DZULHIJJAH BULAN HARAM, MENGAPA?



MUQADDIMAH:
Dalam Islam dikenal 4 bulan haram atau bulan mulia dalam Islam. Yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijah, Muharram dan Rajab. Namun sebenarnya bagaimana awal mula 4 bulan haram itu dimuliakan?

Jauh sebelum Islam datang, masyarakat Arab khususnya kota Makkah telah memuliakan 4 bulan haram. Di tengah berbagai peperangan dan permusuhan yang menjangkiti masyarakat Arab karena fanatisme kesukuan akut, mereka sepakat menghentikan peperangan itu ketika 4 bulan haram tiba. Mereka sangat memuliakannya dan bulan-bulan haram menjadi bulan perdamaian yang berlaku secara menyeluruh.

Dalam bulan haram nyaris seluruh pertikaian dan peperangan berhenti. Bahkan mereka pun menghentikan aktivitas berburu hewan karena bagaimana pun hal itu mengalirkan darah atau menghilangkan nyawa seperti halnya peperangan.

Empat bulan haram menjadi kesempatan besar bagi masyarakat Arab utamanya di tanah Hijaz untuk melakukan berbagai aktivitas ekonomi demi memenuhi kebutuhan hidupnya. 4 bulan haram menjadi sangat penting untuk dimuliakan, terlebih tidak ada pemimpin yang benar-benar disegani untuk mengelola konflik sosial yang terus berkelanjutan seiring fanatisme kesukuan yang sangat kuat di sana.

Empat bulan haram menjadi kesempatan besar bagi para pedagang untuk melangsungkan bisnisnya. Bagi para petani untuk menjual hasil-hasil pertaniannya. Bagi para peternak untuk menjual hewan, bulu wol dan hasil ternak lainnya.

Bisa dibayangkan bagaimana repotnya bila tidak ada jeda bulan haram, bulan perdamaian. Kapan orang-orang Arab dapat melakukan aktifitas ekonomi secara aman dan tenang tanpa was-was dari gangguan keselamatan? (Ahmad Ibrahim Syarif, Makkah Madinah fil Jahiliyah wa ‘Ahdir Rasul, juz I, halaman 163-165).

Begitu pentingnya bulan haram bagi masyarakat Arab sehingga dalam Al-Qur’an diungkapkan:

جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ وَالشَّهْرَ الْحَرَامَ وَالْهَدْيَ وَالْقَلَائِدَ، ذَلِكَ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ، وَأَنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Allah telah menjadikan Kakbah rumah suci tempat manusia berkumpul, menjadikan bulan-bulan haram sebagai waktu yang aman dari peperangan, hewan hadyu sebagai penyempurna kekurangan ibadah haji dan qala'id sebagai jaminan keamanan ketika mereka keluar dari Makkah. Yang demikian itu agar kamu mengetahui, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Maidah: 97)

Karena latar belakang sosio-kultural semacam itulah masyarakat Arab sangat mengagungkan bulan-bulan haram dan menyakralkannya. Mereka berkeyakinan, bahwa merusak keagungan dan kesakralan bulan-bulan haram akan mendatangkan petaka dan kesialan.

Oleh karena itu, masyarakat Arab Jahiliyah secara luas akan menentang siapapun dan apapun yang merusak kedamaian di bulan-bulan haram, yang telah menjadi bagian kehidupan, bagian dari eksistesi ekonomi, sosial, kepercayaan atau keyakinan dan peradaban mereka. (Ibrahim Syarif: I/163-165).

PENAMAAN DZULHIJJAH:
Dzulhijjah (ذو الحجة) adalah bulan ke-12 dalam kalender Hijriyah. Bulan ini dipahami sebagai bulannya orang berhaji ke Mekkah. Sebelum Islam datang, orang-orang Arab juga sudah punya kebiasaan melakukan thawaf di Ka'bah.

Dzulhijjah diambil dari dua kata, yaitu "Dzu" yang artinya pemilik dan "Al-Hijjah" yang artinya Haji. Secara bahasa, Dzulhijah artinya pemilik haji atau disebut juga bulan haji.

Dzulhijjah disebut bulan Haram karena termasuk bulan yang sangat dihormati dan disucikan Allah bersama Dzulqa'dah, Muharram dan Rajab. Hal ini disebutkan dalam Al-Qur'an, berikut firman-Nya:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At-Taubah: Ayat 36)

Dalam Islam, bulan-bulan haram disebut dengan Al-Asyhurul Hurum (الأشهر الحرم) atau bulan-bulan yang disucikan. Bulan-bulan itu terdiri dari Muharram, Rajab, Dzulqa'dah dan Dzulhijjah. Dalam tradisi Arab, Asyhurul Hurum pertanda harus berhenti dari berperang. "Janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu."

Sejak zaman Nabi Ibrahim 'alahissalam perang tidak boleh dilakukan pada empat bulan itu. Apabila terjadi pembunuhan, maka akan dikenakan Diyah (denda). Al-Qodhi Abu Ya'la rahimahullah berkata: "Dinamakan bulan haram karena dua makna: Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian. Pada bulan itu larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan." (Lihat Zaadul Masiir, tafsir Surat At Taubah ayat 36)

Karena pada bulan itu adalah waktu sangat baik melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para Salaf sangat suka berpuasa pada bulan haram. Sufyan Ats-Tsauri mengatakan: "Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya."

Bahkan Ibnu Umar, Al-Hasan Al-Bashri dan Abu Ishaq As-Sa'ibi melakukan puasa pada seluruh bulan haram, bukan hanya bulan Rajab atau salah satu dari bulan haram lainnya. (Lihat Latho-if Al Ma'arif, 214)

Demikian penjelasan mengapa Dzulhijjah disebut bulan haram. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan taufik-Nya kepada kita semua.

DZULHIJJAH, MENGAPA DISEBUT BULAN HARAM?
Pada 12 bulan hijriah terdapat 4 bulan yang ditetapkan oleh Allah sebagai bulan terhormat, Al-Qur’an menyebutnya haraam atau hurum. Allah berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (terhormat). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” QS. At-Taubah:36

Bulan haram yang dimaksud adalah bulan Dzulqa`dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Keagungan keempat bulan itu diakui oleh hampir seluruh masyarakat Arab sebelum Islam. Sedemikian besar pengagungan mereka sampai walau seseorang menemukan pembunuh ayah, anak atau saudaranya pada salah satu dari empat bulan, ia tidak akan mencederai musuhnya kecuali setelah berlalu bulan haram itu. Tiga bulan di antara keempat bulan haram itu mereka sepakati, yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Adapun yang keempat, yakni Rajab, ini dianut keharamannya oleh mayoritas suku-suku masyarakat Arab, sedang suku Rabi’ah menganggap bulan haram yang keempat adalah Ramadhan. Islam melalui Rasul saw. menegaskan keempat bulan haram sesuai dengan anutan mayoritas masyarakat Arab itu. Rasululullah saw. bersabda:

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya semula pada hari diciptakankan-Nya langit dan bumi. Satu tahun adalah 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram; yaitu 3 bulan berurutan: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram serta Rajab Mudhar yang terletak antara 2 Jumadi (Jumadil Ula-Jumadis Tsaniah) dan Sya’ban.” HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad.

Nabi saw. menyandarkan (idhaafat) kata Rajab kepada Mudhar, salah satu kabilah Arab, guna mengukuhkan kebenaran sikap kabilah Mudhar yang tidak mengubah posisi bulan Rajab di antara Jumadis Tsaniah dan Sya’ban. Pada saat yang sama, penyandaran ini mengisyaratkan kekeliruan kabilah Rabi’ah yang mengubah bulan itu dari posisi yang seharusnya. Penggalan firman Allah:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ …
“Sesungguhnnya jumlah bulan pada sisi Allah adalah dua belas menurut ketetapan Allah sejak hari diciptakannya langit dan bumi…” QS. At-Taubah: 36

Dalam bahasa astronomi, bermakna Allah telah menetapkan bahwa peredaran bumi mengitari matahari yang mendefinisikan batasan waktu ‘tahun’ setara dengan dua belas kali lunasi (datangnya hilal) yang mendefinisikan batasan waktu ‘bulan’. Satu tahun syamsiah adalah 365,2422 hari, sedangkan satu bulan qamariyah adalah 29,5306 hari. Jadi satu tahun qamariyah berjumlah 354 hari, sebelas hari lebih pendek daripada kalender syamsiah.

Ayat berikutnya, At-Taubah: 37, mengecam praktek Annasiy, yaitu mengulur atau menambah bulan yang hanya akan menambah kekafiran, pengingkaran kepada Allah. Bulan terhormat yang telah disepakati bersama (Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan Muharam) bisa tergeser karenanya. Sesudah Dzulhijjah ada bulan ketiga belas sehingga menggeser bulan Muharram.

Penambahan bulan itu untuk menyesuaikan dengan musim, tetapi dilakukan sepihak sehingga bisa mengacaukan kesepakatan yang telah ada. Dalam prakteknya, annasiy bisa dilakukan dengan menambah satu bulan tambahan setiap tiga tahun untuk menggenapkan selisih tahunan yang 11 hari itu.

MAKNA PENGHORMATAN (HARAAM):
Penghormatan terhadap keempat bulan di atas tentu saja menunjukkan adanya sesuatu yang istimewa di situ. Untuk menggali nilai keistimewaan di balik makna haraam bulan-bulan itu kita dapat merujuk kepada penjelasan sejumlah pakar tafsir, antara lain:

Pakar tafsir, Abu Jafar Muhammad bin Jarir At-Thabari (224-310 H), atau yang lebih popular dengan sebutan Imam At-Thabari, di dalam kitab tafsirnya Jâmi’ Al-Bayân ‘an Ta`wîl âyi Al-Qurân, popular dengan sebutan Tafsîr at-Thabarî, sebagai kitab tafsir klasik yang banyak dirujuk oleh para mufassir berikutnya, menyebutkan bahwa empat bulan itu disebut haram, karena diagungkan dan dihormati oleh orang-orang jahiliyyah dan mereka mengharamkan peperangan atau pembunuhan pada bulan-bulan itu, sampai walau seseorang menemukan pembunuh ayahnya pada salah satu dari empat bulan, ia tidak akan mencederainya.

Syekh Ahmad Mushthafa al-Maraghi, di dalam kitab tafsirnya Tafsîr Al-Maraghî, menyebutkan bahwa kata hurum merupakan bentuk jamak dari kata haram. Berasal dari kata hurmah, yang bermakna mengagungkan (ta’zhiim). Keempat bulan itu telah ditetapkan kehormatannya oleh Allah dan Allah mengharamkan peperangan atau pembunuhan pada bulan-bulan itu melalui lisan Ibrahim dan Ismail. Selanjutnya, dari mereka berdua, keagungan keempat bulan itu terus dipelihara secara turun temurun oleh seluruh masyarakat Arab sebelum Islam, baik secara lisan maupun perbuatan, meskipun terkadang ada di antara sebagian kabilah Arab yang melanggarnya karena mengikuti hawa nafsu.

Penjelasan senada disampaikan pula oleh Dr. Muhammad Mahmud Hijaziy, di dalam kitab tafsirnya at-Tafsîr Al-Waadhih. Hanya saja beliau memberikan catatan tambahan bahwa pengharaman perang atau pembunuhan pada bulan-bulan itu dalam rangka memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi orang-orang yang hendak menjalankan ibadah haji ke Baitullah, karena tidak diragukan lagi bahwa perjalanan haji galibnya dimulai dari bulan Dzulqa’dah hingga berakhir di bulan Muharram. Sementara Rajab yang berposisi di pertengahan tahun merupakan bulan gencatan senjata untuk rehat dan memberi kemudahan bagi orang yang hendak melaksanakan umrah.

Sementara dalam pandangan Syekh Muhammad Ali as-Sayis, keempat bulan itu dinyatakan terhormat karena pada bulan-bulan itu terdapat pengharaman bagi sebagian perkara yang dibolehkan pada bulan-bulan lainnya. Atau dapat dimaknai pula bahwa keempat bulan itu memiliki keagungan yang membedakannya dari bulan-bulan lain, sehingga sanksi kemaksiatan pada bulan-bulan itu lebih berat daripada bulan lain. Demikian pula ketaatan yang dilakukan pada bulan-bulan itu lebih besar pahalanya dibanding pada bulan lain.

Penjelasan Syekh Muhammad Ali as-Sayis di atas dapat difahami mengingat sejumlah fakta khabar Syar’i (dalil-dalil syariat), terutama pada bulan Dzulhijjah, bahwa pada bulan ini Allah Swt. telah menyediakan beragam lahan amal shaleh dan “fasilitas ibadah”, selain ibadah haji, sebagai tiket bagi orang beriman menuju surga.

KESIMPULAN:
Bulan Dzulhijjah disebut sebagai salah satu bulan haram dalam Islam karena memiliki kedudukan istimewa dan terkait dengan beberapa aturan serta larangan tertentu yang ditetapkan dalam syariat Islam. Berikut adalah beberapa alasan mengapa Dzulhijjah disebut bulan haram:

1. Kedudukan Bulan Haram: Dalam Islam, terdapat empat bulan yang disebut sebagai bulan haram, yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Penyebutan "haram" di sini bermakna mulia dan terhormat, serta bulan-bulan ini memiliki aturan khusus, termasuk larangan berperang dan melakukan kezaliman.

2. Larangan Berperang dan Kezaliman: Pada bulan haram, umat Islam dilarang melakukan peperangan kecuali jika mereka diserang terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga perdamaian dan keamanan, serta memberikan waktu untuk beribadah dengan khusyuk. Larangan ini bertujuan agar umat Islam dapat menjalankan ibadah-ibadah utama dengan tenang, seperti haji dan umrah pada bulan Dzulhijjah.

3. Ibadah Haji: Bulan Dzulhijjah adalah bulan pelaksanaan ibadah haji, yang merupakan salah satu rukun Islam. Puncak ibadah haji, yaitu wukuf di Arafah, terjadi pada tanggal 9 Dzulhijjah, diikuti dengan pelaksanaan Hari Raya Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah. Ibadah haji merupakan ibadah yang sangat dimuliakan dalam Islam dan membutuhkan konsentrasi serta ketenangan.

4. Hari Raya Idul Adha: Hari Raya Idul Adha jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah. Pada hari ini, umat Islam melaksanakan ibadah qurban sebagai bentuk ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah SWT, mengingat kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) juga merupakan bagian dari bulan ini, di mana umat Islam dilarang berpuasa dan dianjurkan untuk menikmati hidangan qurban.

5. Keutamaan dan Pahala: Dzulhijjah memiliki keutamaan dan pahala yang besar bagi umat Islam yang menjalankan ibadah di dalamnya. Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dianggap sebagai hari-hari yang paling baik dalam setahun untuk beramal saleh. Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada hari-hari yang lebih disukai Allah untuk beramal saleh melebihi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah." (HR. Bukhari). Dalam hari-hari tersebut, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, seperti puasa, dzikir, doa, sedekah, dan lain-lain.

SUMBER PENULISAN:

DZULHIJJAH DISEBUT BULAN HARAM KARENA KEMULIAANNYA DAN ADANYA ATURAN SERTA LARANGAN KHUSUS YANG HARUS DIPATUHI OLEH UMAT ISLAM. BULAN INI MEMBERIKAN KESEMPATAN BAGI UMAT ISLAM UNTUK MENINGKATKAN IBADAH DAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT, SERTA MENJALANKAN IBADAH HAJI DAN QURBAN DENGAN PENUH KHUSYUK DAN TENANG.

Oleh: Ustadz Faqih Aulia LITKA PC Pemuda Persis Batununggal Kota Bandung.

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar, kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan

Lebih baru Lebih lama