرَةٍ ۢ ۙ بِاَيْدِيْ سَفَرَةٍۙ كِرَامٍۢ بَرَرَةٍۗ.

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam lembaran yang dimuliakan, yang dijunjung tinggi, yang disucikan, ditangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti. Qs. ‘Abasa: 1-16.

Ibnu Ummi Maktum, ia menjadi muadzin di zaman Rasulullah Saw. dengan azannya itu ia menjadi penyeru bagi setiap orang yang akan melaksanakan salat berjamaah, untuk melakukan ruku dan sujud di hadapan Allah Swt. Yang Maha Tinggi. Dan adzannya itu pula sekaligus menjadi tanda dimulainya bagi orang melakukan shaum, seperti pernyataan Rasulullah Saw.

عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِيَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ. رواه البخاري.

Dari Aisyah ra. dari Nabi Saw. sesungguhnya beliau bersabda, “Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu malam. Maka makanlah dan minumlah sehingga Ibnu Ummi Maktum adzan.” Hr. al-Bukhari.

Begitulah sekelumit dari kisah seorang tuna Netra yang bernama Ibnu Ummi Maktum, ia bisa melihat tanda-tanda kebesaran Allah. Namanya terus menjadi sebutan yang baik bagi generasi selanjutnya dan patut menjadi tauladan hingga akhir zaman. Dia termasuk ‘ibadush-shalihin yang sudah disediakan tempat yang terhormat di surga Tuhannya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ.

KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللهِ شَهِيْدًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ.

Jamaah jumat rahimakumullah!

Sebaliknya orang-orang yang dipandang tokoh, terhormat di mata manusia, gagah serta awas mata zahirnya, tetapi buta mata hatinya. Mereka tidak bisa mengambil hikmah dari ayat-ayat Allah itu, mereka malah takabbur, tidak ada rasa takut kepada Allah Yang Maha Gagah, karenanya semakin ujub dan takabbur, semakin rendah derajat mereka di sisi Allah. Sungguh Allah sangat murka terhadap mereka.

Begitulah para tokoh kafir Quraisy, yang sampai matinya dalam kekufuran, Namanya menjadi sebutan yang buruk dan tidak patut menjadi suri tauladan bagi generasi selanjutnya. Mereka adalah hamba-hamba nafsunya yang sudah disediakan tempat kembalinya di akhirat kelak neraka Jahannam. Mereka itu termasuk orang-orang yang dinyatakan dalam ayat-ayat berikut ini:

اَفَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَتَكُوْنَ لَهُمْ قُلُوْبٌ يَّعْقِلُوْنَ بِهَآ اَوْ اٰذَانٌ يَّسْمَعُوْنَ بِهَاۚ فَاِنَّهَا لَا تَعْمَى الْاَبْصَارُ وَلٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوْبُ الَّتِيْ فِى الصُّدُوْرِ.

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang  buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam dada.  Qs. Al-Hajj: 46.

وَمَنْ كَانَ فِيْ هٰذِهٖٓ اَعْمٰى فَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ اَعْمٰى وَاَضَلُّ سَبِيْلًا.

Dan barangsiapa buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). Qs. Al-Isra: 19.

Jamaah jumat rahimakumullah!

Jika kita perhatikan kenyataan zaman sekarang, banyak orang yang buta atau pura-pura buta terhadap ayat-ayat Allah. Mereka buta terhadap ayat qauliyyah maupun ayat-ayat kauniyyah. Bahkan mereka pun buta terhadap realita bencana yang bencana-bencana itu ada yang berupa bencana yang tidak hanya menelan korban harta tetapi juga menelan korban nyawa manusia. Apakah ini sekedar cobaan ataukah siksaan? Masihkah akan tetap berpura-pura buta akan kenyataan ini? Malahan sungguh sangat mengerikan sekali di tengah bencana yang sedang melanda justru malah sengaja dengan angkuhnya membuat pernyataan, baik dengan ucapan atau perbuatan yang menentang dan melawan aturan Allah Swt. Yang Maha Gagah. Sungguh hina orang-orang itu di hadapan Allah. Na’udzubillahi min dzalika.

Pelajaran yang sangat berharga bagi kita, yaitu kita hendaknya tetap memelihara penglihatan kita baik zahir maupun batin, agar kita bisa melihat setiap tanda-tanda kebesaran Allah, agar semakin hari semakin takut kepada Allah Swt. dan semakin tawadhu kepada-Nya. Mudah-mudahan Allah Swt. memasukkan kita kepada golongan orang-orang yang diangkat derajatnya dan dimasukkan pula ke dalam golongan orang-orang yang shalih, seperti Ibnu Ummi Maktum.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Oleh: KH. Zae Nandang (Ketua Dewan Hisbah PP PERSIS)

Ditulis ulang oleh: Hanafi Anshory

Sumber: Majalah al Qudwah No. 74 Jumadil Ula 1426 H/ 2006 M hlm. 52-56.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama